Nursanik
Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
e-mail: nursanik@gmail.com
Ida Mursidah
Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
e-mail: ida.mursidah@uinbanten.ac.id
Abstrak
Thomas Hobbes dalam pendapatnya mengenai kekuasaan negara lebih
cenderung menginginkan agar kekuasaan negara hanya dipegang oleh satu orang
dalam bentuk monarki, kekuasaan tidak boleh terbagi ke dalam lembaga atau
individu lain, yang di mana dalam hal ini yaitu raja sebagai penguasa monarki yang
memegang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan kata lain kekuasaan pemimpin
Negara menurut Thomas Hobbes harus bersifat mutlak. Pemikiran seperti ini perlu
dikritisi supaya masyarakat tidak berpikir utopis tentang politik kekuasaan.
PENDAHULUAN
Thomas Hobbes adalah salah satu tokoh yang memberikan
sumbangan gagasan terkait ide tentang sistem pemerintahan pada masa
sekarang. Salah satu pemikiran Hobbes yang membuat dia terkenal adalah
Leviathan atau commonwealth. Pemikiran Hobbes yang penting adalah
mengenai social contract (perjanjian bersama, perjanjian masyarakat, kontrak
sosial). Perjanjian ini mengakibatkan manusia-manusia bersangkutan
menyerahkan segenap kekuatandan kekuasaannya masing-masing kepada
seseorang atau pada suatu majelis1.
Gerombolan orang yang berjanji itu pun menjadi satu dan ini
bernama Commonwealth atau Civitas. Pihak yang memperoleh kekuasaan itu
mewakili mereka yang telah berjanji. Jadi menurut Hobbes, isi perjanjian
Al-Qisthas 19
dimaksud oleh Hobbes adalah negara kekuasaan (Machtsstaat), yang di
mana negara dalam hal ini yaitu penguasa memiliki kekuasaan yang mutlak
dalam mengatur dan menjalankan pemerintahan.
Menurut Thomas Hobbes demokrasi adalah sistem yang buruk dan
lemah, demokrasi sebagai malapetaka politik yang harus dihindari karena
dengan dibagi-baginya kekuasaan ke dalam beberapa lembaga atau badan
justru malah akan berpotensi memecah belah dan saling berebut pengaruh
kekuasaan antar lembaga, bahkan kerap kali tidak dicapai kata sepakat
dalam suatu kebijakan yang akan dikeluarkan, seperti yang
dikemukakannya:
…. It is manifest that men who are in absolute liberty may, if they please, give
authority to one man to represent them every one, as well as give such authority
to any assembly of men whatsoever; and consequently may subject themselves, if
they think good, to a monarch as absolutely as to other representative.
Therefore, where there is already erected a sovereign power, there can be no
other representative of the same people, but only to certain particular ends, by
the sovereign limited. For that were to erect two sovereigns; and every man to
have his person represented by two actors that, by opposing one another, must
needs divide that power, which (if men will live in peace) is indivisible; and
thereby reduce the multitude into the condition of war, contrary to the end for
which all sovereignty is instituted.(Hal ini nyata bahwa manusia
mungkin berada di kebebasan mutlak, jika mereka dipersilakan
diberi kewenangan untuk mewakili mereka kepada satu orang,
serta memberikan kuasa sedemikian itu kepada orang tersebut; dan
konsekuensi dari itu semua adalah tunduk (kepatuhan), jika mereka
berpikir dengan baik, maka kekuasaan hanya diberikan kepada
seorang raja untuk mewakili mereka. Oleh karena itu, bila sudah
ada yang mendirikan sebuah kekuasaan yang berdaulat, maka tidak
ada perwakilan lain dari orang yang sama, tetapi hanya untuk
tujuan tertentu tertentu, dengan keterbatasan yang berdaulat. Jika
ada dua penguasa; dan setiap orang agar orang itu diwakili oleh
dua peran itu, maka akan saling menentang satu sama lain, karena
adanya kepentingan untuk berbagi kekuatan, yang (jika laki-laki
Al-Qisthas 21
anaknya kepada saudaranya agar dirawat, glover yang baik di Malmesbury.
Ketika dia berumur empat tahun, Hobbes dikirim ke sekolah di Westport,
kemudian ke sekolah swasta, dan akhirnya, pada usia 15, ke Magdalen Hall
di Universitas Oxford6, di mana dia mengambil gelar kesenian tradisional
dan di waktu luangnya mengembangkan minat pada peta.Selama hampir
seluruh kehidupan dewasanya, Hobbes bekerja untuk berbagai cabang
keluarga Cavendish yangaristokratis dankaya7.
