Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan tentang lembaga sosial, yang


merupakan terjemahan dari istilah Inggris “social institution”. Kuntjaraningrat (1964:113)
misalnya menyebutnya dengan pranata sosial, yakni suatu sistem tata kelakuan dan
hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Selain pranata sosial, juga digunakan
istilah bangunan sosial, dan lembaga sosial. Bangunan sosial yang dalam bahasa Jerman
dikenal dengan “die soziale gebielde” yang menunjuk pada bentuk dan susunannya, atau
lebih menunjuk pada bentuk luarnya. Sedangkan lembaga sosial adalah istilah yang
dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemantri dalam Ary Gunawan yakni
semua norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu keperluan pokok dalam
kehidupan masyarakat, misalnya lembaga pendidikan, lembaga ekonomi dan sebagainya.
Mayor Polak menggunakan istilah institusi dan assosiasi. Institusi merupakan sistem
peraturan, sedangkan assosiasi ialah kelompok yang bersturktur dan bertindak menurut
peraturan-peraturan tersebut. Jadi assosiasi adalah bentuk-bentuk organisasi sosial dengan
tujuan-tujuan yang spesifik. Lembaga sosial adalah organisasi norma-norma untuk
melaksanakan sesuatu yang dianggap penting. Lembaga berkembang berangsur-angsur dari
kehidupan sosial manusia. Bila kegitan itu penting tentu dibakukan, dirutinkan dan
disetujui, maka prilaku itu telah melembaga. Peran yang melembaga adalah peran yang
telah dibakukan, disetujui, diharapkan, dan bisanya dipenuhi dengan cara-cara yang
sungguh-sungguh dapat diramalkan, terlepas dari siapa yang mengisi peran itu.

Institusi/lembaga sosial lahir dan terdapat dalam masyarakat tanpa mengenal tingkat
kebudayaannya, apakah tarap kebudayaan yang masih bersahaja atau kebudayaan moderen.
Hal ini disebabkan karena setiap masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan mendasar
atau pokok yang muncul dengan sendirinya. Untuk memenuhi kebutuhna kebutuhan
tersebut, maka lahirlah lembaga-lembaga. Misalnya kebutuhan akan pendidikan, lahirlah
lembaga pendidikan, seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan
seterusnya. Kebutuhan hidup kekerabatan, melahirkan lembaga kemasyarakatan, seperti
perkawinan, kebutuhan menyatakan keindahan, melahirkan kesusasteraan, seni, dan
sebagainya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu institusi sosial
2. Apa saja tujuan dan fungsi dari institusi sosial
3. Macam-macam institusi sosial
a. Institusi Keluarga
b. Institusi Politik
c. Intitusi Pendidikan
d. Institusi Agama

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan institusi sosial
2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi institusi sosial
3. Untuk mengetahui macam-macam institusi sosisal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Institusi Sosial

Pengertian pranata sosial secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan apa yang sering
dikenal dengan lembaga sosial, organisasi sosial maupun lembaga kemasyarakatan, karena
di dalam masing-masing istilah tersebut tersirat adanya unsur-unsur yang mengatur setiap
perilaku warga masyarakat.

Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial atau dalam
istilah mereka lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau
kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah
sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur
umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Tiga kata kunci di
dalam setiap pembahasan mengenai pranata sosial adalah:

1. Nilai dan norma

2. Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum dan

3. Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk
melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.

Menurut Koentjaraningrat (1979) yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial


adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu
untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan
khusus dalam kehidupan masyarakat.

Pranata sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik,
karena sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat di dalamnya selalu dapat dilihat dan

3
diamat-amati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur yang ada tidak semuanya
mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional,
artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan
hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
Walaupun ada juga yang tetap berpendapat bahwa pranata sosial itu sesungguhnya
merupakan sesuatu yang bersifat empirik. Alasan yang dikemukakan ialah, bahwa unsur-
unsur pranata sosial, khususnya perilaku-perilaku individu ketika melaksanakan hubungan
dengan sesamanya selalu dapat dilihat atau diamati. Benar tidaknya anggapan konseptual
yang demikian ini terlebih dahulu harus diingat bahwa manusia-manusia di dalam
kelompok atau pranata sosial itu hanyalah sebagai pelaksana fungsi atau pelaksana kerja
dari unsur saja. Sehingga dalam kenyataannya mereka itu bisa datang atau pergi dan diganti
oleh orang lain tanpa mengganggu eksistensi dan kelestarian dari pranata sosial. Oleh
karena itu sesungguhnya di dalam pranata sosial, yang menjadi unsur-unsurnya bukanlah
individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh
para individu itu beserta aturan tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial adalah
merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan
tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian sosiologi sering
disebut dengan istilah norma-norma sosial.

B. Tujuan dan Fungsi Institusi Sosial

Diciptakan pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara
prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial sebenarnya
memang produk dari norma sosial.

Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar
kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur
agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Contoh: pranata keluarga mengatur bagaimana
keluarga harus memelihara anak. Sementara itu, pranata pendidikan mengatur bagaimana
sekolah harus mendidik anak-anak hingga menghasilkan lulusan yang andal. Tanpa adanya

4
pranata sosial, kehidupan manusia nyaris bisa dipastikan bakal porak-poranda karena
jumlah prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia relatif terbatas,
sementara jumlah warga masyarakat yang membutuhkan justru semakin lama semakin
banyak.

Lembaga sosial mempunyai fungsi, yaitu:

1. Memberikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya

2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial


(social control), yakni sistem pengawasan oleh masyarakat terhadap tingkah laku anggota-
anggotanya.

C. Macam-macam institusi sosial


1. Institusi Keluarga

Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua Iembaga atau pranata sosial
lainnya berkembang. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan
manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan
individu. Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok primer, selain karena para
anggotanya saling mengadakan kontak langsung, juga karena adanya keintiman dari para
anggotanya.

Menurut Horton dan Hunt (1987), istilah keluarga umumnya digunakan untuk
menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut:

(1) suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama;


(2) suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan;
(3) pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak;
(4) pasangan nikah yang mempunyai anak; dan
(5) satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.

5
Seperti lembaga sosial lain, pranata keluarga adalah suatu sistem norma dan tata cara
yang diterima untuk menyelesaiakan sejumlah tugas penting. Beberapa pranata sosial dasar
yang berhubungan dengan keluarga inti (nuclear family) adalah sebagai erikut:

1. Pranata kencan;
2. Pranata peminangan;
3. Pranata pertunangan; dan
4. Pranata perkawinan.

Mengenai keempat pranata dasar ini tidak semua suku bangsa di dunia ini mengenal
berbagai pranata seperti disebutkan di atas, melainkan ada yang hanya mengenal tiga atau
dua dari keempat pranata dasar tersebut.

a. Pranata Kencan (Dating)

Kencan merupakan perjanjian sosial yang secara kebetulan dilakukan oleh dua
orang individu yang berlainan jenis seksnya untuk mendapatkan kesenangan. Pada
umumnya kencan ini mengawali suatu perkawinan dalam keluarga. Jadi fungsi kencan yang
sebenamya adalah agar supaya kedua belah pihak saling kenal-mengenal, selain itu juga
memberi kesempatan pada kedua belah pihak untuk menyelidiki kepribadian dari mereka
masing-masing sebelum mereka berdua mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Sistem
ini tidak diikuti oleh semua keluarga di dunia. Pada suatu keluarga yang menganut sistem
perkawinan ditentukan dan diatur oleh anggota-anggota keluarga yang tua, maka kencan
tidak diperlukan atau bahkan dilarang sama sekali sebab yang menjadi pertimbangan utama
dalam keluarga adalah kepentingan kelompok.

b. Pranata Peminangan (Courtship)

Kencan merupakan langkah pertama dalam rangkaian untuk menetapkan peranan


utama keluarga. Apabila kencan sudah mantap maka dapat dilanjutkan dengan peminangan.
Jadi, peminangan merupakan kelanjutan dari kencan dan diartikan sebagai pergaulan yang
tertutup dari dua individu yang bertujuan untuk kawin.

Selama taraf peminangan, mereka dapat memperbandingkan dengan teliti mengenai


perangainya, kepentingannya, dan cita-citanya. fungsi peminangan adalah untuk menguji

6
kesejajaran pasangan dalam segala hal seperti yang telah disebutkan di atas dan ujian ini
diharapkan tidak akan mengancam perkawinan yang akan datang. Dengan demikian kata
lain fungsi menguji dalam peminangan di sini agar kedua belah pihak dapat berhasil saling
menyesuaikan diri sebelum sampai pada perkawinan.

c. Pranata Pertunangan (Mate-Selection)

Antara peminangan dan perkawinan dikenal adanya lembaga pertunangan.


Pertunangan dapat diartikan sebagai perkenalan secara formal antara dua orang individu
yang berniat akan kawin dan dia umumkan secara resmi. Jadi, pertunangan merupakan
kelanjutan daripada peminangan sebelum terjadi perkawinan. Pada umumnya pranata
pertunangan ini lebih dikenal di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, sedangkan di
negara-negara Asia biasanya hanya dilakukan di kalangan tertentu saja, biasanya kelas
menengah atas atau orang-orang kota.

d. Pranata Perkawinan (Marriage)

Pranata terakhir yang berhubungan dengan keluarga inti yaitu perkawinan. Arti
sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan
kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status baru oleh orang lain. Perkawinan
merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan
persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton dan Hunt, perkawinan adalah pola sosial
yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga (Horton dan
Hunt, 1987: 270).

Fungsi dari keluarga adalah:

 Fungsi pengaturan keturunan;


 Fungsi sosialisasi atau pendidikan;
 Fungsi ekonomi atau unit produksi;
 Fungsi pelindung atau proteksi;
 Fungsi penentuan status;
 Fungsi pemeliharan; dan
 Fungsi afeksi.

Masalah sosial dalam keluarga

 broken home dan


 perceraian.

7
2. Institusi / Lembaga Politik
Lembaga merupakan seperangkat norma, aturan perilaku yang dipakai menjadi
kesepakatan bersama. Sedangkan politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau
Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana
melaksanakan tujuannya. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Jadi kesimpulannya lembaga politik merupakan seperangkat norma yang di
jadikan kesepakatan bersama yang juga menyangkut dalam bidang politik dan juga
mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Tak lepas juga lembaga
politik merupakan badan yang mengatur untuk memilih pemimpin yang berwibawa.
Lembaga politik akan berkaitan dengan kehidupan politik. Kehidupan politik
menyangkut tujuan dari keseluruhan masyarakat agar tercapai suatu keteraturan dan tertib
kehidupan. Adapun yang diatur dan ditertibkan dalam masyarakat adalah kepntingan-
kepentingan dari para warga masyarakat itu sendiri. Sehingga tidak terjadi benturan antara
kepentingan satu orang atau kelompok orang dengan kepentingan orang atau kelompok
orang lain. Untuk dapat mengatur kepentingan ini diperlukan suatu kebijaksanaan tertentu.

Pengertian institusi/Lembaga Politik Menurut Para Ahli


1) Kornblum: Lembaga politik adalah seperangkat norma dan status yang
mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang.
2) Surbakti: Lembaga politik adalah pranata yang memegang monopoloi penggunaan
paksaan fisik dalam suatu wilayah tertentu.
3) J.W.Schorel: Lembaga politik merupakan badan yang mengatur dan memelihara
tata tertib dan untuk memilih pemimpin yang berwibawaan dan karismatik.[3]

Proses pembentukan Lembaga Politik


1) Mengadakan kegiatan dan proyek yang dapat menjawab keinginan warga
masyarakat. Misalnya, pembangunan bendungan, irigasi, pabrik, dll
2) Menekankan adanya persamaan nilai, norma atau sejarah melalui pengajaran di
sekolah ataupun media massa

8
3) Pembentukan tentara nasional dari suatu Negara merdeka dengan partisipasi
semua golongan yang ada dalam masyarakat
4) Mengadakan upacara pada kesempatan tertentu.

Lembaga politik dalam suatu negara yang menganut pola pemisahan kekuasaan
biasanya terdiri atas legislatif (parlemen, berwenang membuat undang-undang), eksekutif
(pemerintah, melaksanakan undang-undang), dan yudikatif (peradilan, berfungsi
mengawasi pelaksanaan undang-undang). Lembaga politik juga berkaitan dengan masalah-
masalah bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan bentuk kekuasaan.

Fungsi Umum Lembaga Politik


1) Membentuk norma-norma kenegaraan berupa undang-undang yang disusun
oleh legeslatif.
2) Melaksanakan norma yang telah disepakati bersama.
3) Memberikan pelayanan kepada masyarakat baik dibidang pendidikan,
kesehatan, kesejahterahan, keamanan dan lain sebagainya.
4) Mempertahankan kedaulatan suatu negara dari serangan bangsa lain.
5) Menumbuhkan kesiapan untuk menghadapi berbagai kemungkina bahaya.
6) Menjalankan diplomasi untuk berhubungan dengan bangsa lain..

Fungsi Laten Fungsi Manifes Lembaga Politik


1) Fungsi laten/tersembunyi: Menciptakan stratifikasi politik, parpol sebagai
saluran mobilitas, menimbulkan kesenjangan sosial, terjadinya perebutan
kekuasaan di lingkungan politik, terjadinya bentuk-bentuk penyalahgunaan
wewenang, menimbulkan pelapisan sosial dalam masyarakat.
2) Fungsi manifes/nyata: Memelihara ketertiban wilayah, menjaga keamanan,
melaksanakan kesejahteraan umum, melembagakan norma melalui undang-
undang yang disampaikan badan legislatif, melaksanakan undang-undang
yang telah disetujui, menyelesaikan konflik yang terjadi antar anggota.

9
Ciri-ciri lembaga politik antara lain:
1) Terdapat satu kelompok yang memiliki wilayah dan telah menempati wilayah
tersebut dalam waktu yang lama, selain itu mereka juga telah memiliki norma
dan nilai sosial yang telah dipenuhi bersama
2) Adanya perkumpulan politik yang dibentuk dengan sistem tertentu misalnya
kerajaan atau republik yang biasanya disebut dengan pemerintah, pemerintah
ini berhak melakukan hak dan kewajiban politiknya untuk kepentingan umum
3) sebagian dari individu diwilayah tersebut diberikan wewenang untuk
melakukan tugas-tugas pemerintahan , baik dengan anjuran maupun dengan
paksaan
4) Hak dan kewajiban yang dimliki suatu pemerintahan hanya berlaku dalam
batas wilayah mereka saja, dan tidak berlaku di wilayah atau negara lain.

Peran serta fungsi  dari lembaga politik


1) Menjaga keamanan dan integritas masyarakat.
2) Melaksanakan kesejahteraan umum.
3) Memelihara ketertiban di dalam wilayahnya, berkaitan dengan kehidupan
politik.
4) Sebagai saluran bagi anggota masyarakat untuk melakukan mobilitas sosial ke
atas (social climbing).
5) Sebagai penentu kepemilikan salah satu kriteria dalam stratifikasi sosial, yakni
kekuasaan.

3. Institusi Pendidikam

Lembaga pendidkan adalah suatu wadah yang berguna untuk membina manusia,
membawa ke arah masa depan yang lebih baik. Setiap orang yang berada pada wadah
tersebut akan mengalami perubahan dan perkembangan menurut warna dan corak institusi
tersebut. Dimana lembaga pendidikan tersebut (keluarga, sekolah dan masyarakat) K.H.

10
Dewantara menyebut “tri pusat pendidikan” Sementara Undang-Undang Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 menyebutnya dengan jalur pendidikan informal, formal dan non formal.
Dalam sistem pendidikan nasional, masing-masing lembaga tersebut, mempunyai kaitan
tanggung jawab yang terpadu dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.

 Untuk lebih mengetahui apa fungsi dan peranan lembaga pendidikan keluarga,
maka berikut ini akan diuraikan secara rinci fungsi dan peranan lembaga
pendidikan keluarga :

a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak Lembaga pendidikan keluarga


memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam
perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini sangat diperhatikan,
sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu selanjutnya
ditentukan. Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa pendidikan keluarga
adalah yang pertama dan utama
b. Menjamin kehidupan emosional anak Melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan
emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat
berkembang dengan baik, hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara
pendidik dengan anak didik, dimana hubungan itu didasarkan atas hubungan rasa
cinta dan kasih sayang.
c. Menanamkan dasar pendidikan moral Dalam hubungan ini K. Hajar Dewantara
menyatakan bahwa: Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa
yang pada umumnya sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan,
teristimewa pendidikan budi pekerti, dimana suasana seperti ini hanya dapat
diperoleh dalam kehidupan keluarga.
d. Memberikan dasar pendidikan sosial di dalam kehidupan keluarga, merupakan
basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak.
Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal
terdiri dari ayah, ibu dan anak.

11
e. Peletakan dasar-dasar keagamaan Keluarga sebagai pendidikan pertama dan
utama, di samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral, yang
tak kalah pentingnya adalah berperan besar dalam proses internalisasi dan
transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak.

 Sekolah sebagai wahana pendidikan ini menjadi produsen (penghasil) individu yang
berkemampuan secara intelektual dan skill. Karenanya, sekolah perlu dirancang dan
dikelola dengan baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki
beberapa karakteristik antara lain :

a. Diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenis dan jenjang yang memiliki
hubungan hierarkis.

b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen.

c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan.

d. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.

e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan di


masa yang akan datang.

 Lembaga Pendidikan Masyarakat Dalam konteks lembaga pendidikan, masyarakat


merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Masyarakat diartikan
sebagai sekumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalaman-
pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan
kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis
kehidupannya.9 Masyarakat sebagai lingkungan/lembaga pendidikan ketiga
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Dalam hal ini,
masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya ikut serta menyelenggarakan

12
pendidikan, membantu pengadaan tenaga, biaya, sarana prasarana dan
menyediakan lapangan kerja. Sebagaimana amanah Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pada Pasal 9 berbunyi “Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”10
Karenanya, partisipasi masyarakat membantu pemerintah dalam usaha
mencerdaskan kehidupan bangsa sangat diharapkan.

Selanjutnya, ada beberapa istilah yang diberikan kepada lembaga pendidikan


masyarakat sebagai jalur pendidikan luar sekolah :

a. Pendidikan sosial, yaitu proses yang diusahakan dengan sengaja di dalam masyarakat
untuk mendidik individu dan lingkungan sosial, supaya bebas dan bertanggung jawab.

b. Pendidikan masyarakat, merupakan pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa,


termasuk pemuda di luar batas umur tertinggi, kewajiban belajar dan dilakukan di luar
lingkungan dan sistem persekolahan resmi.

c. Pendidikan rakyat adalah tindakan-tindakan atau pengaruh yang terkadang mengenai


seluruh rakyat.

d. Pendidikan Luar Sekolah adalah pendidikan yang dilakukan di luar sistem persekolahan
biasa.

e. Mass Education adalah pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa di luar
lingkungan sekolah

f. Adult education adalah pendidikan untuk orang dewasa yang mengambil umur batas
tertinggi dari masa kewajiban belajar.

g. Extension Education adalah suatu bentuk dari adult education, yaitu pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah biasa, yang khusus dikelola oleh Perguruan Tinggi untuk
menyahuti hasrat masyarakat yang ingin masuk dunia Universitas, misalnya Universitas
Terbuka.

13
h. Fundamental Education ialah pendidikan yang bertujuan membantu masyarakat untuk
mencapai kemajuan sosial ekonomi, agar mereka dapat menempati posisi yang layak. Oleh
karena itu, partisipasi masyarakat membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan
kehidupan bangsa sangat diharapkan. Masyarakat sebagai lembaga pendidikan ketiga
menjadi ajang pengoptimalan perkembangan dan aktualisasi diri setiap individu.

4. Institusi Agama

John Lewis Gillin dan John Philip Gillin dalam Gunawan, berpendapat bahwa Lembaga
sosial memiliki enam ciri, yaitu:

1. Lembaga sosial merupakan himpunan pola-pola pemikiran dan tingkah laku yang
dicerminkan dalam kegiatan kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.

2. Lembaga sosial mempunyai tarap kekekalan tertentu

3. Lembaga sosial mempunyai satu atau lebih tujuan

4. Lembaga sosial mempunyai berbagai sarana untuk mencapai tujuan

5. Lembaga sosial mempunyai lambang atau simbol khas

6. Lembaga sosial mempunyai tradisi lisan maupun tertulis yang berisikan rumusan tujuan,
sikap, dan tindak tanduk individu yang mengikuti lembaga tersebut.

Kalau dicermati pendapat Gillin dan Gillin tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
sebuah lembaga sosial dapat dibedakan dari pola-pola pemikiran dan tingkah laku dari
pengikut suatu lembaga. Selain itu, setiap lembaga akan memiliki tarap dan tingkat
kekekalan yang berbeda, tergantung pada anggapan oarang-orang terhadap norma yang ada,
apakah wajar untuk dipelihara atau tidak. Suatu lembaga sosial mempunyai satu atau lebih
tujuan yang boleh jadi berbeda dengan fungsi lembaga yang bersangkutan. Tujuan suatu
lembaga adalah menjadi tujuan bagi golongan masyarakat tertentu yang perlu dipegang
teguh, sedang fungsi lembaga yakni peranan lembaga dalam sistem sosial yang mungkin
tidak diketahui atau tidak disadari oleh golongan masyarakat tersebut. Setiap lembaga
sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga
yang bersangkutan, serta lambang-lambang yang secara simbolis menggambarkan tujuan
dan fungsi lembaga yang bersangkutan, serta masingmasing mempunyai tradisi yang
berbeda, baik tertulis maupun tidak tertulis.

14
Kalau dikaitkan dengan agama, setiap agama memiliki ciri-ciri tersebut di atas.
Setiap agama memiliki tingkat kekekalan yang diyakini oleh penganutnya. Setiap penganut
agama memahami bahwa agama yang dianutnya memiliki tingkat kekekalan, khususnya
bagi penganut agama budaya (ardhi), tingkat kekekalan itu berbeda satu sama lain
tergantung pada daya dan kemampuan para pemuka agama untuk merumuskan hal itu. Bagi
penganut agama samawi tingkat kekekalan itu telah tercantum dalam kitab sucinya masing-
masing yang diterima dari Tuhan sebagai penentu dari nilai-nilai itu, sepanjang kitab suci
agama itu tidak mengalami perubahan. Setiap agama telah memiliki tujuan yang jelas yang
akan dijadikan pedoman bagi penganutnya. Islam misalnya, tujuan itu sudah sangat jelas
dalam setiap aktivitas umatIslam. Mislanya tujuan pendidikan yakni membentuk manusia
pengabdi kepada penciptanya, sebagaimana dicantumkan oleh Allah swt. dalam QS. Az
Dzariyat/51: 56 yang artinya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”.

Demikian halnya dalam aktivitas-aktivitas yang lain dalam Islam sudah mempunyai tujuan
yang amat jelas.

Emile Durkheim dalam Horton menyimpulkan bahwa tujuan utama agama dalam
masyarakat primitif adalah untuk membantu orang bukan berkontak dengan Tuhan, tetapi
dengan sesamanya. Ritual-ritual religius membantu orang untuk mengembangkan rasa
sepaguyuban (sense of community).

Agama memiliki sarana untuk mencapai tujuannya. Dalam Islam, sasrana berupa
kitab suci, tempat peribadatan dan sebagainya merupakan media untuk pembinaan umat
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh agama itu. Di dalam kitab suci, sudah
tercantum berbagai petunjuk untuk membangun individu dan masyarakat dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Islam, yakni tercapainya kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.

Setiap agama memiliki ciri yang membedakannya dengan agama yang lain,
misalnya tata cara ritual yang dilakukannya. Setiap agama, dalam prateknya selalu
menunjukkan kekhasannya yang merupakan simbol yang membedakannya dengan agama
yang lain. Bagi agama samawi yang diterima pada pengikutnya melalui perantaraan para
Nabi dan Rasul saja, berbeda praktek ritual yang dinyalaninya, meskipun misi yang
diembannya sama, yakni mengesahkan Allah swt. Puasa misalnya, berbeda antara Nabi
Daud as , Nabi Ibrahim as, dan Nabi Muahammad, saw. Apalagi agama budaya yang
merupakan hasil renungan para tokohnya dalam menetapkan praktek ritualnya.

15
Meskipun terjadi perbedaan pada tradisi, simbol setiap agama, dapat disimpulkan
bahwa setiap agama ciri seperti yang dikemukakan oleh John Lewis Gillin dan John Philip
Gillin di atas.

Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa agama merupakan suatu institusi
atau lembaga sosial yang akan tetap ada dan fungsional dalam masyarakat. Tanpa agama,
masyarakat akan mengalami kegoncangan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Agama akan tetap fungsional dalam masyarakat. Jika suatu masyarakat
mengalami konflik yang disebabkan oleh persoalan agama, sebenarnya bukan karena
agama itu sendiri, melainkan kesalahan memahaminya yang terjadi.

Hendropuspito mengatakan bahwa status sosial yang berbeda dan fungsi yang
berbeda-beda pula sejajar dengan tingkat pendidikan dan keahlian memunculkan kebutuhan
yang berbeda gaya hidup yang berbeda, cara berpikir dan motivasi dalam menghayati dan
menanggapi tuntutan agama.

Pada prinsipnya, agama merupakan salah satu alat perekat dalam masyarakat,
meskipun pada sebagian masyarakat agama merupakan persalan pribagi yang tidak dapat
diganggu gugat oleh orang lain dalam menjalankannya. Terjadinya konflik yang disebabkan
oleh agama, biasanya disebabkan karena terjadinya fanatisme pengikutnya yang berlebihan,
atau terjadinya perubahan dalam masyarakat, sehingga jika terjadi perbedaan dengan
kelompok agama yang lain, mereka melupakan tujuan utama dari agama itu, sehingga
agamalah yang dijadikan sebagai penyebab.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

17
Daftar pustaka

Narwoko Dwi J dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan edisi
keempat. Jakarta: Prenada Media Grup.

Yunisca nurmalisa, “peran lembaga sosial terhadap pembinaan moral remaja disekolah
menengah atas, “ dalam jurnal ilmiah, vol. 1 no.1, (Lampung Program Studi Pendidikan
Dan Kewarganegaraan Universitas Lampung,2016).

Lihat Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam (Cet II, Jakarta: Kalam Muha, 1998), h. 1

Sudirman N., dkk ., Ilmu Pendidkan , Rewmaja Rosda Karya, Bandung, 1992, h.4

Sulaiman S, “Agama sebagai institusi (Lembaga) sosial, dalam jurnal ilmiah, vol. 5, no 2,
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2016.

3Tim revisi buku, Op.Cit, h. 14.

18

Anda mungkin juga menyukai