Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : KHOIRURRIJAL

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 049511147

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4130/Pengantar Ilmu Hukum/ PTHI

Kode/Nama UPBJJ : ISIP4130/UPBJJ Pontianak

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
No Jawab
1 a. Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON
POLITICON artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu
ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yg
suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka
manusia disebut makhluk sosial. Oleh karena itu Andi yang awalnya hidup
sendiri bisa melakukan hubungan sosisal dengan rombongan petualang tersebut
dan memutuskan untuk menetap hidup disana berdampingan bersama Andi.

b. Manusia dengan Masyarakat


Manusia selain sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan
jiwa yg menyendiri namun manusia juga sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat. Manusia lahir, hidup dan berkembang
Mayarakat dengan Hukum
Dimana ada masyarakat disitu ada hukum Hukum ada sejak masyarakat ada.
Dapat dipahami disini bahwa hukum itu sesungguhnya adalah produk otentik dari
masyarakat itu sendiri yang merupakan kristalisasi dari naluri, perasaan, kesadaran,
sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau budaya yang hidup di masyarakat.
Bagaimana corak dan warna hukum yang dikehendaki untuk mengatur seluk beluk
kehidupan masyarakat yang bersangkutanlah yang menentukan sendiri. Suatu
masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dalam
berlakunya tata hukum itu artinya artinya tunduk pada tata hukum hukum itu disebut
masyrakat hukum.
Hukum dengan Manusia
Setiap tingkah laku dari manusia baik disadari maupun tidak disadari sebenarnya
ada hukum yang mengatur manusia tersebut.
Manusia dengan Hukum
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu
hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan
bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari
masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Manusia selalu berusaha untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang baik,
mewujudkan hukum yang adil bagi setiap anggota masyarakat. Tapi hal itu akan sulit
terwujud, hal itu dikarenakan manusianya itu sendiri yang mempunyai sifat serakah dan
inginkan kekuasaan. Banyak manusia yang hanya demi mendapatkan harta dan
kekuasaan mereka rela melanggar hukum yang telah di buat dan merugikan orang lain
yang berhubungan atau ikut campur dengan masalah atau tujuannya tersebut. Bahkan
mereka rela meninggalkan keluarga, sahabat dan agamanya untuk mencapai tujuannya
tersebut. Dengan adanya hal yang seperti itu maka sesungguhnya manusia itu sulit
untuk berhubungan erat dengan hukum yang adil dan merata. Sehingga meskipun
manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum, tetapi manusia dapat merubah aturan-
aturan tersebut sesuai dengan keinginan asalkan manusia tersebut mempunyai harta
dan kekuasaan. Sehingga hukum seakan-akan lebih berpihak pada orang-orang memiliki
kedudukan diatas dan orang kalangan bawah seperti tidak bisa menolak dan menawar
hukum yang telah di buat dalam masyarakat.
Hukum dengan Masyarakat
Hubungan antara hukum dan masyarakat sangat erat dan tak mungkin dapat
diceraipisahkan antara satu sama lain, menginga bahwa dasar hubungan tersebut
terletak dalam kenyataan-kenyataan  berikut ini:
a.       Hukum adalah pengatur kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak
mungkin bisa teratur kalau tidak ada hukum.
b.      Masyarakat merupakan wadah atau tempat bagi berlakunya suatu hukum.
Tidak  mungkin ada atau berlakunya suatu hukum kalau masyarakatnya tidak ada.
c.       Disamping itu, tak dapat disangkal adanya kenyataan bahwa hukum juga
merupakan salah satu sarana utama bagi manusia melalui masyarakat di mana ia
menjadi warga atau anggotanya, untuk memenuhi segala keperluan pokok hidupnya
dalam keadaan yang sebaik dan sewajar mungkin.

2 Menurut teori utilitas oleh Jeremy Bentham, tindakan yang diambil haruslah memiliki
tujuan untuk mencapai kebahagiaan yang maksimal bagi masyarakat. Dalam konteks
pelanggaran UU ITE, tujuan hukum yang diinginkan adalah untuk menciptakan
lingkungan digital yang aman, nyaman, dan bebas dari tindakan negatif seperti
perundungan online, penghinaan, penyebaran hoaks, dan penipuan.
Dalam kasus pelanggaran UU ITE, tindakan hukum yang diambil haruslah memberikan
dampak yang positif terhadap masyarakat secara umum dan dapat mencegah tindakan
yang merugikan masyarakat secara digital. Sebagai contoh, sanksi bagi pelanggar
haruslah cukup berat untuk memberikan efek jera dan mencegah terjadinya tindakan
yang sama di masa depan.
Namun, dalam konteks pelanggaran UU ITE, juga perlu diperhatikan bahwa tindakan
hukum yang diambil haruslah seimbang dan tidak berlebihan. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa kasus di Indonesia, di mana terdapat sanksi yang dianggap terlalu berat dan
merugikan hak asasi manusia, seperti kasus penjara bagi seseorang yang hanya
melakukan kritik terhadap pemerintah di media sosial.
Dalam hal ini, teori utilitas oleh Jeremy Bentham dapat digunakan sebagai landasan
dalam menentukan tujuan hukum dalam kasus pelanggaran UU ITE, namun perlu
diingat bahwa tindakan hukum yang diambil harus seimbang dan tidak melanggar hak
asasi manusia.

3 Teori piramida hukum atau stufenbau dari Hans Kelsen memberikan pengertian bahwa


sistem hukum adalah sistem aturan yang berjenjang atau memiliki hierarki yang mana
hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi,
karena hukum yang lebih tinggi tadi merupakan pedoman hukum yang lebih rendah,
sedangkan hukum yang lebih tinggi mengacu pada hukum dasar. Contoh
konkretnya dalam norma hukum di Indonesia bahwa hukum di Indonesia didasarkan
atas hierarki hukum, yaitu:
 UUD 1945.
 Ketetapan MPR.
 Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
 Peraturan Pemerintah.
 Peraturan Presiden.
 Peraturan Daerah Provinsi.
 Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa Indonesia menerapkan hukum secara
berjenjang atau hierarki. Hukum yang paling bawah, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten
atau Kota berpedoman kepada Peraturan Daerah Provinsi, begitu seterusnya hingga
pada akhirnya semua peraturan tadi berpedoman pada hukum yang paling dasar yaitu
UUD 1945 yang kemudian berpuncak pada Pancasila yang menjadi cita-cita atau tujuan
hukum.

Pembahasan
Teori Piramida Hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen bukan saja membahas
tentang sistem hukum yang berjenjang (hierarki), namun juga klasifikasi dari hukum
yaitu hukum dasar negara, Undang-Undang, kemudian Peraturan Pelaksana dari
Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai