PENDAHULUAN
A. Pengertian Konstitusi
Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan
untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus
diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). namun menurut para ahli ilmu
hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik,
[1]
negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi , Konstitusi bagi
organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas
strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi
Dewasa ini, istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu kodifikasi atas dokumen yang
tertulis dan di Inggris memiliki konstitusi tidak dalam bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan pada
yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris dan mana pula juga.
Konstitusi berasal dari bahasa Prancis (Constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian Istilah
konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukkan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu
negara. Pemakaian istilah konstitusi dengan UUD merupakan sesuatu yang berbeda, namun ada
beberapa pakar juga menyatakan bahwa pengertian Konstitusi sama dengan UUD.
UUD merupakan terjemahan istilah dalam bahasa Belanda
yaitu Gronwet. Grond artinya tanah/dasar, sedangkan Wet artinya Undang-Undang.
Mencermati dikotomi istilah constitution dengan Gronwet (UUD). maka L.J. Van Apeldoorn
membedakan dengan jelas kedua istilah tersebut. istilah Gronwet adalah bagian tertulis dari
Konstitusi, sedangkan konstitusi memuat peraturan tertulis maupun tidak tertulis.
Herman Heller membagi pengertian kosntitusi menjadi tiga sebagai berikut:
Dari pendapat tersebut, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa jika pengertian
Undang-Undang itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi. maka artinya, Undang-
Undang Dasar itu merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu konstitusi tertulis
saja. Di samping itu, konstitusi tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi mengandung
pengertian logis dan politis.
Ada pun juga Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris yaitu “Constitution” dan
berasal dari bahasa belanda “constitue” dalam bahasa latin (contitutio,constituere) dalam
bahasa prancis yaitu “constiture” dalam bahsa jerman “vertassung” dalam ketatanegaraan RI
diartikan sama dengan Undang – undang dasar. Konstitusi / UUD dapat diartikan peraturan
dasar dan yang memuat ketentuan – ketentuan pokok dan menjadi satu sumber perundang-
undangan. Konstitusi adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat Negara.
Konstitusi atau Undang-undang Dasar (bahasa Latin: constitutio) dalam negara adalah sebuah
norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara -- biasanya dikodifikasikan
sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya
menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Dalam kasus
bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini
merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik,
prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban
pemerintahan negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada
warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan
fungsi pemerintahan negara.
Dalam bentukan organisasi konstitusi menjelaskan bentuk, struktur, aktivitas, karakter, dan aturan
dasar organisasi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konstitusi Menurut Para Ahli
Kekuasaan yang tak terbatas adalah sebuah resiko yang sangat besar. Oleh karena itu,
Konstitusi merupakan sesuatu yang harus ada untuk membatasi kekuasaan. Pengawasan dan
pembatasan dilakukan terhadap tindakan-tindakan pemerintah(penguasa). Sedangkan sumber
konstitusi sebagai hukum dasar tergantuk dari kedaulatan negara. Sebuah negara yang
menganut paham demokrasi(kedaulatan rakyat), maka yang menentukan berlaku tidaknya
konstitusi adalah rakyat. Jika kedaulatan negara berada di tangan sultan, maka legitimasi
konstitusi berada di tangan penguasa. Kemudian setelah konstitusi berlaku, konstitusi tersebut
menjadi sumber hukum paling tinggi dan fundamental sebagai pedoman peraturan-peraturan
dibawahnya.
Agar sebuah hukum dapat disebut konstitusi maka harus memenuhi beberapa syarat
1.Menperhatikan kepentingan rakyat
2. Melindungi asas demokrasi
3. Untuk melaksanakan dasar negara
4. Bersifat adil
Konstitusi sebagai tuntyutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin
oleh penguasa
Konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitrusi dapat berupa
terttulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya)
3. Konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga
mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
4. Konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta
perlindungannya
B. Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang begitu krusial di dalam kehidupan
ketatanegaraan sebuah Negara sebab konstitusi menjadi tolak ukur kehidupan berbangsa dan
bernegara yang penuh dengan fakta sejarah perjuangan para pahlawannya. Walaupun
konstitusi yang terdapat di dunia ini tidak sama satu dengan lainnya baik dalam hal bentuk,
isi, maupun tujuan namun pada umumnya semuanya memiliki kedudukan formal yang sama,
yakni sebagai :
Konstitusi sebagai Hukum Dasar sebab konstitusi berisi ketentuan dan aturan tentang
perihal yang mendasar dalam kehidupan sebuah negara
Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
C. Sifat Konstitusi
1. Luwes(Flexible) dan Kaku(Rigid)
Konstitusi bersifat kaku, sebab untuk mengamandemen konstitusi diperperlukan
prosedur yang rumit. Sedang bersifat luwes karena konstitusi mudah mengikuti dinamika
zaman. Jika diperlukan, konstitusi tidak membutuhkan prosedur yang khusus atau rumit.
Perubahan tersebut cukup dilakukan oleh badan pembuat undang-undang biasa.
2. Formil dan materiil
Konstitusi bersifat Formil yang artinya tertulis. Sedangkan bersifat Materiil dilihat
dari segi kontennya yang memuat hal-hal bersifat dasar dan pokok bagi negara dan rakyat.
Konstitusi yang besifat rigid tidak dapat megikuti dinamika zaman sebab tidak hanya memuat
hal-hal pokok saja, namun juga memuat hal-hal yang penting. UUD 1945 walaupun
perubahannya memerlukan prosedur istimewa, namun bersifat luwes sebab memuat
peratudan yang bersifat pokok-pokok saja sehingga mudah mengakomodasi dinamika zaman.
Fungsi Konstitusi
D. Tujuan Konstitusi
E. Nilai konstitusi
1. Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata
berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efgektif dan dilaksanakan secara murni
dan konsekuen..
2. Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetrapi tidak
sempurna. Ketidak sempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku /
tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh
wilayah negara..
3. Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan
penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi
sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik
F. Macam-Macam Konstitusi
Menurut CF. Strong konstitusi terdiri Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution /
writendari: constitution) adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan
tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa
didalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis / konvensi(nondokumentary
constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
Adapun syarat – syarat konvensi adalah:
2. Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
3. Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
4. Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945
secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
1. konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara,
hubungan rakyat dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara..
2. Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa,
rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin
dikembangkan bangsa itu.
secara konseptual dan strategis, ada empat pilar reformasi yang semestinya menjadi
acuan dalam pembaharuan politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain, termasuk pembaharuan di
bidang hukum. Pertama, mewujudkan kembali pelaksanaan demokrasi dalam segala peri
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam demokrasi, rakyat adalah sumber
dan sekaligus yang bertanggung jawab mengatur dan mengurus diri mereka sendiri. setiap
kekuasaan harus selalu bersumber dan tunduk pada kehendak dan kemauan
rakyat. Kedua, mewujudkan kembali pelaksanaan prinsip negara yang berdasarkan atas
hukum.
Hukum adalah penentu awal dan akhir segala kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan bagi setiap
orang. Ketiga, pemberdayaan rakyat dibidang politik, ekonomi, sosial dan lain-lain sehingga
terwujud kehidupan masyarakat yang mampu menjalankan tanggung jawab dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keempat, meweujudkan kesejahteraan umum dan
sebesar-besarnya kemakmuran atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Pembaharuan konstitusi dimanapun didunia ini terutama tidak ditentukan oleh tata
catra resmi (formal) yang harus dilalui. Tata cara formal (fleksibel) tidak serta merta
memudahkan terjadinya perubahan UUD. Begitu pula sebaliknya, tata cara formal yang
dipersukar (rigid) tidak berarti perubahan UUD tidak akan atau akan jarang terjadi. Faktor
utama yang menentukan perubahan UUD adalah berbagai (pembaharuan) keadaan
dimasyarakat. Dorongan demokratisasi, pelaksanaan paham negara kesejahteraan (welfare
state), perubahan pola dan sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat menjadi kekuatan (forces) pendorong pembaharuan. Jadi, masyarakatlah
yang menjadi pendorong utama pembaharuan UUD. Demikian pula peranan UUD itu sendiri.
Hanya masyarakat yang berkehendak dan mempunyai tradisi menghormati dan menjunjung
tinggi UUD (konstitusi pada umumnya), yang akan menentukan UUD tersebut akan
dijalankan sebagaimana mestinya.
KC Wheare pernah mengingatkan, mengapa konstitusi perlu ditentukan pada
kedudukan yang tinggi (supreme), supaya ada semacam jaminan bahwa konstitusi itu akan
diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi itu akan diperhatikan dan ditaati dan
menjamin agar konstitusi tidak akan dirusak dan diubah begitu saja secara sembarangan.
Perubahannya haruis dilakukan secara hikmat, penuh sungguhan, dan pertimbangan yang
mendalam. Sasaran yang ingin diraih dengan jalan mempersulit perubahan konstitusi antara
lain:
L. agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak sembarangan
dengan sadar (dikehendaki)
M. agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan
dilakukan.
UUD yang baik selalu menentukan sendiri prosedur perubahan atas dirinya sendiri.
Perubahan yang dilakukan di luar prosedur yang ditentukan itu bukanlah perubahan yang
dapat dibenarkan secara hukum (verfassung anderung). Inilah prinsip negara hukum yang
demokratis (democratische rechtsstaat) dan prinsip negara demokrasi yang berdasarkan atas
hukum (constitutional democracy) yang dicita-citakan oleh para pendiri republik ini. Di luar
itu, namanya bukan 'rechtsstaat', melainkan 'machtsstaat' yang hanya menjadikan
perimbangan 'revolusi politik' sebagai landasan pembenar yang bersifat "post
factum' terhadap perubahan dan pemberlakuan suatu konstitusi.
Menurut Sri Soemantri, apabila dipelajari secara detail mengenai sistem perubahan konstitusi
di berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang sedang berkembang, yaitu RENEWEL
(Pembaharuan) dianut di negara-negara Eropa Kontinental dan AMANDEMENT
(Perubahan) seperti dianut di negara-negara Anglo Saxon. Sistem yang pertama ialah, apabila
suatu konstitusi dilakukan perubahan (dalam arti diadakan pembaharuan), maka yang
diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang
menganut sistem ini misalnya Belanda, Jerman, dan Prancis. Sistem yang kedua ialah, apabila
suatu konstitusi diubah (diamandemen), konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain,
hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan dalam konstitusinya. Sistem
ini dianut oleh negara Amerika Serikat.
Menurut Wheare, perubahan UUD akibat dorongan kekuatan (forces) yang terjadi dapat
berbentuk; pertama, kekuatan-kekuatan yang kemudian melahirkan perubahan
keadaan (circumstances) tanpa mengakibatkan perubahan bunyi yang tertulis dalam UUD,
melainkan terjadi perubahan makna. Suatu ketentuan UUD diberi makna baru tanpa
mengubah bunyinya. Kedua, kekuatan-kekuatan yang melahirkan keadaan baru itu
mendorong perubahan atas ketentuan UUD, baik melalui perubahan formal, putusan hakim,
hukum adat, maupun konvensi.
Ada hal-hal prinsp yang harus diperhatikan dalam perubahan UUD. Menurut Bagir
Manan, perubahan UUD berhubungan dengan perumusan kaidah konstitusi sebagai kaidah
hukum negara tertinggi. Dalam hal ini, terlepas dari beberapa kebutuhan mendesak, perlu
kehati-hatian, baik mengenai materi muatan maupun cara-cara perumusan. Memang benar
penataan kembali UUD 1945 untuk menjamin pelaksanaan konstitusionalisme dan
menampung dinamika baru di bidang politik, ekonomi, sosial, dan lainnya. Namun, jangan
sekali-kali perubahan itu semata-mata dijadikan dasar dan tempat menampung berbagai
realitas kekuatan politik yang berbeda dan sedan bersaing dalam SU MPR.
Juga berhati-hati dengan cara-cara merumuskan kaidah UUD. Selain harus mudah
dipahami (zakelijk), juga menghindari kompromi bahasa yang dapat menimbulkan multitafsir
yang dapat disalahgunakan dikemudian hari.
Sri Soemantri menegaskan, dalam mengubah UUD harus ditetapkan dulu alasan dan
tujuannya. Jika hal itu sudah disepakati, baru dapat dipikirkan langkah selanjutnya
berdasarkan alasan dan tujuan perubahan itu. Misalnya, Selam ini UUD terkesan terlalu
beriorentasi pada eksekutif. Oleh karena itu, ditentukanlah bahwa tujuan dari perubahan
UUD adalah untuk membatasi eksekutif. Kemudian apa yang dilakukan untuk membatasi
kekuasaan eksekutif? itu harus dipikirkan masak-masak. Misalnya, kontrol terhadap eksekutif
hanya diperkuat. Itu berarti kedudukan legislatif mesti diperkuat. Jadi, kita harus kembali
pada alasan dan tujuan dari perubahan itu. Misalnya, tujuannya adalah mewujudkan negara
demokrasi, maka kita harus berbicara dengan mengenai sistem pemerintahan.
Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap meteri tertentu
dengan menetapkan naskah Amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD, sedangkan
menurut tradisi Eropa perubahan dilakukan langsung dalam teks UUD, jika perubahan itu
menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD asli itu tidak banyak mengalami
perubahan. Akan tetapi, jika materi yang diubah terbilang banyak dan apalagi isinya sangat
mendasar, biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali. Dalam hal
demikian, perubahan identik dengan penggantian. Namun, dalam tradisi Amandemen
Konstitusi Amerika Serikat, materi yang diubah biasanya selalu menyangkut satu "issue"
tertentu.
Landasan teoritis melakukan perubahan UUD 1945 dalam bentuk putusan "Perubahan
UUD" adalah menjadikan konstitusi bersifat normative-closed sehingga perubahan tidak lagi
dilakukan oleh MPR dengan ketetapan MPR. MPR tidak dibenarkan mengembangkan
kewenangannya melalui putusan nonamandemen, karena dengan demikian secara teoritis
akan menempatkan konstitusi bersifat normative-open. Menjadikan UUD 1945
bersifat normative-closed membawa implikasi terhadap eksistensi MPR, yaitu MPR harus
patuh terhadap UUD 1945.
Amandemn sebagai bentuk hukum perubahan UUD mempunyai kedudukan sederajat
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari UUD. Kebaikan bentuk hukum amandemen atau
perubahan ada kesinambungan historis dengan UUD asli (sebelum perubahan). Amandemen
atau perubahan merupakan suatu bentuk hukum, bukan sekedar prosedur. Inilah perubahan
UUD 1945 yang disebut "perubahan pertama". Tidak perlu semua anggota MPR
menandatangani naskah perubahan. Cukup suatu berita acara yang menerangkan
penyelanggaraan perubahan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam UUD dan naskah
perubahan disertakan pada berita acara, termasuk daftar hadir dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Konstitusi merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara. Konstitusi
menjadi dasar utama bagi penyelenggaraan bernegara. Karena itu konstitusi menempati posisi
penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Prof. Hamid S. Attamimi
mengatakan bahwa konstitusi atau undang-undang dasar merupakan pemberi pegangan dan
pemberi batas, sekaligus merupakan petunjuk bagaimana suatu negara harus dijalankan.
Hal-hal yang diatur dala, konstitusi negara umumnya berisi tentang pembagian
kekuasaan negara, hubungan antarlembaga negara, dan hubungan negara dengan warga
negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum dan secara garis besar. Aturan-aturan itu
selanjtnya dijabarkan lebih lanjut pada aturan perundangan di bawahnya. Menurut Mirriam
Budiardjodalam bukunya dasar-dasar ilmu politik, konstitusi atau undang-undang dasar
memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif, legislative,
dan yudikatif. Dalam negara federal, yaitu masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah
federal dengan pemerintah negara bagian, prosedur penyelesaian masalah pelanggaran
yurisdiksi lembaga negara. Hak-hak asasi manusia.
Prosedur mengubah undang-undang dasar. Adakalanya memuat larangan untuk
mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini untuk menghindari
terulangnya hal-hal yang telah diatasi dan tidak dikehendaki lagi. Apabila kita membaca
pasal demi pasal dalam UUD 1945 maka kita dapat mengetahui beberapa hal yang menjadi
isi daripada konstitusi Republik Indonesia ini. Hal-hal yang diatur dala UUD 1945 antara
lain: Hal-hal yang sifatnya umum, misalnya tentang kekuasaan dalam negara dan identitas-
identitas negara.
Hal yang menyangkut lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara,
fungsi, tugas, hak dan kewenanannya. Hal yang menyangkut hubungan antara negara dengan
warga negara, yaitu hak dan kewajiban negara terhadap warganya ataupun hak dan kewajiban
warga negara terhadap negara, termasuk juga hak asasi manusia. Konsepsi atau citra negara
dalam berbagai bidang, misalnya bidang pendidikan, kesejahteraan, ekonomi, sosial dan
pertahanan. Hal mengenai perubahan undang-undang dasar.
Ketentuan-ketentuan peralihan atau ketentuan transisi Sejalan dengan membatasi
kekuasaan pemerintahan maka konstitusi secara ringkas memiliki 3 tujuan, yaitu Memberi
pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik; Melepaskan control
kekuasaan dari penguasa itu sendiri; Memberi batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya (ICCE UIN, 2000).
Selain itu, konstitusi negara bertujuan menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga
negara. Konstitusi negara memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Jimly Asshiddiqie, 2002)
Fungsi penentu atas pembatas kekuasaan negara. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan
antaroragan negara.
Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga negara.
Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan
penyelenggaraan kekuasaan negara. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber
kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah kepada organ negara.
Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan
identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta sebagai center of ceremony.
Fungsi sebagai sarana pengendalianmasyarakat, baik dalam arti sempit yaitu bidang politik
dan dalam arti luas mencakup bidang sosial ekonomi. Fungsi sebagai sarana perekayasaan
dan pembaruan masyarakat.
http://alisarjunip.blogspot.com/2014/05/makalah-tentang-konstitusi.html