Anda di halaman 1dari 11

peranan hukum dalam kehidupan bermasyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hukum

Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam
masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.

Pengertian hukum menurut para ahli, antara lain:

1.    P. Bors

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat
yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.

2.    Van Kan

Hukum adalah  keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi  kepentingan


manusia di  dalam masyarakat .

3.    Karl  von Savigny

Keseluruhan hukum sungguhsugguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu
melalui pengoperasian kekuasaan secara diamdiam.

4.    Emmnuel Kant

Hukum adalah keseluruhan kondisikondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginankeinginan


pribadi seseorang dengan keinginankeinginan pribadi  orang lain  sesuai  dengan hukum tentang
kemerdekaan.

5.    John Aust in

Hukum adalah seperangkat perintah baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa
kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana
otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi .

6.    Hans Kelsen

Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaedah
primer yangmenetapkan sanksisanksi.

Berdasarkan beberapa difinisi diatas, dapat dikemukakan  bahwa  hukum adalah Himpunan


peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
masyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang mereka yang melanggarnya. Mac Iver (Ahmad Ali: 2002),
membedakan ada dua jenis hukum, yaitu: (1) Hukum diatas politik adalah konstitusi negara (seperti
UUD 1945), dan (2) hukum dibawah politik adalah undangundang, dan berbagai perangkat aturan
hukum yang lainnya.
B.       Unsur-Unsur Hukum

1.      Peraturan mengenai tingkah laku dalam pergaulan masyarakat.

2.      Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

3.      Peraturan itu pada umumnya bersifat memaksa.

4.      Sanksi terhadap pelanggaran peraturan itu adalah tegas.

C.      Macam-Macam Hukum

Sumber hukum ada 3 macam, yaitu:

1.    Undang-undang Negara, termasuk juga Peraturan-peraturan Pemerintah dan Peraturan-


peraturan Pemerintah Daerah.

2.    Kebiasaan, yakni suatu kebiasaan tertentu yang dituruti manusia dalam pergaulan hidupnya
sehari-hari, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran
hukum.

3.    Traktat, yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih.

          Hukum yang berasal dari undang-undang itu dinamakan hukum tertulis. Sedangkan hukun yang
timbul dari kebiasaan-kebiasaan disebut hukum tak tertulis.

          Oleh karena jumlah-jumlah peraturan lambat laun semakin banyak, maka peraturan-peraturan
itu lalu dikumpulkan dan diatur menurut golongan masing-masing. Himpunan demikian
dinamakan  kodifikasi yang berarti pengumpulan secara lengkap dan sistematis dalam sebuah kitab
undang-undang.

          Hukun secara seluruhnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1.        Hukum Publik atau Hukum Umum, ialah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
pertentangan-pertentangan kepentingan yang bersifat umum.

Hukum-hukum yang termasuk hukum publik, antara lain sebagai berikut:

a.       Hukum Tata Negara

Hukum yang mengatur tentang bentuk negara dan organisasi pemerintahannya.

b.      Hukum Pidana

Hukum yang mengatur hal-hal yang dapat dihukum dan hukuman-hukuman yang bertalian dengan
itu.

c.       Hukum Acara pidana

Hukum yang mengatur cara-cara melaksanakan hukum pidana.

d.      Hukum Internasional

Hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul karena perhubungan antar negara.
2.        Hukum Sipil atau Hukum Privat, ialah hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
pertentangan-pertentangan yang bersifat pribadi.

Adapun hukum yang termasuk hukum sipil, yaitu:

a.       Hukum Perdata

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang-orang satu sama lain tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban mereka terhadap masing-masing dan terhadap suatu benda.

b.      Hukum Acara perdata

Hukum yng mengatur cara-cara melaksanakan hukum perdata.

c.       Hukum Dagang

Hukum yang mengatur tentang hal-hal yang bersangkut-paut dengan perdagangan, perusahaan
perekonomian dan sebagainya.

D.      Tujuan Hukum

1.      Untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.

2.      Untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.

3.      Untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan masyarakat.

4.      Untuk melindungi masyarakat.

5.      Untuk menyelesaikan pihak-pihak yang bermasalah secara damai.

E.       Arti Penting Hukum bagi Warga Negara

1.      Untuk mencegah atau menghindari perbuatan menghakimi sendiri oleh warga negara.

2.      Untuk menjamin terlaksananya hak-hak asasi warga negara.

3.      Untuk melindungi pihak-pihak yang lemah dari tindakan kewenang-wenangan yang dilakukan
oleh pihak-pihak yang kuat.

4.      Untuk menjamin terlaksananya hak dan kewajiban warga negara.

F.       Hukum dan Masyarakat

Masyarakat merupakan pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam
suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan yang tertentu. Atau dengan kata lain masyarakat
adalah sekelompok manusia yang telahcukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat
mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-
batas tertentu. Yang termasuk unsur-unsur masyarakat:
1.      Harus ada kelompok manusia dan harus banyak jumlahnya dan bukan mengumpulkan binatang.

2.      Telah berjalan dalam waktu yang lama dan bertempat tinggal dalam daerah tertentu.

3.      Adanya aturan (undang-undang) yang mengatur mereka bersama untuk maju kepada satu cita-
cita yang sama.

Suatu wilayah (teritorial) atau negara yang mendapatkan pengakuan dari wilayah/negara lain yang
didalamnya terdapat masyarakat atau penduduk adalah sesuatu yang tidak lepas dari tatanan dan
aturan yang berfungsi sebagai penertib  wilayah atau negara tersebut  beserta isinya. Manusia selaku
pengelola didalam wilayah dan masyarakatnya membuat aturan-aturan guna menjadikan ketertiban,
keadilan dan kesejahteraan  sebagai orientasinya . Hukum yang merupakan himpunan peraturan
mengikat yang didalamnya terdapat sanksi tegas, yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur
ketertiban dalam wilayah dan system sosial (interaksi masyarakat) sehingga tercipta keadilan dan
kesejahteraan dalam lingkungan masyarakat yang diharapkan mampu berperan sebagaimana
mestinya.

Pada hakikatnya, hukum  itu tumbuh  dan digunakan akibat dari pada peristiwa yang timbul di dalam
lingkungan masyarakat yang pada saat itu masih terdapat keraguan dan kebimbangan dalam
pemecahan masalahnya, sehingga hukum itu masuk dan menyatu dengan kehidupan setiap manusia
yang pada teritorialnya diatur olehnya (hukum adat/tidak tertulis). Bahkan ada pakar dari yunani
yang menyatakan Ubi societas ibi justicia “dimana ada masyarakat dan kehidupan disana ada hukum
(keadilan). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum dan masyarakat adalah
bagian yang satu dan tidak terpisahkan sehingga tidak akan ada masyarakat jika tidak ada hukum,
sebaliknya; tidak akan ada hukum tanpa masyarakat.

Setiap peristiwa hukum yang timbul didalam lingkungan sosial itu sering kali menjadi suatu problem
dalam kehidupan mereka, sehingga terjadi suatu kekacauan (chaos) yang merusak system sosial
tersebut. Oleh karena itu, hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu (hukum
adat/tidak tertulis) tidak efektif dalam memberikan dan menjamin hak dan kewajiban masyarakat
sehingga diperlukan adanya hukum secara tertulis yang menjamin suatu kepastian hukum yang
mengikat dan memberikan sanksi yang tegas bagi mereka yang melawan hukum.

Jadi, hukum tidak tertulis/hukum adat yang berkembang didalam lingkungan kemasyarakatan
tidaklah memberikan kepuasan atau keadilan bagi mereka yang terlibat didalamnya. Karena dalam
hukum adat, aturan-aturan dan sanksinya tidak ada kejelasan yang mengakibatkan kesimpang siuran
di dalam masyarakat dalam menjalankan hukum tersebut. Sehingga jika ada suatu tindakan dari
pelaku delik atau“dader” yang diproses atau ditindak lanjuti dengan hukum adat, maka hukum dapat
dijatuhkan berdasarkan kehendak masyarakat secara subyektif, sehingga kepastian hukum tidaklah
menjadi landasan utama bagi masyarakat adat tersebut. Oleh karena itu hukum tertulis menjadi
alternative guna menegakan keadilan yang benar-benar objektif.

Hukum tertulis yang berupa modifikasi dibuat berdasarkan konsensus masyarakat sehingga hukum
itu timbul berdasarkan kesepakatan. Pada abad ini, hukum tertulis yang berupa undang-undang
dibuat oleh eksekutif dan disetujui oleh legislatif yang kemudian dimuat sekaligus dan dideklarasikan
dalam Lembaran Negara oleh Sekretaris Negara. Setelah Undang-Undang tersebut melahirkan
hukum untuk senantiasa ditaati demi terwujudnya tertib hukum, maka berlakulah asas fictie yang
menyatakan bahwa“setiap orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang”. Hal ini
berarti bahwa tidak ada alasan bagi seseorang yang terlibat atau melanggar hukum dengan
pernyataan dia tidak tahu menahu undang-undang atau hukum dan/atau peraturan yang ia langgar.
G.      Indonesia dan Hukumnya

“Indonesia adalah negara hukum”, begitulah isi pasal 1 (3) UUD tahun 1945. Negara hukum  yang
dimaksud adalah negara yang dijalankan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai
landasannya, sehingga apa yang menjadi aktifitas negara tidak diperbolehkan melanggar ketentuan-
ketentuan yang ada. Adapun  UUD tahun 1945 sebagai ketentuan utama yang menjadi dasar dari
ketentuan perundang-undangan. Jadi, tidaklah diperkenankan undang-undang dibawahnya yang
bertentangan dan tumpang tindih dengan UUD tahun 1945.

Hukum di Indonesia merupakan kolaborasi dari system hukum Eropa, hukum adat  dan hukum
agama. Sebagian system yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masalalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Naderlandsch-Indie). Hukum agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at lebih
banyak, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Indonesia.

Pada masa ini, hukum yang dibuat oleh kolonial Belanda masih banyak di berlakukan di Indonesia,
diantaranya Herziene Indonesich Reglement (HIR) yangmengatur tentang acara di bidang pidana dan
perdata.  Dengan berlakunya UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), maka pasal-pasal yang mengatur hukum acara pidana dalam HIR dinyatakan tidak
berlaku.Sedangkan Wetboek Van Strafrecht (KUHP) mengatur tentang hukum dibidang pidana
materiil, Wetboek Van Koophandel (KUHD) KUHD mengatur tentang hukum dibidang perniagaan
atau perdagangan dan Burgerlijke Wetboek(KUHPer)mengatur dibidang keperdataan.

Walaupun demikian hukum kolonial yang berlaku pada masa ini telah mengalami banyak revisi.
Pasal-pasal yang dirasa merugikan orang bumi putera atau orang Indonesia dan menguntungkan
pihak kolonial telah dihapuskan. Sehingga hukum peninggalan kolonial Belanda yang berlaku di
Indonesia saat ini menjadi  netral dan dirasa mampu membawa keadilan di dalam negeri.

Yang menjadi masalah dengan hukum dewasa saat ini bukanlah ketentuan warisan kolonial Belanda
yang sekarang, melainkan ketentuan dari UU yang dibuat oleh legislatif dan pemerintah yang syarat
kepentingan. Bahkan dewasa ini beredar isu tak sedap terkait jual beli UU di DPR, yang sangat
berdampak kepada sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, yang menjadi
pertanyaan besar adalah, kenapa isu itu tidak di usut tuntas oleh aparatur penegak hukum? Apakah
penyidik tidak memperoleh bukti yang kuat atau aparatur penegak hukum itu tadak mempunyai
keberanian untuk mengusut tuntas kasus tersebut, karena ada ancaman di dalamnya?

Akhir-akhir ini banyak perkara hukum yang melibatkan aparatur penegak hukum itu sendiri seperti,
simulator sim, suap-menyuap/gratifikasi terhadap jaksa, hakim dan aparatur hukum lainnya.
Sehingga supremasi hukum dewasa ini menjadi pepesan kosong yang berisikan harapan-harapan
yang tidak jelas. Hukum dirasa seperti karet yang fleksible, bisa ditarik sana-sini sesuai kebutuhan
mereka yang memiliki uang untuknya. Adapun dampak dari itu adalah memudarnya kepercayaan
masyarakat terhadap mereka (aparatur penegak hukum) yang seharusnya menjadi contoh untuk
memperjuangkan tegaknya hukum di negeri ini. Akibat masyarakat yang sudah tidak percaya itu akan
membawa dampak pula di lingkungan mereka, sehingga mereka juga enggan mentaati peraturan-
peraturan hukum yang berlaku. Contoh kecil, melanggar tata tertib lalu lintas, melakukan tindak
kriminal, merusak fasilitas umum dan lain sebagainya.
Perkara-perkara korupsi berjamaah yang menjadi trending topic di negara ini juga semakin
menjamur. Contoh kecil, perkara Bank Century yang sudah bertahun-tahun belum rampung, perkara
Wisma Atlet yang pelakunya menggagas “katakan tidak pada korupsi”, perkara Cek Pelawat,
gratifikasi dan lain-lain.  Penyebab daripada korupsi yang semakin menjadi budaya bangsa adalah
lemahnya hukuman yang ditimpakan bagi pelakunya, sehingga tidak ada efek jera bagi para pelaku
dan tidak membuat suatu ketakutan bagi orang yang akan melalukan tindak pidana korupsi.

Andaikan hukuman bagi para koruptor seperti di China yang menghukum mati koruptor yang
merugikan keuangan negara, mungkin perkara korupsi dapat teratasi dan dapat dipastikan bahwa
tidak ada yang berani melakukan tindak pidana korupsi tersebut.

Dari contoh-contoh perkara yang melibatkan penegak hukum dan si pembuat hukum itu adalah
dosa-dosa besar yang dilakukan mereka. Dosa-dosa yang membawa kehancuran negeri, dosa-dosa
yang mencoreng nama baik negara Indonesia, sehingga harus segera dilakukan taubatan nasuha bagi
penyelenggara negara (eksekutif) beserta legislatif dan yudikatif sehingga tidak ada lagi praktik-
praktik seperti itu di negeri ini.

Memang, potret hukum di Indonesia dewasa ini sangatlah buruk, maka keburukan daripada hukum
yang ada Indonesia janganlah menjadi sesuatu yang membuat kita pesimis akan supremasi hukum.
Tetapi jadikanlah realita hukum yang mengalami kemunduran di negara ini menjadi semangat
motivasi kita untuk menjadi pemutus mata rantai yang menegakan hukum dimasa yang akan datang.

H.      Kesadaran Dalam Berhukum

                 Menurut Paul Scholten kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai


yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan
ada. Sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian
(menurut) hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sedangkan menurut H.C. Kelmen secara langsung maupun tidak langsung kesadaran


hukum berkaitan erat dengan kepatuhan atau ketaatan hukum, yang dikonkritkan dalam sikap tindak
atau perikelakuan manusia. Masalah kepatuhan hukum tersebut yang merupakan suatu proses
psikologis   ( yang sifatnya kualitatif ) dapat dikembalikan pada tiga proses dasar, yakni Compliance,
Identification, Internalization.

Soejono Sokamto  memberikan pengertian kesadaran hukum adalah suatu percobaan penerapan


metode yuridis empiris untuk mengukur kepatuhan hukum dalam menaati peraturan. Sebenarnya
merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada
atau tentang hukum yang diharapkan ada, sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai  tentang
fungsi hukum dan bukan suatu penilaian terhadap hukum.

Peraturan-peraturan hukum haruslah ditegakkan dan junjung tinggi agar efektifitas hukum sebagai
alat yang menciptakan suatu ketertiban dunia dapat berlaku sedemikian baiknya. Karenanya manusia
sebagai selaku pihak yang diuntungkan daripada hukum harus pula dapat menggunakannya dengan
sebaik-baiknya dan menjunjung tinggi setinggi-tingginya serta menegakkan setegak-tegaknya.

Adapun dalam menggunakan hukum tidaklah cukup dengan logika, karena logika sewaktu-waktu
tidak dapat mengakomodir dan menjamin hukum berjalan dengan jujur dan adil. Sehingga dirasa
hukum yang mereka jalani adalah suatu beban berat yang mereka pikul, oleh karenanya berhukum
dengan hati sangatlah diperlukan agar tidak ada lagi beban atau suatu paksaan yang dirasakan
manusia dalam berhukum.
Hukum yang dijalankan dengan hati akan menimbulkan kesadaran manusia dengan hukumnya,
sehingga apa saja yang diperbuat atau dilakukan manusia dalam menjalani system sosial akan
dengan sendirinya mentaati hukum. Bagi mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum akan
merasa malu dan penyesalan yang mendalam akan selalu menghantuinya.

Jepang adalah contoh negara yang berhukum dengan hati (kokoro). Mereka lebih mengutamakan
hukum yang berkembang dalam masyarakatnya yang menggunakan hati ketimbang hukum modern
yang terlanjur masuk menerobos hukum mereka. Pada masa pemerintahan Meiji ingin dengan cepat
memodernisasi hukum jepang waktu itu. Sewaktu jepang membuka pintu bagi masuknya bangsa
barat kedalam negerinya, maka barat beranggapan, bahwa hukum jepang itu kuno dan karena itu
mereka tidak mengakui yurisdiksi hukum jepang terhadap bangsa barat yang ada di jepang. Jepang
yang sangat terpukul oleh keadaan tersebut cepat-cepat memodernisasi hukumnya dengan
mengikuti model Eropa, yaitu menjiplak (copied) hukum Perancis dan Jerman. Maka jadilah
konstitusi Meiji yang terdiri dari 76 pasal; hukum perdata terdiri dari 1046 pasal; hukum dagang, 689
pasal; hukum pidana, 264 pasal, hukum acara perdata, 805 pasal dan hukum acara pidana, 334 pasal.
Sekalian perundang-undangan tersebut diselesaikan kurang dari sepuluh tahun (1890-1898)

Walaupun demikian prestasi yang perlu diakui, hukum modern Jepang tersebut tidak dapat
menyentuh prilaku orang Jepang. Menurut Robert Ozaki, hukum modern tersebut lebih merupakan
kosmetik atau hiasan daripada hukum yang benar-benar dihayati dan dijalankan oleh bangsa Jepang.
Bagi bangsa Jepang, hukum tersebut lebih merupakan bunyi-bunyian asing, dimulai dari bahasa, ide-
ide, filsafat dan logika perundang-undangan itu adalah khas Eropa. Maka terbentang jurang
keasingan antara sekalian undang-undang tersebut dengan substansi kehidupan Jepang, terutama
diwilayah pedesaan. Sejak introduksi perundang-undangan Meiji, bukannya masyarakat Jepang
menjadi berubah, melaikan mereka tetap berpegangan pada tradisi dan kaidah asli yang mengatur
kehidupan Jepang ratusan tahun itu.

Menurut Ozaki, selama ratusan tahun bangsa Jepang dikondisikan untuk hidup dalam dan dengan
hukum modern Jepang, tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan bangsa Jepang.
Cara berfikir tradisional hanya bisa berubah sangat lambat adalah jauh lebih mudah untuk membuat
hukum baru daripada mengubah pikiran, prilaku dan kebiasaan rakyat.

Hukum modern Jepang yang banyak menjiplak Perancis dan Jerman itu memperkenalkan tipe
hukum, konsep serta asas-asas baru yang bertumpu pada individualisme. Konsep hak-hak individual,
hak asasi manusia diperkenalkan. Hal ini sangat bertentangan dengan kosmologi Jepang dengan
kehidupan sosial yang kontekstual dan menjaga baik hubungan-hubungan sosial yang ada.

Dalam suasana Jepang tradisional, orang tidak mempertanyakan kewajiban-kewajibannya, sedang


masyarakat tidak mengizinkan orang untuk berfikir tentang hak-hak yang dimilikinya. Dalam
masyarakat tradisional, setiap usaha adalah bagaikan satu satuan keluarga. Pemilik usaha tidak
pernah berfikir tentang haknya untuk menyewa buruh, seperti juga seorang ayah tidak pernah
berfikir tentang haknya untuk menyuruh anak-anak mengerjakan tugas-tugas kerumah tanggaan.
Demikian pula seorang pekerja tidak pernah berfikir tentang haknya untuk meminta upah. Imbalan
yang diterimanya dianggap sebagai pernyataan kebaikan hati, rasa kasih dan kemuliaan hati sang
majikan. Tradisi seperti itu tidak mudah untuk diubah melalui penggunaan hukum modern yang
penuh dengan semangat individualisme, hak-hak individual dan sebagainya.

Perbedaan bangsa Amerika yang menggunakan akal pikiran/logika, sebagaimana umumnya negara-
negara di barat dan Jepang yang berhukum didasarkan pada hati (kokoro). Perbedaan tersebut
dicontohkan pada kejadian yang melibatkan orang Amerika dan orang Jepang. Mereka berdua berdiri
di pinggir jalan, menunggu kesempatan menyeberang jalan, karena lampu lalu-lintas masih merah.
Pada saat lalu-lintas mobil sudah sepi, orang Amerika mengajak teman Jepangnya untuk
menyeberang. Jawab orang Jepang  “Kalau lampu lalu-lintas masih merah lalu saya menyeberang,
muka saya ini mau saya taruh dimana?”

Begitulah sedikit gambaran sederhana tentang hukum yang dijalankan dengan hati seperti
masyarakat Jepang. Maka patut kiranya apabila system penerapan hukum yang dilakukan dan
dijalankan orang Jepang diterapkan pula di Indonesia, agar tercipta suatu budaya malu yang
berdampak positif bagi hukum nasional.

