Anda di halaman 1dari 16

1.

2 Hakikat Hukum Bagi Warga Negara


Hukum terdiri dari peraturan-peraturan tingkah laku. Bagi warga, negara, hukum pada prinsipnya
adalah peraturan tingkah laku yang menjamin rasa keadilan dan keamanan dalam pergaulan hidup
bermasyarakan, berbangsa dan bernegara.

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dibutuhkan adanya suatu kaidah
atau hukum yang mesti dihormati dan ditaati oleh segenap elemen masyarakat. Hukum itu dibuat
karena segenap lapisan masyarakat ingin supayah hak-hak mereka terjamin dan tidak dirampas oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Seluruh anggota masyarakat memiliki kedudukan yang sama didepan hukum. Tidak ada terkecuali
diantara mereka, baik karena status jabatan, jenis kelamin, etnis, agama, maupun kategor-kategori
lainnya. Adanya hukum yang berlaku dimasyarakat berarti masyarakat telah memiliki kekuatan untuk
melindungi dari berbagai tindakan yang dapat merugikan.

Oleh karena itu, hakikat hukum bagi warga negara adalah peraturan-peraturan yang mencakup
unsur-unsur berikut

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat 


2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwenang 
3. Peraturan itu bersifat memaksa
4. Peraturan itu memuat sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melanggar peraturan tersebut
Sedangkan, ciri yang menonjol dari hukum adalah adanya perintah dan larangan. Perintah dan
larangan itu harus ditaati oleh setiap orang

Ubi societas ibi ius” Ada Masyarakat,


1.3

Ada Hukum
Nov 29

Posted by ramadhanadi

“Ubi societas ibi ius” atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Dimana ada masyarakat
disitu ada hukum” adalah perkataan dari Marcus Tullius Cicero seorang filsuf,ahli hukum, dan
ahli politik kelahiran Roma. Perkataan Cicero tersebut pun melintasi jaman, kalimat yang
diutarakan Cicero lebih kurang 19 abad yang lalu masih berlaku hingga sekarang.

Teori ini mengungkapkan konsep filosofi Cicero yang menyatakan bahwa hukum tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat. Kedamaian dan keadilan dari masyarakat hanya bisa dicapai apabila
tatanan hukum telah terbukti mendatangkan keadilan dan dapat berfungsidengan efektif

Definisi masyarakat menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan
manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di
suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di
dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

Sedangkan hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat
yang bersifat kendalikan, mencegah, mengikat, memaksa. Dinyatakan atau dianggap sebagai
peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan
untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.

Dengan kata lain Hukum merupakan serangkaian aturan yang berisi perintah ataupun larangan
yang sifatnya memaksa demi terciptanya suatu kondisi yang aman, tertib, damai dan
tentram,serta terdapat sanksi bagi siapapun yang melanggarnya.

Hubungan antara masyarakat dengan hukum tidak bisa dipisahkan, karena sejatinya hukum itu
sendiri diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka dapat dibenarkan perkataan
Cicero tersebut bahwa di mana ada masyarakat di situ ada hukum.

Apabila ada seorang manusia yang hidup di suatu tempat yang tidak berpenduduk, dan dia hidup
sendiri di tempat itu, maka dapat dipastikan tidak ada hukum di wilayah tersebut. Karena
seseorang tadi bebas melakukan apapun yang ia kehendaki.

Berbeda lagi ceritanya apabila ada seseorang lagi yang datang ke tempat tersebut dan hidup
bersama penghuni pertama. Masing-masing orang tersebut jelas mempunyai kepentingan dan
kehendak sendiri, dan tidak menutup kemungkinan pula akan terjadi konflik antara kedua orang
itu. Disinilah peran hukum muncul, hukum akan mengatur bagaimana tata cara kehidupan
mereka agar terjadi keadilan dan kedamaian diantara masing-masing individu.

Kesimpulannya adalah hukum tidak dapat muncul/timbul jika hanya ada satu orang saja. Harus
ada 2 individu atau lebih (masyarakat) sehingga tercipta hukum. Ketika hukum tercipta dan
berjalan dengan baik maka hukum akan menciptakan perlindungan bagi masyarakat yang
berujung terwujudnya suatu keadilan.

2.1

Manusia sebagai makhluk monodualistik :

manusia selain sbg makhluk individu


(perseorangan) mempunyai kehidupan

jiwa yg menyendiri namun manusia juga

sebagai makhluk sosial tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir,

hidup dan berkembang dan meninggal

dunia di dalam masyarakat.

Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM),

bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON

artinya bahwa manusia itu sbg makhluk

pada dasarnya selalu ingin bergaul dan

berkumpul dengan sesama manusia

lainnya, jadi makhluk yg suka

bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya

suka bergaul satu sama lain, maka manusia

disebut makhluk sosial.

Terjadilah hubungan satu sama lain yang

didasari adanya kepentingan, dimana

kepentingan tsb satu sama lain saling

berhadapan atau berlawanan dan ini tidak

menutup kemungkinan timbul kericuhan.

Kepentingan adalah suatu tuntutan

perorangan atau kelompok yang

diharapkan untuk dipenuhi.

Disinilah peran hukum mengatur


kepetingan2 tersebut agar kepentingan

masing-masing terlindungi, sehingga

masing-masing mengetahui hak dan

kewajiban. Pada akhirnya dengan adanya

hukum masyarakat akan hidup aman,

tentram, damai, adil dan makmur.

Kesimpulan : dimana ada masyarakat disitu

ada hukum (ubi societes ibi ius) .

Hukum ada sejak masyarakat ada. Dapat

dipahami disini bahwa hukum itu

sesungguhnya adalah produk otentik dari

masyarakat itu sendiri yang merupakan

kristalisasi dari naluri, perasaan, kesadaran,

sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau

budaya yang hidup di masyarakat.

Bagaimana corak dan warna hukum yang

dikehendaki untuk mengatur seluk beluk

kehidupan masyarakat yang

bersangkutanlah yang menentukan sendiri.

Suatu masyarakat yang menetapkan tata

hukumnya bagi masyarakat itu sendiri

dalam berlakunya tata hukum itu artinya

artinya tunduk pada tata hukum hukum itu

disebut masyrakat hukum.


2.2 Awal Mula Terbentuknya Hukum - Hukum Indonesia

Dalam kehidupan sosial tentu sering terjadi perbedaan paham, perang opini,bentrok fisik,perebutan
hak, dan bahkan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Nah, untuk menengahi permasalahan atau
mungkin pelanggaran-pelanggaran lain yang mayoritas terjadi,itulah di antara alasan kenapa ada
Hukum. Ketika manusia hidup berdampingan satu sama lain, maka berbagai kepentingan akan saling
bertemu. Pertemuan kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lain ini, tak
jarang,menimbulkan pergesekan ataupun perselisihan. Perselisihan yang di timbulkan bisa berakibat
fatal, apabila tidak ada sarana untuk mendamaikannya. Perlu sebuah mediator atau fasilitator untuk
mempertemukan dua buah kepentingan yang bergesekan tersebut. Tujuannya adalah manusia yang
saling bersengketa (berselisih) tersebut sama-sama memperoleh keadilan. Langkah awal ini di
pahami sebagai sebuah proses untuk menuju sebuah sistem (tatanan) hukum.

Kenyataan ini menjadikan manusia mulai berpikir secara rasional. Di berbagai komunitas
(masyarakat) adat, hal ini menjadi pemikiran yang cukup serius. Terbukti, kemudian mereka
mengangkat pemangku (ketua) adat, yang biasanya mempunyai 'kelebihan' tertentu untuk
'menjembatani' berbagai persoalan yang ada. Dengan kondisi ini, ketua adat yang di percaya oleh
komunitasnya mulai menyusun pola kebijakan sebagai panduan untuk komunitas tersebut. Panduan
tersebut berisikan aturan mengenai larangan, hukuman bagi yang melanggar larangan tersebut,
serta bentuk-bentuk perjanjian lain yang sudah di sepakati bersama. Proses inilah yang mengawali
terjadinya konsep hukum di masyarakat. Ini artinya,(komunitas) masyarakat adat sudah terlebih
dahulu mengetahui arti dan fungsi hukum yang sebenarnya. Inilah yang kemudian di sebut sebagai
hukum adat. Dapat di rumuskan bersama, bahwa hukum adat merupakan hukum yang tertua yang
hidup di masyarakat. Hanya saja, mayoritas hukum adat ini biasanya tidak tertulis. Inilh salah satu
kelemahan hukum adat.