Setelah mengambil gelarnya di Oxford pada 1608, ia dipekerjakan
sebagai pengajar bagi William Cavendish muda, setelah itu earl kedua
Devonshire. Selama beberapa dekade, Hobbes melayani keluarga dan
rekan mereka sebagai penerjemah, teman seperjalanan, penjaga rekening,
perwakilan bisnis, penasihat politik, dan kolaborator ilmiah. Melalui
pekerjaannya oleh William Cavendish, earl pertama Devonshire, dan ahli
warisnya, Hobbes menjadi terhubung dengan sisi royalis dalam sengketa
antara raja dan Parlemen yang berlanjut sampai 1640-an dan yang
memuncak dalam Perang Sipil Inggris (1642-51). Hobbes juga bekerja
untuk maraton Newcastle-upon-Tyne, sepupu William Cavendish, dan
saudara laki-laki Newcastle, Sir Charles Cavendish. Yang terakhir adalah
pusat dari "Akademi Wellbeck," jaringan informal para ilmuwan yang
ternama untuk salah satu rumah keluarga di Wellbeck Abbey di
Nottinghamshire8.
1. Kondisi Sosial
Hobbes adalah pemikir yang lahir dan mengalami proses
intelektualisasi dalam situasi sosial politik anarkhis abad XVII. Sejak
awal kehidupannya sampai akhir hayatnya, perang agama, perang sipil,
konfrontasi antara raja dengan parlemen atau rakyat terjadi terus
8“ThomasHobbesBiography”https://e-
resources.perpusnas.go.id:2180/levels/teens/article/Thomas-Hobbes/40659, diakses
pada 14 Juni 2018, pukul 12.04 WIB
Al-Qisthas 23
Banyak peristiwa sosial politik yang mempengaruhi pemikiran
Hobbes, di antaranya pertentangan antara Gereja Anglikan resmi, kaum
puritan dan golongan Katolik serta konfrontasi antara raja dengan
parlemen. Semua ini berlangsung ketika Hobbes menginjak dewasa,
hingga tua usianya. Ketika Hobbes menyaksikan konflik antara raja
Charles I dengan parlemen yang berakhir dengan kekalahan raja.
Akibat kekalahannya maka raja Charles I dipenggal atas perintah Oliver
Cromwell. Inggris, pasca kematian Raja Charles I, menjadi negara yang
diperintah oleh sebuah komisi, tidak lagi dipandang sebagai negara
adikuasa dan lemah11.
Thomas Hobbes hidup pada masa saat kerajaan Inggris sedang
perang saudara (1642-1651), yaitu antara kaum Royalis(Cavaliers) yang
mendukung raja dengan monarkinya melawan kaum
Parliementaria(Roundheads) yang menginginkan perubahan terkait tata
cara pemerintahan, Parlementaria adalah kaum yang menginginkan tata
pemerintahan yang lebih demokratis dan bersifat parlementer,akibat
dari perang saudara tersebut maka kerajaan Inggris mengalami
kekacauan dan ketidak stabilan politik, perang saudara pertama terjadi
pada tahun (1642-46) lalu perang saudara kedua terjadi pada (1648-49)
yaitu antara pendukung raja Charles I melawan parlemen lama, perang
saudara ketiga terjadi pada (1649-51)antara pendukung raja Charles II
dengan para pendukung parlemen sisa, perang saudara ini di akhiri
dengan kemenangan kaum parlemen, yaitu kemenangan di
pertempuran Worcester tanggal3 sepetember 1651, lalu kemudian raja
Charles I diadili dan di eksekusi pada 1649 di London. Sedangkan
putranya, yaitu Charles II diasingkan, setelah itu sistem monarki Inggris
diganti dengan sistem persemakmuran Inggris yang dipimpin oleh
Oliver Cromwell yang dengan gelar Lord Protector12.
Ini merupakan luka-luka sejarah Inggris yang membuat Hobbes
terobsesi mencari pemecahan masalah, bagaimana perang dan konflik
Al-Qisthas 25
ditulis oleh Hobbes berurusan dengan pengetahuan manusia, dua
karya lainnya dalam trilogi adalah De Corpore (On the body),
diterbitkan pada 1655 dan De Homine (On man), diterbitkan pada
1658. Karena kekacauan politik saat itu, yaitu kerusuhan menjelang
Perang Saudara tahun 1642, Hobbes buru-buru "matang dan
memetik" pekerjaan yang secara sistematis akan datang terakhir: De
Cive . Karya ini terdiri dari tiga bagian: Libertas (liberty), Imperium
(dominion), dan Religio (agama). Pada bagian pertama, dia
menggambarkan kondisi alami manusia, berurusan dengan hukum
alam; di bagian kedua, dia menulis tentang perlunya membangun
pemerintahan yang stabil. Akhirnya, di bagian ketiga, dia menulis
tentang agama15.
c. De Corpore sebagian besar dikhususkan untuk hal-hal mendasar. Ini
terdiri dari empat bagian. Bagian I mencakup logika. Bagian II dan
Bagian III menyangkut "tubuh abstrak", bagian kedua adalah
repertoar konsep ilmiah, dan ketiga geometri. Bab 16 hingga 20
Bagian III sebenarnya dikhususkan untuk matematika secara umum,
dengan cara reduktif, dan terbukti kontroversial. Mereka
mengusulkan fondasi kinematika untuk geometri, yang Hobbes
ingin menyamakan dengan matematika; geometri itu sendiri, yaitu,
adalah "ilmu gerak". Hobbes di sini mengadopsi gagasan dari
Galileo dan Cavalieri . Itu ada di Bagian IV, pada fenomena alam,
bahwa ada diskusi fisika seperti itu.Hobbes di De Corpore
menyatakan bahwa subjek filsafat dikhususkan untuk "tubuh". Dia
menjelaskan ini dengan pembagian: dalam terjemahan bahasa
Inggris, filsafat alam berkaitan dengan konsep "tubuh alami"
(bahasa Latin: corpus naturale), sedangkan tubuh yang disebut
persemakmuran adalah perhatian "filsafat sipil". Ia kemudian
pukul 21.43
Al-Qisthas 27
Hobbes ialah Francis Bacon, yang menyadarkan Hobbes akan pentingnya
penggunaan nalar dan metode-metode eksperimental dalam dunia ilmu
pengetahuan. Hobbes pun dipengaruhi gagasan politik otoritarianisme
Bacon. Hobbes adalah seorang rasionalis, sementara Bacon seorang
empiris. Rene Descartes juga mempengaruhi pemikiran Hobbes untuk
berfikir bahwa geometri bisa membentuk suatu model pengetahuan
sistematik ideal. Descartes pun mempengaruhi Hobes dalam memandang
manusia. Selanjutnya Galileo Galilei yang berhasil memadukan ilmu
pengetahuan teoritis dengan ilmu pengetauan praktis dalam kajiannya
mengenai kerja alam semesta, memberikan Hobbes gagasan untuk
menggunakan pendekatan yang sama dalam mempelajari manusia dan
masyarakat. Prinsip gerak yang dianut Galileo untuk memahami alam
semesta juga mempengaruhi Hobbes dalam melihat masyarakat. Galileo
berpendapat bahwa alam semesta merupakan sebuah mesin raksasa.
Manusia memiliki akal, tidak seperti hewan yang hanya memiliki naluri.
Dengan akalnya manusia mampu melakukan refleksi, berkalkulasi dan
diperintah oleh sebuah argument. akal pun menyebabkan manusia mencari
alasan-alasan rasional untuk tidak saling menghancurkan. Manusia secara
alamiah setara, manusia bisa bertindak semata-mata mengikuti keinginan-
keinginan dirinya, yaitu memuaskan hawa nafsunya. Ia akan selalu
berusaha menemukan cara dan jalan untuk mencapai apa pun yang
membuatnya senang. Sebaliknya, karena naluri itu pula ia berusaha dengan
jalan apapun menghindari apapun yang tidak disukainya. Hakikat alamiah
yang melekat pada diri manusia itulah menurut Hobbes yang melahirkan
persaingan sesama manusia. Dalam usaha memaksimalisasi kebahagiaan
dan meminimalisasi penderitaan diri, manusia akan berhadapan dengan
manusia lain. Dalam konteks inilah Hobbes menegaskan bahwa
persaingan ini melahirkan rangsangan-rangsangan alamiah untuk
menggunakan kekuasaan dalam diri manusia. Tak mengherankan menurut
Hobbes bila kemudian secara alamiah manusia akan saling memerangi
manusia lainnya19.
Al-Qisthas 29
mengibaratkan negara sebagai Leviathan,yaitu sejenis makhlukmitologi
yang terdapat dalam kitab suci perjanjian lama, Leviathan adalah monster
laut ganas, bengis dan menakutkan. KeberadaanLeviathan ini selalu
mengancammakhluk-makhluk yang lain, Leviathan bukan hanya ditakuti
tapi juga dipatuhi perintahnya, Hobbes menjuluki negara Leviathan
sebagai negara kekuasaan (Machstaat), maka dengan begitu negara akan
ditakuti sehingga pada akhirnya menimbulkan rasa takut kepada warga
negaranya yang melanggar hukum21. Seperti yang diungkapkannya:
…“Hitherto I have set forth the nature of man, whose pride and other
passions have compelled him to submit himself to government; together with the
great power of his governor, whom I compared to LEVIATHAN, taking
that comparison out of the two last verses of the one-and-fortieth of Job; where
God, having set forth the great power of Leviathan, calleth him king of the
proud. "There is nothing," saith he, "on earth to be compared with him. He is
made so as not to be afraid. He seeth every high thing below him; and is king
of all the children of pride." But because he is mortal, and subject to decay, as
all other earthly creatures are; and because there is that in heaven, though not
on earth, that he should stand in fear of, and whose laws he ought to obey; I
shall in the next following chapters speak of his diseases and the causes of his
mortality, and of what laws of nature he is bound to obey.(Sampai sekarang
saya telah menetapkan sifat manusia, yang dengan kebanggaan dan
hasrat lainnya telah memaksa dia untuk menyerahkan dirinya
kepada pemerintah; bersama dengan kekuatan besar gubernurnya,
yang saya bandingkan dengan LEVIATHAN, perbandingan itu
diambil dari dua ayat terakhir dari satu-dan-keempat puluh Ayub;
di mana Tuhan, setelah menetapkan kekuatan besar Leviathan,
memanggilnya raja yang sombong. "Tidak ada apa-apa," kata dia,
"di bumi untuk dibandingkan dengannya. Dia dibuat agar tidak
takut. Dia melihat setiap hal yang tinggi di bawahnya; dan adalah
raja dari semua anak kesombongan." Tetapi karena ia fana, dan
Al-Qisthas 31
pada kemampuannya untuk mengancam para warga negara, Hobbes
mengadakan dua reduksi yang sangat radikal yang pertama yaitu
mengesampingkan kebebasan kehendak manusia, yang kedua yaitu
mengembalikan segala kelakuan manusia pada satu dorongan
saja,pandangan Hobbes ini mempunyai dua akar yang satu bersifat
teologis dan yang satunya berlatar belakang ilmu alam. Hobbes
mengadakan penelitian, yang kesimpulannya seluruh kelakuan manusia
memang dapat dikembalikan pada satu motivasi saja yaitu pada perasaan
takut terhadap maut, atau pada naluri untuk mempertahankan nyawanya,
jadi menurut Hobbes pengaruh emosi dan nafsu atas tatanan masyarakat
dapat dinetralisasikan. Manusia dapat diatur secara mekanistik. Apalagi
organisasi masyarakat disusun sedemikian rupa hingga manusia merasa
aman dan bebas sejauh ia bergerak dalam batas-batas hukum,
danterancam mati sejauh tidak, kehidupannya dapat terjamin berlangsung
dengan teratur dan tentram. Pandangan inilah dasar filsafat negara
Hobbes25.
Namun semua ketakutan itu pada dasarnya dilakukan untuk
menciptakan keamanan dan kesejahteraan agar masyarakat tunduk kepada
hukum dan kontrak sosial yang sudah dibuat. Lembaga negara berperan
memberikan sanksi bagi setiap pelanggaran atas kontrak sosial. Meskipun
Hobbes menerima adanya kedaulatan negara sebagai kedaulatan tertinggi,
namun kedaulatan itu tidak datang dari raja, namun dari rakyat lewat
proses kontrak sosial. Dan karena dasar itu, kontraktualisme menjadi
terkenal26. Pemikiran Hobbes terkait negara tak bisa dilepaskan dari
pemikiran filsafatnya tentang manusia, pemikiran Hobbes tentang konsep
negara berangkat dari pandangannya tentang manusia, sifat alamiah
manusia dan kehidupannya, menurut Hobbes saat kekuasaan dalam
bentuk negara belum berdiri, keadaan sosial dan kehidupan manusia
Al-Qisthas 33
Selain ditakuti oleh warganya, negara juga harus memiliki prinsip-prinsip
moral tidak sewenang-wenang.
Dengan demikian maka sebelumnya harus ada kontrak sosial antara
pihak yang mewakili negara dalam hal ini adalah penguasa (pada zaman
Hobbes, kekuasaan negara diwakili oleh raja sebagai pemegang kekuasaan)
dengan masyarakat yang dipimpinnya atau warga negaranya. Menurut teori
ini negara lahir karena perjanjian yang dibuat antara orang-orang yang
tadinya hidup bebas. Perjanjian atau kontrak sosial ini diadakan agar
kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin dengan baik. Dengan
begitu maka konsekuensinya adalah kebebasan dan kehendak yang
sebelumnya dimiliki oleh tiap individu harus diserahkan kepada entitas
yang dipercaya untuk memimpin individu-individu tersebut dalam hal ini
ada penguasa28. Hal itu dilakukan agar orang yang satu tidak menjadi
serigala bagi orang yang lain atau homo homi lupus bellum omnium contra omnes.
Bagi Hobbes, kepatuhan total adalah esensi dari negara kekuasaan.
hasrat untuk berkuasa, oleh karena itu Hobbes menginginkan negara yang
kuat, dan untuk menciptakan negara yang kuat maka dalam sistem
kekuasannya haruslah dipegang oleh satu entitas saja yang dalam hal ini
adalah raja. Dengan demikian menurut Hobbes sudah jelas bahwa
kekuasaan itu harus disatukan dalam satu entitas dan tidak boleh terbagi-
bagi.
Kekuasaan yang terbagi akan mengakibatkan timbulnya berbagai
anarki seperti perang sipil, perang agama dan antar golongan,karena setiap
dari golongan tersebut ingin berkuasa dalam negara. Maka dalam konteks
ini, Ide Trias Politica harus dikaji kembali jika dikaitkan dengan konsep
kekuasaan yang dikemukakan Hobbes. Hobbes beralasan karena bila
kekuasaan terbagi-bagi maka keputusan yang dihasilkan tidaklah bulat,
setiap entitas yang mewakili kekuasaan memiliki cara pandang dan pola
pikir yang berbeda-beda. Menurut Hobbes sebuah negara despotis itu
masih jauh lebih baik daripada terjadinya anarki akibat terbagi dan
terbelahnya kekuasaan negara.
Menurut Hobbes, kekuasaan bukan saja tak boleh terbagi kepada
sistem parlemen atau kepadakekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif,
akan tapi kekuasaan juga tidak boleh terbagi kepada entititas yang bisa
menyebabkan terjadinya dualisme kepemimpinan yang menyebabkan
saling berebut pengaruh, yaitu tidak boleh ada pemisahan antara
kepemimpinan negara dengan kepemimpinan agama, Hobes menegaskan
bahwa agama yang dianut adalah agama yang ditetapkan oleh penguasa,
Bahkan lebih jauh Hobbes mengemukakan bahwa penguasa juga
berkedudukan sebagai kepala agama29.Hal ini disebabkan karena pada
waktu masa itu para pemuka Gereja ( Gereja katholik yang berafiliasi
kepada Kepausan Roma) sering kali memanfaatkan pengaruh kekuasaan
agama untuk menekan raja bila dirasa keputusan raja tidak
menguntungkan pihak gereja (katholik). seperti halnya yang terjadi pada
raja Henry VIII dari Inggris, ia ingin membatalkan pernikahannya dengan
29Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat dan Pengaruhnya Terhadap
Dunia ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cetakan kedua h.125.
Al-Qisthas 35
Catharina dari Aragon, lalu meminta Paus Klemens VII untuk
membatalkan pernikahan tersebut, akan tetapi Paus menolaknya dengan
alasanmenurut hukum Kanon, Paus tidak memiliki hak untuk
membatalkan pernikahan atas alasan tersebut. Paus Klemens juga takut
akan adanya ancaman dari keponakan Catharina, yaitu Kaisar Romawi
Suci Karl V, lalu Pada tahun 1529, Penasihatnya, yaitu Kardinal Thomas
Wolsey, menuduh raja Henry VIII telah mengkhianati Gereja (Katholik)
dengan mendahulukan kepentingan kerajaan daripada kepentingan
Kepausan.
Lalu kemudian raja Henry VIII mulai mengumpulkan dukungan
untuk memisahkan diri dari Gereja Roma, kemudian ia memisahkan
Gereja Inggris dengan Gereja Katholik yang ada di Roma, dan mendirikan
Gereja yang berhaluan Protestan Anglikan. Oleh karena itu Hobbes
mengemukakan bahwas penguasa juga sebagai kepala agama.
… After that certain Churches had renounced this universal power of the
Pope, one would expect, in reason, that the civil sovereigns in all those
Churches should have recovered so much of it as (before they had unadvisedly
let it go) was their own right and in their own hands. And in England it was
so in effect; saving that they by whom the kings administered the government of
religion, by maintaining their employment to be in God's right, seemed to
usurp, if not a supremacy, yet an independency on the civil power: and they but
seemed to usurp it, inasmuch as they acknowledged a right in the king to
deprive them of the exercise of their functions at his pleasure.(Setelah itu
Gereja-gereja tertentu (protestan anglikan) telah meninggalkan
kekuasaan universal Paus, orang akan berharap, dengan alasan,
bahwa penguasa sipil di semua Gereja itu telah pulih begitu banyak
seperti (sebelum mereka tanpa sadar membiarkannya pergi) adalah
hak mereka sendiri dan di tangan mereka sendiri. Dan di Inggris
itu berlaku; Menyelamatkan bahwa mereka yang oleh raja-raja
mengelola pemerintahan agama, dengan mempertahankan
pekerjaan mereka untuk berada di dalam hak Allah, tampaknya
merebut, jika bukan supremasi, namun kemandirian pada kekuatan
sipil: dan mereka tetapi tampaknya merebutnya, sejauh mereka
Al-Qisthas 37
hanya dipegang oleh satu orang yaitu raja dan kepatuhan total warga
negara kepada penguasa adalah esensi dari negara kekuasaan, sebagaimana
dikemukakan oleh Thomas Hobbes :
… “It is manifest that men who are in absolute liberty may, if they please,
give authority to one man to represent them every one, as well as give such
authority to any assembly of men whatsoever; and consequently may subject
themselves, if they think good, to a monarch as absolutely as to other
representative. Therefore, where there is already erected a sovereign power, there
can be no other representative of the same people.(Hal ini nyata bahwa
manusia mungkin berada di kebebasan mutlak, jika mereka
dipersilakan diberi kewenangan untuk mewakili mereka kepada
satu entitas, serta memberikan kuasa sedemikian itu kepada entitas
tersebut; dan konsekuansi dari itu semua adalah tunduk
(kepatuhan), jika mereka berpikir dengan baik, maka kekuasaan
hanya diberikan kepada seorang raja untuk mewakili mereka. Oleh
karena itu, bila sudah ada yang mendirikan sebuah kekuasaan yang
berdaulat, maka tidak boleh ada perwakilan lain dari entitas yang
sama32.)
Pemikiran Hobbes terkait konsep sistem kekuasaan negara yang
absolut dipengaruhi karena keadaan sosial dan politik yang dialami semasa
hidupnya.Ketika masa Hobbes hidup pada tahun (1642-1651)keadaan
kerajaan Inggris begitu memprihatinkan, dalam kurun waktu tersebut
sering terjadi perang sipil, ada pertentangan antara raja dengan gereja,
terjadi pertentangan antara kelompok agama, yaitu antara Kristen
Anglikan Resmi dengan Katholik. Ini juga yang menjadi salah satu
penyebab mengapa kemudian Hobbes mengatakan bahwa para pemuka
agama (Kristen) pun bukanlah orang-orang yang suci, merekapun tidak
terlepas dari hasrat dan hawa nafsu kekuasaan,bahkan membawa-bawa
nama Tuhan untuk kepentingan pribadi, selain itu juga ada pertentangan
antara pihak kerajaan dengan parlemen, yang kemudian dimenangkan oleh
pihak parlemen yang pada saat itu dikendalikan oleh Sir Oliver Cromwell
dan kemudian raja Charles I dijatuhi hukuman mati.
Sepeninggal raja Charles Isebagai pihakyang kalah melawan
kelompok parlemen, maka Inggris kemudian diubah menjadi negara
republik dengan sistem parlemen dan jabatan raja dihapuskan, akan
tetapi setelah diubah menjadi parlemen justru keadaan Inggris malah
mengalami kekacauan dan ketidak stabilan politik, karena di dalam
parlemen sendiri terjadi perebutan kekuasaan dan kepentingan antar
golongan, yang mengakibatkan kesepakatan politik sulit dicapai. Dapat
dicontohkan misalnya untuk mengambil keputusan yang cepat, di
mana negara dalam keadaan genting, diperlukan waktu yang cukup
menyita atau terjadinya perdebatan yang demikian alot serta
memerlukan waktuyang panjang. Dan pada akhirnya adalah sulit
tercapai kata sepakat33, selain itu wilayah geografis kerajaan Inggris
yang tidak begitu luas juga memungkinkan diterapkannya sistem
kekuasaan negara yang bersifat absolut, karena bila ada daerah-daerah
yang kemudian melakukan pemberontakan atau tindakan seperatis,
maka pemerintah pusat bisa langsung bergerak dengan cepat, ini akan
berbeda halnya bila diterapkan di negara yang memiliki wilayah yang
sangat luas, dan kita bisa melihat dari sejarah misalnya Uni Soviet yang
menerapkan sistem kekuasaan yang absolut namun dalam bentuk
komunisme yang di mana negara yang diwakili oleh seorang pemimpin
diktator memegang penuh atas segala bentuk kekuasaan dan pada
akhirnya Uni Soviet pecah karena pemerintahan pusat tidak bisa
langsung mengendalikan wilayah yang begitu luas dan besar. Dan
mengapa Hobbes tidak menyarankan tentang pembagian kekekuasaan,
karena seperti yang dikemukakan oleh Hobbes bahwa :
…“For that were to erect two sovereigns; and every man to have his person
represented by two actors that, by opposing one another, must needs divide
that power(Jika ada dua kekuasaan; dan setiap orang agar orang itu
33Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat dan Pengaruhnya,..., h.124.
Al-Qisthas 39
diwakili oleh dua peran itu, maka akan saling menentang satu
sama lain, karena adanya kepentingan untuk berbagi kekuatan34)
Itulah sebab yang kemudian mempengaruhi dan
melandasipemikiran Hobbes bahwa kekuasaan negara haruslah mutlak,
penguasa harus diberikan kekuasaan yang mutlak dari segala bentuk jenis
kekuasaan untuk bisa mengatur negaranya. Dan kekuasaan negara tidak
boleh terbagi-bagi agar tidak terjadi perebutan kekuasaan.Walaupun
Hobbes mengungkapkan bahwa kekuasaan negara haruslah mutlak dan
dikendalikan hanya oleh satu orang atau satu entitas saja dan negara harus
memiliki sifat-sifat seperti Leviathan yang kejam, bengis serta ditakuti oleh
warga negaranya, agar warganya tunduk dan negara menjadi kuat akan
tetapi kekuasaan mutlak atau absolutbukan berarti penguasa bisa bertindak
semaunya, kekuasaan yang mutlak bukan berarti boleh melakukan
kesewenang-wenangan. Kekuasaan itu memang harus mutlak bagi
penguasa. Namun demikian Hobbes pun menegaskan bila penguasa
melakukan tindakan yang zalim tanpa suatu sebab atau semena-mena,
seperti misalnya terjadi tindakan dari penguasa yang menyakiti jasmani
dengan cara melalui perintah penguasa kepada rakyat, maka seseorang
berhak menentang atau tidak mematuhi penguasa itu. Sebagaimana
dikemukakannya:
“Membunuh, melukai, ataupun merusakan dirinya sendiri; atau
(memerintahkan) untuk tidak mempertahankan diri bila diserang; atau
(memerintahkan) untuk tidak memakan makanan, tidak mempergunakan
udara, obat atau benda-benda lain yang mau tidak mau harus dimakan atau
dipergunakannya agar dapat hidup”35.
Maka kemutlakan kekuasaan benar-benar mencakup seluruh jenis
kekuasaan, yang di mana jenis kekuasaan apapun yang bisa menyebabkan
berebut kekuatan atau terbelahnya kekuasaan antar pemilik kekuasaan
maka itu adalah buruk, oleh karenanya dalam ranah kepala agama pun,
Hobbes berpendapat bahwasanya penguasa negara juga harus berfungsi
PENUTUP
Konsep negara versi Thomas Hobbes adalah negara kekuasaan
(Machstaat), kekuasaan negara hampir tak terbatas, kekuasaan hanya
dikendalikan oleh satu entitas saja atau satu orang, lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif tidak dipisah-pisah tapi itu semua dipegang oleh
satu orang saja, sedangkan bentuk sistem kekuasaannegaranya adalah
monarki absolut yang di mana raja memegang seluruh jenis kekuasaan,
sentralistis (terpusat) dan otoriter.
Kepemimpinan yang otoriter serta sistem monarki absolut yang
dikemukakan oleh Thomas Hobbes sudah tidak relevan diterapkan di
zaman sekarang, karena hak asasi manusia yang paling dasar yaitu
kebebasan sangat dijunjung tinggi, pengekangan terhadap kebebasan
individu atau warga negara dalam berekpresi dan mengemukakan
pendapat adalah sebuah kemunduran, maka model kepemimpinan dan
Al-Qisthas 41
sistem kekuasaan monarki absolut sudah tidak layak dan tidak sesuai di
zaman sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardi, Abu Hasan Ali bin Muhammad, Al-Ahkam Al-Sulthaniyah fi
Al-Wilaayah Ad-Diniiyyah, (Kuwait: Maktabah Dar Ibn Qutaibah,
1989)
____, Abu Hasan Ali bin Muhammad, Al-Ahkam As-Sulthaniyah; Hukum-
Hukum Penyelengaraan Negara dalam Syariat Islam, Penterjemah:Fadli
Bahri, Lc (Jakarta: Darul Falah, 2017)
Hamzah, Fahri, Negara, Pasar dan Rakyat; Pencarian Makna, Relevansi dan
Tujuan (Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2010), Cet. II
Hobbes, Thomas, Leviathan, Or The Matter, Forme, & Power Of A Common-
Wealth Ecclesiaticall And Civill Edited with an Introduction and Notes
by J. C. A GASKIN (New York: Oxford University Press, 1998)
Huda, Ni’matul, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2014)
Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001)
Jarir, Abdullah, Respon Muslim Terhadap Persepsi Politik Fundamentalisme
Ikhwanul Muslimin (Serang: IAIN Banten Publishing, 2018)
Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2010
Muttaqin, Entol Zaenal, Pokok-Pokok Hukum Ketatanegaraan (Serang:
LP2M UIN Banten, 2014)
Pulungan, J Suyuthi, Fiqh Siyasah; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta:
Rajawali Press, 1999)
____, J Suyuthi, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau
dari Pandangan Al-Quran (Jakarta: Rajawali Press, 1996)
Ridho, M. Zainor, Pengantar Ilmu Politik (Serang LP2M UIN Banten, 2015)
Sibuea, Hotma P, Ilmu Negara (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014)
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah dan pemikiran
(Jakarta: UI-Press, 1993), edisi kelima
Al-Qisthas 43
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,
2001)
Surakhmad, Winarno, Pengantar Pengetahuan Ilmiah; Dasar, Metode dan
Tekhnik, (Bandung: Tarsito, 1998)
Syafe’i, Zakaria, Negara dalam Perspektif Islam Fiqih Siyasah (Jakarta:
Hartomo Media Pustaka, 2012)
Syafuri, H.B, Pemikiran Politik dalam Islam (Serang: fseipress, 2010)
Syam, Firdaus, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat ,Ideologi, dan
PengaruhnyaTerhadap Dunia Ke-3 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010),
Cet. II
Jurnal
Alex Summers, Biography Thomas Hobbes. Summary Stanford Edu
Bonar Hutapea, Psikologi Politik Hobbesian: Analisis Teoritis tentang Basis
Antropologis Kontrak Sosial dalam Leviathan dan relevansinya. INSAN
Vol. No. 01, April 2012
Moh. Sholehuddin, Konsep Kenegaraan dalam Pemikiran Politik Al-Mawardi.
Jurnal Review Politik Volume 04, Nomor 01, Juni 2014
Muhammad Amin, Jurnal Politik Profetik: Pemikiran Politik Al Mawardi.
Volume 04, No. 2 Tahun 2016
Rashda Diana, Al-Mawardi dan Konsep Kenegaraan dalam Islam. TSAQAFAH
Vol. 13, No.1, Mei 2017
Data Digital
http://www.geheimniser.com/ Biography Thomas Hobbes
https://e-resources.perpusnas.go.id:2180/levels/teens/article/ Thomas-
Hobbes/40659
https://en.wikipedia.org/wiki/De_Cive, “De Cive”
https://en.wikipedia.org/wiki/De_Corpore “De Corpore”
Al-Qisthas 45