Tatanan sosial di Indonesia adalah begitu majemuk dan kompleks, sehingga dibutuhkan kearifan dan
kehati-hatian tersendiri untuk merawatnya. Apabila peringatan tersebut tidak diperhatikan, maka
bagi banyak komunitas lokal, hukum nasional akan menjadi beban daripada menciptakan ketertiban
dan kesejahteraan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya kesadaran hukum di masyarakat yaitu


masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, budaya dan
agama, tentu akan memiliki budaya hukum yang beraneka ragam. Semuanya itu akan memperkaya
khasanah budaya dalam menyikapi hukum yang berlaku, baik di lingkungan kelompok masyarakatnya
maupun berpengaruh secara nasional. Kita akan mencoba melihat bagaimana negara kita khususnya
masyarakat Indonesia, memandang pelanggaran hukum beserta konsekuensinya. Dalam mata
pelajaran moral dan kewarganegaraan yang diajarkan di sekolah-sekolah, seorang pengajar selalu
menekankan bahwa negara kita adalah negara hukum, negara yang menjunjung tinggi hukum dan
peraturan. Banyak dari segi kehidupan berbangsa dan bernegara kita diatur oleh hukum dan
peraturan. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat mengingat negara kita merupakan negara yang
majemuk dan bervariasi.

Bayangkan jika tidak ada hukum atau peraturan yang mengatur kemajemukan budaya dan adat
istiadat dari berbagai macam suku dan ras di Indonesia. Tentu negara kita akan terpecah belah oleh
sedikit perbedaan saja. Namun, meskipun banyak sekali peraturan dan hukum yang telah dibuat, hal
ini tidak membuat seseorang langsung menjadi orang yang taat akan segala hukum begitu saja. Ingat,
bahwa di dalam diri setiap manusia ada rasa ingin bebas dan merdeka. Mungkin pada awalnya,
seseorang akan selalu mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Tetapi seraya waktu
terus berjalan, beberapa orang mulai merasa bahwa peraturan-peraturan tersebut terlalu membatasi
gerak-gerik kehidupannya. Maka, secara perlahan tapi pasti, seseorang akan mulai melanggar hal-hal
yang kecil, lalu beranjak terus ke pelanggaran yang serius.

I.         Peranan Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat

Di dalam masyarakat dijumpai berbagai institusi yang masing-masing diperlukan oleh masyarakat itu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mempelancar jalanya pemenuhan kebutuhan
tersebut. Oleh karena fungsinya yang demikian itu maka masyarakat sangat membutuhkan kehadiran
institusi tesebut. Institusi bergerak di sekitar kebutuhan tertentu manusia. Agar kita bisa berbicara
mengenai adanya suatu insttiusi yang demikian itu, kebutuhan yang dilayaninya telebih dulu harus
medapakan pengakuan masyarakat. Pengakuan di sini diartikan, bahwa masyarakat di situ memang
telah mengakui pentingnya kebutuhan tersebut bagi kehidupan manusia.

Apabila masyarakat telah mulai memperhatikan suatu kebutuhan tertentu maka akan berusaha agar
dalam masyarakat dapat diciptakan suatu sarana untuk memnuhinya. Dari sinilah mulai dilahirkan
suatu institusi tersebut. Jadi institusi itu pada hakikatnya merupakan alat perlengkapan masyarakat
untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara seksama.
Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia yang umumnya diakui semua
tempat di dunia ini. Apabila keadilan itu kemudian dikukuhkan ke dalam institusi yang namanya
hukum, maka institusi hukum itu harus mampu untuk menjadi saluran agar keadilan itu dapat
diselenggarakan secara seksama dalam masyarakat. Beberapa ciri yang umumnya melekat pada
institusi sebagai perlengkapan masyarakat :

1.      Stabilitas. Di sini kehadiran institusi hukum menimbulkan suatu kemantapan dan keteraturan
dalam usaha manusia untuk memperoleh keadilan itu.

2.      Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat. Di dalam


ruang lingkup kerangka yangt telah diberikan dan dibuat oleh masyarakat itu, anggota-anggota
masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhanya.

3.      Institusi menampilkan wujudnya dalam bentuk norma. Norma-norma inilah yang merupakan


sarana untuk menjamin agar anggota-anggota masyarakat dapat dipenuhi kebutuhanya secara
terorganisasi.

4.      Jalinan antar institusi. Terjadinya tumpang tindih antara institusi.

Hukum merupakan institusi  sosial yang tujuannya untuk menyelenggarakan keadilan dalam


masyarakat. Sebagai suatu institusi sosial, maka penyelenggaraanya yang demikian itu bekaitan
dengan tingkat kemampuan masyarakat itu sendiri untuk melaksanakannya. Oleh karena itu suatu
masyarakat akan menyelengarakannya dengan cara tertentu yang berbeda dengan masyarakat pada
masyarakat  yang lain. Perbedaan ini berhubungan erat dengan persediaan perlengkapan yang
terdapat dalam masyarakat untuk penyelenggaraan keadilan itu dan hak ini berarti adanya
berhubungan yang erat antara institusi hukum suatu masyarakat dengan tingkat perkembangan
organisasi sosialnya.

Suatu pengamatan terhadap masyarakat sacara sosiologis memeperlihatkan, bahwa kekuasaan itu
tidak tebagi secara merata dalam masyarakat. Struktur pembagian yang demikian itu menyebabkan,
bahwa kekuasaan itu terhimpun pada sekelompok orang-orang tertentu, sedangkan orang-orang lain
tidak atau kurang memiliki kekuasaan itu. Keadaan seperti inilah yang menimbulkan perlapisan sosial
di dalam masyarakat. Bagaimana stuktur yang berlapis-lapis itu bisa terbentuk banyak tergantung
dari sistem perekonomian suatu masyarakat. Terjadinya penumpukan kekuasaan di tangan
sekelompok orang-orang tertentu berhubungan dengan sistem pembagian sumber daya dalam
masyarakat. Kekuasaan itu tidak terlepas dari penguasaan barang-barang dalam masyarakat.

Oleh karena itu terjadinya perlapisan kekuasaan berhubungan erat dengan barang-barang yang bisa
dibagi-bagikan itu tentunya susah dibayangkan timbulnya perlapisan sosial dalam masyarakat.
Kondisi pengadaan barang-barang menetukan apakah dalam suatu masyarakat akan menjumppai
struktur kekuasaan yang berlapis-lapis itu. Pentingnya pembicaraan mengenai perlapisan sosial
dalam rangka pembicaraan tentang hukum disebabkan oleh dampak dari adanya struktur yang
demikian itu terhadap hukum, baik itu di bidang pembuatan hukum, pelaksanaan, maupun
penyelesaian sengketanya. Pada masyarakat mana pun juga, orang atau golongan yang bisa
menjalankan kekuasaannya secara efektif adalah mereka yang mampu mengontrol institusi-institusi
politisi dan ekonomi dalam masyarakat.

Para ahli sosiologi hukum memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara hukum dengan
perlapisan sosial ini. Dengan terjadinya perlapisan sosial maka hukum pun susah untuk
memperhatikan netralitas atau kedudukannya yang tidak memihak. Perlapisan sosial ini merupakan
kunci penjelasan mengapa hukum itu bersifat distriminatif, baik pada peraturan-peraturannya
sendiri, maupun melalui penegakannya. Para ahli tersebut di muka berpendapat, bahwa peraturan-
peraturan hukumnya sendiri tidaklah memihak. Dalam keadaan yang demikian ini pendapat yang
berkuasapun akan menentukan bagaimana isi peraturan hukum di situ.

 Dengan demikian, bagaimanapun diusahakan agar penegakan hukum itu tidak memihak, namun
karena sudah sejak kelahirannya peraturan-peraturan itu tidak lempeng, maka hukum pun bersifat
memihak, keadaan yang demikian itu juga dijumpai pada masalah penegakan hukum. Kalaulah kita
sekarang sudah mengetahui betapa besar peranan hukum di dalam membantu menciptakan
ketertiban dan kelencaran dalam kehidupan masyarakat, kita masih saja belum mengetahui benar
apa yang dikehendaki oleh hukum tersebut. Apakah sekedar untuk menciptakan ketertiban atau
lebih jauh dari pada itu?

Pertanyaan atau masalah ini layak sekali untuk mendapatkan perhatian kita. Apabila kita
mengatakan, bahwa hukum-hukum itu bermaksud untuk menciptakan ketertiban, maka sebetulnya
kita hanya berurusan dengan hal-hal yang bersifat dengan hal-hal teknik. Melarang orang untuk
melakukan pencurian dengan menciptakan suatu hukum dengan sanksinya adalah suatu usaha yang
bersifat teknik. Tetapi mengapa justru mencuri itu yang dilarang? Jawabanya adalah, karena mencuri
itu dianggap sebagai perbuatan yang tercela oleh masyarakat. Dengan demikian, kita telah memasuki
bidang yang tidak teknik lagi sifatnya, melainkan sudah ideal.

Pembicaraan ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih sesuai dengan kenyataan dalam
kita meninjau dan mempelajari hukum, yaitu bahwa hukum itu hadir dalam masyarakat karena harus
melayani kebutuhan-kebutuhan tertentu dan harus mengolah bahan-bahan tertentu yang harus ia
terima sebagai suatu kenyataan. Karena hukum itu memberikan pembatasan-pembatasan yang
demikian itu maka institusi hukum itu hanya bisa berjalan dengan seksama di dalam suatu
lingkungan sosial dan politik yang bisa dikendalikan secara efektif oleh hukum. Suatu masyarakat
yang berkehendak untuk diatur oleh hukum tetapi yang tidak bersedia untuk membiarkan
penggunaan kekuasaannya dibatasi dan dikontrol, bukan merupakan lingkungan yang baik bagi
berkembangnya institusi hukum.

Hukum Sebagai Sosial Kontrol, dimana setiap kelompok masyarakat selalu ada problem sebagai
akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standard dan yang parktis.
Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat dapat dicontohkan : pencurian, perzinahan
hutang, membunuh dan lain-lain. Semua contoh ini adalah bentuk prilaku yang menyimpang yang
menimbulkan persoalan didalam masyarakat, baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada
masyarakat yang modern. Dalam situasi yang demikian itu, kelompok itu berhadapan dengan
problem untuk menjamin ketertiban bila kelompok itu menginginkan, mempertahankan
eksistensinya.

Fungsi Hukum dalam kelompok masyarakat adalah menerapkan mekanisme control sosial yang akan
membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat yang tidak dikehendaki, sehingga
hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok masyarakat tersebut.
Hukum yang berfungsi demikian adalah merupakan instrument pengendalian social.

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, adalah hukum sebagai sosial control, dan sebagai
alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social enginnering, sebagai alat pengubah
masyarakat adalah dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Terlihat akibat perkembangan
Industri dan transaksi-transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai-nilai baru, dengan melakukan
“interprestasi”, ditegaskan dengan temuan-temuan tentang keadaan social masyarakat melalui
bantuan ilmu sosilogi, maka akan terlihat adanya nilai-nilai atau norma-norma tentang hak individu
yang harus dilindungi, dan unsur tersebut kemudian dipegang oleh masyarakat dalam
mempertahankan kepada apa yang disebut dengan hukum alam. (natural law).
Oleh karena itu, sekalipun hukum itu mempunyai otonomi tertentu, tetapi hukum juga harus
fungsional dan menempatkan peranan dari keadilan dalam konteks kehidupan hukum secara lebih
seksama.

DAFTAR PUSTAKA

Hartomo dan Aziz Arnicun. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara

Windia, Wayan P, dkk. 2009. Hukum dan Kebudayaan. Denpasar: ---

Elly M. Stiadi, dkk (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. [Online]. Tersedia:http://kelompok4isbd.wordpress.com/2012/04/12/makalah-ilmu-sosial-
dan-budaya-dasar-manusia-nilai-moral-dan-hukum/ [04 November 2014]

Ridwan Effendi, Elly Malihah. 2007. Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi.
Bandung: Yasindo Muli
Aspek. [Online]. Tersedia:http://kelompok4isbd.wordpress.com/2012/04/12/makalah-ilmu-sosial-
dan-budaya-dasar-manusia-nilai-moral-dan-hukum/ [04 November 2014]

Rizachnial. 2013. Peran hukum Dalam Kehidupan manusia.


[Online]. Tersedia:http://rizachnial.blogspot.com/2013/11/peran-hukum-dalam-kehidupan-
manusia.html [04 November 2014]

Wanda. 2011. Ilmu Budaya Dasar. [Online].


Tersedia: http://ilmubudayadasar-wanda.blogspot.com/2011/12/sumber-sumber-hukum.html [04
November 2014]

Wijaya, Yogapermana. 2014. Peranan Hukum Dalam Kehidupan Demokrasi di


Indonesia. [Online]. Tersedia:http://yogapermanawijaya.wordpress.com/2014/06/23/peranan-
hukum-dalam-kehidupan-demokrasi-di-indonesia/ [04 November 2014]

Anda mungkin juga menyukai