Apa yang terjadi pada masyarakat adat inilah yang kemudian menginspirasi manusia modern untuk
melakukan hal serupa. Sesuai dengan perkembangan zaman, masyarakat adat harus melakukan
kontak dengan masyarakat adat yang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang di
maksud , biasanya masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan pokok. Makanan dan sandang
menjadi alat tukar (transaksi) yang kemudian di kenal dengan istilah barter. Semakin lama, hubungan
antar masyarakat adat ini semakin luas dan semakin berkembang. Masyarakat-masyarakat adat yang
saling berinteraksi akhirnya mengadakan perjanjian bersama untuk membentuk sebuah ikatan yang
lebih luas, yang kemudian di kenal sebagai istilah 'negara'. Sejatinya, 'negara' ini sebenarnya
berisikan berbagai kumpulan hukum adat. Terkadang, antara hukum adat yang satu dengan hukum
adat yang lain juga saling berbenturan.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, muncullah musyawarah untuk menentukan sebuah hukum
yang akan di gunakan bersama. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir pergesekan atau perselisihan
yang mungkin terjadi antara masyarakat adat. Lalu, di bentuklah perjanjian bersama untuk
menjembatani persoalan tersebut. Tak lain dan tak bukan, tujuan di bentuknya hukum dalam sebuah
'negara' adalah untuk memperoleh keadilan. Seiring dengan berkembangnya waktu, manusia
modern memerlukan tatanan yang lebih selaras, seimbang dalam menjembatani berbagai
kepentingan yang semakin dinamis dan kompleks. Hukum yang tadinya tidak tertulis, akhirnya di
sepakati bersama untuk di bakukan dan di jadikan pedoman. Tentunya, pedoman yang di maksud
kemudian di lakukan secara tertulis. Hukum tertulis inilah yang kita kenal sampai sekarang. Hukum
tertulis ini bersifat dinamis. Akan terus berubah sesuai perkembangan zaman dan perkembangan
kepentingan manusia.

Semoga bermanfaat.

2.3. Akan didiskusikan lebih lanjut mengenai perngertian pembentukan hokum apakah sama dengan
undang-undang ?

3.1

3.2

Pengertian, Jenis, dan Contoh Kaidah sosial (Susila+Kesopanan+Agama+Hukum)

By Indonesia StudentPosted on Desember 23, 2016

Pengertian kaidah sosial dan jenis kaidah sosial-Bagi sebagain besar orang yang menekuni ilmu
hukum pasti sudah tak asing lagi dengan istilah kaidah sosial. Dimana istilah kaidah sosial ini menjadi
pelajaran wajib yang harus diketahui oleh masyarakat yang ingin menekuni bidang ilmu hukum, baik
mahasiswa, atapun akademisi.
Meskipun begitu tak jarang diantara kita ada yang kurang mengerti apa yang dimaksud kaidah
sosial, oleh karena itulah pada artikel ini indonesiastudent akan membagikan tentang pengertian
kidah sosial dan macam kidah-kidah sosial.

Contents [hide]

1 Pengertian Kaidah Sosial

2 Jenis Kaidah Sosial

2.1 Kaidah Susila

2.1.1 Contoh Kaidah Susila:

2.2 Kaidah Kesopanan

2.2.1 Contoh Kaidah Kesopanan:

2.3 Kaidah Agama atau Kaidah Kepercayaan

2.3.1 Contoh-contoh Kaidah Agama Atau Kepercayaan:

2.4 Kaidah Hukum

2.5 Contoh Kaidah Hukum

2.6 Sebarkan ini:

2.7 Posting terkait:

Pengertian Kaidah Sosial

Kaidah sosial pada hakekatnya terdiri dari dua kata, pertama adalah kaidah yang kedua adalah sosial.
Kaidah diartikan sebagai tata tertib atau aturan, sedangkan sosial berasal dari kata society yang
artinya masyarakat. Sehingga gabungan kedua kata tersebut, yakni kaidah dan sosial menjadi kaidah
sosial diberi pengertian sebagai tata kelakukan yang ada dalam masyarakat.

Adapun pengertian kaidah sosial menurut ahli atau menurut para ahli, salah satunya Purnadi
Purbacaraka dan Soekanto mengartikan bahwa kaedah sosial adalah patokan ataupun pedoman
untuk berperikelakuan atau sikap tindak dalam menjalani kehidupan di masyarakat.
Setelah memahami pengertian kaidah sosial selanjutnya kita akan mengulas tentang macam kaidah
kaidah sosial, yaitu sebagai berikut:

Jenis Kaidah Sosial

Jenis kaidah sosial jumlahnya ada empat, dimana dari keterangan 4 kaidah sosial tersebut, yaitu:

Kaidah Susila

Kaidah susila adalah kaidah yang paling tua dan paling asli, juga terdaapat dalam sanubari manusia
sendiri karena manusia makhluk bermoral, tanpa melihat kebangsaan atau masyarakat. “Tidak
mengindahkan kaidah susila berarti asusila”.

Kaidah susila melarang manusia untuk berbuat cabul, mencuri dan lain-lain, karena hal itu
bertentengan dengan  kaiah kesusilaan yang ada di dalam hati nurani setiap manusia yang kaidahl.

Contoh Kaidah Susila:

Jangan mencuri milik orang lain

Berbuatlah jujur

Hormatilah sesamamu

Jangan berzina

Jangan membunuh

Dan sebagainya

Kaidah Kesopanan

Kaidah kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat. 
Kaidah kesopanan dasarnya adalah kepaantasan, kebiasaan, kepatutan yang berlaku dalam
masyarakat.  Pelanggaran atas kaidah kesopanan menimbulkan celaan dari sesamanya. Celaan
berupa kata-kata, tetapi akan lebih dirasakan apabila celaan itu berupa sikap kebencian, pandangan
rendah dari orang-orang sekelilingnya, yang lebih hebat lagi dengan pemboikotan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa kehilangan sesuatu, sehingga merasakan
penderitaan batin.
Contoh Kaidah Kesopanan:

Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua

Meminta izin lebih dahulu sebelum masuk rumah orang lain

Mengenakan pakaian yang pantas bila mengadiri pesta

Meminta izin kepada pemiliknya jika ingin menggunakan barang orang lain

Jangan meludah dihadapan orang lain

Kaidah Agama atau Kaidah Kepercayaan

Kaidah agama berpangkal pada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kaidah agama atau
kepercayaan adalah kaidah sosial yang aslinya dari Tuhan yang isinya larangan, perintah-perintah
dan ajaran. Pelanggaran berarti menentang perintah Tuhan. Akibatnya atau sanksinya datang dari
Tuhan di akhirat.

Contoh-contoh Kaidah Agama Atau Kepercayaan:

Jangan membunuh sesama manusia

Hormatilah Ibu Bapakmu

Jangan berbuat cabul

Jangan mencuri

Kaidah Hukum

Ketiga kaidah sebelumnya, yaitu kaidah sosial, kesopanan, kesusilaan dan agama belum cukup
menjamin tata tertib di dalam pergaulan bermasyarakat. Oleh karena itulah sangat diperlukan kaidah
hukum. Adapun pengertian Kaidah hukum ialah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa
negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang
berwenang, sehingga berlakunya dapat dipertahankan.

Contoh Kaidah Hukum

Undang-undang tentang perkawinan

Undang-undang tentang kebebasan berpendapat

Undang-undang tentang agama


dan lain sebaginya

Demikianlah pembahasan mengenai pengertian kaidah sosial, jenis kaidah sosial, dan contoh-contoh
kaidah sosial yang dapat disebutkan satu persatu. Semoga dengan adanya pembahasan kali ini
mampu meningkatkan kemampuan pembaca yang sedang menekuni atau sedang mencari referensi
seputar pengertian kaidah sosial menurut ahli.

3.3

Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. Artinya kaidah

sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak

mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya

“kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama,

kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama.

Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada

larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”,

“penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan,

kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing

memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan

sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan

perundang – undangan

4.1

Hukum berdasarkan kepentingan yang diatur/isinya:


Hukum Privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan
orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan
atau hubungan antara Negara dengan perseorangan (warganegara).

Perbedaan hkm privat dan public

No. Hukum Privat Hukum Publ

1. Mengutamakan kepentingan individu. Mengutamakan pengatura


2. Mengatur hal ikhwal yang bersifat khusus. umum.
3. Dipertahankan oleh individu. Mengatur hal-hal yang bers
4. Mengutamakan perdamaian dan hakim Dipertahankan oleh negara
5. mengupayakan. Tidak mengenal asas perda
6. Gugatan setiap saat dapat ditarik Tidak dapat dicabut kemba
7. kembali/dibatalkan. delik aduan.
Sanksinya bersifat perdata. Sanksi pidana
Contoh: Hukum Perdata, Hukum Dagang. Contoh: Hukum Pidana, HT

Perdsamaan hkm privat dan hokum Publik

Keduanya merupakan norma hukum yang mengatur kehidupan manusia

Keduanya mempunyai sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelanggarnya.

Keduanya tunduk kepada pengecualian bila dalam keadaan terpaksa.

4.2

Hukum berdasarkan luas berlakunya:

Hukum Umum:

Hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, warga
negara, maupun jabatan seseorang. Contoh: Hukum Pidana
Hukum Khusus:

Hukum yang berlaku hanya bagi segolongan orang tertentu saja. Contoh: Hukum Pidana Militer.

4.3

Hukum berdasarkan fungsinya:

Hukum Materiil:

Hukum yang mengatur tentang isi hubungan antara sesama anggota masyarakat, anggota
masyarakat dengan penguasa negara dan masyarakat dengan negara. Isinya tentang tindakan-
tindakan yang diharuskan (gebod), yang dilarang (verbod), dan yang dibolehkan (mogen) termasuk
akibat hukum dan sanksi hukum bagi pelanggarnya. Dengan demikian hukum materiil menimbulkan
hak dan kewajiban.

Hukum Formal:

Hukum yang mengatur bagaimana penguasa mempertahankan dan menegakkan serta


melaksanakan hukum materiil dan bagaimana cara menuntutnya apabila hak seseorang telah
dilanggar oleh orang lain

5.1

Sumber hukum adalah tempat kita dapat melihat bentuk perwujudan hukum, dengan perkataan
lain, segala sesuatu yang dapat menimbulkan atau melahirkan hukum (asal mula hukum).
(Machmudin, 2001:77)

Sumber hukum adalah “segala sesuatu” yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan
memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan
nyata bagi pelakunya. (J.B Daliyo, 2001:51)

Istilah “segala sesuatu” yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbunya hukum, faktor-
faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, dari mana hukum itu
dapat ditemukan, dari mana asal mulanya hukum dan lain sebagainya.
Menurut Prof. Sudikno

Sumber hukum dapat berarti:

1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum. Misalnya: kehendak Tuhan,
akal manusia, dll.

2. Sebagai sumber hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepadahukum yang saat ini
berlaku.

3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
hukum, misal: penguasa, masyarakat.

4. Sebagai sumber darimana hukum itu dapat diketahui, misal Dokumen, Undang-Undang,
Prasasti Dll.

5. Sebagai sumber terbentuknya atau sumber menimbulkan hukum

5.2

SUMBER-SUMBER HUKUM MATERIL

Sumber Hukum Materil

Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum :

Faktor Idiil  Patokan-patokan keadilan bagi pembentuk UU & Pembentuk hukum dalam tugasnya.

Faktor kemasyarakatan (sosial)  yaitu hal-hal yang hidup dalam masyarakat dan tunduk pada
aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk masyarakat yang bersangkutan (Daliyo, Hal 52-53)

Sumber Hukum yang bersifat sosial

• Merupakan sumber-sumber yang dapat melahirkan hukum, namun sumber ini tidak
mendapatkan pengakuan secara formal oleh hukum, sehingga tidak secara langsung bisa
diterima sebagai hukum (Fitzgerald,1996:109)

• Merupakan sumber bahan yang kekuatannya tidak otoritatif, melainkan hanya persuasif (Ibid,
-110)

• Menurut Allen sumber hukum ini merupakan kehendak dari vitalitas masyarakat sendiri.
Sifatnya bawah ke atas (aliran sejarah) (Raharjo, 1986:111-112).
• SUMBER-SUMBER HUKUM FORMAL

• Sumber hukum dalam bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara
formal, yakni merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh
masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Dengan perkataan lain, sumber hukum ini
merupakan causa eficient dari hukum. (Daliyo, hal. 53)

• Sumber hukum formal adalah sumber hukum ditinjau dari segi pembentukannya.
(Machmudin, hal. 78)

• Sumber yang bersifat hukum, yaitu sumber yang diakui oleh hukum sendiri sehingga secara
langsung dapat melahirkan atau menciptakan hukum. Substansi yang dikeluarkan dihasilkan
adalah ipso jure (yang dengan sendirinya sah).

• Menurut Allen, sumber hukum ini dikaitkan pada kehendak yang berkuasa (penguasa),
bersifat atas ke bawah (positivisme hukum).

Bentuk-bentuksumber
hukum formal: di slide hal 48

Bentuk-bentuk Sumber Hukum Formal:

Undang-Undang (Statute)

Peraturan negara, dibentuk oleh alat perlengkapan negara, yang berwenang dan mengikat
masyarakat.

Sehubungan dengan pengertian undang-undang tersebut, perlu diingat adanya 2 arti


undang-undang, yaitu:

Undang-undang dalam arti materil, yaitu setiap peraturan perundang-undangan yang


isinya mengikat langsung masyarakat secara umum, ditinjau dari isinya.

Undang-undang dalam arti formil yaitu keputusan alat perlengkapan negara yang karena
pembentukannya disebut undang-undang, ditinjau dari proses/prosedur
pembentukannya.
Keberlakuan Undang-Undang:

Secara Yuridis: apabila persyaratan formal terbentuknya UU itu terpenuhi.

Secara Sosiologis: apabila UU itu telah diterima dan ditaati oleh masyarakat tanpa
memperhatikan bagaimana terbentuknya UU itu, dengan perkataan lain apabila UU itu
efektif berlaku di masyarakat.

Secara Filosofis: apabila UU itu memang sesuai dengan cita-cita hukum dan nilai-nilai
positif yang tertinggi yang dianut masyarakat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai