Anda di halaman 1dari 229

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN JUDUL
SENTIRE CUM ECCLESIA:

ANALISIS EKLESIOLOGIS SURAT-SURAT ST. IGNATIUS LOYOLA

KEPADA YESUIT DI IRLANDIA, TRENTE, DAN DAERAH MISI

Tesis

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Magister Teologi

Oleh:

TH. SURYA AWANGGA BUDIONO

NIM: 146312023

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER TEOLOGI

2018

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN PENGESAHAN


TESIS
PROGRAM MAGISTER TEOLOGI

SENTIRE CUM ECCLESIA:


ANALISIS EKLESIOLOGIS SURAT-SURAT ST. IGNATIUS LOYOLA
KEPADA YESUIT DI IRLANDIA, TRENTE, DAN DAERAH MISI

yang dipersiapan dan disusun oleh


Th. Surya Awangga Budiono
NIM: 146312023
telah dipertahankan di depan dewan penguji
pada tanggal 16 Juli 2018
dan dinyatakan memenuhi syarat
DEWAN PENGUJI

Pembimbing Utama
(Dr. YB. Heru Prakosa, SJ.) …….....................

Pembimbing Pendamping
(Dr. Fl. Hasto Rosariyanto, SJ.) …….....................

Anggota Dewan Penguji


(Dr. V. Indra Tanureja, Pr.) …….....................

Anggota Dewan Penguji


(Dr. Leo Agung Sardi, SJ., M.Hum.) …….....................

Yogyakarta,
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Fakultas Teologi
Dekan

Dr. E.P.D. Martasudjita, Pr.

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Dengan ini, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul

SENTIRE CUM ECCLESIA:


ANALISIS EKLESIOLOGIS SURAT-SURAT ST. IGNATIUS LOYOLA
KEPADA YESUIT DI IRLANDIA, TRENTE, DAN DAERAH MISI

tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan

dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Juli 2018

Penulis

Th. Surya Awangga Budiono

NIM 146312023

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

ABSTRAK BAHASA INDONESIA


Surat merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi tertulis
dari suatu pihak kepada pihak lain. Surat dapat berfungsi sebagai sarana
pemberitahuan, permintaan, buah pikiran, dan pedoman kerja. Surat-menyurat
dipakai oleh sebagian penulis Perjanjian Baru dan Bapa-bapa Gereja untuk
memberikan pengajaran iman dan memelihara kesatuan umat beriman. Mengingat
nilai tersebut, surat pun dapat menjadi locus theologicus ilmu teologi mengenai
Gereja.

Santo Ignatius Loyola dikenal sebagai pendiri dan pemimpin umum Serikat
Yesus, penulis Latihan Rohani, dan tokoh Reformasi Gereja Katolik. Buah karya
Ignatius tersebut memberi kontribusi penting bagi sejarah Gereja. Selama hidupnya,
ia juga meninggalkan karya lain berupa surat-surat dan aneka instruksi. Salah satu
tema surat yang menarik perhatian penulis ialah mengenai kesepahaman dengan
Gereja. Reformasi Protestan dan Anglikan menimbulkan dampak besar bagi
kesatuan Gereja Katolik Roma. Pada konteks itu, Ignatius Loyola menuliskan tiga
surat kepada Yesuit yang diutus ke Irlandia, Konsili Trente, dan ke daerah misi.
Penulis hendak menganalisis pemikiran Ignatius mengenai kesepahaman dengan
Gereja berdasarkan surat-surat tersebut. Pemikiran tersebut berguna untuk
membantu menemukan visi menggereja sesuai karisma Ignatius di dunia masa kini.

Untuk menjabarkan pemikiran Ignatius mengenai kesepahaman dengan


Gereja, akan dipergunakan pendekatan hermeneutika Gadamer dan eklesiologi
Dulles. Gadamer menaruh perhatian kepada kesadaran sejarah dan peranan aplikasi.
Horizon pemahaman sangat dipengaruhi oleh fusi horizon pengarang dan penafsir.
Untuk itu, akan dijabarkan terlebih dahulu latar belakang teks surat-surat tersebut.
Selanjutnya, paparan dari tiga surat Ignatius akan dibaca dengan sudut pandang
Avery Dulles, SJ, teolog kontemporer dari Amerika Serikat. Dulles menyatakan
bahwa dengan mempergunakan analogi model, akan diperoleh pendalaman
pemahaman mengenai Gereja.

Dua model yang muncul dalam penelitian tiga surat Ignatius Loyola adalah
model institusi dan pewarta. Dua model ini menunjukkan bahwa Gereja Ignatius
adalah Gereja yang mewartakan Kabar Gembira dalam kolaborasi dan kesatuan
dengan institusi Gereja. Salah satu tantangan utama Gereja Indonesia ialah
radikalisme agama. Model dari Gereja Ignatius diharapkan membantu memberikan
arah menggereja secara cerdas, tangguh, misioner, dan dialogis mewujudkan
peradaban kasih.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABTRACT

ABSTRAK BAHASA INGGRIS


Letters is a means of communication to deliver written information from one
person to other. Letters can be used to provide information, personal thoughts,
guidelines, or requests. Correspondence via letters have mostly been used by the
authors of the New Testament and the Church Fathers to provide catechism and to
promote unity between the faithful during biblical times. In recent times, letters can
be used to a promote locus theologicus with regards to the ecclesiology.

Saint Ignatius of Loyola, the founder and first Superior General of the Society
of Jesus, who was also the author of the Spiritual Exercises, played a crucial role as
a Reformator of the Church through his use of letters. An interesting theme within
his writings is how he “thinks with the Church” in a time where the Protestant and
Anglican Reformation greatly impacted unity of Catholics in Europe. In that
situation, Saint Ignatius of Loyola wrote three letters to the Jesuits missionaries in
Ireland, the Council of Trent, and those in foreign missions throughout the world.
In this paper, the writer will analyze Saint Ignatius’ thought processes with regards
to “thinking with the Church” that are found within his letters. By doing this, the
writer hopes to discover a vision for the present-day Church in accordance to the
charism of Saint Ignatius

In order to unveil Saint Ignatius’ thoughts with regards to the Church, the
writer will use the methodology of Gadamer’s hermeneutics combined with
theological perspectives of Avery Dulles. Gadamer pays special attention towards
the awareness of history and the role of application. The horizon of understanding
is deeply affected by the fusion of horizons from the author as well as the
interpreter. In order to achieve this goal, the writer will first elaborate the historical
context of Saint Ignatius’ letters. Then, the writer will analyze the findings using
theological perspective of Avery Dulles SJ, an American Jesuit theologian. Dulles
states that by using the analogy of models, we will be able to obtain a deeper
understanding of the Church.

Two models that were found in the analysis of the letters are the Church as
an Institution and the Church as a Herald. These two models show that the church
of Ignatius is the Church that preachers the Gospel through collaboration and unity
with institutions of the Church. One of the main challenges of the Indonesian
Roman Catholic Church is religious fundamentalism. By using models of the
Church of Saint Ignatius, we hope to enrich our approach towards an ecclesiology
based on the civilization of love that is open-minded, resilient, courageous, and
smart.

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Santo Ignatius Loyola ibarat kalimat yang belum mencapai titik. Selama

hidupnya, ia menulis berbagai buku dan hampir tujuh ribu surat. Pengalaman

membaca dan mempelajari tulisan Ignatius di kala formasi membangkitkan

keyakinan dan imajinasi bahwa ia belum paripurna. Cita rasa rohani, visi teologis,

dan cara Ignatius mencintai Gereja pada zamannya dapat digali dari tulisan-

tulisannya.

Sampai saat ini, cukup banyak studi mengenai pemikiran Ignatius dari buku-

bukunya, tetapi masih sangat terbatas kajian mengenai surat-suratnya. Penulis

terdorong untuk menganalisis dan mengkontekstualisasikan surat-surat Ignatius

bagi hidup orang kristiani zaman ini.

Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Teologi di

Universitas Sanata Dharma. Tesis ini berfokus pada gagasan Ignatius mengenai

Gereja Katolik sebagaimana ditunjukkan melalui surat-suratnya. Berdasarkan

pengalaman penulis dalam masa persiapan imamat, muncul kesadaran bahwa

Yesuit adalah manusia-manusia bagi Gereja. Penulis merasa berkewajiban

membaca dan menerjemahkan ajaran Ignatius lebih dekat bagi Gereja masa kini.

Gagasan Ignatius yang luhur mengenai sentire cum Ecclesia perlu didekatkan untuk

membantu para tenaga pastoral dan umat beriman setempat mewujudkan peradaban

kasih dalam masyarakat Indonesia (bdk. Rencana Induk Keuskupan – Keuskupan

Agung Semarang 2035).

Tulisan ini tidak akan muncul tanpa dukungan banyak pihak. Oleh karena itu

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Provinsial Serikat Yesus, Rm.

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dr. Petrus Sunu Hardiyanta, SJ, yang telah memberikan perutusan studi di

Universitas Sanata Dharma; Rm. Dr. JB. Heru Prakosa, SJ selaku pembimbing

pertama dan Rm. Dr. Fl. Hasto Rosariyanto, SJ selaku pembimbing kedua. Terima

kasih bagi Rm. Dr. Leo Agung Sardi, SJ yang dengan murah hati menjadi pakar

diskusi penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada orang tua penulis yang

memberikan dukungan doa. Romo Rektor Dr. Andreas Sugijopranoto, SJ dan

rekan-rekan di Komunitas St. Ignatius Yogyakarta di mana penulis tinggal selama

tiga tahun dan Paroki. St. Yusup Ambarawa tempat penulis menyelesaikan tesis ini.

Penulis mengakui bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna namun penulis

yakin bahwa tulisan ini akan memperkaya dan meneguhkan para pecinta Gereja

untuk semakin sehati-seperasaan dengan Gereja di tengah tantangan zaman ini.

Penulis dengan rendah hati memohon saran dan kritik yang membangun dan

semoga penelitian ini. Ad Maiorem Dei Gloriam!

Yogyakarta, 15 Juni 2018

Penulis

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN PENGESAHAN .......... II

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................ III

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ................................................................. IV

ABSTRAK BAHASA INGGRIS .........................................................................V

KATA PENGANTAR ......................................................................................... VI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... VIII

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.5 Hipotesa .................................................................................................... 9
1.6 Metode Penelitian ................................................................................... 16
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................. 17

BAB II .................................................................................................................. 21

SURAT-SURAT SEBAGAI LOCUS THEOLOGICUS EKLESIOLOGI ...... 21

2.1 Pengantar ................................................................................................ 21


2.2 Eklesiologi Surat-surat Perjanjian Baru ................................................. 23
2.2.1 Rasul Paulus ........................................................................................... 23
2.2.2 Surat-surat Katolik ................................................................................. 31
2.2.2.1 Yakobus .............................................................................................. 32

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.2.2.2 Petrus .................................................................................................. 33


2.2.2.3 Yohanes .............................................................................................. 33
2.2.2.4 Yudas .................................................................................................. 34
2.3 Eklesiologi Surat-surat Bapa Gereja ...................................................... 35
2.3.1 Ignatius dari Antiokhia ........................................................................... 39
2.3.2 Siprianus dari Kartago ............................................................................ 43
2.4 Surat-surat Ignatius Loyola .................................................................... 49
2.4.1 Latar Belakang Penulisan Surat-surat .................................................... 49
2.4.2 Kerangka Surat-surat .............................................................................. 53
2.4.3 Tempat Surat-surat Ignatius dalam Tradisi Serikat Yesus ..................... 58
2.5 Rangkuman ............................................................................................. 63

BAB III ................................................................................................................. 65

KONTEKS DAN PENDEKATAN HERMENEUTIK .................................... 65

TIGA SURAT IGNATIUS LOYOLA ............................................................... 65

3.1 Pengantar ................................................................................................ 65


3.1.1 Landasan Hermeneutika Filosofis Gadamer .......................................... 69
3.1.2 Fusi Horizon: Memahami sebagai Kesepahaman .................................. 71
3.2 Surat kepada Yesuit di Irlandia .............................................................. 74
3.2.1 Konteks ................................................................................................... 75
3.2.2. Isi Pokok ................................................................................................. 86
3.2.3. Asumsi Teologis yang Muncul ................................................................... 88
3.3 Surat kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente ............................... 91
3.3.1 Konteks ................................................................................................... 91
3.3.2 Isi Pokok ............................................................................................... 101
3.3.3 Asumsi Teologis yang Muncul............................................................. 102
3.4 Surat kepada Yesuit yang Diutus ke Misi ............................................ 106
3.4.1 Konteks ................................................................................................. 106
3.4.2 Isi Pokok ............................................................................................... 108
3.4.3 Asumsi Teologis yang Muncul............................................................. 110
3.5 Rangkuman ........................................................................................... 113

BAB IV ............................................................................................................... 115

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ANALISIS TIGA SURAT IGNATIUS LOYOLA ......................................... 115

BERDASARKAN MODEL-MODEL GEREJA AVERY DULLES ............ 115

4.1 Pengantar .............................................................................................. 115


4.1.1 Ignatius Loyola sebagai “Man of the Church” .................................... 115
4.1.2 Sentire cum Ecclesia dalam Latihan Rohani ........................................ 119
4.2 Model-model Gereja Avery Dulles ...................................................... 123
4.2.1 Riwayat Singkat Avery Dulles ............................................................. 123
4.2.2 Ikhtisar Model-model Gereja ............................................................... 126
4.3 Model-model Gereja dalam Tiga Surat Ignatius .................................. 137
4.3.1 Gereja sebagai Institusi ........................................................................ 137
4.3.2 Gereja sebagai Pewarta......................................................................... 143
4.4 Analisis Model dalam Terang Dokumen Gereja .................................. 148
4.4.1 Gereja sebagai Institusi ........................................................................ 148
4.4.2 Gereja sebagai Pewarta......................................................................... 152
4.5 Rangkuman ........................................................................................... 157

BAB V................................................................................................................. 162

KESIMPULAN UMUM DAN RELEVANSI ................................................. 162

5.1 Pengantar .............................................................................................. 162


5.2 Nilai Teologis Surat-surat Ignatius ....................................................... 163
5.3 Sumbangan Model Institusi dan Pewarta bagi Serikat Yesus .............. 167
5.3.1 Gereja sebagai Institusi ........................................................................ 167
5.3.2 Model Gereja sebagai Pewarta ............................................................. 170
5.4 Relevansi Visi Gereja Ignatius di Indonesia ........................................ 173
5.4.1 Mengembangkan Model Institusi Berjejaring dan Dialogis ................. 176
5.4.2 Mengembangkan Model Pewarta yang Mendalam .............................. 178
5.5 Penutup ................................................................................................. 182

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 185

APPENDIKS: .................................................................................................... 194

Surat kepada Pater Alfonso Salmeron dan Paschase Broët di Irlandia ............... 194
Surat kepada Para Yesuit yang diutus ke Konsili Trente .................................... 210

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk Mereka yang Diutus ke Misi .................................................................... 215

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ignatius Loyola (1491-1556) lebih dikenal sebagai tokoh pendiri ordo daripada

penulis dan teolog. Seorang sahabat Ignatius, Hieronimus Nadal, ialah tokoh yang

pertama kali menyebut Ignatius sebagai teolog. Pada abad kini, Hugo Rahner dalam

Ignatius the Theologian (1968) menjelaskan teologi Ignatius secara lebih

sistematis. Hugo Rahner menguraikan antara lain pengaruh pemikiran Bapa-bapa

Gereja, gagasan kristologi Latihan Rohani, dan dimensi pneumatologis dan

eklesiologis teks-teks Ignatius Loyola. 1

Tulisan tokoh Gereja merupakan salah satu cara mengungkapkan pengalaman

imannya. Semasa hidupnya, Ignatius Loyola menulis banyak karangan. Ungkapan

iman itu memiliki kekayaan yang perlu digali agar bermanfaat bagi pembangunan

umat. Sudah cukup banyak usaha menerbitkan kumpulan karangan Ignatius Loyola.

Mengikuti klasifikasi Obras de San Ignacio de Loyola2, tulisan Ignatius dibagi

sebagai berikut:

1. Autobiografi (Wasiat dan Petuah St. Ignatius; Autobiografia)

1
Nadal menyebut Ignatius sebagai “He aquì anuestro Padre teólogo” (FN II, p. 202; M. Nad.
V, p. 284f), Eccovi il nostro Padre teologo (FN II, p. 203), dikutip Hugo Rahner, Ignatius the
Theologian, (London: Geoffrey Chapman, 1968), 1.
2
Ignacio de Loyola, Obras de San Ignacio de Loyola, transcripción, introducciones y notas de
Ignacio Iparraguirre, Cándido de Dalmases, y Manuel Ruiz Jurado, (Madrid: BAC, 1997), vii-xiii.

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Latihan Rohani (Ejercicios)

3. Direktorium Latihan Rohani (Directorios de Ejercicios)

4. Formula Institusi (Forma de la Compañía y Oblacion, 1541)

5. Deliberasi mengenai kemiskinan (Deliberacion Sobre la Pobreza, 1544)

6. Buku harian rohani (Diario Espiritual, 1544-1545)

7. Konstitusi (Constituciones)

8. Regula (yang paling tua, aturan umum, untuk imam dan petugas misa,

aturan rumah di Roma, untuk magister novis, untuk mereka yang sedang

studi dan regula modestiae)

9. Surat-surat dan instruksi (Cartas e Instrucciones).

Masing-masing dokumen memiliki kekhasan. Autobiografi merupakan

warisan rohani tersaring dan dimaksudkan untuk diwariskan kepada para anggota

Serikat. Hieronimus Nadal dalam Autobiografi menerangkan “bagaimana Tuhan

membimbingnya dari awal pertobatannya dan riwayat rohani yang diceritakan

menjadi wasiat dan petuah dari Bapa Ignatius”3. Latihan Rohani merupakan manual

praktis untuk pembimbing retret dengan pendekatan sangat personal. Konstitusi

menjabarkan bagaimana pelaksanaan visi Formula Institusi secara mendetail

khusus bagi anggota Serikat Yesus. Terjemahan dan penelitian atas Latihan Rohani,

3
“Prakata dari P. Hieronimus Nadal” pada Luis Goncalves da Camara, Wasiat dan Petuah St.
Ignatius diterjemahkan oleh Tom Jacobs, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 152. Jerónimo Nadal lahir
di Palma, Mallorca, Spanyol pada 11 Agustus 1507. Ia menempuh studi di Alcala, Paris, dan
Avignon. Di Avignon ia ditahbiskan imam dan meraih gelar doktor teologi. Ia masuk Serikat Yesus
pada 29 November 1545 setelah menjalani retret agung. Ia menjalani formasi Yesuit langsung di
bawah Ignatius di Roma. Nadal berjasa membahasakan visi dan ideal hidup Ignatius. Ia disebut
sebagai penafsir sejati pemikiran Ignatius, khususnya mengenai ajaran “contemplativus in actione”
dan rahmat pendiri yaitu mobilitas rasuli. Ia wafat 3 April 1580 di Roma. Leo Agung Sardi, Jesuit
Magis: Pengalaman Formasi 6 Jesuit Awal, (Serikat Yesus Provinsi Indonesia: 2005), 124-131.

2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Autobiografi, Formula Institusi, dan Konstitusi tersebar dalam pelbagai terbitan di

dalam dan luar negeri.

Surat-surat Ignatius Loyola belum menjadi perhatian penelitian akademis di

Indonesia. Melalui penelitian ini, penulis bermaksud mengangkat karangan asli

Ignatius di tataran teologi, secara khusus pada bidang eklesiologi. Hugo Rahner

pada 1956 menerbitkan koleksi surat Ignatius kepada perempuan dalam Ignatius

von Loyola: Briefweschel mit Frauen4. Hugo meneliti dan membagi surat-surat

Ignatius dengan klasifikasi korespondensi Ignatius dengan para bangsawan,

donatur, murid rohani, ibu para Yesuit, dan sahabat perempuan. Di Perancis,

Dominique Bertrand, pakar surat-surat Ignatius Loyola, menulis disertasi mengenai

politik St. Ignatius Loyola (Dominique Bertrand, La Politique de Saint Ignace:

L’Analyse Sociale. Paris: Cerf, 1985). Ia mengembangkan perbedaan antara relasi

Ignatius dari sisi personal, relasi sosial, spiritualitas, dan politik. Ia kemudian

menulis beberapa penerapan diskresi dalam bidang politik.5 John Correia-Afonso

pada 1954 menyelesaikan disertasi Jesuit letters and Indian history: a study of the

nature and development of the Jesuit letters from India (1542–1773) and of their

value for Indian historiography di Universitas Bombay dengan tema historiografi

India sebagaimana tertuang dalam korespondensi antar Yesuit pada kurun 1542-

1773. Dalam penelitiannya, John menyebutkan perhatian istimewa Ignatius Loyola

terhadap segala informasi mengenai India yang akhirnya menyumbangkan

historiografi India.6

4
Ignatius, dan Hugo Rahner, Letters to Women, (New York: Herder and Herder, Inc., 1960).
5
Carlos Coupeau, “Ignatian Spirituality Publications since 1999” Review of Ignatian
Spirituality Issues XL, (2009), 69.
6
John Correia-Afonso, Jesuit Letters and Indian History 1542-1773, (Bombay: Oxford
University Press), 1969.

3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada paruh abad kedua puluh, Konsili Vatikan II mengeluarkan Dekret

tentang Pembaruan dan Penyesuaian Hidup Religius (Perfectae Caritatis).

Dokumen ini menyebutkan asas-asas umum untuk mengadakan pembaruan yang

sesuai. PC menegaskan perlunya setiap religius kembali ke Kitab Suci, semangat

pendiri, dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman:

“akan sangat bermanfaat bagi Gereja bila tarekat memiliki corak dan
perannya yang khas. Maka, hendaknya diakui dan dipelihara semangat para
pendiri serta maksud-maksudnya yang khas, begitu pula tradisi yang sehat,
yang kesemuanya merupakan pusaka warisan setiap tarekat” (PC 2).

Gerakan revitalisasi ini ditempatkan dalam istilah payung “aggiornamento”

yang secara etimologis berarti “membawa kepada zaman kini”. Dengan demikian,

surat-surat Ignatius merupakan bahan studi yang relevan bagi agenda pembaruan

Serikat Yesus pada khususnya dan Gereja pada umumnya.

Kumpulan surat Ignatius pertama pertama kali dicetak pada 1804 di Bologna,

Italia dan dicetak ulang pada 1837 dalam bahasa Latin. Pada 1848, Yesuit Jerman,

Christoph Genelli, menerbitkan Das leben des heiligen Ignatius von Loyola, Stifters

der Gesellschaft Jesu, yang berisi riwayat Ignatius disertai kumpulan surat dalam

bahasa Spanyol dan Latin. Pada 1870, Yesuit Prancis, Marcel Bouix, menerbitkan

Lettres de S. Ignace de Loyola, fondateur de la Compagnie de Jésus, yakni

terjemahan 145 surat Ignatius dalam bahasa Prancis. Selain itu, masih terdapat

aneka terjemahan dalam bahasa modern Jerman, Italia, Jepang, Polandia, Portugis,

4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Inggris, dan Spanyol. Pada 1959, William Young menerjemahkan dan menerbitkan

222 surat dalam bahasa Inggris.7

Usaha terbesar di kalangan Yesuit Spanyol selama 15 tahun menghasilkan enam

volume dengan 842 surat. Inilah edisi yang akan menjadi dasar Monumenta

Historica. Proyek Monumenta Ignatiana ex autographis vel ex antiquioribus

exemplis collecta yang diterbitkan oleh Institutum Historicum Societatis Iesu 1903-

1911 di Madrid berhasil memuat 12 volume surat dan instruksi Ignatius Loyola.

Pada tahun 1964-1968, Institutum Historicum Societatis Iesu di Roma menerbitkan

kembali volume tersebut dalam dua belas volume Monumenta Historica Societatis

Iesu.8 Perhatian bagi publikasi dan kajian akademis tentang tulisan Ignatius

membantu mengenal pergulatan Gereja pada masa itu, memahami pemikiran

Ignatius secara lebih dekat, menemukan masukan bagi hidup rohani dan cara

menggereja masa kini.

1.2 Rumusan Masalah

Pertanyaan utama yang hendak dijawab dalam tesis ini ialah: bagaimanakah

visi surat Ignatius Loyola mengenai sentire cum Ecclesia dapat hidup dan

dikembangkan di tengah masyarakat Indonesia yang pluralis? Pertanyaan tersebut

terdiri dari dua pertanyaan pendukung yang digali dari tesis ini. Pertanyaan

pertama, bagaimanakah surat-surat Ignatius Loyola dapat dipakai sebagai locus

7
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius Loyola, diterjemahkan oleh William J. Young
(Chicago: Loyola University Press, 1959).
8
Ignatius of Loyola, Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, ix.

5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

theologicus bagi eklesiologi? Pertanyaan kedua, bagaimanakah sentire cum

Ecclesia dibicarakan dalam tiga surat Ignatius Loyola di tengah situasi Reformasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dibuat dalam rangka studi teologi. Penulis akan lebih

menjelaskan sumbangan penelitian ini bagi teologi, khususnya eklesiologi. Ignatius

Loyola merupakan tokoh penting reformasi Gereja Katolik pada abad keenam belas

yang tidak dapat disangkal memiliki paradigma kuat mengenai Gereja. Teologi

Ignatius mengenai Gereja secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

cara berpikir dan bertindak pengikutnya hingga zaman ini.

Dengan penelitian teks surat-surat Ignatius ini, penulis bermaksud:

1. Mengejawantahkan visi, misi, dan tujuan studi pada Fakultas Teologi

Universitas Sanata Dharma, khususnya mencari sumbangan inovatif bagi

terciptanya masyarakat yang bermartabat dalam kemajemukan dan dialog

dengan agama lain.

2. Melengkapi gambaran yang lebih baik mengenai Ignatius sebagai salah

seorang teolog yang berpengaruh bagi Gereja Katolik, khususnya perihal

sentire cum Ecclesia.

3. Mengembangkan dan mendorong suatu model menggereja yang cerdas,

tangguh, misioner sekaligus inklusif menurut ajaran Ignatius dalam konteks

kebinekaan Indonesia.

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penulis akan memanfaatkan tiga surat Ignatius yang membahas mengenai

kesepahaman dengan Gereja sebagai bahan utama penelitian. Surat yang akan

dipergunakan dalam penelitian ini adalah surat kepada surat kepada Alfonso

Salmeron dan Paschase Broët di Irlandia (September 1541), surat kepada Yesuit

yang diutus ke daerah misi (8 Oktober 1552), dan surat kepada Diego Laínez,

Alfonso Salmeron, dan Claude le Jay di Konsili Trente (1546). Periode penulisan

tiga surat ini ialah setelah Serikat Yesus didirikan secara definitif dan menerima

misi-misi penting dari Takhta Suci.

Berdasarkan hemat penulis, tiga surat ini paling mewakili pemahaman

Ignatius mengenai Gereja di tengah gerakan Reformasi. Meskipun demikian, tidak

berarti bahwa surat-surat lain tidak memuat aspek kesepahaman Gereja dan tidak

memiliki kontribusi bagi eklesiologi Ignatian. Pembatasan teks bermanfaat untuk

menemukan fokus permasalahan dan kedalaman pembahasan. Penulis akan

memanfaatkan teks lain karangan Ignatius Loyola (Autobiografi, Latihan Rohani,

Formula Instituti, Konstitusi, dan surat lain) sejauh berguna untuk memahami teks.

1.4 Manfaat Penelitian

Sampai dengan saat ini, belum ada penelitian khusus mengenai surat-surat

Ignatius Loyola di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma. Kajian penelitian

ini akan melibatkan studi teks-teks Ignatius dalam bahasa Inggris, hermeneutika

historis-kritis, sejarah Gereja abad keenam belas, dan eklesiologi abad keenam

belas, dan eklesiologi modern.

7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ada tiga tujuan penelitian ini bagi ilmu pengetahuan di Indonesia.

Sumbangan penelitian ini adalah:

i) Studi primary sources teks-teks Ignatius Loyola. Surat Ignatius akan

ditinjau dari sudut pandang eklesiologi. Penelitian ilmiah mengenai teks-

teks surat Ignatius Loyola dari abad keenam belas akan memberikan

sumbangan akademis baru mengenai gagasan kesepahaman dengan Gereja

bagi Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.9

ii) Sarana berdialog dengan Gereja-gereja Reformasi. Ignatius menulis

dalam bahasa teologi zaman Reformasi. Oleh sejarawan, ia dimasukkan

sebagai salah satu tokoh penting reformasi Katolik (the Catholic

reformation).10 Momentum 500 tahun Reformasi dijadikan sebagai

kesempatan Gereja-gereja untuk mendukung kesatuan ekumenis di tengah

masyarakat multikultural sebagai tanggapan atas doa Yesus “supaya

mereka semua menjadi satu” (Yoh 17:21).

iii) sumbangan untuk memahami secara lebih baik eklesiologi Ignatian

bagi Yesuit, rekan kerja awam, paroki, dan siapa saja yang berminat

mempelajari kesepahaman dengan Gereja. Studi surat-surat juga

bermakna sebagai usaha melestarikan karisma pendiri. Cara-cara macam

ini membantu setiap Yesuit di satu sisi terus menyatu dengan sumber-

9
Penulis berusaha menanggapi tema Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma 2016-2017
yang bertajuk “Iman dalam Tantangan Radikalisme, Fundamentalisme, dan Konservatisme.”
Meskipun memakai istilah “kesepahaman dengan Gereja”, penulis hendak menunjukkan visi kontra
literalisme religius. Sementara, kaum fundamentalis memahami rumusan testual dari suatu teks
religius secara mentah-mentah tanpa menyadari bahwa suatu rumusan tak pernah bersifat a-historis
karena selalu terkait dengan konteks dan alam pikir tertentu. Buku Pedoman Studi Tahun Akademik
2016/2017, (Yogyakarta: Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, 2016), 140.
10
Denis Janz (ed.), A Reformation Reader: Primary Texts with Introduction, (Minneapolis:
Fortress Press, 1999), 368-373; Lindberg, Carter, The European Reformation, (Oxford: Blackwell,
1996), 345-350.

8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sumber kekayaan rohani dan rasuli masa lalu, dan di sisi lain tetap aktual

serta komunikatif dengan alam zamannya (creative fidelity).11 Pemahaman

ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk Gereja lokal.

Dengan memakai istilah Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang ke-7

(2016-2020), penelitian ini bermaksud mengembangkan iman umat yang

“cerdas, tangguh, missioner, dan dialogis” di tengah kebinekaan.

1.5 Hipotesa

Hidup dan pelayanan Ignatius Loyola tidak terpisah dari adanya Gereja.

Hugo Rahner menyebut Ignatius sebagai “a man of the Church” (sang manusia

Gereja). Burkhart Schneider menyebutnya sebagai “Kirchlichkeit” (churchliness),

dan Pedro de Leturia menyebutnya “romanita”. Roma tidak hanya mengacu kepada

wilayah geografis tetapi terutama otoritas gerejawi, yakni Takhta St. Petrus, Bapa

Suci, wakil Kristus di dunia.12 Demikian pula, Serikat Yesus ada di dalam Gereja

dan untuk Gereja. Sejak awal, Serikat Yesus didirikan untuk mengemban misi

Gereja: “...didirikan terutama untuk tujuan ini: berjuang khususnya bagi pembelaan

dan penyebaran iman dan kemajuan jiwa-jiwa dalam hidup dan ajaran kristiani...”13

11
“Kesetiaan” dalam dokumen Vita Consecrata tidak hanya menunjuk kualitas seseorang
untuk setia di dalam tugas-tugas dan tidak membiarkan diri dipecah perhatiaannya oleh hal-hal lain,
melainkan juga menunjuk ikatan dan kedekatan seorang religius terhadap tarekatnya. Karena itu
misalnya dalam dokumen tersebut disebut “kesetiaan terhadap karisma pendiri” (VC 36) dan
“kesetiaan kreatif” dalam arti seorang religius mampu menanggapi kebutuhan-kebutuhan zaman
tanpa meninggalkan inspirasi perdana tarekat (VC 37).
12
Cándido Dalmases, “The Church in the Personal Experience of St. Ignatius”, CIS Vol. XIV
No 43 (1983), 51
13
Formula Instituti 1550 [1].

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk menjalankan misi Serikat, maka sebagai pimpinan tertinggi Serikat Yesus,

Ignatius menuliskan aneka surat untuk konteks dan situasi setempat.

Autobiografi merupakan sumber pertama yang menyajikan perjumpaan

Ignatius dengan otoritas Gereja: sikap Ignatius terhadap pimpinan Fransiskan di

Yerusalem (Autobiografi 46-48), permasalahan dengan Inkuisisi di Alcala (60-61),

penyerahan kepada Uskup agung Toledo (63), izin ziarah dan pilihan ditahbiskan

sebagai imam Katolik (93) hingga akhirnya keputusan bulat untuk pergi ke Roma

dan mempersembahkan diri kepada Paus (96). Dari Autobiografi, mulai tampak

tegangan dan pilihan bebas Ignatius terhadap Gereja yang didasari oleh devosi dan

gagasannya terhadap Kristus yang mengejawantah dalam Gereja-Nya.

Ignatius mencintai Gereja dengan sepenuhnya namun tidak lepas dari

cekalan Gereja. Ketika mulai memberikan pengajaran kepada banyak orang,

Ignatius pernah dicurigai sebagai alumbrados oleh Inkuisisi. Ia dianggap terlalu

mendasarkan ajaran teologinya dari atas, yakni dari Roh Kudus, dan bukan terutama

dari traktat dan buku teologi. Ia dianggap berbahaya bagi kemurnian hidup dan

ajaran Gereja. Teolog Dominikan paling terkenal di Spanyol, Melchior Cano antara

1556 dan 1558 menulis surat- surat yang diberi judul Censura y parecer contra el

Instituto de los Padres Jesuitas. Ia menulis dan ingin menunjukkan kepada Paus

Paulus IV bahwa Serikat Yesus berbahaya bagi Gereja dan Negara. Menurut Cano,

Serikat Yesus, Ignatius, dan Latihan Rohani bersifat sesat dan harus diperiksa

secara saksama.14

14
Brian O’Leary, “The Mysticism of Ignatius of Loyola”, CIS, Vol. XXXVIII, No 3, (2007),
87.

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Frasa sentire cum Ecclesia sendiri diambil dari judul pedoman dalam buku

Latihan Rohani (352). Akan tetapi, penamaan “Pedoman Kesepahaman dengan

Gereja” tidak berasal dari Ignatius. Akan tetapi, judul ringkas ini dilestarikan

selama empat abad dan kemudian diterima secara luas untuk menjelaskan maksud

Ignatius sendiri.15 Dalam tulisan ini, penulis akan memakai frasa ini sebagai sikap

atau kerangka teologis yang paling kuat dan mewakili gagasan Ignatius terhadap

Gereja. Para ahli membandingkan teks-teks yang muncul dari masa ke masa.

Dokumen awal versio prima (1541) berjudul “pedoman kesepahaman di dalam

Gereja” dan teks Polanco berjudul “pedoman kesepahaman dengan Gereja.”

Diperkirakan ada perbedaan terpendam antara kedua formula ini. Yves Congar

mengambil kesimpulan bahwa ada dua posisi berbeda yang ingin mencerminkan

maksud Ignatius, sebab, keduanya sama-sama diterima pada saat yang sama. Akan

tetapi, teks pertama, yang termuat dalam autograf Ignatius lebih kaya dan dalam

maknanya. Teks kedua lebih ‘dingin’ dan lebih bercorak yuridis.

Di berbagai nomor Latihan Rohani, Sentire merupakan kata yang kaya akan

makna. Ignatius memakai kata benda sentido, dari kata kerja sentir (memiliki

tanggapan sepenuh hati). Dalam terjemahan Inggris, Ganss tidak mau memakai satu

kata untuk mengekspresikan kata sentido, alih-alih ia memakai tiga kata kerja

thinking, judging, and feeling. Mengutip George Ganss, David Fleming

menunjukkan bahwa Sentir berkonotasi baik rasional maupun afektif, sejenis

kesepahaman yang menyangkut diri manusia sepenuhnya. Sentire melibatkan

pengetahuan namun lebih besar daripada pengetahuan intelek. Sentire

15
George E. Ganss, “St. Ignatius's Rules for Thinking with the Church”, STUDIES in the
Spirituality of Jesuits, Vol. VII, No. 1, (1975), 12.

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengungkapkan pengetahuan yang nyata, yang meresap kuat, menunjukkan

kecintaan terhadap objeknya. Mengacu pada gagasan ini, Coathalem

memparafrasekan judulnya sebagai: “Pedoman untuk mengambil tindakan sesuai

dengan gerak hati sebagai putra sejati dan anggota Gereja pejuang…” Sementara,

dalam versio prima-nya, Ignatius memberi catatan “… Gereja pejuang, yaitu

(Gereja) Roma.” Kata ‘Roma’ sangat tegas merujuk kepada Gereja Katolik yang

dipimpin oleh Bapa Suci dan para penggantinya.16

Dari analisis surat Ignatius mengenai sentire cum Ecclesia, penulis akan

menunjukkan apakah seperti pemikiran Ignatius terhadap Gereja serta

menunjukkan relevansi pemikirannya bagi zaman ini. Menghadapi Lutheranisme

dan Anglikanisme, Ignatius Loyola tidak melulu bersikap konfrontatif tetap

menghormati diskursus dengan pihak musuh. Penulis merasa gagasan Ignatian yang

di satu sisi sangat eklesiosentris dan di lain sisi sangat dialogis ini tepat dijadikan

pedoman menggereja di tengah kemajemukan dan tantangan fundamentalisme

agama di Indonesia. Mempelajari surat-surat Ignatius menjadi salah satu sarana

teologis untuk mendorong kesepahaman dengan Gereja di tengah relasi dengan

agama lain.

Eklesiologi Ignatius dibentuk oleh pengalaman personal dan situasi

zamannya. Pada zaman Ignatius, Gereja sedang mengalami Reformasi Lutheran,

Zwingli, Calvinis, Anglikan dan pasca pengusiran orang Moor dari tanah Spanyol.

Reformasi Protestan merupakan salah satu peristiwa paling penting yang menandai

16
Hervé Coathalem, Ignatian Insights: A Guide to the Complete Spiritual Exercises,
diterjemahkan oleh Charles J. McCarthy, cetakan kedua, (Taichung, Taiwan: Kuangchi Press, 1971),
299.

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sejarah Gereja abad XVI. Kesulitan yang dialami Gereja Katolik Roma pada masa

itu di antaranya krisis kepemimpinan, korupsi para pejabat Gereja, dan rendahnya

kualitas klerus. Gereja dihujani kritik tajam atas kewibawaan otoritas, praksis

peribadatan dan sakramen, dan ajaran teologi.17 Serikat Yesus perdana menjadi

salah satu penegak Kontra-reformasi (Gegenreformation)18 yang dipercaya Takhta

Suci.

Tiga konteks surat yang dibahas dalam penelitian ini meliputi situasi

Irlandia dan Inggris, Konsili Trente, dan daerah misi.

Pertama, persoalan pemisahan Gereja Inggris dari Gereja Katolik Roma

menimbulkan persoalan yang tidak mudah, tidak hanya di Inggris tetapi juga

kawasan-kawasan sekitarnya. Dalam situasi itu dua Yesuit perdana, Alfonso

Salmeron dan Paschase Broët, diutus Paus ke Irlandia sebagai utusan kepausan

untuk Irlandia. Ignatius menuliskan surat kepada mereka mengenai cara

menjalankan tugas perutusan tersebut. Maksud isi surat adalah membawa kembali

umat ke pangkuan Gereja Katolik Roma. Yang menjadi perhatian utama surat ini

17
Mario Fois, “The Hierarchial Church in the Time of St. Ignatius”, CIS Vol. XIV, No 3,
(1983), 11-50.
18
Kata kontra-reformasi ditemukan oleh sejarawan Lutheran Jerman pada akhir abad kedelapan
belas untuk menggambarkan usaha politis, diplomatis, dan militer Gereja Katolik Roma pada abad
keenambelas dan ketujuhbelas dalam rangka memerangi Reformasi. Usaha ini berakhir dengan
perjanjian di Westphalia pada tahun 1648 pada saat akhir perang tiga puluh tahun. John O’Malley,
“The Jesuits, St. Ignatius, and The Counter Reformation: Some Recent Studies and Their
Implications for Today”, The Way, Vol. XIV, No 1, (1982), 3. Sementara kaum sejarawan memakai
istiah “Reformasi Katolik” daripada kontra-Reformasi untuk menunjukkan Katolik Roma yang
membarui diri dari dalam, guna menyingkirkan kritik kaum Protestan. Alister McGrath, Historical
Theology: An Introduction to the History of Christian Thought, (New Jersey: Wiley-Blackwell,
1998), 163.

13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bukanlah bagaimana menjaga agar tidak terjadi situasi yang lebih buruk, melainkan

bagaimana lebih banyak manfaat rohani bisa diperoleh sebagai buah kerasulan.19

Kedua, Paus Paulus III meminta Ignatius mengirimkan tiga Yesuit sebagai

teolog Konsili Trente. Ignatius menunjuk Diego Laínez, Alfonso Salmeron, dan

Petrus Faber. Laínez dan Salmerón tiba di Trente pada 18 Mei 1546. Claude le Jay

sudah tiba di sana sejak Desember sebagai penasihat bagi Kardinal Otto Truchsess

von Waldburg dari Augsburg. Sebelum berangkat dari Roma menuju Trente,

demamnya kambuh dan akhirnya ia meninggal pada 1 Agustus 1546.20

Laínez dan Salmerón mendapat tugas membuat abstrak dari buku-buku

Reformis Protestan dan meringkasnya sebagai bahan diskusi pembuka Konsili.

Keduanya juga memberikan ceramah sebelum para bapa konsili bertemu. Sebelum

keduanya meninggalkan Roma pada awal 1546, Ignatius menulis petunjuk dan

menawarkan nasihatnya mengenai bagaimana berhubungan dengan orang lain di

Konsili, meneguhkan mereka untuk merasul di antara penduduk kota Trente, dan

menganjurkan beberapa petunjuk yang dapat membantu mereka di sana.21

Ketiga, Ignatius mengemban misi untuk mengembalikan orang-orang

Jerman ke pangkuan Gereja Katolik. Salah satu upaya yang perlu dibuat adalah

memperkenalkan kembali ajaran-ajaran Katolik, terutama ketika berhadapan

dengan ajaran Protestan. Persoalannya, Gereja Protestan lebih berhasil

memperkenalkan ajaran mereka mengenai kontroversi dengan ajaran Gereja

19
“To Paschase Broët and Alfonso Salmeron”, Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, 58-
67.
20
William V. Bangert, A History of the Society of Jesus. (St. Louis: Institute of Jesuit
Resources, 1986), 24.
21
“To the Fathers of the Council of Trent”, Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, 128-
131.

14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Katolik. Ajaran Protestan, dalam kategori bahasa waktu itu, adalah ajaran heretik.

Dalam suratnya kepada Petrus Kanisius, Ignatius secara eksplisit mendorong

Kanisius untuk menuliskan buku pegangan pengajaran iman Katolik, buku

katekismus. Buku katekismus Kanisius mengajarkan iman yang benar dalam

kesepahamannya dengan Gereja Katolik.22

Sejarawan John W. O’Malley, mengajukan pendapat bahwa relasi Ignatius

dengan kepausan baru merupakan bentuk luar eklesiologi dan struktur pastoral.

Rekonstruksi eklesiologi di balik realitas ini lebih sukar dipelajari sebab memang

tidak ada eklesiologi resmi dan utuh diajarkan. Usaha menemukan eklesiogi

Ignatius umumnya diambil dari “pedoman kesepahaman dengan Gereja” [LR 352-

370] dan teks yang ditulis oleh Yesuit lain, seperti Laínez, Nadal, Kanisius, dan

Ignatius sendiri. O’Malley menyatakan bahwa terbuka kemungkinan meneliti

eklesiologi Ignatius dan menyarankan metodologi yang lebih luas.23

Melalui tiga suratnya, terlihat bahwa Ignatius mengartikulasikan sentire cum

Ecclesia dengan menaruh perhatian pada kualitas pembinaan calon imam

berkualitas, pembinaan kader awam, khotbah, pelayanan kasih, penerbitan

katekismus dan buku agama. Pendekatan ini berguna untuk menghadang

penyebaran bidah zaman itu sekaligus memperbaiki mutu internal kekatolikan. Dari

teks yang sama, Ignatius menaruh hormat kepada Gereja hierarkis tetapi tidak

terlalu sering menggambarkan Gereja struktur yuridis, sebab Gereja menurut

Ignatius dipahami dan diproyeksikan untuk: “membantu jiwa-jiwa.”24 Ignatius

22
“To Peter Canisius”, Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, 499-508.
23
John W. O'Malley, The First Jesuits, (Cambridge: Harvard University Press, 1993), 297.
24
O'Malley, The First Jesuits, 298.

15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sudah memiliki dan melibatkan sensus fidelium untuk mengajak umat menjadi –

dalam istilah Dulles – Gereja persekutuan murid-murid yang benar. Hipotesis inilah

yang hendak diangkat dalam penelitian ini.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini

adalah penelitian pustaka. Penulis akan melakukan penjabaran umum mengenai

kedudukan surat sebagai locus theologicus studi mengenai Gereja. Menurut hemat

penulis, Paulus dan para Bapa Gereja mempergunakan surat untuk membangun

sentire cum Ecclesia di antara umat mereka. Sebab, beberapa jemaat Paulus dan

Bapa Gereja ditandai dengan ciri ketersebaran dan penganiayaan.

Penulis akan memberikan uraian singkat mengenai paham dan fungsi surat

yang ditulis pada zaman para rasul dan Bapa Gereja. Surat-surat tersebut

merupakan locus theologicus untuk merefleksikan Gereja pada zamannya.

Penelitian akan dibatasi pada surat-surat Ignatius saja, mengingat teks klasik lain,

seperti Latihan Rohani [LR 352-370], juga merupakan sumber penting dan klasik

mengenai pedoman kesepahaman dengan Gereja.

Ignatius memakai sarana yang sama untuk memelihara para Yesuit dalam

perutusan Gereja. Penulis akan beranjak menjelaskan latar belakang penulisan

surat-surat Ignatius Loyola disertai teknis penulisan, klasifikasi, dan relevansinya

bagi Serikat Yesus zaman ini. Olah karena itu, penulis berpendapat bahwa surat

Ignatius merupakan sebagai sumber berteologi yang kredibel bagi penelitian ini.

16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk membantu menjabarkan tiga surat mengenai kesepahaman dengan

Gereja, penulis akan mempergunakan pendekatan hermeneutis Gadamer. Tujuan

utama Gadamer adalah untuk memahami teks di dalam kerangka berpikir yang

lebih komprehensif, dan bukan hanya terjebak pada yang tertulis saja.

Hermeneutika Gadamer akan membantu menafsirkan bagaimana horizon teks

Ignatius pada Era Reformasi di Eropa abad keenam belas dengan horizon zaman

ini.

Rekomendasi Ignatius untuk Reformasi Gereja dari dalam, yakni hormat

terhadap hierarki, pembinaan moral pemimpin agama, pejabat pemerintahan

setempat, pendidikan klerus, dukungan bagi Konsili Trente, termasuk etiket

berkomunikasi menunjukkan opsinya untuk mengusahakan sentire cum Ecclesia.

Dari data-data yang muncul, penulis akan mempergunakan pemikiran salah

satu teolog Katolik, Kardinal Avery Dulles mengenai “Model-model Gereja” untuk

menganalisis gagasan Ignatius dari sudut pandang eklesiologis.

Dalam momentum peringatan 500 tahun Reformasi, menyongsong

Yubileum Agung 2035 dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang –

penulis akan menunjukkan pula bahwa Ignatius menunjukkan pintu masuk bagi

hubungan antara agama dan kepercayaan. Dari penelitian ini tampak bahwa

pendekatan inklusif Ignatius dapat menjadi model ekumenisme dan dialog agama.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian pustaka yang dikenakan di sini mempergunakan bahan mentah

dari surat-surat Ignatius. Untuk menafsirkan teks tersebut, penulis mempergunakan

17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

metodologi hermeneutika Hans-Georg Gadamer yang memperhitungkan

kesejarahan, peranan aplikasi, horizon pengarang dan penafsir. Dalam rumpun ilmu

teologi, bahan tersebut kemudian ditimbang dengan pemikiran eklesiologis Avery

Dulles. Penulis mulai menyuguhkan posisi teologis pribadi berdasarkan penelitian

ini dengan mempertimbangkan situasi kontekstual di masa kini.

Tesis ini akan disusun menjadi lima bab. Bagian pertama ialah bagian

pendahuluan yang meliputi latar belakang persoalan penelitian ini dan kemudian

rumusan masalah yang akan diteliti dan dijawab, tujuan dan manfaat penelitian ini

bagi ilmu pengatahuan dan masyarakat, metode penelitian yang digunakan, dan

sistematika tulisan.

Pada bagian kedua, penulis akan memberi kerangka teoretis mengenai

peranan surat dalam mendukung kesepahaman hidup menggereja. Surat menjadi

locus theologicus ilmu teologi mengenai Gereja.25 Menurut Cano, ada sepuluh loci

yang merupakan sumber locus theologicus. Berdasarkan hierarki atau tingkatan

bobotnya, sumber-sumbernya adalah Kitab Suci, Tradisi Kristus dan para rasul,

otoritas Gereja Katolik, otoritas konsili-konsili, otoritas Gereja Roma, otoritas para

Bapa Gereja Roma, otoritas para teolog skolastik, nilai akal insani, otoritas para

filsuf, dan otoritas sejarah. Dalam hierarki locus theologicus tersebut, surat-surat

Ignatius Loyola bisa disejajarkan dengan dengan gugus “para teolog skolastik.”

25
Konsep locus theologicus pertama kali dikemukakan oleh Melchior Cano (1509-1560).
Karya monumentalnya De locis theologicis diterbitkan sesudah kematiannya. Locus theologicus
merupakan tempat atau wahana yang dikhususkan untuk pelbagai macam pokok persoalan yang
dapat diverifikasi. Eddy Kristiyanto, Sejarah sebagai Locus Philosopicus et Theologicus,
(Yogyakarta, Lamalera, 2008), 31-21.

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk menjangkau locus theologicus yang lebih tinggi, yakni Kitab Suci,

penulis akan menelusuri surat-surat Perjanjian Baru. Pada Gereja abad pertama,

surat dipergunakan oleh St. Paulus untuk berkomunikasi dengan umat kristiani yang

tersebar di mana-mana.26 Isi surat mereka tidak hanya pewartaan iman akan Yesus

Kristus tetapi sudah menyangkut aneka perkara praktis dalam jemaat. Pada era

pascarasuli, surat kembali dipergunakan para uskup dan Bapa Gereja. Beberapa

surat karangan Ignatius dari Antiokhia (107) dan Siprianus dari Karthago (258)

mendapatkan kedudukan tinggi dalam studi perkembangan eklesiologi.27

Pada bagian ketiga, penulis hendak menjabarkan apa itu hermeneutika

Gadamer dan konteks umum tiga surat Ignatius Loyola mengenai sentire cum

Ecclesia. Alasan penulis mempergunakan hermeneutika Gadamer adalah karena ia

menaruh perhatian kepada kesadaran sejarah dan peranan aplikasi. Konsentrasi

hermeneutika Gadamer adalah upaya memahami dan mengkritisi prinsip-prinsip

hermeneutik dalam sejarah aktual dan perwujudan di masa kini. Bagi Gadamer,

mustahillah manusia dapat membersihkan diri dari horizon kekiniannya.

Konteks umum surat-surat ialah situasi Gereja Katolik Roma di tengah

merebaknya Reformasi. Di setiap surat, Ignatius Loyola memberikan reaksi kepada

situasi partikular yang terjadi pada saat itu. Surat yang akan dipergunakan dalam

26
Ada dua pendapat mengapa Paulus menulis surat. Asumsi pertama, surat menjadi sarana
kehadiran Paulus di kala ia tidak dapat mengunjungi secara pribadi umat kristiani di Mediterania.
Asumsi kedua, Paulus memang memilih surat daripada mengunjungi secara langsung jemaatnya.
Randolph Richardsa menunjukkan bahwa tidak ada hierarki prioritas (kunjungan, utusan, dan surat)
dalam memelihara jemaat Paulus. Paulus memilih cara dan sarana yang paling efektif sesuai kondisi
masing-masing. Randolp Richards, Paul and First-Century Letter Writing: Secretaries,
Composition and Collection, (Downers Grove: InterVarsity Press, 2004), 16.
27
Sebagai contoh, gagasan unitas dalam surat-surat Siprianus menyumbangkan dasar
pemersatu Gereja ketika menghadapi perpecahan Gereja di Afrika Utara, Kekaisaran Roma. Erik
Thaddeus Walters, “Unitas in Latin Antiquity: the Contribution of Cyprian” (Disertasi Doktoral
yang Tidak Dipublikasikan, Universität Wien, 2010), 3.

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penelitian ini adalah surat kepada surat kepada Alfonso Salmeron dan Paschase

Broët di Irlandia (September 1541), surat kepada surat kepada Yesuit yang diutus

ke daerah misi, (8Oktober 1552) dan surat kepada Diego Laínez, Alfonso Salmeron,

dan Claude le Jay di Konsili Trente (1546).

Pada bagian keempat, penulis melakukan analisis eklesiologis atas surat-

surat Ignatius Loyola dengan mempergunakan pendekatan model-model Gereja.

Menurut Avery Dulles, Gereja merupakan misteri seperti realitas teologis lainnya.

Jika hendak berbicara benar mengenai misteri, maka perlu mempergunakan analogi

berdasarkan pengalaman mengenai dunia. Dengan mengambil dan mempergunakan

analogi sebagai model, akan diperoleh pendalaman pemahaman mengenai Gereja.28

Setiap pernyataan Ignatius yang ditemukan dalam teks surat berguna untuk

menunjukkan sikap Ignatius terhadap Gereja.

Pada bab kelima, yaitu penutup, penulis hendak memberikan kesimpulan

gagasan sentire cum Ecclesia menurut Ignatius Loyola berdasarkan tiga suratnya.

Ada dua model utama disajikan penulis, yakni model institusi dan pewarta.

Mempelajari surat-surat Ignatius menjadi salah satu sarana teologis yang inspiratif

untuk mendorong dialog antara Gereja Katolik di tengah masyarakat Indonesia

yang pluralis.

28
Dulles, Models of the Church, 7.

20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

SURAT-SURAT SEBAGAI LOCUS THEOLOGICUS

EKLESIOLOGI

“One can’t have God as Father


who does not first have the Church as mother.”
(Cyprian, Ep 74, n. 7)

2.1 Pengantar

Untuk memenuhi tujuan dari penelitian yang telah disampaikan dalam bab

pendahuluan, penulis perlu menunjukkan surat-surat yang menjadi locus

theologicus bagi eklesiologi. Pada bab ini, penulis akan membatasi sumber

pemikiran eklesiologi zaman Perjanjian Baru hingga sebelum Ignatius Loyola

sejauh ditemukan berbentuk surat.

Gereja Katolik mempergunakan surat-surat yang masuk kanon Kitab Suci

dan surat-surat Bapa Gereja sebagai salah satu sumber teologi. Melchior Cano

(1509-1560) dalam De locis theologicis menyebutkan sepuluh loci yang merupakan

sumber locus theologicus, yakni Kitab Suci, Tradisi Kristus dan para rasul, otoritas

Gereja Katolik, otoritas konsili-konsili, otoritas Gereja Roma, otoritas para Bapa

Gereja Roma, otoritas para teolog skolastik, nilai akal insani, otoritas para filsuf,

dan otoritas sejarah. Cano menerapkan kriteria tentang otoritas absolut locus

21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

theologicus mengenai Kitab Suci dan Tradisi, Bapa Gereja, para teolog, dan para

iuris. Sebelum ada gagasan Cano pertanyaan mengenai pendahuluan berteologi

tidak pernah ditempatkan sebagai ilmu terpisah. Dialektika umum dianggap

mencukupi sebagai pendahuluan teologi. Cano mengamati bahwa teologi pertama-

tama menarik argumen dan bukti-bukti dari otoritas, dan hanya memakai akal budi

sebagai hamba iman.29

Pada bagian ini, penulis hendak menunjukkan penggunaan surat-surat Kitab

Suci dan Tradisi sebagai locus theologicus untuk studi mengenai Gereja. Penulis

memanfaatkan hasil analisis eklesiologi surat-surat Paulus dan Bapa-bapa Gereja

untuk menunjukkan peluang dan kontinuitas berteologi berdasarkan surat-surat

Ignatius Loyola.

Pakar Perjanjian Baru, James D.G. Dunn menyebut Paulus sebagai teolog

kristiani yang pertama. Ada banyak umat kristiani perdana yang berperan sebagai

rasul, pewarta, dan pastor. Akan tetapi, dari generasi awal kekristenan, hanya ada

satu orang yang memberi kesaksian dan berteologi, yakni Paulus. Menurut Dunn,

Paulus berjasa membangun pengikut Yesus menjadi gerakan keagamaan yang

bersifat internasional dan intelektual. Paulus kerap disebut sebagai pendiri kedua

kristianitas. Surat-surat Paulus meletakkan dasar bagi teologi kristiani yang tidak

dapat disamai oleh siapa pun. 30 Pakar lain, Joseph A. Fitzmeyer menyebut Paulus

29
Kristiyanto, Sejarah sebagai Locus Philosophicus et Theologicus, 36-37; Joseph Wilhelm,
"Loci Theologici" tersedia dari http://www.newadvent.org/cathen/09320a.htm; diakses 30 Maret
2017.
30
James D.G. Dunn, The Theology of Paul the Apostle, (Cambridge: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1998), 3-4.

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sebagai pendiri komunitas kristiani, penerjemah peristiwa Kristus, dan teolog

pertama yang warisannya kita terima sampai sekarang.31

Sesudah zaman para Rasul, muncullah tokoh-tokoh di antara jemaat yang

meneruskan iman akan Yesus Kristus seturut pengajaran para Rasul. Ungkapan-

ungkapan para Bapa Gereja memberikan kesaksian akan kehadiran Tradisi yang

menghidupkan. Berkat Tradisi itu Gereja mengenal kanon Kitab Suci dan dalam

Tradisi itu, Kitab Suci dimengerti secara lebih mendalam dan secara aktif (DV 8).

Gereja bertugas memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia.

Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya

melalui Kitab Suci. Maka, baik Tradisi maupun Kitab Suci harus diterima dan

dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama (DV 9).

2.2 Eklesiologi Surat-surat Perjanjian Baru

2.2.1 Rasul Paulus

Dari 27 buku Perjanjian Baru, terdapat 21 buku yang berbentuk surat

(epistolai). Surat-surat tersebut berasal Paulus, Petrus, Yohanes, Yakobus, Yudas

dan ditujukan bagi jemaat kristiani. Surat untuk kepentingan rohani dipopulerkan

oleh Paulus dan diikuti penulis kristiani lainnya.32

31
Joseph A. Fitzmeyer, According to Paul: Studies in the Theology of The Apostle, (Mahwah,
NJ: Paulist Press, 1992), 11.
32
Joseph A. Fitzmeyer, “New Testament Epistles”, dalam Raymond E. Brown, dkk. (ed.). The
Jerome Biblical Commentary, Vol. II, (London: Geoffrey Chapman, 1970), 223.

23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Surat-surat Paulus menjadi sarana mengembangkan jemaat Gereja

(ekklēsia) setempat dan Gereja yang lebih luas. Fokus eklesiologi surat-surat Paulus

adalah stabilitas dan integritas Gereja. Paulus mendirikan komunitas gereja (1Kor.

4: 15; Gal. 4: 13; 1Tes. 1: 5), dan setiap hari menuangkan tenaga bagi mereka (2Kor

11: 28). Paulus berusaha untuk mengunjungi Gereja (1Kor. 4: 18; 1Tes. 2: 17–18).

Apabila tidak bisa datang, Paulus akan menjaga kesepahaman dengan mengirimkan

utusan (1Tes. 3: 2) dan menulis surat.33 Batang tubuh surat Paulus berisikan ajaran

dan anjuran. Dengan dua hal itu, Paulus hendak mendiskusikan kebenaran pesan

kristiani dan memberi instruksi hidup jemaat kristiani.34

Surat-surat Paulus ditulis kepada jemaat-jemaat di sekitar Laut Tengah,

yakni dari Galatia hingga ke Roma. Surat tersebut ditulis dalam kurun waktu antara

enam sampai delapan tahun. Seluruh surat Paulus dimaksudkan untuk dibaca di

jemaat (ekklesia).35 Satu-satunya surat yang bersifat pribadi ialah 2Timotius.

Sementara, meskipun merupakan surat pribadi, Filemon memuat salam kepada

seluruh gereja setempat (Flm. 1: 3). Surat 1Timotius dan Titus memiliki ciri semi

publik. Perhatian utama Paulus ialah kepada komunitas dan hidup bersama, bukan

hidup individu. Luke Timothy Johnson menyatakan bahwa bagi Paulus eklesiologi

sama pentingnya dengan soteriologi. Bahkan, Johnson mengatakan bahwa

soteriologi Paulus adalah eklesiologi, dalam artian semua bahasa mengenai

33
Luke Timothy Johnson, “Paul's ecclesiology” dalam James D. G. Dunn, The Cambridge
Companion to St. Paul, (Cambridge, UK - New York: Cambridge University Press, 2003), 200.
34
Fitzmeyer, “New Testament Epistles”, 225.
35
Istilah ekklesia oleh Paulus untuk menunjuk sekelompok orang yang berhimpun dalam nama
Kristus. Gereja disebut oleh Paulus sebagai alamat tujuan surat-suratnya. Istilah ini akhirnya
dipahami sebagai identitas jemaat Paulus yang bertobat di luar Israel. Kata Yunani ekklesia berasal
dari akar kata ek-kaleō yang berarti memanggil keluar. Gereja bermakna sebagai himpunan orang
yang dipanggil keluar. Dalam Perjanjian Baru, kata ekklesia disebutkan sebanyak 62 kali dalam
tulisan Paulus, 23 kali dalam Kisah Para Rasul, 20 kali dalam kitab Wahyu. Dunn, The Theology of
Paul the Apostle, 537.

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keselamatan (sōtēria) lebih bermakna komunal daripada individual (lih. Rm. 1: 16;

8: 24; 11: 11, 14).36

Struktur dasar jemaat Paulus menyerupai kelompok dan sekolah filsafat

helenis. Gereja Paulus mengambil tempat di suatu rumah daripada sebuah kuil.

Paulus mengadaptasi bentuk ekklēsia yaitu komunitas mandiri yang memiliki

tujuan yang sama untuk mengembangkan konsep gerejanya, khususnya lewat

kesatuan nasihat dan teladan (1Tes. 5: 11; 1Kor. 8: 1; 14; Ef. 4: 12, 16). Bahkan,

Paulus menghukum dan mengusir jemaat yang membahayakan kestabilan dan

integritas Gereja (1Kor. 5: 1–5; 2Tes. 3: 14–15; Gal. 4: 30).37

Paulus mempergunakan pemikiran Perjanjian Lama dan warisan

kebudayaan Yahudi untuk membangun Gerejanya. Ia menyebut diri sebagai rasul

untuk mengingatkan panggilan dan karya nabi-nabi Tuhan (Gal. 1: 15) yang

menyuarakan sabda Tuhan. Paulus mengajarkan bahwa Gereja harus dipahami

sebagai panggilan Tuhan (kalein, klēsis; Rm. 11: 29; 1Kor. 1: 26; 1Tes. 2: 12).

Paulus memaknai kata Yunani ekklēsia sebagai komunitas yang tidak memilih

anggotanya, melainkan Tuhan sendiri yang memanggil mereka keluar dari dunia.

Gereja harus ditandai dengan ciri kesucian (1Tes. 4: 3), sebagaimana Tuhan dulu

menghendaki bangsa Israel kuno menjadi kudus. Pembaptisan menandai seseorang

masuk menjadi anggota Gereja, tetapi tabiat moral lebih menjadi tekanan daripada

ketaatan ritual (Rm. 6: 1-11). Paulus membedakan anggota jemaat gereja dengan

36
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 201.
37
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 201.

25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang kebanyakan dengan istilah “orang dunia” dan “orang-orang kudus” (hoi

hagioi, 1Kor. 6:2).38

Paulus tidak mendeskripsikan secara khusus tugas perutusan Gereja tetapi

meminta jemaat menampilkan ciri khasnya. Jemaat diminta “hidup berpadanan

dengan panggilan Tuhan” (Ef. 4:1). Mereka dituntut untuk hidup benar di hadapan

Tuhan (Rm. 6:13, 18) dan “sunat secara rohani, bukan secara harfiah” (Rm. 2: 25-

29; 1Kor. 7:19). Paulus menegaskan kasih kepada saudara sebagai puncak perintah

Allah, sebab “kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia” (Rm. 13:8-10).

Dalam 1Kor. 1:18-2:5, Paulus menunjukkan pentingnya misteri salib dan agar

“memiliki pikiran Kristus”, supaya jemaat tidak hidup dalam kesombongan

melainkan saling membangun. Paulus lebih cenderung menaruh perhatian kepada

kesempurnaan (teleiosis) gereja sebagai komunitas persaudaraan yang saling

memberi dan bukan kepada kesempurnaan individual.39

Pemahaman Paulus mengenai Gereja diuraikan dengan metafor-metafor.

Metafor berfungsi sebagai ornamen yang mempersepsikan realitas. Metafor Paulus

mengenai Gereja memuat kombinasi antara struktur dan organisme yang hidup.

Ada tiga metafor utama yang dipakai oleh Paulus. Pertama, Gereja diibaratkan

sebagai ladang yang ditanam oleh Paulus, disirami oleh Apollos, dan ditumbuhkan

oleh Allah (1Kor. 3:6-9). Umat Allah diumpamakan sebagai pohon zaitun yang

meskipun dipatahkan, “akar dan cabangnya” tetaplah kudus (Rm. 11: 16-24).40

38
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 201.
39
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 204.
40
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 204.

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kedua, Gereja didekati dengan perumpamaan sebuah keluarga bangsa

Yahudi. Paulus menyebut Abraham sebagai “bapa leluhur kita” (Rm. 4:1) dan umat

kristiani disebut “anak-anak Abraham” dalam iman. Gereja dilihat sebagai keluarga

imajinatif yang tidak dibangun atas dasar pertalian darah melainkan kehadiran Roh

Kudus (Rm. 8:11). Kata ganti yang dipakai Paulus untuk menyapa pembacanya

ialah para saudara (adelphoi), rekan kerja sebagai saudara (adelphos) atau saudari

(adelphē). Penggunaan istilah hubungan darah ini memperteguh identitas dan

kesatuan komunitas. Paulus memakai relasi antarsaudara untuk menunjukkan

paradigma persekutuan (koinōnia) yang bersifat setara dan timbal balik.41

Ketiga, Paulus memakai Gereja sebagai Tubuh Kristus (1Kor. 12:22; Rm.

12:4–5; Kol.1:18; Ef. 4:12). Gambaran ini lebih dipengaruhi pemikiran politik

Yunani-Romawi daripada Taurat. Dalam metafor ini, Gereja mengenakan

gambaran organisme hidup yang terdiri dari banyak anggota tubuh. Paulus

menekankan legitimasi dari banyak karunia dalam komunitas Gereja dan kebutuhan

agar karunia itu dipakai untuk membangun (oikodomē) seluruh komunitas (1Kor.

14:26).42 Dari ketiga gambaran tersebut, gambaran yang paling dominan dalam

eklesiologi Paulus ialah Gereja sebagai Tubuh Kristus.43

Konsep serupa ditemukan pada Injil Yohanes mengenai alegori pokok

anggur dan ranting-rantingnya (Yoh. 15:1-8). Konsep Tubuh Kristus berakar pada

kesatuan antara komunitas Gereja dengan Tubuh Kristus yang bangkit. Paulus

hendak mengatasi perpecahan di dalam komunitas kristiani di Korintus. Jemaat

41
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 205-206.
42
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 206.
43
Dunn, The Theology of Paul the Apostle, 548.

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Korintus terbelah dan mengaku sebagai kelompok Paulus, Petrus, Apolos (murid

Yohanes Pembaptis), dan Kristus sendiri (1Kor. 1:12). Ada pula perpecahan dalam

penyelenggaraan perjamuan sehingga mengaburkan makna sejati perjamuan Tuhan

(1Kor. 11:17-22). Paulus menyatakan bahwa ketika umat kristiani berbagi roti

Ekaristi, mereka berbagi satu Tubuh dengan Kristus (1Kor. 10:16-17). Barangsiapa

makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas

dirinya (1Kor. 11:29). Satu Tubuh Kristus mendamaikan manusia kepada Bapa

melalui wafat dan kebangkitan putra-Nya (Ef. 2:16-17; Kol. 1:22). Gereja menjadi

satu tubuh Kristus dalam Roh Kudus yang berdiam di antara mereka (Ef. 4:4). Dan

akhirnya umat kristiani disebut sebagai satu Tubuh (Kol. 3:15).44

Gagasan Tubuh Kristus dalam corpus Paulinum tidak dimaksudkan sebagai

Gereja lokal melainkan universal. Kristus disebut sebagai kepala dari Tubuh-Nya,

yakni Gereja (Ef. 5:23; Kol. 1:18; 2:19). Sebagai kepala Gereja, ia merupakan dasar

pertumbuhan dan pembangunan (Ef. 4:16; Kol. 2:19). Tubuh Kristus ialah sesuatu

yang dibangun (Ef. 4:12; 16) dan karunia-karunia yang ada dipergunakan untuk

tujuan yang sama pula (1Kor. 14:12).45

Surat Efesus menunjukkan permohonan menarik berkaitan dengan konsep

Tubuh Kristus:

“hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.


Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu
Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang
terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu

44
Richard P. McBrien, The Church: The Evolution of Catholicism, (New York, NY:
HarperOne, 2008), 52.
45
McBrien, The Church, 53.

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan
di dalam semua.” (Ef. 4:1-6; juga Kol. 3:12-15).

Karena Gereja merupakan sakramen maka makna kesatuan sangatlah

penting. Sakramen mendatangkan rahmat (kehadiran penebusan Allah) dan

menandakannya. Gereja dipanggil membawa karya Allah dan mengarahkannya

demi keselamatan seluruh umat manusia.46

Metafor yang masih dekat dengan gambaran ketiga ialah Gereja sebagai

bangunan Allah (oikodomē, 1Kor. 3:9). Gambaran ini mewujudkan kesatuan dan

keragaman serta menunjukkan situasi sosial zaman awal kristianitas di mana

ekklēsia merupakan rumah anggota yang berkecukupan. Rumah menjadi metafor

yang menimbulkan aneka gambaran lain: Paul dan rekannya menyebut diri sebagai

pengurus rumah tangga (oikonomoi; 1Kor. 4:1-2) yang memelihara rahasia Tuhan;

anggota komunitas yang memelihara kekuatan komunitas disebut “membangun”

Gereja (oikodomein, 1Kor. 8:1; 1Tes. 5:11). Gereja berasal dan dikehendaki oleh

Tuhan. Gereja disebut sebagai “bait Allah”. Dengan kehadiran Roh Kudus, anggota

komunitas juga disebut sebagai bait Allah (1Kor. 3:16-17). Gambaran ini hendak

menunjukkan kehadiran ilahi di dalam komunitas dan mendukung kesucian hidup

dalam Gereja.47

Rangkaian pemikiran Paulus mengenai Gereja dari umat Allah kepada

Tubuh Kristus terlihat dengan jelas. Paulus menggeser gambaran ikatan komunitas

kristiani dari negara-bangsa (Israel) kepada tubuh-politik, yakni komunitas yang

ditandai dengan ikatan suku bangsa dan tradisi kepada keanggotaan yang berasal

46
McBrien, The Church, 53.
47
Johnson, “Paul's ecclesiology”, 206.

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dari aneka suku bangsa dan lapisan sosial.48 Segala milik dan kepunyaan komunitas

ini tergantung dari kerjasama harmonis di antara mereka. Identitas jemaat kristiani

sebagai “tubuh” bukan ditentukan oleh batas wilayah atau hubungan politik

melainkan ikatan bersama jemaat dengan Kristus. Hal ini diwujudkan antara lain

melalui pembaptisan dan sakramen Ekaristi. Implikasi dari kesatuan atas dasar

Kristus ialah aneka potensi perpecahan jemaat ditransformasi kepada kerjasama

bagi kesejahteraan bersama. Dinamika ini membangun cara memahami sebuah

komunitas, yakni dengan memandang faktor kuncinya yaitu ikatan kesatuan dengan

Kristus yang ditunjukkan dengan kerjasama satu sama lain untuk mewujudkan

rahmat Kristus.49

Surat menjadi sarana sangat penting untuk mengorganisasi Tradisi Yesus

dan kesaksian akan Yesus, utusan ilahi, sebagai Kristus. Koleksi tulisan mengenai

Yesus merepresentasikan tahap kristianitas pra-literer pertama. Paulus tidak dapat

hadir di banyak tempat sekaligus dan mempergunakan surat sebagai cara

mengomunikasikan ajaran Yesus. Bagi situasi Gereja di kala itu, amat tidak

mungkin Paulus mengandalkan komunikasi dalam bentuk lisan saja. Dengan

demikian, Paulus pertama-tama harus dipandang sebagai penulis bagi komunitas

kristiani.50

Surat-surat Paulus sebagai locus theologicus menunjukkan kegesitan,

kreativitas, dan gairah dalam penggunaan surat-menyurat bagi eklesiologi. Ada tiga

pokok refleksi dari surat-surat Perjanjian Baru. Pertama, kristianitas masih bersifat

48
“Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak,
maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu
Roh” (1Kor. 12:13).
49
Dunn, The Theology of Paul the Apostle, 551-551.
50
William G. Doty, Letters in Primitive Christianity, (Philadelphia: Fortress Press, 1973), 77.

30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tentatif, belum menjadi suatu institusi, dan sedang mencari bentuk dan makna

religius yang baru. Bagi ilmu eklesiologi, surat-surat tersebut menyediakan bahan

refleksi teologis mengenai dinamika asali Gereja yang berjumpa dengan tantangan

budaya, sebagaimana saat itu Gereja berjumpa dengan hellenisme.

Kedua, materi-materi yang dipergunakan dalam surat lebih dekat dengan

bahasa dan peristiwa Gereja perdana (primitive Christianity). Melalui surat

Perjanjian Baru, ditemukan kebaruan linguistik dan kreativitas gerakan kristiani.

Kontinuitas dan diskontinuitas jemaat kristiani dengan setting kebudayaan Yunani-

Romawi menghasilkan penafsiran dan bentuk baru Gereja.

Ketiga, surat-surat menunjukkan agama dan konsep Gereja yang tidak

terpisah dari pemahaman profan. Isi surat banyak menyinggung etika, yakni

pedoman hidup kristiani, dan bukan pertama-tama menulis rumusan dogmatik.

Rumusan ajaran dalam surat Perjanjian Baru diambil dari warisan teologi orang

Israel tetapi diadaptasi secara baru. Model berteologi Injil dan surat-surat Perjanjian

Baru disusun dengan analogi dan bukan langsung.51

2.2.2 Surat-surat Katolik

Surat-surat Perjanjian Baru yang bukan karangan Paulus biasanya

dikelompokan dengan judul “surat-surat katolik” atau “Surat-surat umum”. Surat-

surat ini terbanyak cukup umum (katolik) isinya dan tidak dialamatkan seperti

51
Doty, 77-78.

31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

surat-surat Paulus kepada jemaat atau menurut nama penerimanya, tetapi dengan

nama penulisnya, yakni Yakobus, Petrus (1, 2), Yohanes (1, 2, 3), dan Yudas.52

Meskipun dalam Tradisi, surat Petrus dan Yohanes dipandang lebih tinggi,

tetapi surat Yakobus diletakkan pada urutan pertama karena berkaitan dengan

pemerintahan Gereja di Yerusalem. Dari sanalah awal dan penyebaran kekristenan

di seluruh dunia. Surat Yudas menempati posisi terakhir karena tidak sepenting

surat-surat sebelumnya.53 Penulis tidak akan menjabarkan secara rinci surat-surat

ini. Penulis akan menunjukkan ikhtisar sumbangan surat-surat Katolik ini bagi

eklesiologi:

2.2.2.1 Yakobus

Yakobus menulis surat bagi orang-orang Kristen keturunan Yahudi di

perantauan. Ia menyebut diri “Yakobus, Hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus”,

(Yak. 1:1). Sejak abad ke empat Tradisi menyatakan bahwa Yakobus itu ialah

Yakobus “saudara Tuhan Yesus”, (bdk. Mat. 13: 55). Yohanes merupakan

pimpinan Gereja di Yerusalem, (Gal. 1:19; 2:9-12; Kis. 12:17; 15:13; 21:18).

Ia memelihara iman mereka dengan memberi dorongan, instruksi, dan

menegur mereka yang lalai dalam iman. Sesudah peristiwa penganiayaan Stefanus,

jemaat Yahudi tercerai berai di wilayah Yudea dan Samaria. Oleh karena itu dia

mengirim surat kepada mereka yang tersebar, yang menderita penganiayaan demi

kebenaran.54 Senada dengan Paulus (Rm. 5: 3-4), ia menyatakan bahwa ujian

52
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. III, 283.
53
Bede, Commentary on the Seven Catholic Epistles, diterjemahkan oleh David Hurst, OSB
dari Bedae Venerabilis Opera, pars II : Opera exegetica, (Kalamazoo, Mi: Cistercian Publication,
1985), 3
54
Bede, Commentary on the Seven Catholic Epistles, 7.

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terhadap iman menghasilkan ketekunan. Kesempurnaan iman jemaat diuji dalam

pencobaan.

2.2.2.2 Petrus

Surat Petrus dialamatkan kepada sejumlah jemaat di Asia Kecil. Dalam 1Ptr.

1:1 mereka disebut sebagai “orang-orang pendatang (elect newcomers), yang

tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.” Mereka berpindah

dari paganisme dan menerima iman kristiani. Maksud utama surat Petrus ialah

mengajak sidang pembaca supaya tekun dalam imannya dan sabar serta berani

dalam penderitaan sesuai degan teladan Yesus, kalau tanpa kesalahannya sendiri

mereka dianiaya demi keyakinannya. Petrus mengatakan “Bergembiralah akan hal

itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai

pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu”

(1Ptr. 1: 6-7).

2.2.2.3 Yohanes

1Yoh. lebih mirip sebuah khotbah daripada surat. Ia hendak menentang ajaran

yang menyesatkan, tetapi biasanya secara positif, yakni menekankan bahwa orang

harus teguh kepada Tradisi. 2Yoh. ditujukan kepada “Ibu yang terpilih dan anak-

anaknya yang benar-benar aku kasihi”, yakni sebutan Yohanes bagi Gereja. 3Yoh.

merupakan surat Yohanes kepada Gayus, salah seorang penatua jemaat.

Dalam surat-suratnya, Yohanes bertindak sebagai tokoh jemaat (penatua)

yang berkomunikasi dengan komunitasnya. Sebagai penatua jemaat, untuk

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mendukung kesatuan dengan Gereja, Yohanes menulis surat untuk membahas

kesempurnaan iman dan kasih amal. Ia memuji kesetiaan orang-orang dalam

kesatuan Gereja yang sedang menghadapi ancaman ajaran sesat.55 Akan tetapi, pada

suratnya yang kedua dan ketiga, Yohanes tidak begitu menunjukkan traktat

teologis. Ia memberikan perhatian perhatian kebapaan bagi komunitas Kristen

perdana. Dengan demikian, para komunitas kristiani memiliki kekuatan ketika

menjalani pengalaman yang kadang-kadang sulit.56

2.2.2.4 Yudas

Surat yang terdiri dari 25 ayat ini ditulis oleh “Yudas saudara Yakobus”

(Yud. 1: 1). Alamat surat Yudas sama dangan yang dituju Yakobus, yakni orang-

orang Kristen keturunan Yahudi di perantauan. Yudas menulis surat ini dengan dua

tujuan. Pertama, mengingatkan umat beriman mengenai ancaman serius dari para

guru palsu dan pengaruh mereka yang merusak di dalam gereja. Kedua, mendorong

umat beriman supaya mereka bangkit dan “berjuang untuk mempertahankan iman

yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yud. 1:3).

Yudas menulis peringatan keras terhadap para guru palsu yang terang-

terangan menganut antinomisme (yaitu mereka mengajarkan bahwa keselamatan

melalui kasih karunia mengizinkan mereka untuk berdosa tanpa dijatuhi hukuman)

dan yang menghina pernyataan rasuli tentang pribadi dan tabiat Yesus Kristus.

55
Marcion dan Cerinthus menyangkal bahwa Yesus Krustus adalah Anak Allah sebab ia lahir
melalui proses kelahiran manusiawi dari Maria. Bede, Commentary on the Seven Catholic Epistles,
159.
56
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. VII, 900.

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dengan demikian mereka memecah-belah gereja mengenai apa yang harus

dipercaya (Yud. 1: 19, 22) dan bagaimana harus berperilaku (Yud. 1: 4, 8, 16).57

2.3 Eklesiologi Surat-surat Bapa Gereja

Zaman sesudah Perjanjian Baru kerap disebut dengan zaman Patristik (the

Patristic period). Bagian ini akan membicarakan sumbangan surat-surat Bapa

Gereja58 bagi eklesiologi. Patrologi merupakan sumber penting bagi semua cabang

teologi, sebab hidup dan tulisan para Bapa Gereja menjadi rujukan hidup dan ajaran

kristiani. Para Bapa Gereja membela Kitab Suci ketika berhadapan dengan kaum

bidah dan gnostik, menafsirkan Kitab Suci dengan memperhatikan makna dan

sejarah pada masanya, sehingga umat kristiani zaman ini dapat menikmati Kitab

Suci secara lebih baik.59

Masalah yang dihadapi oleh Bapa-bapa Gereja berkisar bidang pastoral, dan

doktrinal seperti kesatuan, otoritas, suksesi apostolik, peranan uskup, relasi Gereja

dengan Ekaristi, validitas Baptisan dan lapsi, Gereja dan roh Kudus, hakikat

57
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. VIII, 16-17.
58
Istilah “Bapa-bapa Gereja” (Fathers of the Church) belum dikenal pada masa awal
kekristenan. Istilah ini diperkenalkan oleh para cendekiawan abad ketujuh belas. Jean B. Cotelier
dari Prancis menerbitkan dua volume Patres aevi Apostolici pada 1672. Isi pokok buku patrologi ini
ialah surat Barnabas, buku Pastor Hermas, surat Klemens, surat Ignatius dari Antiokhia, surat
Polikarpus, surat Diognetus, karya Papias dan Quadratus, serta Didakhe. Sementara itu, ada pula
istilah Bapa-bapa Apostolik (The Apostolic Fathers), yakni nama kolektif yang dipergunakan sejak
abad ketujuh belas bagi para penulis kristiani yang dipercaya sebagai murid langsung dari para rasul.
Yang termasuk kategori naskah Bapa Apostolik ialah karangan Klemens dari Roma, Ignatius dari
Antiokhia, Polikarpus, kemartiran Polikarpus, Didakhe atau pengajaran dua belas rasul, surat
Barnabas, Pastor Hermas, Surat kepada Diognetus, dan fragmen Papias. Tadros Y. Malaty, Lectures
in Patrology, (Sydney: Coptic Theological College, 1993), 60; Roy Joseph Deferrari (ed.), The
Fathers of the Church Volume 1: The Apostolic Fathers, (Washington, D.C.: Catholic University of
America Press, 1969), ix.
59
Malaty, Lectures in Patrology, 23.

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kekatolikan, kesucian Gereja, kebutuhan akan keselamatan, primasi Petrus,

hukuman bagi pendosa, predestinasi, relasi antara Gereja kelihatan dan tak

kelihatan, Gereja sebagai Tubuh Kristus, dan Gereja surgawi.60

Pada masa itu, muncul individu atau kelompok yang membahayakan perihal

kesatuan Gereja. Di antara bidah, terdapat Gnostisisme, Montanisme,

Novatianisme, dan Donatisme.61 Dalam bidang sosial politik, umat kristiani

perdana hingga pertengahan abad kedua mengalami penganiayaan dari pemerintah

Romawi. Orang kristen disebut pengkhianat oleh otoritas Romawi sebab mereka

menolak tunduk kepada agama resmi negara, yang menyembah dewa-dewa

Romawi dan bahkan kaisar sendiri. Periode penganiayaan menimbulkan dampak

panjang bagi pemahaman mengenai Gereja.62

Maklumat Milan (313) yang dikeluarkan oleh Kaisar Konstantinus

mengakibatkan perubahan struktur dan relasi Gereja dengan negara. Kaisar tidak

hanya melindungi kebebasan beragama tetapi juga menjamin kedudukan kaum

klerus. Mereka menjadi pegawai negeri yang memperoleh penghasilan dan

kehormatan khusus.63

Eklesiologi periode ini memperoleh sumber dari tulisan-tulisan Bapa Gereja

Barat dan Timur. Secara umum, Klemens dari Roma, Ignatius dari Antiokhia dan

Irenaeus dari Lyon menjadi pijakan atas pemahaman tradisional tentang peranan

uskup dan sistem triparti tahbisan (uskup, imam/presbiter, diakon). Klemens dari

Roma dan Ignatius Antiokhia menekankan doktrin sukses apostolik dalam melawan

60
McBrien, The Church, 62.
61
McBrien, The Church, 64.
62
McBrien, The Church, 65
63
McBrien, The Church, 66.

36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

gnostik. Klemens dari Aleksandria menekankan kekatolikan Gereja dalam relasi

dengan Ekaristi dan dimensi surgawi. Origenes mengajarkan universalitas

keselamatan. Siprianus dari Kartago memberi penjelasan tentang kesatuan Gereja,

primat Petrus, dan pentingnya kesatuan dengan uskup. Sirilus dari Yerusalem

menulis tentang katolisitas Gereja. Sirilus dari Aleksandria menjabarkan kesatuan

Gereja dalam Kristus, sebagai Tubuh Kristus, melalui kuasa Roh Kudus dan

terwujudkan dalam Ekaristi. Optatus dari Milevis yang berhadapan dengan

Donatisme menekankan betapa kudusnya kesatuan dan katolisitas Gereja dan

bahwa validitas sakramen diturunkan dari atas, bukan dari imam. Agustinus

menekankan kesatuan dan peran Roh Kudus dalam Gereja, kesatuan Gereja sebagai

Tubuh Kristus dan perbedaannya dengan Kerajaan atau Takhta Allah.64

Usaha mempelajari tulisan Bapa-bapa Gereja tumbuh pesat di antara

kalangan humanisme Renaisans di Eropa Barat. Mereka memandang patristika

sebagai nenek moyang mereka: tempat para cendekiawan memperoleh ilham akan

kebudayaan Barat mengenai masalah agama dan filsafat. Kaum humanis

mengangkat tulisan para Bapa Gereja seperti Yohanes Krisostomus, Ambrosius,

Agustinus, Hieronimus, dan bapa-bapa Kapadokia, Basilius, Gregorius dari

Nazianze dan Gregorius dari Nyssa. Momentum Reformasi menjadi pendorong

untuk mempelajari lebih lanjut tulisan penulis kristiani pasca Perjanjian Baru.

Kalangan Protestan menandaskan sola scriptura yang berarti hanya Kitab Suci saja

yang memiliki otoritas, bukan Tradisi Gereja. Akan tetapi, mulai abad ketujuh belas

semua golongan cendekiawan kristiani menghargai peran Bapa-bapa Gereja guna

64
McBrien, The Church, 63-64.

37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membantu eksegesis teks Perjanjian Baru pada awal kekristenan. 65 Ketika

ekumenisme abad kedua puluh merebak, teks-teks patristik semakin dipelajari guna

menyediakan rumusan iman yang sama dari Gereja-Gereja yang terpisah-pisah.66

Sesudah generasi para rasul wafat, jemaat kristiani digembalakan oleh

murid para rasul. Pada abad pertama dan kedua, para Bapa Gereja dipandang

sebagai guru pertama sesudah para rasul. Mereka membawa pengajaran para rasul,

pengajaran injil yang sederhana, dan Tradisi gerejawi pada masanya. Ada banyak

Gereja di Timur dan Barat tetapi semuanya dipandang sebagai satu Gereja

apostolik. Tulisan para Bapa Gereja mewujudkan roh dan konsep Gereja Katolik

yang satu.67

Sebagian besar bentuk tulisan para Bapa Gereja menyerupai surat. Akan

tetapi, jenis atau model sastranya sangat berbeda.68 Ada dua tokoh penulis surat

yang termasuk jajaran Bapa Gereja. Penulis memilih Ignatius dari Antiokhia karena

ia merupakan salah satu Bapa Gereja yang surat-suratnya terlestarikan sebagai

sebuah contoh awal teologi Kristen. Sebagai referensi berikutnya, penulis memilih

Siprianus dari Kartago. Ia dikenal karena karya tulisnya untuk mempersatukan

jemaat yang terbelah pada masa Donatisme. Mereka mempergunakan metode yang

sama dengan St. Paulus dalam mewartakan Kabar Sukacita. Penulis akan

menunjukkan bagaimana surat-surat Ignatius dari Antiokhia dan Siprianus dari

Kartago menjadi locus theologicus, terutama mengenai tema sentire cum ecclesia.

65
Bart D. Ehrman (ed.), The Apostolic Fathers I, (London: Harvard University Press, 2003), 5-
6.
66
Gareth Jones, The Blackwell Companion to Modern Theology, (Oxford: Blackwell
Publishing Ltd., 2004), 125,
67
Malaty, Lectures in Patrology, 59.
68
Malaty, Lectures in Patrology, 60.

38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.3.1 Ignatius dari Antiokhia

Ignatius Theoporus lahir sekitar tahun 30-35 di wilayah Suriah dengan latar

belakang Hellenis. Ia merupakan uskup metropolis Antiokhia di wilayah kekaisaran

Roma. Ignatius menjabat uskup pada tahun 70-107. Dari Kisah Para Rasul,

diketahui bahwa di Antiokhia berkembang komunitas kristiani yang subur. Menurut

Tradisi, uskup pertama mereka ialah Rasul Petrus dan kemudian Evodius dan

akhirnya Ignatius. Di kota ini “murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut

Kristen. (Kis. 11:26).”69 Eusebius dari Kesarea, seorang penulis sejarah dari abad

keempat, adalah tokoh yang pertama kali mendaftar dengan lengkap surat-surat

Ignatius. Dari tulisan Ignatius, ditemukan data bahwa ia masih mengenal para

Rasul.70 Ignatius ditangkap dan dihukum mati diterkam binatang buas di amfiteater

Flavianus di Roma pada tahun 108 pada masa pemerintahan Kaisar Trajanus.71

Ignatius ditangkap oleh pemerintah Roma karena menyebarkan kekristenan.

Ignatius ditangkap di Antiokhia dan dibawa ke Roma untuk dihukum mati. Dalam

perjalanannya, ia memanfaatkan waktu untuk menulis surat kepada jemaat-jemaat

kristiani. Ia berpesan untuk berhati-hati kepada bidah dan bersatu dengan pimpinan

gerejawi.72 Ignatius menulis surat kepada umat di Efesus, Magnesia, Tralli, dan

Roma. Setelah meninggalkan Smyrna, Ignatius sampai di Troas, dan menulis lagi

69
Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja: Hidup, ajaran, dan relevansi bagi manusia di zaman
ini, diterjemahkan oleh J. Waskito, (Malang: Dioma, 2009), 20.
70
Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja, 21.
71
Malaty, Lectures in Patrology, 88; Roy Joseph Deferrari (ed.), The Fathers of the Church
Volume 1, 85.
72
Malaty, 87.

39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepada Gereja di Filadelfia dan Smyrna, dan kepada uskup Polycarpus. Keaslian

surat-surat Ignatius diteguhkan oleh Polikarpus dan Eusebius. Dalam surat-surat

Ignatius dari Antiokhia dapat dilihat semacam dialektika dari dua segi khas

kehidupan kristiani: di satu pihak struktur hierarkis komunitas Gereja, dan di pihak

lain kesatuan dasariah yang mengikat semua orang beriman satu sama lain dalam

Kristus. 73

Gaya tulisan Ignatius menyerupai surat-surat rasul Paulus. Ignatius menulis

surat pada masa yang singkat dan berbahaya, yakni ketika ia dalam tawanan para

serdadu. Ignatius tidak menulis surat sebagai teolog, melainkan gembala umat.

Konsep teologi Ignatius terlihat sangat sederhana dan menunjukkan kecintaannya

kepada Kristus.74 Ignatius mengenal dengan baik surat-surat Paulus dan kerap

mengutipnya. Tema-tema surat Ignatius antara lain mengenai misteri Trinitas,

Inkarnasi, Penebusan, Ekaristi, perkawinan, hierarki uskup-imam-diakon dan

supremasi takhta uskup Roma. Ignatius menulis kepada komunitas kristiani tertentu

dan memberikan petunjuk menyikapi masalah khusus dalam jemaat.75

Dalam bahasan mengenai Gereja, Ignatius menekankan communio,

persekutuan di antara umat beriman satu sama lain dan di antara umat beriman

dengan gembala-gembala mereka terus-menerus dirumuskan kembali dengan

memakai gambaran: harpa, senar-senar, intonasi, keharmonisan, simfoni. Ignatius

73
Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja, 21; Malaty, Lectures in Patrology, 89.
74
Malaty, Lectures in Patrology, 90.
75
William G. Doty, Letters in Primitive Christianity, (Philadelphia: Fortress Press, 1973), 73;
Roy Joseph Deferrari (ed.), The Fathers of the Church Volume, 185.

40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menegaskan tanggung jawab khusus para uskup, imam, dan diakon dalam

pembangunan komunitas.

Uskup Ignatius mengajak Gereja untuk mengasihi dan bersatu. Kepada

umat di Magnesia (kini Turki), Ignatius menulis, “Jadilah satu” sambil menyerukan

doa Yesus dalam perjamuan terakhir, “satu permohonan, satu jiwa, satu harapan

dalam kasih. Karena itu, datanglah semua kepada Yesus Kristus seperti kepada

satu-satunya Bait Allah, seperti satu-satunya altar; Dialah satu-satunya, yang telah

datang dari Bapa yang satu dan tetap bersatu dengan-Nya dan Ia kembali kepada-

Nya dalam persatuan” (Polycarpus, 8:2).76

Ignatius adalah penulis Kristiani yang pertama kali menyebut Gereja

sebagai “Katolik”77 atau “universal”. Ia menyatakan, “Di mana Yesus Kristus ada,

di situ Gereja Katolik” (Smyrna, 8:2). Dan justru dalam pelayanan demi kesatuan

Gereja Katolik inilah komunitas kristiani di Roma menjalankan suatu primat dalam

kasih. Ignatius mengajarkan sintesis antara meneladan Kristus dan dedikasi kepada

Gereja-Nya. Ia menyarankan perlunya mencapai suatu sintesis antara communio

dengan missio, pewartaan Injil, kepada orang lain, sampai masing-masing dimensi

tampak melalui dimensi yang lain dan umat beriman semakin “mempunyai

semangat kesatuan yang adalah Yesus Kristus sendiri” (Magnesia, 15).78

Doktrin Ignatius mengenai Roh dan Gereja mempengaruhi tokoh penting

lain, seperti Irenaeus. Dalam aneka suratnya, Ignatius berusaha menjelaskan relasi

76
Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja, 24.
77
Dalam sejarah kekristenan, Ignatius disebut sebagai orang yang pertama kali
memperkenalkan nama Gereja “Katolik”. Kata Yunani ini diturunkan dari dua kata: καθ berarti
bersama-sama dalam kesatuan (together in unity) dan ολο yang berarti orang-orang (people) atau
umum (all). Malaty, Lectures in Patrology, 97.
78
Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja 25.

41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

antara Roh Kudus dengan Gereja. Gerak roh yang benar selalu mendorong orang

kepada Gereja hierarkis. Tidak ada kesatuan dengan Bapa tanpa melalui Kristus;

tidak ada kesatuan Kristus kecuali melalui uskup. Ignatius menulis, “Aku berdiri di

antara himpunan umat beriman dan berseru dengan suara nyaring: ‘Berpegang

eratlah pada uskupmu, imammu, diakonmu. Jangan melakukan yang berlawanan

dengan perintah uskupmu. Tirulah Kristus sebagaimana Dia sendiri mengikuti apa

yang dilakukan Bapa” (Filadelfia, VII, 1-2). Dasar teologi Ignatius, yakni triad –

Bapa, Kristus, dan uskup – menjadi cara membaca rencana keselamatan Tuhan

dalam manusia baru, yakni Yesus Kristus (Efesus, XX, 1-2). Bagi Ignatius, Gereja

berdiri sebagai kubu pertahanan melawan Setan yang memecah belah dan

memusnahkan (Efesus, XIII). Gereja adalah mempelai Kristus, diurapi dengan

minyak wangi keabadian dan mengusir “bau tengik Setan” (Efesus, XVII, 1).79

Konteks kesepahaman dengan Gereja pada masa Ignatius dari Antiokhia

ialah situasi penganiayaan kekaisaran Romawi dan aneka bidah. Jemaat Ignatius

membutuhkan pegangan konkret untuk menempatkan diri sebagai jemaat yang

benar dan satu. Ignatius menyatakan:

“Berpeganglah erat pada uskupmu, agar Tuhan pun memegangimu erat-erat.


Aku mempertaruhkan jiwaku bagi jemaat yang taat kepada uskup, para
imam, dan diakon. Berjerih payahlah satu sama lain, berjuanglah, berlarilah,
berjerihlah, bersandarlah, berjagalah satu sama lain. Dengan cara ini kalian
akan mendapatkan persetujuan dari pemimpin pasukan yang akan
memberimu ganjaran. Jangan sampai ada jemaat yang meninggalkan iman.”
(Polikarpus, VI, 1-2).80

79
Hugo Rahner menganalisis jejak-jejak ajaran Bapa Gereja dalam tulisan-tulisan Ignatius
Loyola. Hugo Rahner, The Spirituality of St. Ignatius Loyola: An Account of Its Historical
Development, (Westminster, Newman Press, 1953), 63.
80
“Hold fast to the Bishop, in order that God may hold fast to you. I will wager my soul on
those who are obedient to the bishop, the priests, and deacons. Toil with one another, fight, run,
suffer, rest, keep vigils with one another; and in this way gain the approval of the military leader

42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kedudukan uskup tidak hanya dilihat sebagai urusan praktis, tetapi juga

masalah teologis yang penting. Posisi teologis uskup berasal dari pokok sejarah

keselamatan, yaitu hubungan paralel: antara Tuhan dengan Yesus, Yesus dengan

para rasul, uskup, dan presbiter. Ignatius menasihati umat di Magnesia, “Tunduklah

kepada uskupmu dan satu sama lain, bahkan Yesus Kristus pun tunduk kepada

Bapa, dan para rasul tunduk kepada Kristus dan kepada Bapa, dan dengan demikian

ada kesatuan daging dan roh” (Magnesia, 13,2). Ignatius tidak begitu membedakan

istilah uskup dan presbiter. Uskup, seperti Timotius atau Titus merupkan pemimpin

utama dalam suatu Gereja. Tanpa izin uskup, tidak boleh ada pelayanan (Smyrna,

8,2) dan kegiatan lain (Tralia, 7,2).

Peranan uskup dijelaskan lagi melalui suratnya kepada umat di Efesus,

“KarenaYesus Kristus, hidup kita yang tunggal, adalah kehendak Bapa, sama juga

para uskup yang dipilih di seluruh dunia merupakan kehendak Kristus (Efesus, 3,2).

Maka, umat harus “menghormati uskup sebagaimana Tuhan sendiri” (Efesus, 6,1)

dan relasi ini menghasilkan dasar pokok kesatuan dalam gereja Katolik (Smyrna,

8,2).81

2.3.2 Siprianus dari Kartago

Taskius Sesilius Siprianus merupakan uskup Kartago, Afrika Utara

(sekarang Tunisia). Siprianus lahir sekitar tahun 200 dalam keluarga terpandang.

Tahun 246 Siprianus dibaptis dan gemar membantu orang miskin. Siprianus

from whom you receive your pay. Let none of you turn deserter.” Hugo Rahner, The Spirituality of
St. Ignatius Loyola, 64.
81
Carl B. Smith, “Ministry, Martyrdom, and Other Mysteries: Pauline Influence on Ignatius of
Antioch” dalam Michael F. Bird dan Joseph R. Dodson, Paul and the Second Century, (London –
New York, T&T Clark International, 2011), 49.

43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditahbiskan sebagai imam dan pada tahun 248 dilantik sebagai uskup Kartago.

Siprianus meninggal dunia sesudah ditangkap dan dipenggal pada 258.82

Siprianus lebih dikenal karena menulis ajaran terkenal mengenai persatuan

Gereja. Konteks tulisan ini ialah pada masa bidah Novatianisme83 yang menyerang

otoritas dalam Gereja. Pada tahun 251, Siprianus mengadakan sinode para uskup di

Kartago. Saat itu ia membacakan De ecclesiae catholicae unitate (tentang kesatuan

Gereja Katolik). Karya itu terkenal dan sangat berpengaruh dalam sejarah Gereja.

Gereja adalah lembaga ilahi, yaitu mempelai Kristus, dan hanya ada satu mempelai.

Hanya di dalam Gereja manusia akan mendapatkan keselamatan. Di luar itu yang

ada hanyalah kegelapan dan kebingungan. Melalui tulisan-tulisannya Siprianus

menjelaskan kasih yang harus dimiliki umat Kristiani bagi persatuan Gereja. Kasih

ini haruslah juga diperuntukkan bagi Paus, para uskup, serta para imam, baik di

keuskupan-keuskupan maupun di paroki-paroki. Topik yang diangkatnya itu tetap

menjadi topik penting di sepanjang masa, termasuk masa sekarang.84

Selain traktat De unitate, masih terdapat koleksi 81 buah surat Siprianus.

Surat-surat Siprianus (Epistulae Cypriani) ditulis dalam kurun 249 hingga wafatnya

pada 258. Surat-surat Siprianus menunjukkan situasi dan inspirasi hidup Gereja

pada pertengahan abad ketiga. Surat tersebut mengungkapkan masalah dan doktrin

82
Cyprian, The Fathers of the Church Volume 51: Saint Cyprian: Letters (1-81), diterjemahkan
oleh Rose Bernard Donna, (Washington, DC: Catholic University of American Press, 1964), 2.
83
Bidah ini dipelopori oleh Novatus. Ia adalah seorang teolog dan anti-paus, yang hidup
sezaman dengan Siprianus dan Kornelius. Ia hendak merebut takhta uskup Roma ketika Uskup
Roma, Uskup Fabian meninggal (251) akibat penganiayaan oleh Kaisar Decian (249-251). Namun,
pada akhirnya Korneliuslah yang terpilih menjadi Uskup Roma mengantikan Uskup Fabian sebagai
paus. Namun beberapa hari kemudian Novatus mengumumkan bahwa dirinya adalah paus tandingan
atas Paus Kornelius yang terpilih. Hal ini terjadi karena Novatus merasa kecewa atas pengangkatan
Paus Kornelius. Sikapnya ini membuat ia dan para pengikutnya memisahkan diri dengan Gereja
Roma. Catholic University of America. The New Catholic Encyclopedia. Vol. 10, (Detroit:
Thomson/Gale, 2003), 464-465; Walters, Unitas in Latin Antiquity, 82.
84
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 2.

44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan pedoman hidup jemaat dalam masa krisis dan penganiayaan. Siprianus menulis

banyak surat kepada umatnya dari dalam tahanan untuk meneguhkan mereka di kala

tidak ada gembala umat. Ada 81 surat yang dianggap berasal dari Siprianus: 59

surat ditulis sendiri olehnya, 6 surat muncul pada saat sinode Kartago, 16 surat

ditulis orang lain untuk Siprianus, dan 7 surat lain hilang. Karena kiprah dan

pengajarannya, Siprianus dirasa membahayakan penguasa Romawi sehingga

akhirnya ditahan dan dihukum mati.85

Konteks penulisan surat-surat Siprianus dalam suasana yang kurang lebih

sama. Periode penganiayaan kekaisaran Romawi membawa masalah pelik bagi

jemaat kristiani dan tanggung jawab berat bagi pemimpin Gereja. Masalah pokok

lain yang dihadapi Gereja Roma dan Kartago ialah skisma yang menimbulkan

pertikaian antara jemaat. Para uskup di wilayah Afrika mengadakan sinode untuk

mencari solusi masalah ini.86

Tema surat-surat Siprianus beragam, di antaranya tata tertib jemaat,

pengampunan bagi yang murtad, skisma, baptisan kaum heretik, dan penganiayaan

kaisar Valerianus. Siprianus tidak hanya menulis surat kepada jemaat dan

perseroangan tetapi juga mengirimkan salinan surat kepada rekan

korespondensinya. Salah satu sumbangan terbesar Siprianus bagi eklesiologi ialah

mengusahakan kemandirian kebijakan para uskup (setelah berkonsultasi dengan

rohaniwan dan awam) dan sekaligus tetap menjaga kesatuan dengan Roma.87

Konsep kunci Siprianus, yakni unitas, menekankan Petrus sebagai kunci pemersatu

dan kepala bagi kolegialitas para uskup – pengganti para rasul. Uskup Roma ada

85
Cyprian, Saint Cyprian: Letters (1-81), ix.
86
Cyprian, Saint Cyprian: Letters (1-81), x.
87
Cyprian, Saint Cyprian: Letters (1-81), x.

45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk kolegialitas. Tanggungjawab dan kuasa para uskup dalam Gereja diturunkan

dari Petrus, “tempat berdirinya Gereja.” Maka, takhta St. Petrus bukan semata-mata

soal kuasa atau bukan juga hanya sekedar simbol, tetapi takhta St. Petrus adalah

dasar kesatuan itu sendiri. Paham kesatuan Gereja tidak -tama membicarakan tema

otoritas, pemerintahan, dan yurisdiksi atau kekuasaan melainkan pandangan

filosofis-teologis Siprianus mengenai kesatuan Tritunggal dalam ekonomi

keselamatan.88

Tujuh belas dari lima puluh sembilan surat asli Siprianus secara eksplisit

mengandung tema kesatuan Gereja. Epistula 3 merupakan surat kepada Rogatianus,

uskup Numidia, pada akhir penganiayaan kaisar Decius. Siprianus menyatakan:

“Orang yang membangkang dari uskup dan imam, yakni otoritas yang sah di

wilayahnya, berarti memotong diri dari Gereja, berperang melawan Damai Kristus

dan ketetapan ilahi serta kesatuan ilahi serta mendirikan altar profan di luar Gereja.

Orang sedemikian harus dihentikan atau ditahan.”89

Siprianus menulis cukup banyak surat kepada uskup Roma, Paus Kornelius.

Kornelius menjabat sebagai paus 6 Maret 251 – 25 Juni 253.90 Bagi Siprianus,

mereka yang berada di luar Gereja dan tidak memeluk Injil Kristus tidak dapat

dipaksa bergabung kembali tetapi dengan kehendak bebasnya boleh tetap kembali

kepada komunitas jemaat, kedamaian, dan kebersamaan Kristus yang mereka

tinggalkan sebelumnya (Ep 45). Mereka yang kembali kepada rumah kebenaran

(veritas) dan kesatuan, misalnya Gereja, menyatukan diri dengan kebenaran Gereja

88
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 5.
89
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 124.
90
Epistula 44, 45, 47, 48, 51, 52, 59, 60. Walters, Unitas in Latin Antiquity, vi-vii.

46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan kesatuan Injil dan sakramen, misalnya dalam kesatuan cinta kasih (caritas) dan

perdamaian (Ep. 51, 52).91

Secara lebih spesifik, Epistula 52 merupakan dukungan bagi Kornelius

untuk melawan aliran Novatianisme. Menurut Siprianus, orang yang tidak berada

di dalam Gereja tidak bersama dengan Kristus dan kemudian tidak dapat dicalonkan

menjadi uskup. Siprianus menafsirkan surat-surat Paulus untuk menunjukkan

kesatuan tak terpisahkan antara Kristus dan Gereja. Dengan penafsiran akan ajaran

Paulus, Siprianus menyatakan bahwa kesatuan Gereja (unitas ecclesiae), yakni

sakramen yang agung, sepadan dengan kesatuan Kristus yang dibentuk oleh relasi

yang tak terpecah belah. Kesatuan Gereja tidak terpisahkan dengan ikatan kesatuan

dengan Kristus.92

Epistula 54 ditujukan kepada Maximus, Urbanus, Sidonius, dan Macarius,

orang-orang Roma yang kembali ke Gereja dari skisma Novatianisme. Surat ini

mengatakan: “Mereka yang meninggalkan skisma dan kembali ke pangkuan Gereja

menyatukan diri mereka sendiri dengan Gereja yang benar dan kesatuan Injil dan

sakramen. Mereka menikmati kesatuan Gereja Katolik dengan dan di dalam

kesatuan cinta kasih dan damai.93

Epistula 55, surat kepada Antonianus, uskup di Afrika Utara, berisi imbauan

untuk menjaga kesatuan dengan Gereja yang benar di bawah uskup Roma

(Kornelius) dan menunjukkan tugas pemimpin Gereja untuk menyediakan

kesejahteraan rohani bagi mereka yang kembali ke pangkuan Gereja Katolik.

Menurut Siprianus, mereka yang tidak berada di dalam Gereja Kristus bukanlah

91
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 158.
92
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 132.
93
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 133.

47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang kristiani. Yang terpisah dari kasih dan kesatuan tidak dapat memperoleh

mahkota kemuliaan Kristus.94

Dalam rentang sepuluh tahun, Siprianus menulis cukup banyak data-data

teologis yang berguna untuk menunjukkan dinamika dan teologi mengenai Gereja

pada abad ketiga. Siprianus menunjukkan penghargaannya terhadap Kitab Suci

dengan mengutip dan memberi penafsiran baru. Sumbangan surat-surat Siprianus

bagi eklesiologi terutama ialah gagasannya mengenai Gereja dan kehendak kuatnya

bagi kesatuan Gereja yang berpusat di Roma sebagai kepala takhta. 95 Demikianlah

contoh penggunaan surat sebagai sumber dan sarana berteologi mengenai Gereja.

Sesudah periode Bapa-bapa Gereja sampai dengan masa pra-Reformasi

Yves Congar menyatakan bahwa “sampai dengan tahun 1300 ... tidak ada traktat

resmi mengenai Gereja.”96 Congar menyebut traktat eklesiologi pertama ialah De

Regimine christiano (1301/1302) karangan James Viterbo dan De Ecclesiastica

potestate karangan Giles dari Roma serta De potestate regia et papali karangan

Yohanes dari Roma. Tulisan tersebut muncul akibat konflik antara Raja Prancis,

Philippe IV (1285-1314) dengan Paus Bonifasius VIII (1253-1303) sehingga

dibutuhkan pemikiran mengenai otoritas, hak-hak, dan struktur pemerintahan

Gereja. Avery Dulles mengatakan bahwa meskipun traktat mengenai Gereja

dipersiapkan secara sporadis sejak abad ke-14, eklesiologi belum menempati posisi

94
Walters, Unitas in Latin Antiquity, 137.
95
Cyprian, Saint Cyprian: Letters (1-81), xxiv.
96
McBrien, The Church, 62; Yves Congar, Lay People in the Church: A Study of the Laity,
(Westminster, MD: Newman, 1957), 37.

48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sentral di dalam teologi Katolik hingga abad ke-20.97 Oleh karena itu, penulis akan

membatasi pembahasan di wilayah ini.

2.4 Surat-surat Ignatius Loyola

Pada bagian ini penulis hendak menunjukkan bagaimana surat-surat

Ignatius Loyola dapat menjadi locus theologicus bagi penelitian eklesiologi.

Penulis akan memulai dengan latar belakang penulisan surat-surat, teknik penulisan

surat, dan relevansi suratnya bagi Serikat Yesus zaman ini.

2.4.1 Latar Belakang Penulisan Surat-surat

Hugo Rahner menyatakan bahwa surat-surat merupakan biografi pertama

karena surat-surat tersebut merangkum rentang waktu St. Ignatius dari tahun 1524-

1556.98 Ignatius menulis surat kepada pelbagai kalangan. Sebagian besar

korespondensinya ditujukan kepada para Yesuit. Pada saat itu, Serikat Yesus

berkembang dengan pesat dan membutuhkan konsultasi dengan pusat pemerintahan

di Roma. Correia-Affonso menyebutkan ada dua alasan penting surat, yakni

memberikan pembelajaran dan pedoman bagi para Yesuit. Para Yesuit awal ingin

agar kisah keberhasilan misi di Eropa dan daerah lain dibagikan kepada sesama

Yesuit sehingga menumbuhkan inspirasi dan sikap yang membangun. Narasi

mereka juga dibagikan kepada non-Yesuit, baik awam maupun imam, yang pada

97
McBrien, The Church, 386; Avery Dulles, “A half century of Ecclesiology”, Theological
Studies 50/3, (1989), 419.
98
Rahner, Letters to Women, 3.

49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

waktu itu menghadapi situasi sulit di Eropa. Dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan metodologi sejarah, kepentingan yang semula bersifat internal ini

juga dipergunakan untuk penelitian sejarah umum dan Gereja. 99

Bagi Ignatius, melestarikan dan mengembangkan Serikat yang didirikannya

berarti menjaga kesatuan di antara anggotanya. Ia mensyaratkan relasi yang dekat

dan kuat antara anggota dengan pimpinan. Bohmer menyatakan: “Sudah sejak

zaman Ignatius, komunikasi melalui surat dalam Serikat sudah memiliki peran

penting. Tidak ada orang di negara-negara lain di Eropa zaman itu yang

menyamainya.”100

Simon Decloux membagi surat-surat Ignatius berdasarkan periode

penulisannya. Ada dua bagian surat: pertama, surat-surat yang ditulis sebelum

pendirian serikat Yesus (1524-1540). Ada tiga puluh surat yang ditulis Ignatius

pada masa ini. Kedua, surat-surat sejak berdirinya Serikat Yesus berdiri hingga

wafatnya Ignatius (1540-1556). Menurut Decloux, Kumpulan surat dari tokoh-

tokoh sezaman, Erasmus, Luther, dan Calvin, apabila digabungkan masih belum

mencapai jumlah tulisan Ignatius.101

Pada saat itu, Serikat Yesus berkembang dengan pesat dan membutuhkan

konsultasi dengan pusat pemerintahan di Roma. Lebih dari lima ribu surat Ignatius

dialamatkan kepada rekan Yesuit. Ignatius juga berkorespondensi dengan aneka

99
Correia-Afonso, Jesuit Letters and Indian History 1542-1773, 2.
100
Correia-Afonso, 2.
101
Simon Decloux, Commentaries on the Letters and Spiritual Diary of St. Ignatius Loyola:
Plus the Autograph Text of the Spiritual Diary. Roma: Centrum Ignatianum Spiritualitatis, 1980.

50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang mengenai berbagai tema. Berdasarkan tujuan penerima, surat Ignatius dapat

dibagi menjadi berikut:

a. Surat ditujukan kepada orang yang kini bergelar kudus: Fransiskus Borgias,

Fransiskus Xaverius, Thomas de Villanova, Yohanes dari Avila, dan Petrus

Faber.

b. Kepada pemimpin Gereja: Paus Paulus III, Paus Julius III, Marcello Cervini

(Paus Marcellus II), Gian Pietro Carafa (Paus Paulus IV); Kardinal Reginald

Pole dari Inggris, Kardinal Charles de Guise dari Loraine, Kardinal Otto

Truchess dari Augsburg, Kardinal Morone, kardinal Alvarez dari Toledo,

Kardinal Henry dari Portugal; Uskup Pietro Contarini dari Paphos, Bernal

Díaz Luco dari Callahora, Jaime Cazada dari Barcelona, Urbanus Weber

dari Laibach, Guilaume de Prat dari Clermont, dan Chauenburg dari

Cologne.

c. Kepada bangsawan: Raja Carlos V, Raja Ferdinandus, Duke Albertus dari

Bavaria, Raja Yohanes III dari Portugal, wangsa Braganza, Raja Luis dari

Portugal, Raja Muda Juan de Vega dari Sisilia.102

d. Kepada kaum perempuan, terdiri dari para bangsawan perempuan: Ratu

Katarina dari Portugal, Putri Margaret dari Austria, Eleonora de’ Medici ;

para donatur: Inéz Pascual, Doña Maria, Maria Frassoni del Gesso, Aldonza

González de Villasimplez; para murid rohani: Isabel Roser, Teresa

Rejadella, Hieronyma Oluja, Bartolomea Spadafora; ibu para Yesuit:

Katarina dari Cordoba, Juana de Valencia, Madonna Cesare, Magdalena

102
Simon Decloux, Commentaries on the Letters and Spiritual Diary of St. Ignatius Loyola,
(Roma: Centrum Ignatianum Spiritualitatis, 1980), 9-10.

51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Angélica Domenech; dan para teman perempuan: Leonor Mascarenhas,

Leonor de Vega Osorio, Isabel de Vega.103

Ignatius mempergunakan bantuan sekretaris untuk menulis surat. Juan

Alfonso de Polanco (1516-1576) merupakan sekretaris Ignatius sejak 1547 hingga

1556.104 Polanco masih menjadi menjadi sekretaris dan admonitor bagi Diego

Laínez (1558-1565) dan Fransiskus Borgias (1556-1572).105 Selain membantu

menulis surat, Polanco juga berperan bagi penulisan Konstitusi. Polanco memberi

masukan, mengajukan pertanyaan, menyelidiki perkaranya, dan menulis

jawabannya. Polanco menyerahkannya kepada Ignatius untuk memperoleh revisi

dan persetujuan. Polanco juga bertugas membuat terjemahan resmi dari bahasa

Spanyol ke bahasa Latin.106 Sejumlah besar surat Ignatius ditulis mulai tahun 1547

sesudah Polanco menjadi sekretaris Serikat. Ia juga membantu mengedit surat

Ignatius agar lebih sistematik.107

Polanco mengemukakan beberapa alasan bagi komunikasi berkala antara

pimpinan dengan anggota demi kebaikan Serikat Yesus. Pertama, surat-menyurat

secara berkala akan menunjang kesatuan dan kekuatan, kasih dan dukungan sesama

anggota. Kedua, surat membantu pemerintahan yang baik dan efisiensi tugas misi.

Melalui pemberitaan isi surat, Serikat akan memperoleh keuntungan, yakni

103
Hugo Rahner, Letters to Women, vii-xiv.
104
Juan Alfonso de Polanco lahir dari kalangan keluarga terpandang dan berpengaruh di Burgos,
Spanyol. Pada usia 13 tahun, Polanco belajar humaniora dan filsafat di Universitas Paris. Pada 1541,
Polanco bekerja sebagai scriptor apostolicus di kuria kepausan di Roma. Sesudah menjalani latihan
rohani di bawah bimbingan Laínez, Polanco menjadi anggota Serikat Yesus. Sesudah menyelesaikan
studi teologi selama empat tahun di Universitas Padua, Polanco dipanggil Ignatius menjadi
sekretaris. O'Malley, The First Jesuits, 10.
105
Decloux, Commentaries …, 13.
106
O'Malley, The First Jesuits, 6.
107
Palmer, Ignatius of Loyola, x; Carl F. Starkloff, (ed.), The Road from La Storta: Peter-Hans
Kolvenbach, S.J., on Ignatian Spirituality, (St. Louis: The Institute of Jesuit Sources, 2000), 176.

52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meningkatnya nama baik dan jumlah panggilan. Para pembaca surat akan

mendapatkan kekuatan panggilan, kerendahan hati, dan ketekunan setelah

membaca kisah jerih payah rekan Yesuit di karya misi.108

Hasil penelitian surat-menyurat antara Ignatius dan para Yesuit memberikan

kontribusi besar bagi sejarah misi Gereja dan bahkan sejarah umum. Korespondensi

para Yesuit, misalnya mereka yang bertugas di Paraguay, Jepang, Abyssinia

(Ethiopia), dan Tibet, dengan pimpinan pusat di Roma, menyumbangkan

metodologi penulisan sejarah dan informasi yang sangat penting di zaman itu.109

Mengenai peran penting korespondensi, Ignatius menyatakan “apa yang

tertulis tidak hanya menjadi pengajaran tetapi juga kesaksian yang bertahan lama

(porque la escritura queda y da siempre testimonio).”110 Surat-surat Ignatius

menjadi locus theologicus karena surat tidak hanya menjadi sarana komunikasi atau

sarana menjalankan pemerintahan Serikat, tetapi juga media untuk menerangkan

suatu pemikiran atau ajaran.111 Ada pelbagai tema lain dari surat-surat Ignatius

seperti kaul-kaul, kesehatan, bimbingan rohani, hubungan dengan donatur. Untuk

mendukung tema penelitian, penulis hanya akan berfokus pada tema eklesiologi.

2.4.2 Kerangka Surat-surat

Praktik surat-menyurat sebagai sarana komunikasi efektif dalam tata

pemerintahan bukanlah hal yang baru pada zaman Ignatius. Juan Polanco, saat

menjadi sekretaris Serikat Yesus, memberikan pengaruh kuat dalam hal surat-

108
Correia-Afonso, Jesuit Letters and Indian History 1542-1773, 4.
109
Correia-Afonso, Jesuit Letters…, 1.
110
Hugo Rahner, (1960), 1.
111
Joseph Munitiz, “Communicating Channels: Letters to Reveal and to Govern”, dalam The
Way Supplement 70, 1991, 64-75.

53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyurat. Pelaku pemerintahan, baik dunia bisnis maupun kepausan telah

menerapkan kebiasaan dan bahkan aturan korespondensi antara pusat dan para

anggota yang tersebar di berbagai kawasan. Komunikasi dan informasi tersebut

tidak hanya berguna bagi kesatuan hati dan budi, tetapi juga membantu proses

diskresi, entah yang dibuat Pembesar maupun anggota. Dengan demikian, proses

pengambilan keputusan juga berlandaskan pada informasi yang masuk. Oleh karena

itu, dibutuhkan informasi mengenai apa yang dikerjakan para Yesuit serta situasi

dan kondisi zaman.112

Dalam suratnya kepada Petrus Faber, 10 Desember 1542, Ignatius

menyebutkan cara menuliskan surat.

“Saya membuat pokok surat lebih dahulu dan menuliskan hal-hal yang akan
membangun. Setelah membacanya dan mengoreksinya, saya
membayangkan bahwa surat ini akan dibaca oleh semua orang. Kemudian,
untuk kedua kalinya, saya menulis lagi atau menyuruh orang lain
menulisnya. Kita harus memberikan pemikiran lebih kepada apa yang kita
tulis dari pada apa yang kita katakan. Tulisan bertahan lama dan menjadi
kesaksian sepanjang masa yang tidak dapat diperbaiki atau ditafsirkan
kembali semudah seperti kita mengucapkannya. Dengan semua cara ini pun
saya yakin bahwa saya membuat banyak kesalahan dan takut melakukan
demikan itu di masa depan. Saya menempatkan detail lain yang kurang
pantas atau kurang membangun untuk ukuran surat resmi pada halaman-
halaman terpisah.113 Pada halaman-halaman ini, masing-masing dapat
menulis selekasnya apa yang keluar dari luapan hati, dengan atau tanpa
susunan yang cermat. Akan tetapi, harus ada satu hal ini dalam pokok surat:
surat harus disusun secara saksama dan membangun, sehingga dapat
ditunjukkan di mana pun dan bersifat membangun.”114

112
Markus Friedrich, “Governance in the Society of Jesus 1540-1773”, dalam Studies in the
Spirituality of Jesuits, 40/1, (2009), 3-8.
113
Istilah yang dipakai ialah hijuela. Ignatius memerintahkan untuk menuliskan informasi
pribadi yang bersifat rahasia dalam lembaran terpisah. Akan tetapi isinya masih terkait dengan tema
besar. Correia-Afonso, Jesuit Letters…, 3.
114
“I make a first draft of the mam letter, reporting things that will be edifying; then, after
reading it over and correcting it, keeping in mind that it is going to be read by everybody, I write or
have someone write it out a second time. For we must give even more thought to what we write than

54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ignatius tidak hanya menjelaskan cara menulis surat tetapi juga ingin agar

semua anggota Serikat Yesus mengikuti caranya menulis surat. Surat-menyurat

dipandang sebagai sarana kerasulan, yakni cara Serikat Yesus menjaga kesatuan

dan terlibat dalam pelayanan jiwa-jiwa dan sarana memperoleh hiburan rohani.

Dalam surat yang sama, Ignatius memberikan gagasannya secara lebih mendetail:

“Saya mendorong Pater sedemikian rupa karena saya wajib melakukannya


demi lebih besarnya kemuliaan Allah Tuhan kita. Dan saya meminta Pater,
demi cinta dan kesucian-Nya sendiri, untuk memperbaiki tulisan Pater,
berbangga dengan surat Pater, dan berkehendak untuk membangun saudara-
saudara Pater dan orang lain lewat surat-surat Pater. Yakinlah bahwa waktu
yang Pater habiskan untuk hal ini – seturut dengan cara pandang saya –
menjadi waktu yang dibaktikan dalam Tuhan. Saya berusaha keras menulis
dua draf surat resmi agar tampak teratur. Saya pun melakukannya untuk
surat pada halaman-halaman terpisah. Bahkan, surat ini saya tulis dua kali
dengan tangan saya sendiri. Semuanya itu adalah alasan mengapa setiap
anggota Serikat sebaiknya melakukan hal yang sama… Saya meminta Pater
sekali lagi, demi cinta dan kesucian kepada keagungan ilahi-Nya, untuk
melakukan permintaan saya dengan sepenuh hati. Usaha Pater itu akan
berbuah banyak bagi kemajuan rohani dan penghiburan jiwa-jiwa.115

to what we say. Writing is permanent and gives lasting witness; we cannot mend or reinterpret it as
easily as we can our speech. And even with all this I am sure I make many mistakes, and fear doing
so in the future. I leave for the separate pages. Other details that are inappropriate for the main letter
or lacking in edification. These pages each one can write hastily “out of the overflow of the heart,”
with or without careful organization. But this may not be tolerated in the main letter: it must be
composed carefully and edifyingly, so that it can be shown around and give edification.” “To Piere
Favre”, Martin E. Palmer, John W. Padberg, dan John L. McCarthy (eds.), Ignatius of Loyola:
Letters and Instructions, 91; Decloux, Commentaries…, 10-11.
115
I urge you, then, as I am obliged to do for the greater glory of God our Lord, and I beg you,
for his love and reverence alone, to correct your faults in writing, making it a point of pride and
having a real desire to edify your brethren and others through your letters. Let the time you waste
on this be upon my head; it will be time well wasted in the Lord. I make the effort to write two drafts
of any main letter so that it will have some order; I even do the same with many of the separate
pages. Even this one I have written out twice in my own hand. All the more reason why each member
of the Society should do the same… And I once more beg you to work at this for love and reference
of his Divine Majesty, and with a wholehearted and serious effort; it is of no little importance for
the spiritual progress and consolation of souls. “To Piere Favre”, Martin E. Palmer, John W.
Padberg, dan John L. McCarthy (eds.), Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, 92; Decloux,
Commentaries…, 11;

55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Selain Ignatius, Polanco mengeluarkan “pedoman penulisan surat bagi para

Yesuit yang tersebar di luar Roma”. Aturan tersebut meliputi apakah yang harus

ditulis, bagaimana surat ditulis, dan bagaimana cara pengirimannya. Polanco juga

menulis instruksi mengenai penyusunan surat dan distribusinya. Dua atau tiga

salinan surat harus dikirimkan ke Roma. Dalam surat kepda Pater Helmi, 10

November 1554, disebutkan bahwa surat yang ditulis harus singkat dan lugas. Surat

tidak boleh memuat awalan dan rincian yang tidak berguna serta gaya bahasa yang

berlebihan. Hal ini menunjukkan pusat pemerintahan Serikat Yesus di Roma

menginginkan surat menjadi pernyataan resmi mengenai hal-hal yang akan

membantu superior memajukan Serikat.116

Peter-Hans Kolvenbach membagi penutup surat Ignatius menjadi tiga

kategori. Kategori pertama umumnya memakai kata ‘memercayakan’. Sebagai

contoh, “semoga Allah memercayakan saya terus-menerus dalam Tuhan untuk

mengingat selalu Dona Isabella, saudara-saudaranya, dan seisi rumah tangganya”

(11 Agustus 1548). Bentuk lain penutup antara lain adalah “dalam hal ini saya

memercayakan diri saya pada kurban [ekaristi] dan doa-doamu.” Kategori kedua

mengandung harapan dan salam yang dipakai pengarang untuk menutup surat.

Harapan dan salam umumnya dipakai sebagai pembuka surat. Sebagai contoh, surat

Ignatius kepada Margareth dari Austria diawali dengan harapan: “semoga kuasa

rahmat dan kasih abadi Kristus Tuhan kita hadir bersamamu” ditutup dengan “saya

akan mengakhiri surat ini dengan rendah hati memohon kepada kebaikan Allah

Tuhan kita untuk melindungi dan membimbing Pater dalam segala hal melalui

kebaikan-Nya yang ilahi dan abadi” (13 Agustus 1543). Ada kalanya ia lebih

116
Correia-Afonso, Jesuit Letters…, 5.

56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memilih harapan dengan bentuk pendek dan konvensional seperti: “semoga Tuhan

besertamu semua” atau kata-kata vale in Domino (semoga Anda baik-baik dalam

Tuhan).

Kategori ketiga merangkum spiritualitas khas Ignatius. Dari sudut pandang

bentuknya, kategori ketiga merupakan jenis lain kategori kedua (harapan) namun

berbeda dari segi frekuensi dan strukturnya. Surat perdana Ignatius diakhiri dengan

ucapan doa, “semoga Ratu kita menjadi pengantara kita dan memperolehkan rahmat

bagi kita” (12 Desember 1524). Empat tahun kemudian, Inigo pada waktu masih

menjadi peziarah miskin menulis kepada penderma Catalan, Inés Pascual dan

mengakhiri surat demikian: “semoga Tuhan alam semesta – karena kebaikan-Nya

– selalu tinggal dalam jiwa kita, sehingga kehendak-Nya selalu terlaksana dalam

diri kita” (3 Maret 1528). Sejak menulis surat kepada saudaranya, Martin Garcia de

Onaz, struktur dari penutup surat Ignatius yang tidak berubah sampai dengan 22

Juli 1556. Ignatius menulis, “[Berdoalah kepada Tuhan] supaya memberikan

rahmat untuk mengetahui dan merasakan secara penuh kehendak-Nya yang sangat

suci dan kekuatan untuk memenuhinya” (akhir Juni 1532). Struktur ini, dengan

beragam variasi sering digunakan Ignatius. Sebanyak 992 dari 6815 surat diakhiri

dengan harapan Ignatius tersebut. 117

Elemen inti penutup surat yang selalu tertera ialah ‘kehendak-Nya yang

sangat suci’. Elemen inti ini tidak banyak diubah dan seluruh arah gerak penutup

surat ditujukan untuk melengkapinya. Kata ‘mengetahui, melaksanakan, untuk

memperoleh rahmat’ dipakai untuk melengkapi ‘kehendak Tuhan’. Kata ‘kehendak

117
Starkloff, (ed.), The Road from La Storta, 176-177.

57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tuhan’ dipakai dalam lebih dari 90% (5.639 dari 6.815 surat) yang ditujukan bagi

surat penting biasa, tetapi tidak termasuk surat urusan keuangan dan kontrak

(142).118

2.4.3 Tempat Surat-surat Ignatius dalam Tradisi Serikat Yesus

Untuk mengenal spiritualitas Ignatian, tidak cukup meneliti Latihan Rohani,

Konstitusi, merefleksikan Autobiografi dan buku harian rohani.119 Untuk itulah,

studi mengenai surat-surat Ignatius layak diupayakan. Upaya terpadu untuk

melestarikan surat Ignatius baru dimulai pada abad ke delapan belas. Sebelumnya,

hanya surat-surat penting saja yang diterbitkan secara luas, misalnya surat Ignatius

kepada komunitas di Portugal mengenai ketaatan (1553). Beberapa Yesuit juga

menyimpan surat-surat apa pun dari Ignatius demi rasa bakti mereka. Beberapa

rumah Yesuit mengumpulkan surat Ignatius kepada komunitas mereka atau anggota

mereka. Kumpulan surat Yesuit yang pertama kali diterbitkan secara luas ialah

surat-surat dari Fransiskus Xaverius pada 1583.120 Masa pembubaran Serikat Yesus

pada 1773-1814 mengakibatkan rumah-rumah Yesuit disita pemerintah dan koleksi

surat tercerai-berai.121

Pada masa pembubaran itu pula muncul inisiatif untuk mencari surat yang

tersebar di Italia. Yesuit Spanyol, Roque Menchaca, berhasil mengumpulkan

koleksi surat-surat Ignatius dan diterbitkan di Bologna pada 1804. Kumpulan surat

ini dicetak ulang pada 1837 dalam bahasa Latin. Pada 1848, Yesuit Jerman,

118
Starkloff, (ed.), The Road from La Storta, 179.
119
Starkloff, (ed.), The Road from La Storta, 176.
120
Kesuksesan misi Fransiskus Xaverius di India disambut baik oleh umat Katolik di Eropa.
Surat-surat Xaverius disalin dengan tangan dan diedarkan ke banyak kota. Correia-Afonso, Jesuit
Letters and Indian History 1542-1773, 6, 32.
121
Palmer, Ignatius of Loyola, ix.

58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Christoph Genelli, menerbitkan Das leben des heiligen Ignatius von Loyola, Stifters

der Gesellschaft Jesu, yang berisi riwayat Ignatius disertai kumpulan surat dalam

bahasa Spanyol dan Latin. Pada 1870, Yesuit Prancis, Marcel Bouix, menerbitkan

Lettres de S. Ignace de Loyola, fondateur de la Compagnie de Jésus, yakni

terjemahan 145 surat Ignatius dalam bahasa Prancis. Selain itu, masih terdapat

aneka terjemahan dalam bahasa modern Jerman, Italia, Jepang, Polandia, Portugis,

Inggris, dan Spanyol. D.F. Leary menerjemahkan 24 surat Ignatius ke dalam bahasa

Inggris dan menerbitkan pada 1914.122 Edisi bahasa Inggris muncul kembali pada

1959, William Young menerjemahkan dan menerbitkan 222 surat.123 Pada 1963,

Obras de San Ignacio de Loyola menerbitkan 177 surat bersamaan dengan karangan

Ignatius lain.124 Terjemahan dan terbitan terbaru surat Ignatius dalam bahasa

Inggris diusahakan oleh Institute of Jesuit Sources di bawah pimpinan Martin

Palmer dan kemudian dilanjutkan oleh John W. Padberg dan John L. McCarthy.

Karya yang berjudul Ignatius of Loyola: Letters and Instructions ini memuat 369

surat dan menjadi kompilasi surat Ignatius terbesar dalam bahasa Inggris sampai

saat ini.

Kalangan Yesuit Spanyol selama 15 tahun mengumpulkan dan menerbitkan

enam volume dengan 842 surat. Inilah edisi yang akan menjadi dasar Monumenta

Historica. Proyek Monumenta Ignatiana ex autographis vel ex antiquioribus

exemplis collecta yang diterbitkan oleh Institutum Historicum Societatis Iesu 1903-

122
Ignatius Loyola, Letters and Instructions of St. Ignatius Loyola, diterjemahkan oleh D.F.
O'Leary, St. Louis: B. Herder, 1914.
123
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius Loyola, diterjemahkan oleh William J. Young
Chicago: Loyola University Press, 1959.
124
Ignacio de Loyola, Obras de San Ignacio de Loyola, (transcripción, introducciones y notas
de Ignacio Iparraguirre, Cándido de Dalmases, y Manuel Ruiz Jurado,), BAC, Madrid, 1963.

59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1911 di Madrid berhasil menghimpun 12 volume surat dan instruksi Ignatius

Loyola. Pada tahun 1964-1968, Institutum Historicum Societatis Iesu di Roma

menerbitkan kembali volume tersebut dalam dua belas volume Monumenta

Historica Societatis Iesu (MHSI). Editor MHSI mengumpulkan 6.742 surat serta

73 teks terkait surat yang didiktekan atau ditulis secara pribadi oleh Ignatius

Loyola.125

Pada masa awal perkembangan Serikat Yesus, para anggota yang tersebar

menerima informasi mengenai berita mingguan atau hebdomadarius yang

diterbitkan oleh kuria generalat di Roma. Tugas ini dipercayakan kepada setiap

orang secara bergiliran. Fransiskus Xaverius (1506-1552) adalah salah satu Yesuit

perdana yang pada awalnya cukup lama memegang tugas ini. Pekerjaan ini menjadi

pekerjaan purna waktu sebab setiap Yesuit membutuhkan berita. Ignatius

mewajibkan setiap anggota Serikat Yesus menulis surat kepadanya dan

mengenalkan apa yang mereka kerjakan.126

Ikhtisar instruksi Ignatius mengenai surat-menyurat ditegaskan dalam

bagian VIII Konstitusi “mengenai hal-hal yang mendukung kesatuan mereka yang

jauh dengan kepala dan antara mereka sendiri”. Dokumen Konstitusi [673] yang

disahkan oleh Kongregasi Jenderal, dua tahun sesudah Ignatius wafat, menyatakan:

“Amat menolong juga kebiasaan sering surat-menyurat antara bawahan dan


Pembesar, dan sering mendapat kabar dari yang lain dan mendapat
informasi dari pelbagai tempat, demi pembangunan rohani dan untuk
mengetahui apa yang terjadi; hal itu perlu diperhatikan oleh para pembesar
dan terutama oleh Pater Jenderal dan para Provinsial dengan membuat

125
Palmer, Ignatius of Loyola, ix.
126
Correia-Afonso, Jesuit Letters and Indian History 1542-1773, 2.

60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peraturan supaya di mana saja orang dapat mengetahui, apa yang dilakukan
oleh orang lain, untuk saling mengbur dalam Tuhan.”127

Pada abad ini, surat-surat Ignatius masih dipergunakan dalam dokumen-

dokumen Kongregasi Jenderal. Kongregasi Jenderal (KJ) adalah badan

pemerintahan tertinggi dalam Serikat Yesus.128 Dokumen KJ 31 menyatakan bahwa

surat-surat Ignatius adalah salah satu tradisi resmi Serikat Yesus, dengan mengutip

surat kepada Yesuit di Portugal (D. 4, n. 43) dan ketaatan harus dijalani dengan

gembira dan unggul (D. 17, n. 9-11). KJ 31 mengutip surat kepada Yesuit di Padua

tentang kemiskinan dan menyerukan agar Yesuit “berkhotbah dalam kemiskinan”

(D. 18, n. 4). Mengenai hidup komunitas, KJ 31 mengemukakan kembali frasa

Amigos en el Señor yang dikutip dari surat kepada Juan Verdolay (D. 19, n 1).

KJ 32 mengutip surat Ignatius kepada Yesuit di Padua untuk menekankan

kerasulan dengan berkhotbah dalam kemiskinan (D. 12, n. 9). Amanat Paus Paulus

VI, yang termasuk dokumen terkait KJ 32, mengambil beberapa inspirasi dari surat

Ignatius kepada mereka yang diutus untuk berkarya. Seorang yang diutus harus

mengingat keselamatan jiwanya selain membantu jiwa-jiwa orang lain.129 Pada

bagian mengenai kesiapsediaan dan ketaatan, Paus mengutip surat kepada Yesuit

di Portugal dengan mengatakan “yang melayani Tuhan kita dalam Serikat ditandai

dngan kemurnian dan kesempurnaan ketaatan, dengan mengsampingkan kehendak

dan penilaian diri sendiri.”130

127
Konstitusi [673], Ignatius Loyola, Konstitusi Serikat Yesus dan Norma Pelengkap,
diterjemahkan oleh Tom Jacobs, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), 251.
128
John W. Padberg (ed), Jesuit Life & Mission Today: The Decrees & Accompanying
Documents of the 31st-35th General Congregations of the Society of Jesus, (St. Louis: The Institute
of Jesuit Sources, 2009), xi.
129
Address of Pope Paul VI to the Members of the 32 nd General Congregation, Padberg, Jesuit
Life & Mission Today, 385; MHSI XII (Appendix 1, no. 24): 251-53.
130
Padberg, Jesuit Life & Mission Today, 389; MHSI IV: 669-81.

61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KJ 33 satu kali menyebut tentang surat Ignatius. KJ 33 mengangkat kembali

pentingnya persahabatan dengan orang miskin agar “menjadikan kita sebagai

sahabat Raja Abadi” berdasarkan surat Ignatius kepada Yesuit di Padua (D.1, n.

31). Pada dekret mengenai “Pelayan Perutusan Kristus” KJ 34 menggunakan surat

yang sama dengan tambahan kutipan langsung yang lebih panjang (D. 2, n. 8).

Dekret 6 mengenai “Imamat Pelayanan dan Identitas Yesuit” mengulas secara rinci

tradisi imamat Yesuit. Salah satu referensi yang dikutip agak panjang ialah surat

Ignatius kepada Yesuit dikirim ke Konsili Trente (D. 6, n. 16). KJ 34 mengulas

instruksi bagi para teolog Yesuit yang diutus ke Trente untuk tetap memberikan diri

seperti Kristus kepada siapa saja yang membutuhkan, dengan berkhotbah, melayani

orang miskin, dan memberi pelajaran agama di sela-sela mengikuti Konsili.

Instruksi ini juga dikutip kembali pada dekret mengenai “Cara Kita Bertindak” agar

para Yesuit bersolidaritas dengan umat manusia yang paling membutuhkan sesuai

dengan talenta yang diberikan Tuhan demi kemuliaan-Nya (D. 26, n. 12).

KJ 34 menyinggung petuah bijak Ignatius kepada Pietro Contarini dalam

dekret mengenai kemurnian. KJ mengulangi keyakinan Ignatius akan semangat

cuma-cuma dalam karya Yesuit (D. 8, n. 16). Surat mengenai kemiskinan diangkat

kembali dalam dekret mengenai kemiskinan. KJ 34 menggarisbawahi bahwa

kemiskinan sebagai cara bertindak Yesuit (D. 9, n. 3).

KJ 35 mengulangi petunjuk Ignatius kepada Joáo Nunes Barreto, Patriakh

Etiopia mengenai discreta caritas dalam karya kerasulan. Surat ini dihubungkan

dengan Konstitusi bagian tujuh perihal perutusan Serikat (D. 4, n. 8). KJ juga

mengutip panjang lebar surat mengenai ketaatan kepada Yesuit di Portugal dengan

menekankan bahwa Yesuit harus sempurna dalam ketaatan (D. 4, n. 35).

62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2.5 Rangkuman

Setelah memaparkan pokok-pokok pemikiran eklesiologi berdasarkan surat-

surat Paulus dan para Bapa Gereja, penulis hendak merangkum poin-poin penting

dari bab dua ini. Sudah sejak zaman Paulus pada abad pertama, Gereja

mempergunakan surat sebagai sarana mempersatukan jemaat. Dengan mempelajari

kembali surat-surat Paulus dan Bapa Gereja, diperoleh pengetahuan penting

mengenai identitas, komunitas, dan perutusan Gereja.

Dalam surat-surat Paulus, terdapat aneka gambaran dan aspek mengenai

Gereja. Istilah ekklēsia secara tegas digunakan beberapa kali dalam surat Paulus

dengan arti suatu perhimpunan orang-orang percaya. Sifat ini didukung dengan kuat

oleh gambaran-gambaran yang dipakai Paulus, misalnya tubuh Kristus, pengantin

perempuan, bangunan, dan umat Allah yang sejati. Selain menerangkan pengertian

tentang Gereja, Paulus membahas antara lain: ibadah yang berupa nyanyian pujian,

pelayanan firman, pengakuan iman dan doa; baptis dan perjamuan. Paulus juga

membahas pemimpin-pemimpin dan peranan perempuan dalam Gereja.

Surat-surat awal para tokoh Gereja abad pertama dan kedua menunjukkan

pentingnya tema tentang Gereja dalam pemikiran teologi zaman itu dan hubungan

erat tokoh Gereja dengan konsep kunci teologi kristiani.131 Surat Ignatius dari

Antiokhia dan Klemens dari Aleksandria menggunakan model tulisan yang masih

131
Jeffrey Bingham, The Routledge Companion to Early Christian Thought, (London-New
York: Routledge, 2011), 314.

63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dekat surat Paulus di waktu Gereja sudah semakin luas dan terorganisir. Dari

analisis surat-surat Paulus dan Bapa Gereja, ditemukan data bahwa komunitas awal

kristiani memiliki gambaran majemuk mengenai Gereja. Sebagian dari gambaran

tersebut berakar pada Kitab Suci, dunia sosial politik Yahudi-Romawi, dan dunia

organisme. Sejak awal tidak ada gambaran tunggal mengenai Gereja. Hal ini

menunjukkan aneka aspek hidup dan iman jemaat kristiani.

Eklesiologi yang bersumber dari surat-surat Perjanjian Baru dan Bapa

Gereja memiliki dasar pemersatu yang konstan, yakni Yesus Kristus. Tema

kesatuan jemaat sangat menonjol karena dilatarbelakangi situasi pengejaran,

penganiayaan, dan ancaman bidah. Secara spesifik, surat-surat tersebut

menunjukkan bahwa kesepahaman di antara mereka sendiri dan dengan para

pemimpin atas dasar Yesus Kristus merupakan kesepahaman dengan dan di dalam

Gereja. Dari aneka data di atas, dapat disimpulkan bahwa surat-surat dari Perjanjian

Baru dan Bapa-bapa Gereja merupakan sumber yang otoritatif dan bernilai tinggi

bagi eklesiologi.

Dalam tradisi Serikat Yesus, surat-surat Ignatius menempati kedudukan

yang penting sebagai sumber spritualitas. Surat-surat Ignatius dikumpulkan,

diterjemahkan, dan diterbitkan di berbagai negara. Surat juga masih dipergunakan

untuk mendasari dokumen-dokumen Kongregasi Jenderal. Hal ini tampak dari

dokumen KJ 31-35 yang masih menyebutkan rujukan dari surat-surat Ignatius.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa surat-surat Ignatius bernilai tinggi, aktual, dan

relevan untuk zaman ini.

64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

KONTEKS DAN PENDEKATAN HERMENEUTIK

TIGA SURAT IGNATIUS LOYOLA

3.1 Pengantar

Untuk memenuhi tujuan penelitian yang disampaikan pada bab

pendahuluan, penulis hendak menjelaskan pendasaran teoretis untuk berteologi

dengan surat-surat Ignatius Loyola. Penulis mempergunakan bantuan disiplin ilmu

lain, yakni filsafat. Bidang filsafat yang penulis pergunakan dalam penelitian ini

ialah hermeneutik filosofis Hans-Georg Gadamer (1900-2002). Gadamer

merupakan salah satu filsuf Jerman terpenting abad kedua puluh satu. Karya

utamanya, Truth and Method: Basic Features of a Philosophical Hermeneutic

memberikan sumbangan besar bagi hermeneutika kontemporer.132

Alasan penulis mempergunakan hermeneutika Gadamer adalah karena ia

menaruh perhatian kepada kesadaran sejarah dan peranan aplikasi. Kesadaran yang

dipengaruhi oleh sejarah adalah kesadaran situasi hermeneutik. Ia menyatakan

bahwa penafsir tidak dapat berdiri di luar kasadaran sejarah dan tidak bisa

merangkul pengetahuan yang objektif. Penafsir berada dalam sejarah/situasi

132
Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, edisi kedua, diterjemahkan oleh Joel Weinsheimer
dan Donald G. Marshall, (London–New York: Continuum, 2004).

65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tertentu dan oleh karena itu ia terbatas (every finite present has its limitations)133.

Konsentrasi hermeneutika Gadamer adalah upaya memahami dan mengkritisi

prinsip-prinsip hermeneutik dalam sejarah aktual dan perwujudan di masa kini.134

Masalah pokok dalam filsafat Barat ialah hubungan antara subyek yang

mengetahui dan obyek yang diketahui. Hermeneutika Gadamer dilandasi pemikiran

Edmund Husserl (1859–1938) mengenai intersubyektivitas. Intersubjektivitas

berarti gagasan mengenai cara subyek menarik makna terhadap dunia obyek.

Husserl menilai bahwa makna dapat diperoleh dari partisipasi (intensionalitas)

terhadap fenomena (dunia) yang dihadapi. Akan tetapi, Gadamer lebih lanjut

menyatakan bahwa pemahaman mengenai diri sendiri dan yang lain melampaui

bahasa kesadaran dan tindakan intensionalitas. Makna harus didasarkan kepada

penafsiran dan pengertian dialogis. Gadamer mendukung Heidegger bahwa Dasein

memang memiliki keterbatasan dalam memahami yang lain. Gadamer lebih lanjut

mengemukakan bahwa Dasein harus belajar mengalami yang baru agar dapat

melampaui keterbatasan itu.135

Bidang hermeneutika meliputi segala sesuatu di mana makna tidak dapat

secara langsung dipahami melainkan memerlukan penafsiran. Hermeneutika

menjembatani jarak antara dunia penafsir dengan makna asing dari suatu teks.

Gadamer berusaha meninggalkan hermeneutika romantisme Schleiermacher dan

historisme Dilthey.

133
Robert J. Dostal, The Cambridge Companion to Gadamer, (Cambridge: Cambridge
University Press, 2002), 43. Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, 301.
134
Kurt Mueller-Vollmer, The Hermeneutics Reader, (New York: Continuum, 2006), 256.
135
Chris Lawn and Niall Keane, The Gadamer Dictionary, (London – New York: Continuum,
2011), 138.

66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834) memusatkan diri pada

seni memahami keasingan. Ia hendak menghadirkan kembali makna di masa silam

seutuh-utuhnya agar kesalahpahaman di masa kini dapat diatasi. Tindakan

memahami tersebut disebut sebagai rekonstruksi atas produksi teks atau makna

yang bebas dari keterlibatan penafsir. Tujuan utama seorang penafsir adalah mampu

menguak kembali makna yang secara historis dimaksudkan oleh pengarang atau

makna objektif. Bagi Gadamer, mustahillah manusia dapat membersihkan diri dari

horizon kekiniannya.

Proses hermeneutika Dilthey adalah memahami cara pandang dan gagasan

pengarang, memahami ekspresi pengarang yang berkait dengan sejarah dan menilai

berdasarkan gagasan, waktu dan tempat saat pembaca hidup. Terhadap pemikiran

Wilhelm Dilthey (1833-1911), Gadamer menilai bahwa ia terlalu memusatkan diri

pada historisme. Sejarah hanyalah ungkapan zaman yang dapat diakses sebagai

fakta-fakta obyektif. Hal ini disebabkan karena Dilthey terlalu kuat dipengaruhi

oleh model ilmu-ilmu alam (natural sciences) yang berciri empiris.136 Kritik

Gadamer atas Dilthey ialah bahwa pembaca tidak dapat kembali ke masa silam

untuk menemukan makna asli yang dimaksud pengarang. Dengan demikian, tidak

mungkin ada reproduksi makna yang sempurna. Penafsiran pasti berada di dalam

horizon tertentu.

Gadamer menyebut penafsir merupakan pengantar masa lalu ke masa kini.

Artinya, pembaca tidak dapat kembali ke masa silam untuk menemukan kembali

makna asli sebagaimana dimaksud oleh penulis teks.137 Menurut Gadamer,

136
Gadamer, Truth and Method, 6.
137
Hans-Georg Gadamer, Philosophical Hermeneutics, diterjemahkan oleh David E. Linge,
(Berkeley – Los Angeles: University of California Press, 1976), xii.

67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hermeneutika tradisional melibatkan pemahaman dan interpretasi. Gadamer

menambahkan satu elemen penafsiran, yakni aplikasi. Aplikasi tak lain daripada

sebuah proses integral di dalam proyeksi makna teks di dalam horizon yang

membentang dari sang penafsir. Aplikasi menunjukkan bahwa pencarian makna

dari suatu teks tidak pernah bersifat netral dan menampakkan bentuk perhatian si

pencari makna atau penafsir. Bagi Gadamer, aplikasi merupakan bagian tak

terpisahkan dari pemahaman dan penafsiran.138

Penafsir diharuskan memahami makna teks lewat aplikasi-aplikasinya

dalam kerangka sejarah pengaruh dan mengaplikasikannya ke dalam kekinian.

Penafsir mencapai kebenaran hanya dengan memahami pengalaman aplikasi

tersebut. Dengan demikian, melalui pendekatan hermeneutika Gadamer,

pemahaman teks Ignatius Loyola yang ditulis pada abad keenam belas tidak bersifat

statis melainkan berubah dan selalu menunjukkan perspektif aktual.

Tiga surat Ignatius yang menjadi obyek penelitian ini akan ditinjau dengan

model hermeneutika Gadamer. Penulis akan memaparkan cakrawala teks dengan

konteks dan maksud pengarang, isi pokok surat, dan memaparkan cakrawala

penafsir dengan asumsi teologis. Dengan cara demikian, diharapkan penafsiran

tidak berpaku pada satu pihak, yakni pihak penafsir atau teks sendiri, tetapi

menjalankan suatu percakapan hermeneutik di mana terdapat peleburan horizon-

horizon (Horizontverschmelzung).

138
Chris Lawn dan Niall Keane, 11; Gadamer, Truth and Method, 307.

68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1.1 Landasan Hermeneutika Filosofis Gadamer

Proyek hermeneutika Gadamer ialah membebaskan hermeneutika dari

batas-batas esteteis dan metodologis yang masih menjerat Schleiermacher dan

Dilthey sehingga hermeneutik tidak lagi dimengerti entah sebagai seni (Kunst) atau

sebagai metode (Methode), melainkan sebagai kemampuan manusia untuk

memahami. Gadamer dipengaruhi oleh gurunya, yaitu Martin Heidegger (1889-

1976). Heidegger menyumbangkan sebuah tilikan termashyur mengenai

Vorstruktur des Verstehens (pra-struktur memahami). Memahami suatu makna

tidak pernah tanpa presuposisi (voraussetzungslos); ia mengandaikan pra-

pemahaman (Vormeinung) tertentu. Kata-kata presuposisi atau pra-pemahaman di

sini tidak diartikan secara kognitif belaka, melainkan secara eksistensial, yaitu

sebagai cara bereksistensi. Pra-pemahaman itu terbentuk dari apa yang disebut

Heidegger Bewandtnisganzheit, yaitu totalitas keterlibatan manusia dalam praktik-

praktik hidup yang dijalani, dan hal itu “bungkam”, yaitu non-tematis, pra-

predikatif, non-verbal. Kita terlibat begitu saja dalam praktik-praktik, dan dari

keterlibatan itu tumbuhlah pemahaman kita.139

Hermeneutika filosofis Gadamer berkaitan dengan pengetahuan

kesejarahan atau kesadaran historis efektif, yaitu kesadaran operatif atas

pemahaman hermeneutik yang berakar pada pemahaman sejarah. Ada dua buah

konsep fundamental hermeneutika Gadamer:

Pertama, kesepahaman terhadap teks melalui sejarah yang dibentuk oleh

perhatian eksistensial, kultural, dan religius dari orang yang membaca teks. Penafsir

139
Hardiman, Seni Memahami, Hermeneutika dari Schleiermacher sampai Derrida,
(Yogyakarta: Kanisius, 2015), 160.

69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pertama-tama harus memandang perlunya pra-pemahaman. Pemahaman tidak

mungkin terjadi tanpa melibatkan pra-anggapan. Para filsuf sejak zaman

pencerahan melawan pra-pemahaman dan bias tetapi Gadamer melihatnya secara

lebih positif. Pra-pemahaman merupakan unsur konstitutif yang membentuk

kebudayaan.140

Kedua, konsep memahami sebagai aplikasi ke dalam konteks sosio-kultural

atau historis-eksistensial tertentu. Konsep ini disebut sebagai peleburan atau fusi

horizon. Penafsir mengatasi jarak yang memisahkan dia dari teks dan pengarang,

kemudian mulai memperluas horizon penafsirannya, dan membiarkan pra-

pemahamannya menjadi elemen yang memperkaya pemahamannya. 141 Dengan

demikian, tidak ada pemahaman jika si penafsir tidak menjadi bagian dari

kelangsungan sejarah di mana dia dan fenomena yang dipelajarinya saling berbagi.

Tugas penafsiran mengandung tegangan antara keakraban dan keasingan

dengan teks, perjumpaan dalam relasi aku-Engkau. Hasil transformatif pengalaman

hermeneutik itu adalah Bildung. Kata Bildung berasal dari bahasa Jerman dan sukar

diterjemahkan dalam bahasa lain.142 Bildung mencakup proses pendidikan dan

kebudayaan manusia di mana seseorang masuk ke dalam kerangka tertentu dan

menemukan dirinya dalam tata kebudayaan yang lebih luas.143 Gadamer

140
Mueller-Vollmer, The Hermeneutics Reader, 256; Lawn dan Niall Keane, The Gadamer
Dictionary, 78.
141
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 78.
142
Dalam terjemahan buku Gadamer, Bildung disejajarkan dengan kebudayaan dan
pengembangan pribadi. Makna kata ini ialah cara atau proses pembentukan diri sesuai dengan
gambaran ideal tentang manusia. “Bildung is translated by ‘culture’ and related forms such as
‘cultivation,’ ‘cultivated.’ Gadamer defines Bildung as "the properly human way of developing one's
natural talents and capacities… Cultivation is a process of forming the self in accordance with an
ideal "image" of the human.” Gadamer, Truth and Method, xii.
143 Menurut Gadamer, Bildung adalah “keeping oneself open to what is other – to other, more
universal points of view. It embraces a sense of proportion and distance in relation to itself, and
hence consists in rising above itself to universality. To distance oneself from oneself and from one’s
private purposes means to look at these in the way that others see them.” Gadamer, Truth and
Method, 15.

70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menghubungkan kata ini dengan physis atau alam. Gadamer memakai kata ini untuk

menolak ide bahwa pengetahuan dan akumulasinya adalah proses penyesuaian

metode untuk menyingkapkan kebenaran secara pasti. Sebaliknya, pengertian

manusia ialah yang terjadi di dalam proses Bildung. Penafsir melibatkan diri dalam

memahami, bukan sebagai proses kognitif belaka untuk menguasai suatu bahasan,

melainkan sebagai suatu peristiwa yang di dalamnya pokok bahasan itu

menyingkapkan diri lewat peleburan horizon-horizon.144

Pendekatan dialogis Gadamer terhadap teks diarahkan melampaui maksud

pengarang. Baik pembaca dan pengarang tidak harus mengetahui maksud sejati dari

yang ditulis. Penafsiran dimaksudkan untuk menghilangkan ketidakjelasan teks-

teks yang menghalangi penelaahnya memahami sepenuhnya. Sebuah teks

dibangkitkan kembali oleh penafsir yang menjadikan teks tersebut masuk akal.

Penafsir harus sadar akan lingkaran hermeneutik, yakni tidak hanya apa makna

pengarang, pengalaman hidup (sejarah) dan penggunaan bahasa, tetapi juga

bertanya bagaimana kata-katanya bermakna bagi si penafsir. Maka, yang menjadi

perhatian bukanlah menemukan kebenaran yang ditulis oleh pengarang tetapi

menjelmakan kebenaran bagi pembaca, bagaimana kebenaran menjadi hidup bagi

penafsir.145

3.1.2 Fusi Horizon: Memahami sebagai Kesepahaman

Kata kunci bagi hermeneutika Gadamer adalah fusi horizon (fusion of

horizons). Dalam Truth and Method, ia menyatakan:

144
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 17-18.
145
Gadamer, Truth and Method, 296.

71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Horizon adalah jangkauan penglihatan yang mencakup segala hal yang


dapat dilihat dari suatu sudut pandang tertentu. Bila diterapkan pada
pemikiran, kita berbicara tentang kesempitan horizon, tentang pelebaran
horizon, tentang pembukaan horizon yang baru dan seterusnya...Seseorang
yang tidak mempunyai horizon adalah seorang yang tidak melihat cukup
jauh dan karenanya terlalu melebih-lebihkan apa yang paling dekat
dengannya. Di lain pihak, memiliki horizon berarti tidak dibatasi apa yang
dekat tetapi mampu melihat melampauinya. Orang yang memiliki horizon
tertentu mengetahui arti pentingnya yang relatif dalam horizon ini, entah
dekat atau jauh, besar atau kecil.”146

Usaha pemahaman sebuah teks tidak akan pernah mencapai transparansi

total. Fusi horizon sebuah proses pemahaman tidak akan pernah diperoleh siapa pun

sebab horizon penafsiran selalu berubah. Horizon tidak bersifat tetap melainkan

berubah dan diperbarui sedikit demi sedikit oleh akumulasi dan perluasan

pengalaman.147

Peristiwa pemahaman merupakan negosiasi antara saat ini dan masa lalu.

Teks dari masa lalu memiliki suatu horizon, yaitu alam pikirnya. Alam pikir masa

lalu, melalui teks, mempengaruhi masa kini. Sebuah teks, meskipun sudah

ketinggalan zaman, masih berbicara untuk menunjukkan horizonnya. Teks kuno,

misalnya Plato, Aristoteles, Aeschylus, dan Shakespeare, masih memiliki hal

berharga yang disampaikan kepada generasi masa kini. Teks menarik pembaca

masa kini ke dalam dialog dan mengomunikasikan kebenaran mereka.148

146
“The horizon is the range of vision that includes everything that can be seen from a particular
vantage point. Applying this to the thinking mind, we speak of narrowness of horizon, of the possible
expansion of horizon, of the opening up of new horizons, and so forth… A person who has no horizon
does not see far enough and hence over-values what is nearest to him. On the other hand, "to have
a horizon" means not being limited to what is nearby but being able to see beyond it. A person who
has an horizon knows the relative significance of everything within this horizon, whether it is near
or far, great or small.” Gadamer, Truth and Method, 269.
147
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 51.
148
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 53.

72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mengikuti Heidegger, Gadamer mendukung untuk menjelaskan momen

sejarah dari suatu peristiwa penafsiran. Heidegger mengangkat pentingnya

prastruktur pemahaman dalam proses penafsiran. Menurut Heidegger, prastruktur

pemahaman atau cakrawala penafsir terdiri dari Vorhabe (apa yang kita miliki

sebelumnya: pengetahuan bahasa, keterlibatan dengan sastra), Vorsicht (apa yang

kita lihat sebelumnya: sudut pandang, pendidikan, bacaan, idologi politik), dan

Vorgriff (apa yang kita petik sebelumnya: kedekatan dengan pengarang, pra-

pemahaman, konsep-konsep yang dimiliki).149

Gadamer merehabilitasi konsep prasangka bagi elemen lingkaran

hermeneutika. Menurut Gadamer, sejak zaman Pencerahan, konsep prasangka

dipahami secara negatif. Prasangka berarti pertimbangan yang diberikan sebelum

semua unsur yang menentukan sebuah situasi akhirnya diuji. Prasangka bukan

pertimbangan palsu, tetapi bagian dari ide di mana ia mempunyai nilai positif dan

negatif. Prasangka merupakan awal yang baik untuk mempengaruhi lingkaran

hermeneutik, bahkan prasangka ialah syarat pemahaman.150

Gadamer menekankan bahasa sebagai medium pengalaman hermeneutik.

Pemahaman hanya dapat dilakukan melalui bahasa. Ia menyatakan: “Bahasa adalah

medium universal di mana pemahaman itu sendiri diwujudkan. Wujud dari

pemahaman adalah penafsiran.”151 Manusia berpikir dan mempergunakan bahasa

sebagai langkah pertama dari pengertian, mengakrabkan pengalaman dengan dunia

149
Mengutip pemikiran Heidegger, Gadamer menuliskan: "It is not to be reduced to the level of
a vicious circle, or even of a circle which is merely tolerated. In the circle is hidden a positive
possibility of the most primordial kind of knowing, and we genuinely grasp this possibility only when
we have understood that our first, last, and constant task in interpreting is never to allow our fore-
having, fore-sight, and fore-conception to be presented to us by fancies and popular conceptions,
but rather to make the scientific theme secure by working out these fore-structures in terms of the
things themselves", Gadamer, Truth and Method, 269.
150
Gadamer, Truth and Method, 272-273.
151
Gadamer, Truth and Method, 390.

73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan dunia dengan diri sendiri. Dengan demikian si penafsir mengembangkan cara

memahami dan memprediksi dunia melalui penggunaan kemampuan berinteraksi

dengan dunia.

Dalam relasi antara penafsiran dan bahasa, Gadamer mengajak untuk

melihat relasi antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pemahaman di masa

kini selalu dipengaruhi oleh masa silam. Bahasa saat ini menggemakan makna dari

masa lalu supaya tepat dapat dipahami di masa kini. Hal ini disebut dengan

kesadaran historis efektif (effective historical consciousness).152

Gadamer menyadari bahwa upaya mencari makna sebuah teks tidak akan

pernah bersifat paripurna. Fusi horizon pun merupakan sebuah aspirasi; yang tidak

akan pernah mencapai titik akhir. Meskipun penafsir tidak akan pernah bisa

mengetahui sepenuhnya, penafsiran selalu ada dan masih terus dibutuhkan.153 Agar

dapat memenuhi tujuan penafsiran tiga surat Ignatius, akan dijabarkan dunia di

balik teks-teks tersebut.

3.2 Surat kepada Yesuit di Irlandia

Penulis akan menjelaskan cakrawala teks surat Ignatius kepada para Yesuit

di Irlandia. Pertama-tama, penulis akan menganalisis konteks sosiologis Irlandia,

yakni situasi Anglikanisme; konteks penerima surat, yakni Salmeron dan Bröet; dan

dunia di dalam teks, yakni isi komprehensif surat.

152
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 53; Dostal, The Cambridge Companion to
Gadamer, 3.
153
Lawn dan Niall Keane, The Gadamer Dictionary, 51.

74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2.1 Konteks

Surat ini ditulis pada masa awal Anglikanisme Inggris. Secara singkat, latar

belakangnya disebabkan oleh Raja Henry VIII yang memisahkan diri dari Roma. Ia

memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik Roma bukan karena urusan teologi

melainkan personal dan politik.154 Henry tidak memperoleh keturunan dari

perkawinannya dengan Katarina. Oleh karena itu, ia meminta pembatalan

perkawinan dari Paus Klemens VII atas dasar Imamat 20:21. Atas pertimbangan

ajaran luhur mengenai perkawinan dan keputusan Paus sebelumnya, Roma tidak

mengabulkan permintaan tersebut. Selain itu, Paus sedang menjadi tahanan politik

di Roma di bawah Kaisar Charles V, keponakan Katarina.155

Atas pengaruh Thomas Cromwell (1485-1540), Raja memulai pemisahan

dari otoritas Roma. Parlemen Inggris mengabulkan pembatalan perkawinan Henry

VIII dengan Katarina pada 1533.156 Paus menyatakan pembatalan tersebut gugur

dan mengekskomunikasi Henry VIII. Henry membalas dengan mengeluarkan Act

of Supremacy pada 1534 yang di antaranya menyatakan bahwa raja dan

penggantinya merupakan “kepala tertinggi Gereja Inggris di muka bumi ... berkuasa

dan berwibawa penuh ... memeriksa, mengusir, mengganti, memperbarui,

mengatur, memperbaiki, mengekang, dan merubah semua bidah.” Dokumen ini

merupakan pernyataan konstitutif pemisahan Raja dari kekuasaan Paus. Perpisahan

154
Henry VII ingin mengembangkan wangsa Tudor yang kokoh dan berwibawa. Ia menikahkan
putra sulungnya, Artur dengan Katarina dari Aragon, Spanyol. Karena Artur meninggal dunia lima
bulan sesudah pernikahan, maka adiknya, Henry dijodohkan dengan janda Katarina. Kitab Imamat
18:6-18 melarang pernikahan dalam hubungan keluarga dekat. Henry pun meminta dispensasi
khusus dari Paus Julius II untuk diperbolehkan menikah dengan kakak iparnya. Lindberg, The
European Reformations, 181.
155
Lindberg, The European Reformations, 317.
156
Lindberg, The European Reformations, 317.

75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gereja Inggris dari Gereja Roma kemudian diikuti dengan kewajiban sumpah setia

kepada raja. Henry mulai membubarkan biara kecil dan besar di Inggris pada 1536

dan 1539. Harta benda dan tanah milik biara dijual kepada orang kaya untuk

meningkatkan kekayaan raja.157

Mulai 1536, relasi dengan Gereja Katolik terputus. Sebagai penguasa

Inggris dan Irlandia, Henry VIII memberlakukan kebijakan yang sama di seberang

laut Irlandia. Parlemen Irlandia wajib mengakui Henry VIII sebagai kepala Gereja

Irlandia, menutup biara-biara Irlandia. Akan tetapi, di pinggiran kerajaan, kebijakan

ini terhambat. Para rahib Observant Friars dari Greenwich masih dapat

melaksanakan karya mereka. Sebab, tidak seperti di Inggris, tidak ada kegusaran

akibat alirah bidah dan skandal klerus di wilayah ini.158

Berhadapan dengan kewajiban reformasi dari Inggris, para umat Katolik

yang setia menolak untuk setia kepada Raja. Sementara imam memilih mundur dari

jabatan mereka daripada mengikuti kebijakan Raja. Para pejabat dan pengacara

menarik anak-anak mereka dari universitas di Inggris, yang kini dikelola oleh dosen

Protestan, dan memindahkan mereka ke sekolah Katolik di Eropa daratan –

terutama kolese Yesuit yang dijiwai semangat Reformasi Katolik.159

Sesudah wafatnya Raja James V dari Skotlandia (1542), Henry VIII

merencanakan perjodohan anaknya, Edward dengan Mary Stuart, putri James V.

Akan tetapi, pihak Skotlandia lebih memilih bersekutu dengan Prancis dan Mary

157
Lindberg, The European Reformations, 317.
158
Paul F. State, A Brief History of Ireland, (New York: Facts On File, Inc., 2009), 100.
159
State, A Brief History of Ireland, 100.

76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi permaisuri Raja Francis II dari Prancis.160 Setelah Henry VIII meninggal,

ia diganti oleh putranya, Edward VI yang berkuasa sejak 1547-1553.161

Kebijakan Henry VIII menimbulkan kerugian besar bagi hidup rohani dan

kebudayaan di Irlandia. Dari segi peribadatan, sebagian besar orang Irlandia masih

menerima sakramen dan mengikuti Misa Latin. Wilayah Leinster, di sisi Timur,

ialah yang paling banyak menerapkan peraturan reformasi Henry VIII. Para uskup

dan imam diwajibkan memakai bahasa Inggris untuk berkhotbah di Inggris. Umat

Irlandia merasa terguncang karena biara-biara dihancurkan padahal para rahib tidak

melakukan kesalahan. Orang Inggris memiliki pusat pembelajaran, agama, dan

hospitalitas di kota, desa, dan rumah bangawan tetapi umat Irlandia tidak memiliki

pusat-pusat tersebut di desa-desa. Pembakaran benda-benda suci membuat sedih

umat yang begitu mengakar dalam tradisi iman dan kesalehan. Salah satu benda

paling berharga yang dihancurkan ialah Baculum Jesu yang dihormati bersasal dari

tongkat yang pernah dipakai Yesus Kristus dan dipakai sebagai tongkat uskup St.

Patrick. Tongkat ini dibakar di depan massa di Dublin atas perintah Uskup Agung

Browne.162

Setelah bertahun-tahun Gereja Katolik berada dalam masa penganiayaan,

Paus menunjuk uskup baru untuk Irlandia dan meminta bantuan Yesuit untuk

mengunjungi Irlandia. Gagasan pokok Paus ialah Irlandia yang sudah terlahir

sebagai Katolik harus dibantu agar tetap setia dengan iman yang sama, dengan

risiko apa pun.163 Adapun tokoh di balik misi Yesuit ke Irlandia ini ialah Scot

160
Lindberg, The European Reformation, 320.
161
Lindberg, The European Reformation, 330.
162
Edmund Curtis, A History of Ireland: From Earliest Times To 1922, (London – New York:
Routledge, 2002), 144.
163
Curtis, A History of Ireland, 44.

77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Robert Wauchope, salah satu pengajar para Yesuit di Universitas Paris. Meskipun

berstatus sebagai imam diosesan St. Andreas, Skotlandia, ia ditunjuk Paus Paulus

III sebagai administrator keuskupan agung Armagh di Irlandia pada 1539. Ia diberi

tugas tersebut karena Uskup Agung George Cromer disuspensi Takhta Suci karena

diduga sudah terpengaruh bidah.164

Laporan-laporan resmi dari wilayah Irlandia membuat Paus Paulus III

cemas akan iman umat Katolik di pulau-pulau sekitar Inggris. Inggris membuat

undang-undang yang menyatakan bahwa pemerintah akan menguasai Gereja

Katolik di Irlandia. Undang-undang ini mengikuti The Act of Supremacy (1534),

the Ten Articles (1536), Thomas Cromwell’s Injunctions to the Clergy (1536), dan

New Injunctions (1538). Pembubaran rumah religius di Irlandia dimulai pada 1535.

Uskup Armagh, Robert Wauchop, yang diasingkan dari keuskupannya, mendorong

Takhta Suci menunjukkan perhatian khusus bagi Irlandia dengan mengirimkan para

Yesuit.165

Atas nasihat Kardinal Pole, Paus Paulus III pada awal 1540 meminta

bantuan Ignatius. Paus mengendaki penelitian lapangan atas umat Katolik di

Irlandia. Pada Maret 1540, Ignatius mengutus Jean Codure dan Francisco

Marsuppini, – imam diosesan Arezzo, doktor hukum kanonik dan sipil – ke Irlandia.

Marsupino ditarik kembali dari Irlandia dan pada 1 Februari 1541 Paus Paulus III

memerintahkan Salmeron menyusul Codure sebagai utusan Paus di Irlandia.

Codure mengalami sakit berat dan wafat pada 29 Agustus 1541 di Roma. Ignatius

164
Thomas M. McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588:
"our Way of Proceeding?" (Leiden: Brill, 1996), 14.
165
William V. Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron: Two Early Jesuits, (Chicago: Loyola
University Press, 1985), 167.

78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengutus Paschase Bröet untuk menggantikan Codure. Mereka ditemani oleh

seorang calon Yesuit bernama Francisco Zapata.166

Sejak 1 Februari – 15 Juli 1541, Paus Paulus III mengirimkan setidaknya

sepuluh dokumen resmi sehubungan misi Salmeron dan Bröet di Irlandia. Isi

dokumen ini di antaranya wewenang yang diberikan kepada dua Yesuit ini dan

surat-surat perkenalan atau rekomendasi (bagi Kardinal David Beaton, Raja James

V dari Skotlandia, King Con Bacach O’Neill dari Ultonia, para uskup dan putri

Irlandia, serta umat Irlandia). Pada musim gugur 1541, Salmeron dan Bröet

bergerak ke Utara membawa bulla kepausan yang memerintahkan agar tokoh-tokoh

tersebut “mengembalikan kesatuan Gereja Katolik di antara pemimpin dan umat

yang telah meninggalkan penggembalaan Kristus dan memperteguh mereka yang

masih setia dalam iman sejati Kristus” Salmeron dan Bröet ditemani oleh Francesco

Zapata, seorang calon Yesuit.167

Di Lyons, mereka bertemu dengan Kardinal David Beaton, Uskup Agung

St. Andreas dan primat Skotlandia. Apabila mereka mengindahkan kata-kata

Kardinal, mereka tidak akan pergi menuju Skotlandia. Sebab, menurut Kardinal,

seluruh kota, benteng, dan kastil di Irlandia dikuasai Raja Inggris, tentara Inggris

tersebar di pelabuhan Irlandia, dan karakter orang Inggris amat beringas. Salmeron

dan Bröet tetap berangkat melalui perairan Prancis dari Dieppe menuju Pelabuhan

Flanders. Pada bulan Desember, keduanya menempuh perjalanan selama dua puluh

hari dan tiba di Edinburgh tepat pada 31 Desember 1541.

Raja James V dan Ratu Mary Guise menerima mereka dengan hormat.

Kerajaan menunjuk seorang pemandu bernama Farquhardson bagi perjalanan

166
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 167
167
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron , 168.

79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka ke Irlandia. Banyak sekali tokoh Gereja, termasuk Uskup Agung Glasgow,

Gavinus Dunbar, duta besar Prancis, Jean de Morviller, membujuk Yesuit untuk

tidak meneruskan misi di Irlandia.168

Pada 23 Februari 1542, kedua Yesuit tiba di Ulster dengan membawa surat

rekomendasi dari Raja James V kepada para kepala suku Irlandia. Mereka tinggal

di sana sekitar tiga puluh empat hari. Mereka mengalami masa yang suram, ditandai

dengan kekerasan, pengkhianatan, kebencian, dan desolasi rohani. Para kepala suku

Irlandia tidak berhasil dibujuk mengikuti titah Raja. Mereka mengakui raja Inggris

sebagai kepala tertinggi Gereja di dunia. Dua kepala suku terkemuka, bahkan

sebelum Salmeron dan Bröet datang, menolak otoritas Paus. Mereka adalah Manus

O’Donnel, pendiri rumah Fransiskan di Donegal dan Conn O’Neill, yang disanjung

uskup Metz sebagai pahlawan iman Irlandia.169 Semakin para Yesuit mempelajari

dan mengelilingi Irlandia, semakin mereka yakin bahwa keadaan Irlandia sama

buruk atau lebih buruk daripada yang mereka dengar sebelumnya di Skotlandia.170

Salmeron dan Bröet tersentak oleh perpecahan kepemimpinan Katolik di

wilayah gerejawi dan sipil, terutama dari ketidaksetiaan terhadap Bapa Suci.

Kebijakan keagamaan meningkatkan ketegangan antara orang Irlandia dengan

Inggris, mulai dari yang halus sampai yang keras. Di wilayah perbatasan, Inggris

menetapkan program angloisasi bahasa dan kebudayaan.171 Biara-biara

dihancurkan, imigran Inggris mengambil alih hak milik tanah, uskup yang setia

168
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 168.
169
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 169.
170
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 20.
171
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 170.

80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepada Roma, seperti Tuam dan Kildare, bersembunyi di hutan sambil menunggu

kabar wafatnya Henry VIII.172

Ada sedikit kegembiraan yang dialami Salmeron dan Bröet di Irlandia.

Mereka mendengarkan pengakuan dosa, memberi dispensasi kasus-kasus

perkawinan, dan memberikan indulgensi penuh. Akan tetapi, setelah mempelajari

keadaan lebih lanjut, keduanya memutuskan untuk berhenti dari misi Irlandia.

Salmeron menulis surat kepada Ignatius Loyola, tertanggal 9 April 1542, katanya:

“Sadar bahwa kami hanya mendapat sedikit sokongan dari para kepala suku
Irlandia, karena mereka bersekutu dan taat kepada raja Inggris, dan bahwa
tidak ada kota berpengaruh yang dimiliki oleh Irlandia, maka kecil harapan
untuk membangun kerukunan di antara kepala suku Irlandia. Pada waktu
yang sama, kami mendapat perintah dari para kardinal untuk meninggalkan
Irlandia karena situasinya tidak aman, maka kami pun kembali ke
Skotlandia…”173

Kedua utusan Paus ini akhirnya kembali ke daratan Eropa melalui Prancis.

Sesampainya di Lyons, mereka ditangkap oleh prajurit François I dan dijebloskan

ke dalam penjara karena dituduh sebagai mata-mata Spanyol. Dua kardinal,

François Tournon dan Nicolo Gaddi mendengar kabar itu dan membebaskan

mereka dari Prancis. Salmeron dan Bröet lantas diberi kuda dan segera menuju ke

Roma. Mereka tiba di Roma pada akhir musim gugur 1542.174

Agar mendapatkan analisis yang lebih lengkap terhadap surat ini, berikut ini

ditampilkan riwayat singkat dari dua Yesuit yang diutus ke Irlandia:

a. Alfonso Salmeron

172
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 171.
173
MonSalm, 1:13. William V. Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 171; McCoog, The
Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 21.
174
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 173.

81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Salmeron lahir di desa kecil di dekat Toledo, Spanyol pada 6 September

1515. Ayahnya, Alfonso, berasal dari Olias dan ibunya, Maria Diaz berasal dari

Magano. Salmeron memiliki seorang saudara dan dua saudari. Ia bersekolah di

Toledo dan sekitar usia dua belas tahun ia berpindah ke Alcalá. Di Alcalá, ia pernah

mendengar berita tentang mahasiswa pengemis yang senang mengajarkan katekese,

yakni Ignatius. Salmeron memiliki kemampuan akademik yang tinggi. Ia menaruh

minat besar pada Kitab Suci dan tradisi humanisme saat belajar di Alcalá dan Paris.

Salmeron mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Alcalá pada usia tiga belas

tahun, yakni pada 1528. Pada masa itu, Desiderius Erasmus175 sedang mencapai

popularitas tinggi. Erasmus terkenal dengan karyanya berjudul Enchridion Militis

Christiani (1503). Erasmus membawa pendekatan kesalehan dan rasional dalam

pengajaran kristiani. Ajarannya mengandung tradisi illuminati176 dan oleh karena

itu memengaruhi sikap kritis Yesuit perdana terhadap Erasmus.177

Salmeron mulai bertemu dan bersahabat dengan Diego Laínez ketika studi

di Alcalá. Mereka berdua tiba di Paris pada 1532 dan kemudian bertemu dengan

Ignatius hingga akhirnya menjadi bagian dari Yesuit perdana.178

175
Desiderius Erasmus (1466-1536) merupakan pemikir humanis, ahli filsafat klasik dan
patristik, yang berasal dari Rotterdam, Belanda. Ia pernah menjadi biarawan Agustinian di Steyn. Ia
mendapat izin tinggal di luar biara dan menempuh studi teologi di Paris atas sokongan Uskup
Cambrai. Prancis. Ia ditahbiskan imam pada 1492. Atas bantuan para rekannya, ia mengadakan
perjalanan ke Inggris, Prancis, dan Italia. Semula ia mendukung usaha Luther untuk mereformasi
Gereja tetapi sesudah Luther dikecam pada 1520 ia tidak menunjukkan keterlibatannya dengan
gerakan Luther. Ia wafat sebagai dalam iman Katolik dan dimakamkan di dalam Katedral Basel,
Swiss. Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. V, (Detroit:
Thomson/Gale, 2003), 314-316.
176
Illuminati merupakan sekelompok orang yang mengaku memperoleh penerangan langsung
dari sumber yang lebih tinggi atau menerima pencerahan sebagai hasil akal budi yang ditinggikan.
Mereka mengaku menerima inspirasi langsung dari Roh Kudus dan terlepas dari sarana-sarana
rahmat yang dianjurkan oleh Gereja Katolik. Catholic University of America, The New Catholic
Encyclopedia, Vol. VII, 320.
177
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 153.
178
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 149-150.

82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Salmeron adalah anggota sahabat perdana Ignatius yang paling muda.

Karena secara kanonik belum memenuhi usia minimal, ia belum diperbolehkan

menerima tahbisan imam ketika Bobadilla, Laínez, Xaverius, Codure, Simon

Rodrigues dan Ignatius menerima tahbisan imam pada 24 Juni 1537 dari Mgr.

Vincenzo Nigusanti, uskup keuskupan Arbe, Italia.179 Setelah menerima dispensasi

khusus dari Paus, Salmeron menerima tahbisan imam pada Oktober 1537. Tugas

perdana Salmeron ialah bersama Broët memberikan khotbah, mendengarkan

pengakuan dosa, dan mengajar agama kepada anak-anak di Siena, Italia. Pada 1539,

ia direncanakan sebagai pengajar di Universitas Roma La Sapienza. Akan tetapi,

Paus Paulus III segera mengutusnya sebagai nuncius bagi Irlandia. Pada masa

Konsili Trente, Salmeron bertugas sebagai teolog kepausan.180 Di ranah akademis,

ia menulis enam belas volume tafsir Kitab Suci Perjanjian Baru. Buku itu

diterbitkan sesudah ia meninggal dunia. Ia wafat pada 13 Februari 1585 di Napoli,

Italia.181

b. Paschase Bröet

Paschase Bröet lahir di Picardy, Prancis, di sebuah kota kecil bernama

Bertrancourt. Tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti tetapi mengacu pada

tanggal tahbisannya, 12 Maret 1524 diperkirakan ia lahir sekurang-kurangnya pada

tahun 1500. Ia merupakan putra petani yang cukup kaya sehingga keluarganya

dapat membiayai tahbisan imamnya dan setiap tahun Bröet memperoleh dua puluh

179
Cándido Dalmases, Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits: His Life and Work,
diterjemahkan oleh Jerome Aixalá, (Anand: Gujarat Sahitya Prakash, 1985), 146.
180
Joseph F. Conwell, Impelling Spirit: Revisiting a Founding Experience 1539, Ignatius of
Loyola and His Companions, (Chicago, Ill: Loyola Press, 1997), 40.
181
O'Malley, The First Jesuits, 31; Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 351.

83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

empat bagian emas untuk menunjang hidupnya. Sesudah tahbisan imam, Bröet

tinggal di Picardy sampai tahun 1532.

Antara akhir 1532 hingga 1533, Bröet memulai studi filsafat di Universitas

Paris. Ia tinggal di Kolese de Calvi yang didirikan oleh Robertus Sorbonne seabad

sebelumnya. Pada 14 Maret 1536, Bröet – bersama dengan Simon Rodrigues dan

Codure – menyelesaikan studi lisensiat.182

Ketika sedang menanti kapal yang akan membawa mereka Yerusalem, para

sahabat perdana183 memutuskan untuk merasul di Venesia. Pekerjaan mereka ialah

merawat pengemis, menata tempat tidur, menyapu gedung, menggali kubur, dan

menguburkan orang mati. Mereka tidak dapat melakukan kerasulan khotbah karena

tidak bisa berbahasa Itali.

Pada 10 hingga 24 Juni 1537, anggota kelompok yang belum ditahbiskan

menerima tahbisan rendah, subdiakon, diakon, dan imamat di Venesia. Di antara

mereka, sudah ada tiga imam, yakni Faber, Bröet, dan Le Jay. Salmeron belum

dapat ditahbiskan sebagai imam karena belum memenuhi persyaratan usia

minimal.184 Mereka berjanji untuk mengadakan tiga bulan persiapan misa perdana

dengan laku hening dan pertobatan. Pada akhir Juli 1537, mereka pindah dari

Venesia. Bröet diutus pergi bersama dengan Bobadilla merasul ke Verona.185

182
John W Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus: Paschase Bröet
(1500-1562), Jean Codure (1508-1541), Claude Jay (1504-1552),”Studies in the Spirituality of
Jesuits, Vol. 29/2, 3.
183
Pada saat itu, jumlah sahabat perdana adalah sebelas orang. Sebab, ketika di Venesia, Ignatius
menerima Diego Hoces, imam dari Andalusia, Spanyol. Karena terlalu banyak bekerja, ia sakit dan
wafat hospital di Padua pada Mei 1538. Padberg, “The three forgotten founders of the Society of
Jesus …”, 7.
184
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 166.
185
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 7.

84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada November 1537 – April 1538, Bröet merasul bersama Salmeron di

Siena. Uskup setempat menguji mereka dalam bidang teologi dan mengizinkan

mereka berkhotbah di Kapel, alun-alun kota, mendengarkan pengakuan dosa, dan

mengajarkan agama. Bröet diminta bergabung dengan kelompok di Roma dan tiba

pada waktu Pekan Suci. Selama kurang lebih satu tahun, Bröet terlibat dalam aneka

kerasulan di kota Roma.186

Bröet adalah Yesuit yang pertama kali menerima misi dari Paus. Pada Maret

1539, Paus Paulus III (melalui Kardinal Carafa) mengutusnya ke Siena untuk

menyelesaikan perseteruan di biara suster Benediktin. Pada Deliberatio Primorum

Patrum 1539, Bröet ikut memberikan tanda tangan untuk menyatakan diri

bergabung dan taat dengan kelompok yang dipimpin Ignatius.187 Bröet

mengucapkan kaul religius pada 1541.188

Pada Mei 1541, Bröet ditunjuk untuk menggantikan Codure pada misi di

Irlandia. Ia berangkat bersama Salmeron. Misi ini dihentikan pada akhir 1542.

Sejak itu, Bröet menjalankan kerasulan di sekitar Montepulciano dan Foligno,

Italia. Ia bertugas menyelesaikan kasus-kasus perkawinan tidak sah dan

memperbarui biara-biara.189 Pada 1545, Bröet bertugas di Faenza atas perintah

Kardinal Pio di Carpi dan Ignatius. Selanjutnya, selama dua tahun Bröet

186
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 8.
187
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 11; Deliberatio Primorum
Patrum atau pembicaraan para imam pertama Serikat Yesus berlangsung antara Maret sampai 24
Juni 1539 di rumah Antonio Frangipani, Roma. Pertanyaan pokok yang dibahas dalam pertemuan
ini ialah: ketika Paus mengutus mereka, apakah sebagai pribadi atau satu kelompok dan apakah
mereka harus taat kepada salah satu dari antara mereka yang menjadi superior atau tidak? Dalmases,
Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits, 165.
188
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 33.
189
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 35.

85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melaksanakan karya amal kasih dan mengajar agama. Di luar kebiasaan yang umum

zaman itu, ia memberi pelajaran baptis bagi perempuan Turki.190

Mulai 1547-1551, Bröet bertugas di Bologna. Ia memberi latihan rohani

kepada orang-orang terkemuka dan mempertobatkan banyak Lutheran. Ia juga

sempat menyiapkan pembangunan kolese Yesuit di Ferara pada 1551.191 Paris

adalah tempat karya Bröet yang terakhir. Ia berkarya sejak 1552 hingga wafatnya

pada 1562. Ia menjabat superior bagi para Yesuit di Universitas Paris dan di seluruh

Paris. Pada 1554, ia diangkat Ignatius sebagai Provinsial Prancis.192 Bröet wafat

pada 14 September 1562 di Paris akibat terjangkit penyakit pes.193

3.2.2. Isi Pokok

Surat ini menunjukkan perhatian Ignatius terhadap usaha Gereja

mengembalikan iman Katolik yang sejati di wilayah skismatik. Salmeron dan Broët

tiba di Irlandia pada 23 Februari 1542. Irlandia disebut menjadi misi perdana

Serikat Yesus karena meskipun Fransiskus Xaverius sudah berangkat sejak 7 April

1541, ia baru tiba di Goa, India pada 6 Mei 1542. Misi di Irlandia tidak dapat

berjalan dengan baik karena perencanaan yang kurang matang. Setelah tiga puluh

empat hari yang berat dan berbahaya, Broët dan Salmeron memutuskan

meninggalkan misi di Irlandia.194

190
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 36.
191
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”,37.
192
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”,39.
193
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”,41.
194
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 21.

86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kegagalan misi Irlandia terutama disebabkan oleh faktor eksternal.

Perlawanan para bangsawan Katolik Irlandia berhasil ditumpas sebelum

kedatangan Yesuit. Para bangsawan menyerah di bawah utusan Henry VIII di

Irlandia, Sir Anthony St. Leger. Demi alasan keamanan, Salmeron dan Broët

menolak bertemu dengan para pemimpin Ulster, Irlandia. Dalam laporan mengenai

misi Irlandia, kedua Yesuit ini menyebut Ulster sebagai daerah yang ganas dan

memiliki banyak kasus-kasus perkawinan tidak sah. Mereka kerap kelaparan dan

kehausan di daerah ini. Kedua Yesuit tidak berhasil mendapatkan dukungan dari

kepala suku, kesepakatan damai dari para bangsawan, dan tidak ada kota yang aman

sebagai tempat tinggal. Selain itu, dari pihak Yesuit sendiri ada kendala

menghadapi budaya dan bahasa asing. Yesuit belum memahami kebudayaan

setempat dan akhirnya meninggalkan Irlandia.195

Hingga sesudah Ignatius wafat, situasi Irlandia memburuk bahkan pada

1560-1570 muncul larangan terhadap imam asing karena dicurigai terlibat dalam

pergolakan politik lokal. Misi Irlandia tertatih-tatih dan menimbulkan kematian

anggota Serikat. Seorang Yesuit, Edmund Daniel, wafat sebagai martir pertama di

sana dan di seluruh Eropa pada 25 Oktober 1572.196 Menyikapi kegagalan misi

Irlandia, Ignatius mengambil sikap bijaksana. Ia menyelamatkan dua rekannya dan

memberinya tugas lain dari Bapa Suci, yakni di kolese Gubbio, Italia.197

195
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 167-171.
196
Anne Dunan-Page, Debating the Faith: Religion and Letter Writing in Great Britain, 1550-
1800, (New York-London: Springer, 2013), 93.
197
André Ravier, Ignatius of Loyola and the Founding of the Society of Jesus, San Francisco:
Ignatius Press, 1987, 337.

87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2.3. Asumsi Teologis yang Muncul

Surat ini memuat cara Ignatius mewujudkan pewartaan sabda di tengah

skisma. Situasi partikular yang dialami ialah perpecahan agama dan tindakan

penindasan umat Katolik di wilayah Inggris dan Irlandia. Pewartaan sabda

merupakan kerasulan pertama yang disebut dalam Formula Institusi 1540 dan 1550.

Konstitusi menempatkan pewartaan sabda dan khotbah lebih penting daripada

mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan latihan rohani.198 Menurut

kebiasaan zaman itu, khotbah lebih banyak membahas keutamaan kristiani. Materi

iman Katolik secara sederhana berarti berisi penjelasan Syahadat Para Rasul. Di

wilayah yang rentan dengan polemik agama, Ignatius melarang Yesuit

membicarakan pokok perbedaan dengan Protestan di atas mimbar melainkan lebih

membahas iman dan kesalehan Katolik. Ignatius melarang para Yesuit berkhotbah

tentang tema-tema yang memicu polemik, khususnya dengan Protestan.199

Secara tradisional, ada tiga tujuan khotbah, yakni mengajar, menggerakkan,

dan meneguhkan. Ciri khotbah Lutheran lebih berupa pengajaran instruksi. Dalam

tradisi Yesuit, instruksi hanyalah bagian dari khotbah dan yang paling utama adalah

menggerakkan orang untuk berbuat baik. Sabda Allah tidak hanya dilihat sebagai

pengajaran bagi budi tetapi juga hati. Hati umat perlu dihangatkan, dipulihkan, dan

didekatkan kepada kebutuhan sesamanya.200

Asumsi teologis berikutnya dalam surat ini adalah tentang kesatuan Gereja.

Kesatuan Gereja ditampakkan melalui dua hal, yakni kesepahaman dengan Gereja

198
O’Malley, The First Jesuits, 92.
199
O’Malley, The First Jesuits, 96.
200
O’Malley, The First Jesuits, 96, 133.

88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lokal dan tata tertib sakramen. Dalam rangka mencapai kesatuan Gereja, Ignatius

menasihatkan kunjungan terhadap para pemimpin Katolik. Para pemimpin Katolik

didorong untuk setia kepada iman Katolik. Ignatius memerintahkan agar para

Yesuit mendukung kesatuan Gereja Irlandia dengan Gereja universal dengan cara

menaruh perhatian pada tata tertib perayaan sakramen. Salah satu caranya ialah

memperhatikan apakah sakramen-sakramen di sana diberikan dengan tata cara

Katolik. Sebagai duta paus, para Yesuit di Irlandia diberi kewenangan besar. Selain

diberi kuasa memberi khotbah, mendengarkan pengakuan dosa, merayakan misa,

mereka diperbolehkan memperingatkan para imam yang sembrono dan, bila perlu,

memberikan mereka sanksi gerejawi. Para Yesuit diberi wewenang memberikan

absolusi para awam yang tersangkut bidah dan menyelesaikan kasus-kasus

perkawinan.201 Untuk itu, Ignatius menuliskan sebagai berikut:

“Berilah perhatian khusus bagi tata tertib perayaan sakramen. Amatilah


bagaimana imam membaptis, mendengarkan pengakuan, pelayanan
komuni suci, memberi pengurapan orang sakit, sakramen perkawinan, dan
bagaimana uskup menerimakan sakramen penguatan dan menahbiskan
imam, agar Pater dapat menasihati mereka. Sejauh memungkinkan,
perbaikilah pula kekurangan Pater sendiri, terutama mengenai sakramen
pengakuan dan ekaristi” (Irl 6).
Mengenai sakramen-sakramen, peribadatan, dan doa, John O’Malley

menulis bahwa Yesuit bukanlah pastor dalam arti kanonik. Para imam Yesuit hanya

memberikan sakramen di mana ada kebutuhan atau di wilayah mana pun di dunia

yang belum memiliki paroki. Ciri khusus Yesuit dalam konteks devosi Ekaristi dan

teologi abad pertengahan ialah mendorong lebih kerapnya penerimaan sakramen-

sakramen. Ignatius diduga menemukan manfaat rohaninya ketika ia kerap

201
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 16.

89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menerima sakramen Ekaristi di Manresa. Ia juga membaca Imitatio Christi202 dan

akhirnya mendorong semua Yesuit untuk mengikutinya. Pada saat itu, masih belum

banyak pengkhotbah mendorong kepada penerimaan sakramen. Umat awam

menerima komuni satu atau dua kali setahun. Para suster di biara-biara lebih kerap

menerima sakramen. Pada akhir 1570, para Yesuit, termasuk Salmeron

mengajarkan komuni harian kepada awam.203

Para Yesuit yang diutus belum mengenal dengan pasti karakter wilayah

Irlandia. Misi ini tidak hanya berbahaya secara fisik tetapi juga menantang secara

intelektual, psikologis, dan penuh risiko kegagalan. Faktanya, karena minimnya

persiapan, hanya sedikit pekerjaan yang dihasilkan oleh kedua Yesuit. Tidak ada

catatan apakah Salmeron dan Bröet mampu berbahasa Inggris atau Irlandia dengan

baik. Mereka hanya disebutkan melayani pengakuan dosa, Ekaristi, dan

menyelesaikan kasus perkawinan yang tidak sah dan perkawinan antarsaudara.

Mereka juga membagikan uang yang mereka terima bagi orang miskin dan karya

amal kasih lainnya.

Dengan perpecahan antar pemimpin lokal dan risiko keamanan yang amat

tinggi, hingga keduanya mengaku sempat bersembunyi di hutan, Salmeron dan

Bröet merasa bahwa misi ini harus diakhiri segera. Mereka berketetapan

meninggalkan misi Irlandia dan menuju Skotlandia. Ketika Paus mendengar

mereka di sana dan ingin agar mereka melakukan karya yang sama, keduanya sudah

202
Imitatio Christi adalah buku karya rohani populer yang diterbitkan pada abad pertengahan.
Buku ini berisi kesalehan-kesalehan dalam hidup kristiani untuk mengobarkan semangat melayani
dan mengikuti Kristus. Pengarang buku ini tidak begitu jelas, tetapi kerap dilekatkan dengan Thomas
à Kempis (1378-1471). Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. VII,
328-329.
203
O’Malley, The First Jesuits, 135, 153.

90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak berada lagi di Skotlandia.204 Serikat tidak dapat melakukan banyak hal di

bawah kontrol ketat pemerintah Inggris. Pembelajaran yang dipetik dari misi

Irlandia ialah dibutuhkannya persiapan yang memadai dan dukungan penguasa

yang besar di daerah yang berisiko tinggi.

3.3 Surat kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente

Dengan model pendekatan Gadamer, penulis akan menjelaskan cakrawala

teks surat Ignatius kepada para Yesuit di Konsili Trente. Penulis akan menganalisis

konteks sosiologis Konsili Trente yang bermaksud meneguhkan doktrin Gereja

Katolik dan menentukan hukum bagi pembenahan Gereja; konteks penerima surat,

yakni Laínez, Salmeron, dan Le Jay; dan isi komprehensif surat.

3.3.1 Konteks

Konsili Trente kerap disebut sebagai konsili terlama dan paling penting

sepanjang sejarah Gereja Katolik. Pelopor konsili ini ialah Paus Paulus III dan

Kaisar Charles V. Ada dua pokok pemikiran yang melatarbelakangi konsili. Paus

memerlukan konsili untuk menyediakan jawaban atas ajaran Luther, yang semula

hanya dilihat sebagai bidah lama dalam bentuk baru dan mudah diselesaikan. Ada

pendapat bahwa ortodoksi akan menang dan generasi berikutnya akan

mematuhinya. Kaisar berpendapat bahwa rekonsiliasi dengan Lutheran tidak

204
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 20.

91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dimungkinkan maka ia cemas bahwa pengutukan ajaran Luther akan membawa

perpecahan, yakni perang saudara di Jerman. Ia berpendapat bahwa masalah utama

ialah reformasi dan kondisi Gereja yang tanpa perubahan mengakibatkan

pergolakan Lutheranisme. Reformasi Gereja merupakan syarat mutlak untuk

memperbaiki situasi.205

Gereja Katolik mencoba untuk menyelesaikan persoalan berkaitan dengan

Gerakan Reformasi. Persatuan kembali tidak bisa dicapai karena persoalan menjadi

lebih luas dari sekedar permasalahan gerejani; kepentingan politik sudah tercampur

di dalamnya. Konsili ini merupakan wujud pembaruan diri Gereja Katolik. Paus

dikelilingi para pembantu yang bersemangat pembaharu, tarekat-tarekat religius

juga memperbaharui diri, begitu pula pendidikan para calon imam diosesan

ditangani dengan lebih baik.206

Konsili Trente dibuka pada 1545 dan ditutup pada 4 Desember 1563 dengan

25 sesi sidang. Konsili berlangsung selama 18 tahun, dengan lima paus berbeda,

yakni: Paulus III, Julius III, Marcellus II, Paulus IV, dan Pius IV. Konsili dibagi

menjadi tiga periode sidang, yakni 1545-1547, 1551-1552, 1562-1563. Tujuan

konsili adalah meneguhkan doktrin Gereja Katolik dan menentukan hukum bagi

pembenahan Gereja. Masalah yang diangkat sebenarnya adalah dua hal: justifikasi

dan sakramen-sakramen. Sempat muncul keraguan untuk mengadakan konsili

sebab alasan politik dan ketakutan akan penghapusan kekuasaan Paus. Luther

menuntut supaya konsili berlangsung di Jerman di bawah arahan kaisar, pangeran,

dan dibuka lebar untuk awam. Namun karena Paus mengulur waktu, juga karena

205
Thomas M. Lucas (ed.), Spirit, Style, Story: Essays Honoring John W. Padberg, S.J.,
(Chicago: Loyola Press, 2003), 208.
206
Fl. Hasto Rosariyanto, dkk. (ed.), Gereja-Teologi-Politik:…, 42

92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terjadi peperangan antara Charles V dan Francis I maka konsili pun dilaksanakan

di Trente. Tak seorang Protestan pun hadir. Dengan demikian, konsili ini dinilai

gagal mempertahankan kesatuan agama di Eropa.207

Pada 19 November 1544, dengan bulla Laetare Jerusalem208, Paulus III

mengumumkan bahwa Konsili akan diadakan di Trente pada 15 Maret 1545

(Minggu Laetare). Akan tetapi, Konsili baru bisa dilaksanakan pada 13 Desember

1545 (Minggu Gaudete). Pada hari pertama Konsili, pesertanya adalah empat

kardinal (tiga orang kardinal utusan paus, satu Uskup Trente, Cristoforo

Madruzzo); empat uskup agung dari Aix, Palermo, Upsala, dan Armagh; dua puluh

satu uskup (enam belas dari Italia, dua orang Spanyol, satu orang Prancis, satu orang

Inggris dan Jerman). Di samping itu, hadirlah lima pimpinan umum tarekat religius,

di antaranya Girolamo Seripando (1493-1563) dari Ordo Augustinian. Selama

periode pertama konsili, 1545-1547, jumlahnya naik menjadi sekitar 70 uskup dan

pada akhir konsili berjumlah 200-an uskup.209

Meskipun berhasil membuka konsili, Paulus III menghadapi aneka hambatan

serius. Jerman menghendaki reformasi tata tertib gerejawi dahulu sehingga tidak

mengasingkan para Lutheran. Prancis dituduh terpengaruh ajaran Calvin. Spanyol

merasa bahwa merekalah pembela satu-satunya iman kristiani. Meskipun demikian,

Paus dengan berhati-hati memilih para pakar. Mereka ini adalah orang-orang yang

berkomitmen untuk melakukan pembenahan gereja, yaitu di antaranya: Giovanni

Maria Ciocchi del Monte (kemudian Paus Julius III); Marcello Crescenzi; Ercole

207
Fl. Hasto Rosariyanto, dkk. (ed.), Gereja-Teologi-Politik: Kontroversi Soal Pembubaran dan
Restorasi “Serikat Yesus”, (Yogyakarta: PT. Kanisius, 2014), 122.
208
Isi bulla ini berkenaan dengan tiga hal: menyelesaikan perpecahan, reformasi gereja, dan
menjalin perdamaian sehingga dapat melawan pengaruh kekaisaran Ottoman bersama-sama.
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. VIII, 168.
209
O’Malley, The First Jesuits, 74.

93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gonzaga; Giovanni Morone; Marcello Cervini (kemudian Paus Marcellus II); imam

Yesuit Claude Le Jay, Diego Laínez, dan Alfonso Salmeron; imam Augustinian,

Girolamo Seripando, dan sebagainya.210 Tim ini menghasilkan sebuah dokumen

yang disebut sebagai salah satu dokumen paling luar biasa mengenai kedudukan

Gereja. Dokumen yang diajukan sebelum dimulainya Konsili Trente ini berjudul

Consilium delectorum cardinalium et aliorum prelatorum de emendanda Ecclesia,

etc. Isi dokumen ini adalah gagasan pembaruan yang perlu diterapkan di dalam

Gereja.211 Beberapa pokok pembahasan Konsili Trente adalah sebagai berikut:

Kitab Suci dan tradisi, dosa asal dan justifikasi, sakramen-sakramen, komuni dua

rupa, kurban Ekaristi, pendirian seminari, perkawinan, dan indulgensi.

Para bapa Konsili ingin mempublikasikan keputusan Konsili dan keputusan

reformasi untuk menyimpulkan Konsili. Akan tetapi, pada tanggal 30 November

dan 1 Desember, kurir membawa berita dari Roma bahwa Paus sakit berat. Sesi

lanjutan pun dilangsungkan selama dua hari karena keputusan dari semua sesi

sebelumnya dibacakan lagi dan disetujui dan ditandatangani. Para penandatangan

adalah 6 kardinal, 3 patriakh, 25 uskup agung, 169 uskup, 19 utusan bagi uskup

yang hadir, dan 7 pimpinan umum tarekat religius. Di akhir Konsili, semua bapa

Konsili kemudian diwajibkan untuk mengakui iman dan ajaran yang terkandung

dalam keputusan dogmatis dan menaati keputusan pembaruan dari Konsili Trente.

Utusan memberikan laporan kepada Paus pada tanggal 26 Januari 1564 untuk

memperoleh pengesahan resmi. Bulla Benedictus Deus sudah disiapkan Paus

namun tidak dipublikasikan sampai 30 Juni 1564. Semua keputusan disetujui tanpa

perubahan apa pun. Paus menegaskan bahwa komentar resmi Konsili hanya berada

210
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. XI, 23.
211
Dalmases, Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits, 38-39.

94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada kuasa Takhta Suci dan melarang publikasi komentar tanpa persetujuannya.

Pada tanggal 2 Agustus 1564, tafsiran resmi atas keputusan Konsili dipercayakan

kepada sebuah komite para kardinal yang tergabung dalam Kongregasi Suci bagi

Konsili.

Pada awal tahun 1546, Ignatius menulis instruksi pastoral kepada para

Yesuit yang mengikuti Konsili Trente. Paulus III meminta Ignatius untuk mengutus

Yesuit hadir di Konsili Trente sebagai teolog kepausan. Ignatius menunjuk tiga

orang, yakni Faber, Laínez, dan Salmeron. Yesuit lain, Claude le Jay hadir di

Konsili sebagai teolog Kardinal Otto Truchsess von Waldburg, Uskup Augsburg.

Petrus Faber yang baru saja tiba dari Spanyol meninggal di Roma pada 1 Agustus

1546.212 Berikut ini disampaikan riwayat singkat tiga Yesuit yang diutus ke Konsili

Trente:

a. Diego Laínez

Diego Laínez lahir di Almazán, Provinsi Soria, Castilia, Spanyol pada tahun

1512 dari pasangan Juan Laínez dan Isabel Gómez de León. Pasangan ini dikaruniai

tujuh anak, empat putri dan tiga putra. Laínez memiliki garis keturunan Yahudi dari

pihak ayah. Pada zaman itu, orang Kristen keturunan Yahudi, conversos, dianggap

berbeda dengan kaum kristiani lama. Laínez dan Serikat Yesus menyimpan rapat

212
Decloux, Commentaries …, 69; Petrus Faber lahir di desa Villaret, Savoya pada 13 April
1506. Orangtuanya bernama Louis Faber dan Marie Périssin Faber. Faber menempuh pendidikan
dasar di La Roche di bawah bimbingan Peter Veillard. Pada usia 19 tahun, Faber belajar di
Universitas Paris. Faber ialah imam pertama dari kelompok sahabat Ignatius. Ia ditahbiskan 30 Mei
1534, kaul terakhir dalam Serikat Yesus 9 Juli 1541. Ignatius menugaskan Faber untuk berkarya
memulihkan iman umat di daerah yang dipengaruhi Protestanisme dan meletakkan dasar pendirian
Serikat Yesus di Spanyol, Portugal, bahkan Jerman. Ia terlibat dalam perdebatan dengan kaum
reformator di Worms (1540). Menurut Bangert, Faber merupakan Yesuit awal yang paling
berpengalaman dengan Protestan. Faber tiba di Roma pada 17 Juli dan meninggal dunia pada 1
Agustus 1546 karena sakit demam. Jenazahnya dimakamkan di Gereja Santa Maria della Strada.
William V. Bangert, To The Other Towns, Westminster, 1959.

95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

asal-usul keyahudian Laínez sebab darah Yahudi dianggap memalukan dan dapat

merugikan. Asal usul keyahudian Laínez baru sedikit dibuka Pedro de Ribadeneira

(1527–1611) dan menjadi lebih eksplisit pada awal abad XX.213

Setelah menyelesaikan pendidikan di Soria dan Sigüenza, Laínez belajar

filsafat dan teologi di Alcalá, menyelesaikan BA (14 Juni 1531) dan memperoleh

gelar MA (26 Oktober 1532).214 Pada akhir 1532, Laínez melanjutkan studi di

Universitas Paris. Ia berjumpa dengan Ignatius Loyola di kolese St. Barbara. Cerita

tentang keunikan hidup Ignatius sudah tersebar luas di kampus Alcalá. Kini, di

Paris, Laínez berjumpa sendiri dengan Ignatius dan ingin mengikuti cara hidupnya.

Setelah menjalani Latihan Rohani, ia bersama keenam sahabatnya mengucapkan

kaul di Kapel St. Denis di Montmartre pada 15 Agustus 1534. Tujuh sahabat ini

mengucapkan kaul kemiskinan, keperawanan, dan berziarah ke Yerusalem.215

Kawanan sahabat ini menerima tahbisan imamat dari Uskup Vincenzo Nigusanti

dari Arbe di sebuah kapel di rumahnya pada 24 Juni 1537 dan menghabiskan

sepanjang hidupnya di Italia sebagai pengkhotbah dan pengajar.216

Dalam bidang akademik, Laínez adalah seorang yang tidak kenal puas akan

pengetahuan. Ia mahasiswa yang sangat serius dan metodologis. Ia menggemari

studi Kitab Suci dan Bapa Gereja. Reputasi intelektual Laínez sangat diakui oleh

213
Perlakuan diskriminatif kerap dikenakan kepada umat Yahudi yang bertobat menjadi
kristiani. Paus Nikolas III (1278) dan Yohanes XXII (1320) mengeluarkan ketentuan bahwa Yahudi
yang bertobat harus disita barang-barangnya, anak mereka tidak bisa memiliki hak warisan. Lih.
Dalmases, Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits, 180. Keterangan lengkap lih. James W. Reites,
“St. Ignatius of Loyola and the Jews”, dalam STUDIES in the Spirituality of Jesuits, Vol. XIII, No.
4, 1981.
214
Antonio Albuquerque, Diego Lainez SJ: First Biographer of Saint Ignatius of Loyola: His
Life, the Biography, and Polanco's Narrative, (Saint Louis: Institute of Jesuit Sources, 2010), 3.
215
Joseph Fichter, James Laynez: Jesuit, (St. Louis, Mo: B. Herder Book Co., 1944), 13.
216
Dokumen tertanggal 27 Juni 1537 menuliskan bahwa “Diego Laínez, master dalam bidang
humaniora, dari keuskupan Siguenza, memohon ditahbikan imam… Ia pantas ditahbiskan, dan telah
menerima tahbisan rendah pada 10 Juni; tahbisan subdiakon tanggal 15 Juni, tahbisan diakon tanggal
17 Juni; dan akhirnya menerima tahbisan imamat pada 24 Juni pada Pesta St. Yohanes Pembaptis.”
Albuquerque, Diego Lainez SJ, 25-26.

96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

para koleganya.217 Kepada Laínez dan Faber, Paulus III menawarkan kedudukan

sebagai pengajar di sekolah teologi yang sudah ditutup Clemens VII sesudah

jatuhnya kota Roma oleh tentara Charles V dan baru dibuka kembali oleh Paulus

III. Laínez mengajar skolastisisme sementara Yesuit lain, Petrus Faber, mengajar

teologi positif. Keunggulan intelektual Laínez dikenal sejak awal oleh Ignatius

Loyola. Laínez diangkat Ignatius sebagai Provinsial Italia (1552).218

Para Paus, sejak Paulus III dan khususnya Paulus IV, sangat berkenan kepada

teolog Yesuit ini. Bahkan, ia diberi sebuah kamar khusus di wisma kepausan agar

sewaktu-waktu mudah menerima bantuannya di Roma. Mereka berdialog secara

pribadi mengenai masalah-masalah seputar Gereja. Masalah simoni219 menjadi

keprihatinan mereka berdua. Karena kedekatan ini, banyak orang menduga bahwa

Paus akan mengangkat Laínez menjadi kardinal. Maka, pada 12 Desember 1555,

Ignatius mengirim pesan kepada semua Yesuit untuk berdoa agar Laínez tidak

diangkat menjadi kardinal. Laínez pun juga menulis surat pada 19 Desember bahwa

Serikat lebih baik melayani Paus dan Gereja sesuai dengan kaul mereka.220

Dalam Konsili Trente, peran Laínez ialah sebagai teolog kepausan (periode

I dan II) dan sebagai bapa Konsili (periode III). Ia bertugas menjadi pembicara

217
Catholic University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. VIII, 287-288.
218
Teologi positif membahas Kitab Suci dan mencakup ajaran Bapa Gereja Barat dan Timur
pada abad-abad awal Kristianitas seperti St. Hieronimus, Augustinius, Ambrosius, Gregorius
Agung, Basilius, Gregorius dari Nissa, Gregorius dari Nazianze, dan Yohanes Krisostomus. Teolog
skolastik di Abad Pertengahan mencakup St. Thomas Aquinas, Bonaventura, Magister Petrus
Lombardus dan disusul para ahli teologi yang kemudian digelari “Pujangga Gereja” (Doctor
Ecclesiae). Ravier, Ignatius of Loyola…, 29.
219
Simoni mengacu kepada Simon Magus, orang yang berusaha menjual karunia Roh Kudus
dengan uang (Kis 8:18-24). Simoni menurut Thomas Aquinas merupakan praktik jual beli perkara
yang bersifat rohani. (Summa Theologiae, 2a2ae, 100 ad 1). Catholic University of America, The
New Catholic Encyclopedia, Vol. XIII, 135.
220
Ribadeneira mengutip perkataan Ignatius, “Jika Tuhan Allah kita tidak campur tangan, kita
akan menyaksikan Master Laínez menjadi kardinal. Namun, aku menjamin bahwa jika hal itu terjadi,
akan muncul kegegeran bahwa seluruh dunia melihat bagaimana Serikat menerima hal-hal semacam
itu.” Scripta de S. Ignatio, I, 373. Fichter, James Laynez: Jesuit, 145.

97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kunci dalam sidang-sidang Konsili. Sepeninggal Ignatius (1556), Laínez kemudian

terpilih menjadi jenderal Serikat Yesus pada 1558 melalui Kongregasi Jenderal I

(1558). Dari dua puluh pemilih, Laínez memperoleh 13 suara; Nadal 4 suara;

Borgias, Lanoy, dan Broët masing-masing memperoleh 1 suara. Laínez wafat pada

19 Januari 1565 dalam usia 53 tahun setelah beberapa waktu menderita sakit nafas.

Jenazahnya dikebumikan di Gereja Gesù, Roma kemudian dipindahkan ke Toledo

dan akhirnya dipindah lagi ke sebuah rumah Yesuit di Madrid.221

b. Claude le Jay

Le Jay diperkirakan lahir antara 1500 hingga 1504 di desa Vulliets di

Savoya, antara Prancis dan Swiss. Ia menempuh pendidikan dasar di bawah

bimbingan imam di daerahnya. Ia kemudian belajar teologi dan ditahbiskan imam

di Jenewa, Swiss, pada 28 Maret 1528. Le Jay merupakan sahabat dekat dan

sewilayah dengan Petrus Faber. Faber mendorong Le Jay mengambil kuliah di

Universitas Paris dan di kemudian hari memberikan latihan rohani. Le Jay

memperoleh gelar lisensiat filsafat pada 6 Maret 1535 dan gelar MA teologi pada

Oktober 1536. Pada 15 Agustus 1535, Le Jay mengucapkan kaul dan bergabung

dengan kelompok Ignatius.222

Ignatius mengutus Le Jay dan Rodrigues ke Ferara pada musim gugur 1537.

Mereka tinggal di rumah perawatan orang miskin di kota itu. Pada musim semi

1538 Rodrigues pindah ke Padua untuk membantu Codure dan Bobadilla pindah

dari Bologna untuk membantu Jay. Tidak lama kemudian mereka kembali

221
“The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 4; Fichter, James Laynez: Jesuit,
263.
222
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 5.

98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berkumpul di Roma.223 Le Jay melayani gereja-gereja Prancis di Roma, San Luigi,

dei Francesi, dan Sant’Angelo di Pescaria. Pada 1540, Paus menerima tugas dari

Paus untuk merasul di Bagnorea, Roma. Le Jay kemudian pindah ke Brescia untuk

menemani Francesco Strada. Kota ini merupakan kota pertama di Italia yang

terpengaruh ajaran Lutheran.224

Pada awal Mei 1541, Le Jay berkarya di keuskupan Fenza untuk membantu

Kardinal Pio di Carpi. Pada Desember 1541, Le Jay diutus ke Jerman untuk

membendung Protestanisme. Paus Paulus III menunjuk Monseigneur Morone

sebagai nuncio ditemani Monseigneur Wauchope dan tiga yesuit, Bobadilla, Faber,

dan Le Jay. Mereka disebar di Bavaria, Hungaria, Speyer, Mainz, dan Rhineland.

Le Jay menjalankan kerasulan di Regensburg. Sejak 1543, Le Jay juga menjadi

pengajar di Universitas Ingolstadt yang mempunyai misi menjaga identitas

kekatolikan. Ia turut mempersiapkan dan mengikuti Diet Worms pada Maret 1545

sebagai penasihat Kardinal Truchsess.225

Konsili Trente dibuka pada 13 Desember 1545. Le Jay merupakan salah satu

peserta pertama. Ia datang sebagai utusan Kardinal Truchsess dari Augsburg.

Meskipun Le Jay hanya mengikuti Konsili selama dua tahun, ia memiliki jasa besar

pada periode pertama hingga Agustus 1547. Ia menjadi tokoh penting bagi debat

formal, diskusi nonformal, dan menyusun dekret-dekret Konsili.226 Pada Maret

1547, Petrus Kanisius hadir di Trente sebagai teolog Kardinal Truchsess sementara

Le Jay bertugas sebagai delegat uskup.227

223
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 10.
224
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 12.
225
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 18.
226
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 21.
227
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 26.

99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kaisar Ferdinand dari Kekaisaran Romawi menawarkan kedudukan uskup

Laibach (kini Slovenia) bagi Le Jay. Ignatius menulis surat kepada Kaisar

Ferdinand yang mengatakan bahwa menerima jabatan gerejawi akan menjadi

terompet kematian bagi Serikat yang masih baru ini.228 Le Jay berkarya di Augsburg

pada Juli 1550-April 1551 untuk membantu Sinode Augsburg dan mendirikan

kolese Yesuit.229 Mulai 25 April 1551, ia berkarya di Wina untuk membantu

Fakultas teologi yang hampir ditutup karena kekurangan murid dan pengajar. Pada

6 Agustus 1552, Jay meninggal dunia di Wina karena sakit demam.230

c. Alfonso Salmeron

Riwayat singkat Salmeron sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Olah

karena itu, bagian ini tidak bermaksud mengulangi informasi pokok mengenai

Salmeron. Ia pernah memiliki pengalaman di tanah misi Irlandia dan menjadi

pengkhotbah di Italia Utara.231 Sebelum bertugas di Trente, ia diminta Ignatius

berkarya di Bologna. Salmeron berhasil mengerjakan pelayanan rohani, berkhotbah

dan menerima pengakuan dosa.

Ignatius mengutus Salmeron bersama dengan Laínez dan Faber bagi Konsili

Trente. Pada 4 Mei 1546 Salmeron bergabung dengan Laínez dalam perjalanan ke

Trente. Pengalaman studi di Alcalá memberikan fondasi humanistik dan biblis yang

kuat bagi Salmeron untuk menjadi teolog di Konsili Trente. Tradisi studi teologi di

Paris memperluas cakrawala pemikirannya. Pengalaman misioner di Irlandia

228
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 24. Lihat juga Epp.Ign,
1:450-53. Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius of Loyola, 111-113.
229
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 29.
230
Padberg, “The three forgotten founders of the Society of Jesus …”, 32.
231
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 149.

100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membantunya mengerjakan urusan praktis.232 Dalam bidang teologi, ia menulis

enam belas volume tafsir Kitab Suci Perjanjian Baru. Buku tersebut diterbitkan

sesudah wafatnya.233

3.3.2 Isi Pokok

Ignatius menulis sebuah instruksi untuk kepentingan para Yesuit yang

diutus ke Konsili Trente. Ada tiga pokok surat. Pertama, ia memberikan nasihat

tentang bagaimana berhadapan dengan orang lain di Konsili. Ignatius memberi

petunjuk kepada para Yesuit untuk berhadapan dengan para Bapa Konsili, termasuk

di dalamnya para tamu undangan Protestan. Sayang, sepanjang Konsili tak seorang

protestan pun hadir. Dengan demikian konsili ini gagal mempertahankan kesatuan

agama di Eropa.234

Kedua, mengerjakan kerasulan di antara penduduk kota Trente. Ketiga,

memberikan beberapa saran untuk diri mereka sendiri. Pada instruksi ini, tampak

bahwa Ignatius tidak melihat posisi penasihat Konsili (peritus) sebagai pekerjaan

purna waktu, karena di samping pekerjaan mereka di dewan, mereka harus

berkhotbah, mendengar pengakuan dosa, mengunjungi orang sakit dan miskin,

mengajar agama bagi anak-anak, dan memberikan latihan rohani kepada mereka

yang siap.

232
Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 175-176.
233
O'Malley, The First Jesuits, 31; William V. Bangert, Claude Jay and Alfonso Salmeron, 351.
234
Fl. Hasto Rosariyanto, dkk. (ed.), Gereja-Teologi-Politik:…, 122,

101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.3.3 Asumsi Teologis yang Muncul

Di mata Martin Luther, Gereja Katolik tidak lagi bersifat apostolik, yakni

setia terhadap dasar Perjanjian Baru. Ia mengajukan tujuh kriteria yang menentukan

apostolistas: Sabda Allah diperdengarkan dan diwartakan, baptisan, Ekaristi,

rekonsiliasi, pelayanan umum, ibadat, salib dan penderitaan. Gereja lebih

merupakan peristiwa daripada sebuah institusi atau organisasi. Gereja hanya timbul

ketika Sabda diwartakan. Gereja ialah himpunan yang kelihatan (terdiri dari orang

kudus dan pendosa, simul iustus et peccator) dan komunitas sejati kristiani. Gereja

harus menjadi perwujudan Injil. Sesuai dengan ajaran Luther, konfesi Augsburg

menetapkan Gereja sebagai “kumpulan para kudus di mana Injil diwartakan secara

murni dan sakramen dirayakan secara benar.”235

Dari surat kepada Yesuit yang diutus ke Trente, penulis memperoleh

gambaran tentang sikap Ignatius dalam menghadapi Protestanisme. Surat ini

memuat pokok-pokok kesepahaman dengan Gereja ketika berhadapan langsung

dengan Protestan. Intensi pertama Ignatius ialah untuk tetap meneguhkan doktrin

Katolik dan memenangkan hati kaum Protestan. Ada dua jalur yang ditempuh oleh

Ignatius, yakni melalui sidang Konsili dan melalui karya amal kasih langsung di

tengah umat.

Sejarawan Yesuit, John O’Malley berpendapat bahwa Serikat Yesus

sejatinya didirikan dalam konteks reformasi Katolik sebelum pesatnya

Protestanisme dan bukan dalam rangka melawan Protestanisme. Namun demikian,

Protestanisme memiliki dampak bagi Serikat perdana. Pada FI 1550, ditambahkan

235
McBrien, The Church, 81.

102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

rumusan tujuan Serikat “untuk membela dan merambatkan iman” dalam bulla

Exposcit debitum yang diteguhkan Paus Julius III. 236 Nadal sebagai Visitator

rumah-rumah Serikat di Kekaisaran Romawi Suci di kemudian hari memberikan

interpretasi berbeda. Ia tidak hanya menasihatkan agar Serikat menjadi lebih aktif

terlibat untuk membantu Jerman tetapi juga menafsirkan asal muasal Serikat

sebagai tanggapan atas ancaman Protestan. Dengan demikian, muncul gagasan

Nadal bahwa Serikat ibarat burung besar yang satu sayapnya ialah Jerman dan

sayap yang lain adalah India. Keduanya dianggap sebagai dua bagian dunia yang

paling memerlukan bantuan.237

Asumsi teologis kedua yang muncul ialah Ignatius membuka jalan bagi

ekumenisme melalui proses diskresi bersama. Sulit dibayangkan bagaimana sebuah

persidangan dijalankan dengan “tidak cepat-cepat angkat bicara, berbicara dengan

pertimbangan dan hormat, mempertimbangkan alasan dari kedua sisi tanpa

menunjukkan kelekatan pendapat sendiri, dan berusaha jangan ada yang

dikecewakan.” Fakta yang ditemukan dalam bagian pertama surat Ignatius ialah

corak dialogis dan bukan konfrontatif. Tujuan Ignatius menawarkan pedoman ini

adalah membuk hati orang supaya terbuka dan siap sedia untuk setiap diskresi yang

berkaitan dengan Gereja. Ignatius berusaha mencari solusi konflik tanpa menutup

kemungkinan mengenali kehadiran Roh dalam diri orang lain.

Secara konsisten, surat-surat Ignatius lain yang ditujukan kepada para Yesuit

di Jerman (24 September 1549) dan yang diutus ke Kolese Ingolstadt (9 Juni 1556)

juga menunjukkan pentingnya formasio iman ke dalam sekaligus pendekatan

236
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 40.
237
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 41.

103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

persahabatan dengan Protestan. Mereka harus mengambil cara bertindak yang tidak

berpihak pada salah satu kelompok, akan tetapi senantiasa berusaha berada di

tengah. Walaupun demikian, mereka tetap harus memegang teguh ajaran yang

kokoh lagi benar. Sikap ini tidak hanya akan menjadikan banyak orang menghargai

mereka tetapi juga Serikat Yesus. Matang dan mendalamnya ajaran tersebut akan

memampukan mereka menanggapi berbagai pertanyaan serta gugatan. Ignasius

mengharapkan para Yesuit memiliki sikap, tindakan, maupun perkataan yang tidak

menimbulkan kontroversi dan dengan demikian memiliki sikap bijak dalam

bertindak, mengenali disposisi mereka yang dihadapi dan dilayani dengan baik.

Agar semuanya itu sunggguh mengarah kepada tujuan, maka para Yesuit harus

membuat refleksi terus-menerus.238 Dengan demikian, Ignatius menunjukkan kasih,

kehendak untuk keselamatan, dan memajukan pemahaman dan percakapan sebagai

cara terbaik berelasi dengan Protestan.

Asumsi teologis ketiga, penulis menilai pemahaman yang tersirat di balik

instruksi Ignatius adalah meredakan klerikalisme239 dalam Gereja. Seluruh usaha

Reformasi hanya akan berdampak apabila dilaksanakan secara saksama oleh

pimpinan Gereja sendiri. Menurut O’Malley, yang direformasi ialah yang dalam

istilah zaman ini disebut “Gereja institusional” yang berkonotasi pada para klerus.

238
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius Loyola, 212-214.
239
George B. Wilson menyatakan bahwa klerikalisme ialah istilah umum untuk menerangkan
prinsip atau kebijakan akan kontrol klerus dalam bidang pendidikan, hukum pernikahan, pelayanan
publik, dan sebagainya. Kerapuhan atau inferioritas diri kerap diselubungi dengan gelar yang
melampaui segala pertanyaan perihal kompetensi pribadi. Ia senang membuat orang di dekatnya
merasa tidak setara (unequal) untuk melancarkan misinya. Wilson menyebutkan beberapa bibit
masalah klerikalisme, yakni: klerikalisme lebih menjanjikan status, busana dan sebutan terhormat
bagi klerus, klerus sensitif terhadap kritik, klerus berfokus pada gambaran diri, kenikmatan
peningkatan ekonomi meneguhkan status klerus, klerus kehilangan keakraban dengan yang dilayani,
perbedaan pelatihan meningkatkan superioritas, klerikalisme menyuburkan kerahasiaan dan
kurangnya akuntabilitas, nama (tarekat, jabatan, dioses) mencitrakan kekuasaan. George B. Wilson,
Clericalism: the Death of Priesthood, (Collegeville, MN: Liturgical Press, 2008), 10.

104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Konsili memiliki perhatian mengenai “reformasi orang Kristiani” tetapi yang paling

penting dibahas justru pedoman bagi para gembala umat.240 Konsili menegaskan

perlunya reformasi kepausan, jabatan uskup, dan para pastor (paroki). Reformasi

ini bertujuan bagi lebih efektifnya pelayanan. Konsili menegaskan tata tertib yang

perlu bagi fungsi pastoral uskup dan imam diosesan berkenaan dengan tanggung

jawab bagi umat beriman.241

Perombakan aturan dan peningkatan kualitas gembala-gembala umat

menunjukkan semangat pembaruan dari dalam. William C. Mills menjelaskan

klerikalisme sebagai akibat dari penyempitan teologi pelayanan dimana klerus

kerap hidup dalam isolasi fisik, sosial, spiritual, dan psikologikal dari imam lain

dan dari umat paroki, bahkan isolasi dari kebudayaan dan masyarakat sekitarnya.242

Klerikalisme selalu merupakan disfungsional dan sifat angkuh, melumpuhkan

kematangan spiritual dan emosional imam, uskup, atau diakon. Klerikalisme

disebut sebagai mekanisme pembelaan diri ketika orang merasa superior melawan

perasaan keminderannya yang dipergunakan untuk melarikan diri dari kesulitannya.

Ia merasa superior namun sesungguhnya ia tidak demikian.243

Singkatnya, praktik klerikalisme didasari oleh semangat mau

mempertahankan status quo dan ketakutan untuk membangun kerja sama / inovasi

guna menatap tantangan zaman yang baru. Klerikalisme menjadikan Gereja tidak

aktif dan dinamis lagi terjadi pemberangusan inisiatif umat Allah. Wilson

menyatakan bahwa fenomena destruktif dari klerikalisme dalam Gereja merupakan

240
Lucas, Spirit, Style, Story, 210.
241
Lucas, Spirit, Style, Story, 216.
242
William C. Mills, “Cracking the Clerical Caste: Towards a Conciliar Church”, dalam Logos:
A Journal of Eastern Christian Studies, Vol. 50, 7.
243
Mills, “Cracking the Clerical Caste: Towards a Conciliar Church”, 6

105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penyimpangan yang menginfeksi masyarakat. Oleh karena itu, tidak dapat

dikatakan bahwa klerikalisme hanya terjadi dan berdampak di dalam Gereja.244

3.4 Surat kepada Yesuit yang Diutus ke Misi

Surat ketiga yang dianalisis dalam penelitian ini ialah surat kepada Yesuit

yang diutus (to those sent on missions). Dengan pendekatan Gadamer mengenai

“dunia di balik teks”, penulis akan menjelaskan latar belakang surat Ignatius kepada

Yesuit yang diutus ke Jerman. Penulis akan menganalisis konteks misi Jerman,

terutama pengaruh Protestanisme; konteks penerima surat; dan kemudian menuju

“dunia di dalam teks”, yakni isi surat.

3.4.1 Konteks

Paus mencemaskan situasi Gereja Katolik di sekitar Jerman. Perlawanan

Luther terhadap Gereja Katolik meluas di negara itu. Dalam dua puluh tahun,

Protestanisme memasuki wilayah Hesse dan Saxony (1526), Suabia, Wurtenberg

(1534), Westphalia (1534), Hansa (1534), dan Brandenberg (1540). Kehidupan

rohani dan moral sementara imam, uskup, dan pangeran juga mengalami

kemerosotan.245

244
Wilson, Clericalism, xvii.
245
Pere P. Dudon, Saint Ignatius of Loyola, (Milwaukee: Bruce Pub, 1949), 269.

106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Usaha mengatasi masalah tersebut diupayakan oleh penguasa bersama para

imam. Imam Agustinian, Karmelit, Fransiskan, Dominikan, ahli hukum, dan

profesor berdiskusi dan menolak ajaran Luther. Kaisar Charles V dan adiknya,

Ferdinand, berkali-kali mengadakan debat dan konferensi. Akan tetapi, upaya

tersebut belum begitu membuahkan hasil. 246

Pada Oktober 1540, Ignatius pernah mengutus Petrus Faber untuk

menemani Doktor Pedro Ortiz berdebat di Worms dan Regensburg. Mereka diminta

hadir sebagai wakil Kekaisaran Romawi Suci untuk berdebat dengan wakil

Protestan. Sebagai imam Yesuit pertama yang masuk ke Jerman, Faber mengambil

kesimpulan bahwa umat Katolik Jerman beralih menjadi Lutheran bukan karena

logika ajaran tetapi kebobrokan hidup Katolik, khususnya di kalangan imam. Faber

sudah memulai pembinaan para pemimpin gerejawi di Worms, Speyer, dan

Regensburg dan hal ini memberikan sumbangan besar bagi Serikat Yesus bagi misi

Jerman.247

Atas permintaan William IV, duke Bavaria, Ignatius diminta mengirimkan

pengajar bagi Universitas Ingolstadt. Duke William mengutarakan niatnya untuk

mendirikan sebuah kolese bagi Serikat Yesus di Jerman. Ignatius kemudian

mengutus tiga Yesuit ke Ingolstadt, yakni Salmeron, Le Jay, dan Kanisius.248

Hieronimus Nadal sudah mempromulgasikan bagian-bagian Konstitusi

Serikat Yesus di Sisilia, Italia. Konstitusi belum tersedia dalam bentuk cetak, maka

yang tersedia ialah salinan tulisan tangan. Agar lebih efektif mengutus para anggota

Serikat, Ignatius menganggap penting untuk menulis perihal perutusan. Perutusan

246
Dudon, Saint Ignatius of Loyola, 270.
247
Bangert, A History of the Society of Jesus, 23.
248
Francis S. Betten, Blessed Peter Canisius, (St. Louis: Central Bureau of the Central Society,
1921), 13.

107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi unsur yang melekat pada Gereja, sebagaimana St. Paulus mengatakan,

“bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (Rm

10:15). Ignatius mengambil rumusan tersebut dan menegaskan misi bagi apa pun

yang dianggap penting oleh Paus atau digariskan oleh superior Serikat.

Pada 8 Oktober, 1552, Ignatius menulis prinsip-prinsip yang harus menjadi

pedoman bagi para Yesuit di daerah misi. Dengan berkembangnya jumlah anggota

Serikat Yesus, Ignatius mengusahakan cara agar dapat mengutus anggota secara

lebih mudah, tidak hanya di negara-negara lain tetapi juga di kota-kota besar Eropa.

Para pangeran meminta bantuan Yesuit untuk mendirikan kolese, seperti di

Ingolstadt, Wina, Ferrara, Napoli, dan Messina.249

3.4.2 Isi Pokok

Surat yang aslinya ditulis dalam bahasa Italia ini terdiri dari tiga bagian,

yakni mengenai diri sendiri, sesama, dan Serikat Yesus. Pokok pertama, yakni

mengenai diri sendiri, Ignatius menasihatkan agar Yesuit menjaga disiplin rohani

agar tidak berbuat dosa sekecil apa pun agar memperoleh hasil kerasulan yang lebih

besar. Yesuit harus mengambil jarak pergaulan dengan menghindari orang-orang

yang dipandang membahayakan. Jika terpaksa harus bergaul, maka harus dilakukan

sejarang mungkin dan harus di hadapan umum. Yesuit harus memperhatikan

penampilan lahiriah dan menghormati orang lain demi penghargaan manusia

sebagai citra Allah. Yesuit harus menjaga keutamaan dengan bantuan rohani seperti

249
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius of Loyola, 267.

108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pemeriksaan batin, doa, dan menerima sakramen. Terakhir, ia harus menjaga

kesehatan badannya.250

Pokok kedua, yakni pedoman berelasi dengan sesama, Ignatius

menasihatkan agar dapat berelasi dengan orang yang berpengaruh agar dapat

mempengaruhi lebih banyak orang, demi kemuliaan Allah. Untuk memilih karya,

Ignatius menunjukkan prinsip pemilihan: yang rohani daripada yang jasmani, yang

mendesak daripada yang kurang mendesak, yang bertahan lama daripada yang lekas

berlalu. Ada pelbagai macam sarana rohani, seperti pengakuan dosa, bimbingan

rohani, latihan rohani, katekese, kuliah, khotbah, dan lain-lain. Ignatius menasihati

untuk memilih sarana rohani yang lebih efektif dan diakrabi. Yesuit harus berusaha

rendah hati dan dilarang melibatkan diri dalam perkara tinggi, kecuali ada

permintaan ke arah itu. Jika ada masalah menyangkut soal moral, Yesuit diminta

tidak memberi jawaban secara terburu-buru tetapi mempelajari dengan saksama dan

membuat pertimbangan yang diperlukan.251

Pokok ketiga, yakni pedoman-pedoman terkait dengan Serikat, Ignatius

memberi instruksi kepada Yesuit agar mempercayakan diri kepada pembesar dan

memberikan informasi mengenai misi yang dipercayakan kepadanya. Apabila

hendak mendirikan kolese, sebaiknya disertai upaya menjaring calon-calon yang

berkualitas bagi anggota Serikat.252

Menurut Joseph N. Tylenda, surat ini merupakan ekstrak atau cikal bakal

Bagian VII Konstitusi Serikat Yesus mengenai perutusan.253 Pada saat itu,

250
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius of Loyola, 268.
251
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius of Loyola, 268-269.
252
Ignatius of Loyola, Letters of St. Ignatius of Loyola, 269.
253
Bagian VII Konstitusi Serikat Yesus berjudul “Bagaimana mereka yang telah diterima dalam
Serikat dibagikan dalam kebun anggur Tuhan demi pertolongan sesama.” Konstitusi Serikat Yesus
dan Norma Pelengkap, Yogyakarta: Kanisius, 1998, 223.

109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Konstitusi belum dipromulgasikan di seluruh Serikat. Ignatius memberikan

instruksi bagi para Yesuit untuk mempertimbangkan sarana-sarana rohani yang

dipergunakan bagi situasi setempat. Kunci yang diberikan Ignatius adalah adaptasi

dengan lingkungan asing dan khusus.254 Ia menuliskan:

“Pater harus berusaha untuk menjadi rendah hati dengan mulai dari bawah
dan tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tinggi-tinggi, kecuali kita
diminta dan ditanya atau jika diskresi mengarahkan kita ke hal tersebut.
Dengan demikian, kita harus mempertimbangkan waktu, tempat, dan
pribadi-pribadi. Diskresi tidak dapat dikurung dalam aturan yang keras dan
kaku.”255

3.4.3 Asumsi Teologis yang Muncul

Dari surat Ignatius bagi Yesuit yang menjalankan misi, penulis memperoleh

pemikiran misi menurut Ignatius Loyola. Surat ini merupakan ekstrak dari Bagian

VII Konstitusi. Bagian VII berkaitan dengan misi Serikat, terutama tubuh misioner

yang imami: menjadi pelayan sabda dan karya Kristus di dunia. André de Jaer

menyatakan bahwa inti dari Konstitusi ialah bagian VII mengenai misi. Bagian

yang berada di depan, dari Examen Generale sampai Bagian V merupakan

persiapan; dan Bagian VIII sampai X adalah tanggapan bagi inti Konstitusi.

Permulaan dari bagian I sampai VI (3, 4, 147, 204, 307-308, 516, 547, 603) dan

setiap tahapan inkorporasi, tujuan kerasulan Serikat Yesus, ditempatkan sebagai

kriteria diskresi. Bagian VIII sampai X diperlukan dan dicantumkan demi kerasulan

dan guna menjawab pertanyaan yang muncul dari kerasulan: bagaimana menjaga

kesatuan anggota (bagian VIII), bagaimana mengatur anggota (Bagian IX),

254
To Those Sent to Minister to Others,
http://www.library.georgetown.edu/woodstock/ignatius-letters/letter21 (diakses 28 Juni 2017).
255
William J. Young (ed.), 267-268.

110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bagaimana melestarikan dan mengembangkan pertumbuhan anggota (Bagian X)

yang dibagikan dalam kebun anggur Tuhan? Ignatius ingin agar kelompoknya tidak

berpusat kepada diri sendiri melainkan diutus ke kebun anggur Tuhan. Hidup

kerasulan dipahami sebagai bagian integral hidup Yesuit. Maka, menjadi Yesuit

berarti manusia dalam perutusan (on mission), yakni dalam pelayanan Gereja dan

dunia. Orang yang diterima ke dalam Serikat (Bagian VI) menemukan maknanya

di luar dirinya, yakni dalam hidup kerasulan (Bagian VII).256

Secara konsisten, istilah “kebun anggur” (la viña de Cristo) di pelbagai

dokumen, seperti surat-surat, kronik Polanco, dan Konstitusi Bagian VII. O’Malley

menyatakan bahwa inilah visi dasar Ignatius mengenai Gereja. Gereja sebagai

“kebun anggur Tuhan” dipanggil untuk meneladan para rasul dan murid Yesus

dalam pelayanan. Dalam Perjanjian Lama Israel diumpamakan dengan kebun

anggur Tuhan (Yes 5:1-7). Dan dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus,

Kerajaan Allah dibandingkan dengan kebun anggur (mis. Mat 21:43). Dengan

dipersatukan dalam kaul keempat, Ignatius memandang Paus sebagai “uskup

Gereja universal” dapat mengutus anggota Serikat ke mana saja Paus mengutus

demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa, entah di antara orang beriman ataupun

tidak beriman. Ignatius berharap untuk memilih pengutusan yang paling baik dan

itu hanya akan terjadi kalau penyebaran dilakukan oleh Paus.257

Kata “misi” kerap dipahami sebagai gagasan, proyek, tujuan yang akan

dilaksanakan. Namun, ketika Ignatius menyebut kata “misi”, yang dimaksud ialah

perutusan konkret, jelas, dan personal. Misi mentransformasi kelompok menjadi

256
André de Jaer, Together for Mission: A Spiritual Commentary on the Constitutions of the
Society of Jesus, (St. Louis: Institute of Jesuit Resources, 2001), 136.
257
O’Malley, The First Jesuits, 300; lihat juga Konstitusi [603].

111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

duta dan membuat duta keluar dari dirinya. Dalam teks-teks Ignatius, misi berarti

tindakan dan fakta perutusan bagi karya tertentu. Misi bukanlah proyek atau mimpi

pribadi melainkan karya yang dipercayakan kepada seorang Yesuit. Bagian VII

Konstitusi tidak bermaksud membuat perincian misi melainkan kriteria untuk

membantu diskresi pilihan misi.258 Kata “misi” tidak dipahami dalam arti

perjalanan misionaris ke suatu daerah tertentu, tetapi kesiapsediaan kepada Paus

bagi setiap misi di mana pun.259

Surat bagi para Yesuit yang diutus merealisasikan ideal Ignatius untuk

“membantu jiwa-jiwa”. Hasrat ini sudah hadir pada saat pengalaman penyembuhan

di Loyola (Auto. 11). Akan tetapi, menurut Hieronimus Nadal, gagasan membantu

jiwa-jiwa muncul pada saat di Manresa. Melalui ekshortasi di Spanyol, Nadal

menyatakan:

Di Manresa, Tuhan kita menyatakan diri kepadanya dalam latihan rohani.


Di sana, Dia membimbingnya sehingga segalanya digenapi bagi pelayanan
kepada-Nya dan bagi keselamatan jiwa-jiwa. Ia memperlihatkan kepadanya
melalui rasa bakti yang besar, khususnya melalui meditasi Raja Abadi dan
Dua Panji. Ignatius pun memahami bahwa inilah tujuan hidupnya yang
berarti persembahan diri seutuhnya, dan inilah kini tujuan Serikat kita.260

Pierre Jacob dan Maurice Dullard memiliki pendapat berbeda. Mereka

menyatakan bahwa Ignatius pertama-tama adalah bermisi. Pada November 1538,

Ignatius dan sahabatnya mempersembahkan diri mereka kepada Paus bagi

pelayanan di dalam Gereja. Wakil Kristus berkenan menerima persembahan

258
de Jaer, Together for Mission, 137.
259
Pierre Jacob dan Maurice Dullard, The Inspirational Sources of Our Jesuit Charism, (Anand:
Gujarat Sahitya Prakash, 2003), 271.
260
“P. Hieronymi Nadal Exhortationes in Hispania, 1554” dalam Fontes narrative de S. Ignatio
de Loyola et de Societatis Iesu initis, Vol. 1, MHSI (Rome, 1943), 307, no. 6. de Jaer, Together for
Mission, 137.

112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka dan mengirim mereka dalam misi. Pengalaman ini dimaknai sebagai salah

satu momen terpenting dalam fase pribadi Ignatius dan kelompoknya.261

Terhadap perutusan dalam Gereja, Ignatius mencoba memperluas perspektif

“Gereja” dengan mempergunakan gambaran atau model. Kata “Gereja” pada

masanya cenderung dipahami sebagai Gereja Roma dengan organisasi dan

strukturnya yang hierarkis. Pemilihan gambaran “kebun anggur Tuhan”, “mempelai

Kristus”, “ibu yang kudus” dalam Konstitusi, Latihan Rohani, atau dokumen lain

dapat memperluas struktur pemahaman yang sempit dan fundamentalistik.

Mengikuti gagasan Michael Buckley, William W. Meissner menyatakan bahwa

yang muncul di benak Ignatius pada saat berbicara mengenai Gereja ialah

komunitas umat beriman yang berkumpul di bawah panji Kristus dan terlibat dalam

perjuangan menyejarah melawan kekuatan jahat di dunia. Gereja dipandang

membawa perjuangan melawan “musuh kodrat manusia.”262

3.5 Rangkuman

Hermeneutika Gadamer dipergunakan untuk memahami tiga surat Ignatius.

Setiap bentuk penafsiran selalu mengandaikan pengertian dasar tertentu. Pengertian

dasar itu disebut Gadamer sebagai antisipasi. Hermeneutika Gadamer bermaksud

memahami teks di dalam kerangka berpikir yang lebih menyeluruh, dan bukan

hanya terjebak pada apa yang tertulis. Teks harus ditempatkan dalam konteks yang

261
Jacob dan Maurice Dullard, The Inspirational Sources of Our Jesuit Charism, 267.
262
WW. Meissner, To The Greater Glory: The Psychology Study of Ignatian Spirituality,
(Milwaukee: Marquette University Press, 1999), 295.

113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lebih luas yang melibatkan teks-teks lainnya. Inilah salah satu prasyarat untuk

mendapatkan pemahaman yang tepat.263

Tiga surat Ignatius yang menjadi obyek penelitian ditinjau dengan

model hermeneutika Gadamer. Penulis memaparkan cakrawala teks dengan

konteks dan maksud pengarang, isi pokok surat, dan memaparkan cakrawala

penafsir dengan asumsi teologis. Gadamer mengajak untuk

melihat relasi antara masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pemahaman di masa

kini selalu dipengaruhi oleh masa silam.

Penulis hendak menunjukkan latar belakang di balik teks tersebut agar dapat

memberikan horizon yang lebih baik untuk penafsiran. Ignatius pun menulis dengan

horizon pemikrian zaman itu. Oleh karena itu, dengan paparan pada bab III ini

penulis mendekatkan latar belakang penulisan tiga surat untuk memasuki analisis

isi surat pada Bab IV.

263
Jean Grondin, “Gadamer’s Basic Understanding of understanding”, Dostal, 47.

114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

ANALISIS TIGA SURAT IGNATIUS LOYOLA

BERDASARKAN MODEL-MODEL GEREJA AVERY DULLES

4.1 Pengantar

Bab ini pertama-tama akan menguraikan konteks hidup dan pemikiran

Ignatius mengenai Gereja. Dari uraian tersebut diharapkan muncul gambaran

bagaimana Ignatius menghayati kehidupan menggereja sesuai dengan konteks

zamannya. Sesudah memperoleh data umum dari tiga surat dan kisah hidup

menggereja Ignatius, penulis akan melanjutkan analisis dengan pendekatan ilmu

teologi (eklesiologi). Kerangka analisis yang dipergunakan ialah “model-model

Gereja” dari Avery Dulles.

4.1.1 Ignatius Loyola sebagai “Man of the Church”

Iñigo López de Loyola lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang erat

dengan iman Katolik di wilayah Guipúzcoa. Ia dibaptis di Gereja Paroki Azpeitia,

Keuskupan Pamplona, oleh Rama Juan de Zalaba. Nama Iñigo diambil dari nama

seorang abas dari biara Benediktin di Oña, Burgos pada abad keenam. Agama

memiliki peran penting bagi hidup wangsa Loyola, sebab mereka adalah pelindung

bagi gereja di Azpeitia. Secara umum hidup rohani keluarga Loyola erat terkait

115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan gereja paroki.264 Tempat tinggal Ignatius tidak pernah tersentuh dengan

bidah. Saat masih muda, Ignatius hidup di dalam pengaruh Ratu Isabella dan

Kardinal Jiménez de Cisneros, para tokoh penting penegak kekatolikan di

Spanyol.265

Sesudah masa penyembuhan di puri Loyola, Ignatius berusaha meniru hidup

para kudus, terutama St. Fransiskus Asisi dan St. Dominikus Guzman. Ignatius

berpikir bahwa untuk meniru kemiskinan dan kesucian dengan ukuran lahiriah.

Ignatius berziarah ke Yerusalem untuk mengikuti jejak langkah Yesus. Ignatius

juga berpikir untuk masuk ke biara Kartusian di Sevilla.266

Semasa tinggal di Manresa (1522-1523), ideal individualistiknya diubah

menjadi pelayanan membantu jiwa-jiwa. Kehendak Ignatius saat ini ialah melayani

Tuhan dan membantu jiwa-jiwa. Pengalaman doa dan visiun mengubah hidup

Ignatius. Pada fase ini sudah muncul benih buku Latihan Rohani.267 Menurut

Dalmases, pada fase ini Ignatius belum berpikir mengenai kesepahaman dengan

Gereja. Ia menunjukkan bahwa selain “Pedoman kesepahaman dengan Gereja”,

kata “Gereja” disebutkan sebanyak lima kali dalam Latihan Rohani [18, 42, 229d,

170, 177]. Ignatius tidak sekalipun menyebut kata “Paus” dalam Latihan Rohani.

Pada saat di Manresa ini Ignatius belum mengalami tekanan dari pihak inkwisisi

Gerejawi. Sentire cum Ecclesia pada fase ini dapat didefinisikan sebatas iman

sebagai orang kristiani yang sederhana dan setia dan tidak mengalami masalah

dengan ajaran iman.268

264
Dalmases, Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits, 3, 23.
265
Dalmases, ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, dalam Review of Ignatian
Spirituality, Vol. 14/3 (1983), 52.
266
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 53.
267
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 53.
268
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 54.

116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ignatius pertama kali bertemu dengan Paus, yakni Adrianus VI, ketika

memohon izin berziarah ke Yerusalem pada 31 Maret 1523. Bagi Ignatius, hal ini

merupakan formalitas belaka. Ia berketetapan berdevosi, tinggal, dan membantu

jiwa-jiwa di Tanah Suci. Di Yerusalem, ia kembali berjumpa dengan otoritas

gerejawi. Kepada Provinsial Fransiskan, ia meminta izin tinggal untuk jangka

waktu yang tidak ditentukan. Permohonan ini ditolak oleh Provinsial Fransiskan.

Ignatius diancam dengan ekskomunikasi bila bersikeras untuk tinggal di Yerusalem

(Auto, 46). Pada akhirnya, Ignatius meyakini bahwa tinggal di Yerusalem memang

bukan kehendak Tuhan. Kemudian, ia memutuskan untuk menempuh studi (Auto,

50).269

Di Barcelona, Alcalá, Salamanca dan Paris, Ignatius bertemu dengan aneka

aliran yang memusuhi Gereja Katolik (antiecclesial trend). Aliran tersebut di

antaranya: Erasmianisme, Illuminisme (alumbrados), dan Protestantisme. Gerakan-

gerakan ini memiliki ciri menarik diri secara terbuka dari otoritas Gereja. Di tengah

suasana ini, otoritas Gereja memperketat diri dengan mencurigai siapa saja yang

tidak setia terhadap ortodoksi.270

Ignatius menghadapi inkuisitor dan siap menyerahkan diri kepada kuasa

gerejawi di Alcala. Ignatius tahu ke mana ia dapat mendapat hak memberikan

pengajaran kristiani ketika ia berhasil mendapatkan kuasa ordinaris wilayah. Di

Valladolid, Ignatius bertemu dengan Uskup Agung Toledo, Alonso de Fonseca.

Beberapa hari kemudian Figueroa memanggil mereka dan berkata bahwa telah

diadakan pemeriksaan dan dibuat perkara mengenai kehidupan mereka oleh para

petugas inkuisisi, dan tidak ditemukan kesalahan dalam ajaran atau kehidupan

269
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 54.
270
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 55.

117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka. Karena itu mereka dapat meneruskan apa yang dilakukan sampai waktu itu

tanpa rintangan dan halangan apa pun [58].

Ignatius tiba di Paris ketika masyarakat masih dilingkupi gerakan anti Gereja

Katolik. Tetapi, Gereja Prancis dengan Universitas Paris masih menjadi benteng

kekatolikan yang kuat. Ignatius mengalami dua peristiwa yang penting. Pertama,

kuliah pembukaan rektor Universitas Paris, Nicola Cop, yang menurut para

sejarawan dan pakar diinspirasikan atau bahkan ditulis oleh Yohanes Calvin.271

Kedua, muncul gerakan anti Katolik yang disebut affaire des placards. Pada 18

Oktober 1534, kota-kota besar seperti Paris Blois, Rouen, Tours dan Orléans

dipenuhi demonstrasi menyanggah kehadiran Kristus dalam Ekaristi suci. Otoritas

gerejawi mengambil langkah tegas, bahkan sampai memberikan hukuman mati.272

Ignatius mengalami kesulitan kembali dengan Inkuisisi. Ignatius dinilai

mengakibatkan gangguan akibat memberikan latihan rohani bagi tiga orang

Spanyol, Juan de Castro, Pedro de Peralta, dan Amador. Inkuisitor Valentin Liévin

bermaksud menguji materi Latihan Rohani Ignatius. Ignatius memberikan sebuah

salinan buku dan inkuisitor memuji buku itu. Pada fase ini, Ignatius memiliki sentire

cum Ecclesia secara sangat positif. Ia taat kepada pemangku otoritas gerejawi. Ia

mendukung gerakan anti-Erasmus dan anti-Protestan sebagai konsekuensi dari

kesetiaannya dengan Gereja dan ajarannya. Ignatius tidak melihat oposisi antara

Roh dengan Gereja, Injil dan hierarki. Bagi Ignatius, Roh selalu hadir di dalam

271
Yohanes Calvin (1509-1564) merupakan tokoh reformasi kelahiran Prancis yang dipengaruhi
ajaran Martin Luther. Ia memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma pada 1530. Calvin menjadi
pendeta di Jenewa, Swiss dan mendorong gerakan reformasi protestan yang dikenal dengan
Calvinisme di Prancis, Belanda, Skotlandia, Inggris, dan beberapa wilayah Jerman dan Eropa
Tengah. Karangan terpentingnya ialah Institutio religionis Christianae (Institusi Agama Kristen)
yang kemudian menjadi landasan doktrin banyak gereja-gereja Protestan non-Lutheran. Catholic
University of America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. II, 890.
272
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 56.

118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gereja. Pada masa inilah, Ignatius menulis “Pedoman kesepahaman dengan Gereja”

(LR 352-370).273

Peristiwa kaul para sahabat perdana di Montmartre, 15 Agustus 1534,

menunjukkan keinginan untuk menyatukan diri bagi perutusan sekaligus

memandang Paus sebagai wakil Kristus di dunia. Apabila tidak ada kapal yang

berangkat ke Yerusalem, mereka akan mempersembahkan diri kepada Paus sesuai

keinginan Paus. Pada fase ini, idealisme mengikuti Yesus ditunjukkan dengan

mengabdi Gereja dan Takhta Suci.274

Visiun di La Storta merupakan peneguhan Ignatius untuk tetap tinggal di Roma.

Ketika ziarah ke Yerusalem menjadi mustahil maka Roma pun menjadi

“Yerusalem” yang baru. Roma dimaknai sebagai takhta wakil Kristus di dunia.

Inilah landasan dasar kaul ketaatan kepada Bapa Suci. Petrus Faber menyebutnya

sebagai manifestissima vocatio.275

4.1.2 Sentire cum Ecclesia dalam Latihan Rohani

Berbicara mengenai Sentire cum Ecclesia, amat penting untuk membicarakan

teks pedoman kesepahaman dengan Gereja dalam Latihan Rohani. Pada fase

Prancis, salah satu teks penting yang ditulis Ignatius adalah “Pedoman

kesepahaman dengan Gereja”276. Pedoman ini dimuat dalam Latihan Rohani 352-

273
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 57.
274
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 58.
275
Dalmases ‘The Church in the Personal Experience of St. Ignatius’, 58.
276
Istilah “sentire cum Ecclesia” ini tidak berasal murni dari Ignatius. Pada naskah autograf, ia
memberi judul “Para el sentido verdadero que en la Yglesia militante debemos tener, se guarden
las reglas siguientes” yang berarti “untuk memperoleh kepekaan sejati yang harus kita
pegang/punya dalam Gereja yang berjuang, hendaknya kita menjaga aturan-aturan yang berikut.”
Untuk memperoleh pengesahan Paus Paulus III, teks ini diterjemahkan menjadi“Regulae aliquot
servandae, ut cum orthodoxa Ecclesiae vere sentiamus.” Sejak itu, dikenal istilah “Sentire cum

119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

370. Latihan Rohani ditulis sebagai catatan perjalanan rohani Ignatius di Manresa

sejak 1521. Sebagian besar teks sudah ditulis pada saat Ignatius meninggalkan

Manresa. Namun, Ignatius belum menuliskan Pedoman ini hingga masa kuliahnya

di Paris.277

Ignatius menempatkan pedoman ini di bagian-bagian akhir LR. Pedoman ini

bukanlah traktat teologi dan hanya disarankan kepada retretan yang dirasa

memerlukannya. Dengan mengacu kepada Direktorium Latihan Rohani 1599,

pedoman ini dimaksudkan bagi retretan yang sesampainya tiga puluh hari merasa

tergugah akan kasih Kristus dan kerajaan-Nya dan mendengar panggilan untuk

mewartakannya, bahkan di kalangan tak beriman atau yang lemah iman Katoliknya.

Pedoman ini juga diperuntukkan bagi siapa saja yang bertugas sebagai pelayan

Sabda, karena pedoman ini secara langsung melawan gagasan heresi zaman itu.278

Teks “Pedoman Kesepahaman dengan Gereja” ditulis pada masa yang

berbeda. Kemungkinan besar, aturan 1 hingga 12 ditulis Ignatius ketika tinggal di

Paris pada 1528-1534 dan aturan 14 sampai 18 ditulis di Roma sebelum 1541.

Patokan ini lahir bukan hanya dari pelbagai kecurigaan atas Ignatius dan

Ecclesia.” Kieser, Berhard, “Sentire cum Ecclesia: bagaimana Menterjemahkan Suatu Semboyan”
dalam Hartono Budi dan M. Purwatma (ed.), Sentire cum Ecclesia: Bakti Membangun Gereja yang
Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 50; Ganss, “St. Ignatius’ Rules for Thinking with the Church”,
12.
277
Ganss “St. Ignatius’ Rules for Thinking with the Church”, 15
278
The Official Directory of 1599, Chapter 38, [271]. William J. Walsh, On Giving the Spiritual
Exercises: The Early Jesuit Manuscript Directories and the Official Directory of 1599, (St. Louis:
The Institue of Jesuit Sources, 1996), 346.

120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kelompoknya sebagai bagian dari alumbrados279 tetapi juga karena nilai positif

referensi eklesial bagi proses diskresi personal dalam latihan rohani.280

Ignatius merencanakan “Pedoman Kesepahaman dengan Gereja” sebagai

pedoman rohani individu. Ignatius menyediakan anjuran praktis yang dapat ditarik

sebagai pedoman pribadi guna membantu orang menghidupi relasi dengan Kristus

melalui kepercayaan dan praktik hidup menggereja. Asumsi Ignatius ialah bahwa

orang yang sudah melakukan meditasi sebelumnya akan dipenuhi dengan rasa cinta

akan Kristus dan berniat melayani-Nya lebih baik. Maka, rasa cinta itu haruslah

menjadi satu dengan tindakan. Ignatius menyebut Gereja secara afektif sebagai

“mempelai sejati Kristus Tuhan kita” dan “bunda Gereja kita yang kudus”. Dengan

kata “Gereja hierarkis” [353], Ignatius memaksudkan identifikasi dengan gereja

yang tampak secara institusional yang berpusat di Roma, yang tampak dalam

paroki-paroki, dan juga dalam pribadi uskup, imam, religius, dan para awam

anggotanya.281

Ada tiga pokok pedoman Kesepahaman dengan Gereja, yakni peribadatan

(354-361), otoritas gerejawi (362-364), dan pengajaran (365-370). Pertama, bidang

peribadatan (observing worship): iman Kristiani diungkapkan baik secara pribadi

maupun dalam komunitas. Keanggotaan sebagai warga Gereja juga mensyaratkan

keterlibatan dalam ibadat, liturgi, dan sakramen. Mengikuti konteks zamannya,

Ignatius menyebutkan tentang ibadat harian, pengakuan dosa, hidup membiara dan

279
Alumbrados adalah sekelompok orang yang mengaku telah menerima pencerahan langsung
dari Roh Kudus dan tidak mengakui otoritas selain Roh Kudus. Atas ajarannya yang menjurus pada
kesesatan ini, mereka diburu oleh inkuisisi Gereja Katolik. Joseph F. Conwell, Impelling Spirit, 408.
280
Ganss, “St. Ignatius’ Rules for Thinking with the Church”, 16; Gerald O’Collins, “A
Contemporary Reading of the ‘Rules for Thinking with the Church’”, CIS, Vol. XIV, 1983, No. 44,
99.
281
Ganss, “St. Ignatius’ Rules for Thinking with the Church”, 14-15.

121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kaul-kaulnya, memuji relikui, indulgensi, ziarah, aflat perang salib, puasa, vigili,

hiasan gereja, patung para kudus, dan perintah gereja. Semuanya dipandang sebagai

jalan menuju keselamatan dan kesempurnaan.282

Kedua, bidang otoritas gerejawi. Ketika menyebut “Gereja”, Ignatius

mengacu pada gereja dalam arti nyata, bukan gereja abstrak. Gereja mengandung

umat, struktur, bangunan, dan pemimpin. Ia melihat banyak waligereja yang tidak

sempurna pada zamannya. Akan tetapi, ketidaksempurnaan tidak mempengaruhi

validitas jabatan dan keabsahan wewenang. Ignatius menganjurkan sikap

membangun (ad aedificationem) lebih daripada menggerutu atau membicarakan

mereka dari belakang. Ignatius kemudian memberi peringatan akan pentingnya

teologi apa yang dapat membantu orang menjadi putra-putri sejati Gereja. Ia

menganjurkan pengikutnya untuk mempelajari ajaran para teolog positif283 dan

teolog skolastik284 serta mengembangkan keseimbangan dinamisnya.285

Ketiga, bidang pengajaran. Bagian ini paling sering didiskusikan dan

diperdebatkan di kalangan para ahli. Bagian ini memuat cakupan perdebatan pada

masa Ignatius, di antaranya kodrat manusia dan Tuhan, hubungan antara

predestinasi dengan usaha manusia, rahmat dan kebebasan, cinta dan rasa takut, dan

282
Coathalem, Ignatian Insights, 302.
283
Teologi positif bertujuan mencari dan menjelaskan hubungan antara konteks teologi
dogmatik kontemporer dengan sumber pewahyuan. Teologi positif meliputi bidang (1) eksegesis,
yakni ilmu yang menjelaskan kebenaran pewahyuan dalam konteks historis awalnya; (2) teologi
biblis, yakni ilmu yang menjelaskan perkembangan wahyu dalam keseluruhan konteks Kitab Suci;
(3) teologi dogmatik, yakni ilmu yang menjelaskan perkembangan wahyu dan memahaminya
dengan sejarah pewahyuan dan konteks dogmatik-teologi zaman ini. Catholic University of
America, The New Catholic Encyclopedia, Vol. XIII, 907.
284
Teologi skolastik menitikberatkan peranan metafisika daripada sejarah keselamatan manusia.
Metode teologinya menerapkan penggunaan akal budi untuk mengatasi persoalan filsafat, teologi,
dan hukum kanonik. Teologi ini berkembang pada abad kelima hingga awal zaman modern. Tokoh
yang berpengaruh ialah Agustinus, Anselmus Canterbury, Bonaventura, Albertus Magnus, Thomas
Aquinas, Petrus Abelardus, dan Petrus Lombardus. Catholic University of America, The New
Catholic Encyclopedia, Vol. XII, 747-748.
285
Coathalem, Ignatian Insights, 304.

122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sebagainya. Ignatius menekankan sikap yang diambil retretan ketika menghadapi

masalah ini. Ia tidak meminta retretan membiarkan diri larut dalam arus zaman,

namun tetap waspada dan menyikapinya dengan kebijaksanaan dan diskresi. Sikap

ini berakar mendalam pada sikap kemuridan pada seluruh ajaran Gereja.286

4.2 Model-model Gereja Avery Dulles

Bagian ini akan membahas pemikiran teolog Katolik dari Amerika Serikat,

Avery Dulles, yang memperkenalkan model-model Gereja. Sebelum memasuki

paparan teoretis mengenai gagasan model-model Gereja, penulis akan menjelaskan

riwayat singkat Avery Dulles.

4.2.1 Riwayat Singkat Avery Dulles

Kardinal Avery Dulles, SJ adalah teolog Katolik dari Amerika Serikat. Ia

merupakan salah satu teolog Amerika paling berpengaruh sebelum, saat, dan

sesudah Konsili Vatikan II (1962-1965). Dulles menulis lebih dari 850 artikel dan

25 buku. Sepanjang hidupnya, ia menerima 15 gelar guru besar dan 21 doktor

kehormatan. Di Amerika Serikat, tidak ada seorang teolog Kristen Protestan dan

Katolik yang karyanya diterjemahkan ke bahasa asing sebanyak Dulles. Dulles

merepresentasikan teologi Katolik sesudah Konsili Vatikan II.287

Avery Robert Dulles dilahirkan pada 24 Agustus 1918 di Auburn, New York

dari pasangan John Foster Dulles (1888-1959) dan Janet Pomeroy Avery (1891-

286
Coathalem, Ignatian Insights, 307.
287
Carey, Avery Dulles, SJ, xi.

123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1969). Dulles berasal dari latar belakang keluarga besar pendeta Presbiterian dan

politisi papan atas di kotanya. 288

Dulles menempuh pendidikan dasar di St. Bernard’s School di Manhattan

(1924-1930). Pada usia dua belas tahun, Dulles dikirim belajar oleh keluarganya ke

Institut Le Rosey di Swiss.289 Dulles melanjutkan studi di Choate School di

Wallingford, Connecticut hingga lulus tahun 1936.290 Karena menaruh minat pada

sejarah dan kebudayaan abad pertengahan dan Renaisans, Dulles memilih kuliah di

Universitas Harvard. Pada 1940, Dulles menyelesaikan tugas akhir mengenai

pemikiran ilmuwan Italia, Giovanni Pico della Mirandola (1463-1494) dan

memperoleh gelar Bachelor of Arts.291 Dulles menemukan ketertarikan menjadi

Katolik ketika membaca pemikiran abad pertengahan dan Renaisans. Dulles

dibaptis pada 26 November 1940 di Gereja St. Paulus, Cambridge.292

Pada 1941-1946, Dulles masuk dinas tentara Angkatan Laut Amerika Serikat

(US NAVY). Ia bertugas di Samudera Atlantik, kepulauan Karibia, dan kawasan

Laut Tengah. Ia berhenti dari dinas militer dengan pangkat terakhir sebagai letnan.

Setelah keluar dari angkatan laut, Dulles memutuskan bergabung dengan Novisiat

Serikat Yesus St. Andrew, Poughkeepsie, Provinsi New York pada Agustus

1946.293 Dulles menempuh studi filsafat di Woodstock College, Maryland (1948 –

1951) hingga meraih gelar lisensiat.294 Tiga tahun berikutnya, Dulles ditugaskan

menjadi dosen filsafat di Universitas Fordham (1951-1953). Studi teologi ditempuh

288
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 1, 9.
289
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 14-15.
290
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 19.
291
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 35.
292
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 57.
293
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 96-97.
294
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 104.

124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dulles di Woodstock College. Pada akhir tahun ketiga teologi, 16 Juni 1956, Dulles

menerima tahbisan imamat dari Kardinal Francis Spellman dari New York di

Gereja Universitas Fordham.295

Dulles menempuh studi lanjut di Universitas Gregoriana, Roma dalam bidang

teologi. Ia menulis disertasi berjudul “Protestant Churches and the Prophetic

Office” yang mengkaji dasar dan peranan tugas kenabian dalam tradisi klasik

Lutheran dan Calvinis. Dulles kemudian menjadi pengajar di Woodstock College,

Maryland.296

Sejak menjadi mahasiswa teologi, Dulles sudah berkecimpung dalam gerakan

ekumenisme. Ekumenisme merupakan aspek dari eklesiologi dan disertasi Dulles

menitikberatkan aspek tersebut. Pada 1962-1970, Dulles terlibat aktif di Komisi

Ekumenisme di Keuskupan Baltimore. Ia berkiprah di kancah lokal dan nasional

bersama dengan keuskupan lain, para pendeta dan Dewan Gereja Kristen. Sesudah

Konsili Vatikan II, Dulles ditunjuk sebagai penasihat bagi Sekretariat Kepausan

bagi Umat Non-Kristiani (kini Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama) dari

1966-1973. Tugas sekretariat ini ialah mempelajari ateisme dan memajukan dialog

dengan umat non-Kristiani, guna memajukan pemahaman yang lebih menyeluruh

mengenai nilai-nilai manusiawi dan hidup beragama.297

Pada 1974, Dulles bertugas di Catholic University of America. Pada masa

itu ia menerbitkan Model-model Gereja, menjadi ketua American Theological

Society, dan menjadi dosen tamu di Boston College dan University of Notre Dame.

295
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 130.
296
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 145.
297
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 257.

125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada usia tujuh puluh tahun, Dulles memutuskan pensiun mengajar dari universitas

itu. Ia kemudian berkarya di Fordham University.298 Pada 1992, ia diangkat sebagai

anggota Komisi Teologi Internasional, yakni lembaga yang bertugas memberikan

nasihat bagi prefek Kongregasi Ajaran Iman, Kardinal Joseph Ratzinger (kemudian

Paus Benediktus XVI). Selain itu, Dulles menjadi dosen tamu di Universitas

Gregoriana, Roma dan North American College di Leuven, Belgia.299

Pada usia delapan puluh dua tahun, Dulles diangkat oleh Paus Yohanes

Paulus II sebagai kardinal. Dulles pada saat itu berasal dari kalangan imam sehingga

membutuhkan dispensasi khusus agar tetap menjadi imam dan melanjutkan karya

sebagai teolog.300 Paus Yohanes Paulus II memimpin upacara pengangkatan

kardinal pada 21 Februari 2001 di Vatikan. Dulles merupakan kardinal tertua di

antara empat puluh empat kardinal yang dilantik dalam konsistori tersebut.301

Selanjutnya, Dulles kembali berkarya di Amerika Serikat hingga akhir hayatnya.

Dulles meninggal dunia pada 12 Desember 2008 dan dimakamkan di kompleks

pemakaman Yesuit di Auriesville, New York.302

4.2.2 Ikhtisar Model-model Gereja

Maraknya komunitas ekumenis, aneka tanggapan terhadap pembaruan Gereja

Katolik pasca Konsili Vatikan II, dan aneka konflik dengan otoritas Gereja, menjadi

konteks penulisan Model-model Gereja. Sebelum dikenal lewat Model-Model

Gereja, sejak 1964 Dulles sudah dikenal sebagai ahli penafsiran pembaruan Konsili

298
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 391.
299
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 445.
300
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 515.
301
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 518.
302
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 574.

126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Vatikan II. Pada awal 1970-an, Dulles mempergunakan “pendekatan model-model”

sebagai sarana pengajaran untuk memperkenalkan mahasiswa mengenai

perkembangan dan perubahan paradigma yang terjadi dalam sejarah dan teologi.

Pendekatan ini juga berguna untuk memahami pluralisme dalam teologi. Pada

1971, Dulles diminta membuat tulisan teologi mengenai Gereja yang bermaksud

menjangkau isu-isu eklesiologi aktual. Ia mengemukakan relasi antara Gereja

dengan keselamatan dengan pendekatan institusional, komunitarian, sakramental,

kerigmatik, dan pelayan yang nantinya menjadi cikal bakal Model-model Gereja.

Teologi Dulles tidak hanya memuat landasan biblis dan historis mengenai Gereja

tetapi juga memperhatikan komunitas kristiani kontemporer. Ia menjabarkan aneka

model (tipe ideal Gereja) dan menempatkannya pada relasi dialektis untuk

mendalami misteri Gereja Kristus.303

Draf pertama Models of the Church ditulis pada 1972 dan kemudian

diterbitkan pada 1974. Buku ini menawarkan pluralisme teologi “yang bersifat

menyembuhkan dan menyatukan”. Dulles bermaksud menempatkan aneka macam

model atau gambaran atau teologi Gereja (Protestan, Katolik, dan sebagainya)

dalam dialog satu sama lain guna mengatasi pandangan sempit mengenai Gereja.304

Dengan pendekatan model, Dulles percaya bahwa umat beriman akan berlatih

mengenai toleransi dan hidup dalam situasi masa kini yang ditandai dengan

pluralisme, kebinekaan, polarisasi, dan konflik. Gereja tidak bisa dipahami dan

didekati dengan satu model atau cara pandang saja.305

303
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 252.
304
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 253.
305
Di wilayah sains, “model” disebut Thomas Kuhn dengan (1922-1996) istilah “paradigma”.
Sebuah gambaran mengenai Gereja menjadi paradigma ketika berhasil dibenamkan dalam tradisi

127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sejak zaman Reformasi Kristen, Gereja memahami dirinya sendiri dengan

dari satu paradigma ke paradigma lain: dari societas perfecta di zaman pasca-

Reformasi, tubuh mistik pada era 1940-1950-an kepada umat Allah pada era

Konsili Vatikan II (LG), dan pelayan dan penyembuh (GS). Dulles

mempresentasikan emam model yang melengkapi satu sama lain.306 Dengan

penggunaan model, Dulles bermaksud menanggapi perselisihan dan pluralisme

dalam Gereja. Gambaran atau model berguna secara reflektif dan kritis

mempertajam pemahaman teoretis akan suatu realitas. Dulles bermaksud

memberikan kontribusi bagi kesatuan Gereja Katolik dan komunitas kristiani lain

serta menegaskan kedudukan Gereja di dunia modern. Dalam wawancara dengan

Joseph Krasinski dari Polandia, Dulles mengatakan:

“Saya ingin menjaga agar rupa-rupa pilihan eklesiologi tetap hadir di dalam
Gereja saat ini. Terlalu banyak umat beriman, bahkan para teolog,
menganggap bahwa Gereja identik dengan konsep mereka sendiri mengenai
Gereja, dan mereka menjadi imperialistik, intoleran, dan tidak bisa
mengapresiasi kebaikan pihak lain. Saya menawarkan keterbukaan dan
dialog, dan setia kepada tujuan Konsili Vatikan II dan cara saya
menafsirkannya.”307
Pada edisi pertama bukunya (1978), Dulles menulis lima model Gereja

(Gereja sebagai institusi, persekutuan murid, sakramen, pewarta, dan pelayan).

Pada edisi yang diperluas, (1986) Dulles menambahkan satu model lagi, yakni

Gereja sebagai komunitas para murid. Model ini tidak menggantikan kelima model

biblis dan sejarah dan mengatasi aneka pertanyaan ideologis dan praktis. Carey, Avery Cardinal
Dulles, SJ, 254.
306
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 254.
307
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 620.

128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lain melainkan melengkapinya. Lima model tersebut sangat diperlukan untuk

memperkaya pengertian akan persekutuan murid. 308

Gagasan filsafat di balik pengenaan model-model Dulles ialah pemikiran

Thomas Kuhn (1922-1996) mengenai konsep paradigma dalam The Structure of

Scientific Revolutions.309 Kuhn menyatakan bahwa tidak ada suatu paradigma yang

sempurna untuk menjelaskan dunia, sebab dunia berhadapan dengan perubahan

paradigma. Anomali yang muncul diselesaikan dengan paradigma yang baru, bukan

paradigma yang lama. Dalam wilayah sains, istilah-istilah di dalamnya telah

berubah karena revolusi sains. Jika referensi pada suatu istilah teoretis dibakukan

oleh gugusan besar teori, maka referensi istilah sebelumnya akan berubah.310

Dengan mengenakan pendekatan model, Dulles bermaksud memajukan

gerakan ekumenisme dan menekankan fakta mendasar bahwa Gereja merupakan

misteri yang melampaui gambaran manusiawi dan rumusan teologis tertentu. Pada

era pluralisme maupun pergolakan, Dulles percaya bahwa pendekatan model-

modelnya berguna untuk memulihkan dan menyatukan Gereja dengan

memampukan umat menerapkan toleransi dan menghidupi masa kini.311

Model-model Gereja diterima dengan sangat baik di Amerika Serikat dan

negara-negara berbahasa Inggris. Buku ini menjadi referensi eklesiologi di pelbagai

seminari dan perguruan tinggi Katolik dan Protestan.312 Buku ini juga menjadi salah

308
Buku yang dipergunakan dalam tesis ini ialah Model of the Church, expanded edition, (New
York: Image Books, 2014). Bab mengenai model keenam berjudul “The Church: Community of
Disciples” pertama kali diterbitkan sebagai artikel pada jurnal Philosophy and Theology Vol. 1, No.
2, Fall 1986 dengan judul “Community of Disciples as a Model of Church.”
309
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 254.
310
James A. Marcum, Thomas Kuhn’s revolutions: A historical and an evolutionary philosophy
of science? (London-New York: Bloomsbury Academic, 2015), 152.
311
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 254.
312
Carey, Avery Cardinal Dulles, SJ, 255.

129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

satu buku eklesiologi yang diterima dengan baik dan dipakai secara luas di

Indonesia. Penulis berpendapat bahwa visi Dulles masih relevan dalam membangun

teologi mengenai Gereja zaman ini.

Berikut ini akan disampaikan intisari gagasan model-model Gereja:

a. Gereja sebagai institusi

Sepanjang sejarahnya sejak tahun-tahun permulaan, agama Kristen

selalu mempunyai segi institusional: memiliki pewarta yang diakui,

menerima formula-formula konvensional, dan menetapkan tata cara ibadat

yang berlaku umum. Gereja sebagai institusi tidak sama dengan

institusionalisme, yakni sistem di mana unsur institusi menduduki tempat

pertama. Seorang Kristen bisa menolak dengan keras institusionalisme dan

tetap menghargai dengan sungguh Gereja sebagai institusi.313

Teolog Katolik dalam zaman Bapa-bapa Gereja dan Abad Pertengahan

sampai pujangga-pujangga skolastik abad ketiga belas secara relatif bebas

dari institusionalisme. Perkembangan ke arah institusionalisme terjadi pada

akhir Abad Pertengahan dan sekitar Kontra-Reformasi, ketika para teolog dan

ahli hukum kanonik memberikan penekahan atas aspek-aspek mengenai Paus

dan hierarki yang banyak diserang lawan. Pandangan institusional ini

berpuncak pada pertengahan abad kesembilan belas dan tertera dalam

Konstitusi Dogmatik mengenai Gereja bagi Konsili Vatikan I, yakni paham

313
Dulles, Models of the Church, 27.

130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Gereja yang sempurna dalam dirinya sendiri sehingga ia berbeda dari dan

jauh mengatasi semua masyarakat manusiawi.”314

b. Gereja sebagai persekutuan mistik

Konsep Gereja sebagai persekutuan sesuai dengan gambaran-gambaran

Kitab Suci, seperti Tubuh Kristus (Rm 12) dan Umat Allah (1Kor 12). Setelah

suatu periode institusionalisme dalam teologi mengenai Gereja, muncullah

teologi tentang Gereja sebagai Tubuh Mistik pada pertengahan abad

kesembilan belas. Paham ini merupakan reaksi atas kekeringan model

institusional. Gereja sebagai persekutuan mistik berarti organisme adikodrati

yang dihidupkan oleh Roh Kudus.315

Pada awal abad kedua puluh, eklesiologi mengarahkan perhatian

kepada penelusuran sumber Kitab Suci dan Bapa-bapa Gereja. Pada tahun

1943, Paus Pius XII menerbitkan eksiklik Mystici Corporis yang

mendefinisikan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus dan gereja itu identik

dengan Gereja Katolik Roma.316

314
Dulles, Models of the Church, 29.
315
Dulles, Models of the Church, 42.
316
Dulles, Models of the Church, 44.

131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Konsili Vatikan II (LG 8-9) menegaskan kembali gagasan Tubuh

Kristus dengan mengambil penjabaran yang berbeda. Struktur Gereja

dipandang sebagai instrumen untuk melayani Roh Kristus. Roh

menghidupkan dengan cara membangun Tubuhnya. Lumen Gentium tidak

menyatakan bahwa Gereja Kristus atau Tubuh Mistik adalah Gereja Katolik

Roma.317

c. Gereja sebagai sakramen

Ada dua aspek dalam Gereja, yakni lahiriah dan batiniah. Antara unsur

ilahi dan manusiawi Gereja tidak bisa dipisahkan. Gagasan Gereja sebagai

sakramen diajukan sebagai sintesis untuk memahami ciri tersebut. Para teolog

seperti Siprianus, Agustinus, Thomas Aquinas sudah mengantisipasi

pandangan ini. Para teolog abad kedua puluh kemudian memperjelas

pernyataan Gereja sebagai sakramen. Gagasan ini juga kerap muncul dalam

dokumen-dokumen Konsili Vatikan II.318

Teologi yang termuat dalam model ini adalah bahwa paham sakramen

sebagai tanda rahmat. Sakramen menandakan sesuatu yang sungguh-sungguh

hadir. Melalui tanda tersebut, realitas yang ditandai mencapai kedalaman

eksistensial. Sakramen mengandung rahmat yang ditandakan dan

menyalurkan rahmat yang dikandungnya. Gereja pertama-tama merupakan

tanda yang menghadirkan karya penebusan Kristus dalam suatu bentuk

317
Dulles, Models of the Church, 45.
318
Contohnya ditemukan dalam LG 9, 48; SC 26; AG 5; GS 42. Dulles, Models of the Church,
56.

132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

historis, relevan, dan menjelma dalam kebudayaan manusia.319 Dalam

rumusan lain, Gereja adalah persekutuan umat yang memberikan kesaksian

akan hakikat dan makna sejati dari rahmat anugerah Allah dalam Yesus

Kristus.320

Mengenai anugerah rahmat sakramen, anugerah-anugerah Allah tidak

terbatas pada orang yang menyandang simbol Kristen atau biblis. Gereja

mengimani Allah yang mengasihi dan merangkul setiap manusia. Maka,

Gereja membenarkan bahwa orang lain di luar orang Kristen juga menerima

rahmat Allah melalui Kristus. Model ini memberikan jangkauan yang luas

kepada karya dan rahmat ilahi di luar batas Gereja institusional tanpa

mengabaikan pentingnya Gereja yang kelihatan.321

d. Gereja sebagai pewarta

Model Gereja ini bersifat kerigmatis, yakni memandang Gereja

sebagai pewarta. Ia menerima kabar Suci dan memiliki tugas untuk

mewartakannya. Model ini berpusat kepada Yesus Kristus dan Kitab Suci

sebagai saksi utama mengenai Kristus. Model pewarta lebih menitikberatkan

iman dan pewartaan daripada hubungan interpersonal dan persekutuan

mistik.322

319
Dulles, Models of the Church, 60.
320
Dulles, Models of the Church, 64.
321
Dulles, Models of the Church, 65.
322
Dulles, Models of the Church, 68-69.

133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengikat utama persatuan anggota Gereja ialah iman. Iman

dimengerti sebagai jawaban atas pewartaan Injil Kristus. Iman menjadi

jaminan atau syarat bagi keselamatan yang dijanjikan Allah dalam Yesus

Kristus. Iman bukanlah suatu sistem kebenaran, dokumen tertulis, tetapi

pewartaan itu sendiri. Oleh karena itu, Gereja berfungsi mewartakan Kabar

Gembira. Ia mewartakan Injil kepada segala bangsa menurut perintah agung

dalam Mat 28:18-20.323

Beberapa keutamaan model perwarta ialah bahwa model ini

didasarkan pada tradisi para nabi Perjanjian Lama dan surat-surat Paulus,

memberi identitas dan misi Gereja sebagai persekutuan yang mewartakan

Kabar Gembira, dan membawa orang pada pengalaman pertobatan dan

pembaruan diri. Sementara, model ini dinilai lebih menonjolkan kesaksian

daripada perbuatan. Model ini kurang menunjukkan kemungkinan usaha dan

tanggung jawab umat beriman untuk membangun masyarakat yang lebih baik

di tengah dunia.324

e. Gereja sebagai pelayan

Gereja sebagai pelayan memiliki ciri yang inklusif. Ia membuka diri

terhadap kebutuhan dunia. Misi Gereja pertama-tama tidak diarahkan untuk

memperbanyak jumlah anggota tetapi menjadi sarana yang membantu semua

saudara yang membutuhkan. Dalam model ini, Gereja mampu

323
Dulles, Models of the Church, 76.
324
Dulles, Models of the Church, 79.

134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memperhatikan tanda-tanda zaman dan memberikan kritik kenabian. Gereja

memajukan perdamaian antar manusia dan mengantar mereka melalui

berbagai cara.325

Pendasaran Kitab Suci terhadap model ini tidak ditemukan secara

langsung. Akan tetapi, dengan jelas Yesus menjunjung tinggi bantuan

spiritual dan material bagi orang yang membutuhkan. Kata diakonia, yakni

salah satu istilah yang penting dalam Perjanjian Baru, pada awalnya meliputi

segala bentuk pelayanan Sabda, sakramen, khotbah, dan bantuan material.

Walaupun demikian, para pengarang Perjanjian Baru tidak memiliki pikiran

bahwa Gereja akan mengubah institusi sosial seperti perbudakan, perang, atau

penjajahan Romawi.326

Dalam Kitab Suci, konsep kerajaan Allah sebagai damai dan keadilan

bagi semua tidak berkaitan langsung dengan keterlibatan Gereja bagi urusan

sosial politik. Sebab, tekanan lebih bersifat apokaliptis daripada profetis.

Gereja dipandang berada dalam kemuliaan Allah dan Kristus dan

keselamatan anggotanya dalam kehidupan di akhirat. Kitab Suci tidak

menyinggung bahwa Gereja ditugaskan menjadikan dunia suatu tempat yang

lebih baik untuk didiami. Dengan menyurutnya gambaran Gereja

institusional, maka muncul pergeseran kategori Gereja cinta dan pelayanan.

Kemajuan ini layak dipuji tetapi konsep pelayanan Gereja harus didefinisikan

secara hati-hati agar kekhasan identitas dan perutusan Gereja tetap hidup.327

325
Dulles, Models of the Church, 90.
326
Dulles, Models of the Church, 92.
327
Dulles, Models of the Church, 94.

135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

f. Gereja sebagai persekutuan murid-murid

Setelah berefleksi panjang mengenai lima model Gereja, Dulles

menambahkan model keenam, yakni persekutuan murid-murid. Model ini

dapat dilihat sebagai varian dari model persekutuan. Meski gagasan ini tidak

muncul dalam literatur teologis dan dokumen Konsili Vatikan II tetapi

anggota Gereja kerap disebut sebagai murid-murid. Kata “murid”

mengandung relasi antara Gereja dan Kristus dan memuat jembatan bagi

model lain. Konsep ini menjelaskan aspek institusional dan sakramental

Gereja serta memberi pendasaran bagi pelaksanaan tugas pewartaan dan

pelayanan. Karena gagasan persekutuan murid-murid merangkum luas, ia

dapat menjadi dasar bagi eklesiologi yang komprehensif.328

Dasar-dasar model Gereja ini dapat ditelusuri dari Perjanjian Baru dan

pelayanan Yesus di dunia. Yesus memilih beberapa orang untuk tugas

pelayanan dan membimbing mereka sendiri. Para murid diharapkan

memahami dan meneruskan pewartaan Yesus. Tidak semua orang yang

diundang Yesus menjawab panggilan sebagai murid. Maka, murid-murid

lebih merupakan kumpulan orang yang dipilih dalam persekutuan umat lain

dan menerima Yesus sebagai guru yang diutus Allah.329

Sebagai persekutuan murid-murid, Gereja harus melanjutkan bentuk

perutusan Yesus kepada para murid dengan menyesuaikan diri terhadap

328
Dulles, Models of the Church, 198.
329
Dulles, Models of the Church, 199.

136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

zaman. Selain mewartakan Kabar Gembira, Gereja harus mengulangi karya

Yesus Kristus seperti melawan kemiskinan dan penyakit dan memberikan

bantuan kepada yang berkekurangan. Dengan demikian, ada tanggung jawab

sosial yang lebih besar bagi Gereja.330

4.3 Model-model Gereja dalam Tiga Surat Ignatius

Sesudah paparan mengenai hidup menggereja Ignatius Loyola dan model-

model Gereja Avery Dulles, pada bagian ini penulis hendak menganalisis tiga surat

Ignatius. Pembacaan teks surat dengan metode hermeneutika Gadamer

mengarahkan penulis untuk mengangkat model institusi dan pewarta sebagai yang

paling menonjol dalam gagasan Ignatius.

4.3.1 Gereja sebagai Institusi

Ignatius memandang institusi Gereja dengan hormat dan mengusahakan

relasi yang baik dengan para pemangku hierarki. Misi bagi umat Katolik di Irlandia,

permintaan menjadi teolog kepausan di Konsili Trente, dan pendirian misi Jerman

merupakan tugas langsung dari Bapa Suci kepada Serikat Yesus yang dipimpin

Ignatius.

a. Surat kepada Yesuit di Irlandia

Dalam misi di Irlandia, ia meminta agar Salmeron dan Bröet menemui

Kardinal Inggris, Reginald Pole dan menjadi perantara dengan Takhta Suci

330
Dulles, Models of the Church, 212.

137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perihal misi Irlandia. Ignatius menjamin terjadinya komunikasi antara Gereja

lokal dengan Gereja pusat di Roma. Ignatius menulis:

“Begitu Pater berdua pergi dari Roma dan segera menuju ke Irlandia,
Pater harus menemui Bapak Kardinal Inggris…Jika Kardinal menyuruh
Pater menghadap Bapa Suci, Pater mungkin diberi surat-surat dari
Kardinal untuk diserahkan kepada Paus dan Kardinal Santa Croce, atau
setidaknya kepada Kardinal Santa Croce. Saya mohon Pater
menyampaikan salam saya kepada beliau. Jika Kardinal Inggris tidak
menyuruh Pater menemui Paus, setidaknya Pater akan mendapatkan
mandat khusus dari Kardinal Inggris untuk Irlandia, yang menunjukkan
apa yang terjadi dan apa tujuan dari Bapa Suci, sehingga orang Irlandia
akan mengakui otoritasnya. Jika diputuskan bahwa Pater harus bertemu
Paus, bawalah pula surat dari Kardinal” (Irl 1:2).
Dalam setiap pemberhentian, Ignatius meminta Yesuit untuk tetap

berhubungan dengan otoritas Gereja setempat. Isi surat adalah laporan

peristiwa yang dialami para Yesuit dan tujuan penulisan surat ialah demi

kemajuan iman atau rohani. Surat yang ditulis hendaknya lebih mengandung

berita daripada nasihat-nasihat. Ignatius memberikan petunjuk sebagai

berikut:

“Pertama-tama, tulislah untuk Kardinal Inggris, Brindisi, Santa Croce,


dan Carpi. Setiap berita harus ditulis pada lembaran terpisah sehingga
dapat dibuat salinan dan ditunjukkan kepada mereka dan kepada orang
lain yang kita pilih” (Irl 1:15).
Tugas di Irlandia mengharuskan para Yesuit berkomunikasi dengan

para pemimpin Gerejani dan bangsawan. Kesatuan dan kesaksian hidup

pemimpin Gerejani akan mendukung kesatuan umat Katolik. Langkah

strategis yang dilakukan ialah mengunjungi para bangsawan Katolik,

mengunjungi uskup-uskup, dan imam-imam. Secara khusus, para Yesuit

diingatkan untuk mengadakan supervisi dan memberi masukan bagi para

uskup dan imam yang melanggar panggilan dan tugas mereka. Apabila

138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pejabat Gereja berlaku sangat buruk dan tidak dapat diperingatkan, Yesuit

harus menasihati mereka dengan iman dan kejujuran. Ignatius menegaskan

hal itu dalam instruksinya:

“Kunjungilah pemimpin Katolik, dan terutama empat bangsawan


penting di daerah itu. Atas nama Bapa Suci, pujilah kesetiaan dan
semangat mereka sebagai Katolik. Doronglah mereka untuk bertekun
dan seterusnya. Kunjungilah juga uskup Katolik dan lakukanlah hal
yang sama. Jika mereka gagal dalam tugas mereka, misalnya memberi
teladan hidup yang buruk kepada umat keuskupan, atau tidak tinggal di
katedral mereka, atau tidak mengunjungi umat mereka, atau tidak
melihat apa yang dikatakan Takhta Suci atau gereja-gereja dijaga
karena aturan, atau pilih kasih dan menarik keuntungan dari pelayanan,
atau dengan cara lain, peringatkanlah mereka dan nasihatilah mereka
untuk bersikap lebih baik. Hal yang sama juga berlaku bagi imam,
terutama pastor paroki. Lakukanlah semua hal baik yang dapat Pater
lakukan. Bantulah cara hidup mereka dengan nasihat-nasihat Pater
sendiri” (Irl 2:3-5).
Institusi Gerejawi tidak berdiri sebagai otoritas tunggal di tengah umat

yang lebih luas. Ignatius memandang positif awam-awam yang memiliki

kepemimpinan yang unggul. Oleh karena itu, Ignatius memberikan nasihat

untuk bekerja sama atau melibatkan orang lain yang memiliki kecakapan

dalam bidang kepemimpinan. Sesuai dengan kualifikasinya, mereka

diharapkan menjadi penggerak umat yang sesuai dengan arah dasar uskup

setempat. Kepada mereka yang dimintai bantuan karena profesionalitasnya,

hendaknya diberikan upah yang pantas. Pendapat ini dinyatakan sebagai

berikut:

“Jika Pater mendengar orang yang mahir mengatur dan memerintah


orang lain, bawalah mereka untuk mendengarkan pengarahan bapak
uskup. Nantinya, kita akan meminta bantuan orang itu dan memberinya
upah yang pantas” (Irl 2:10).

139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lembaga Gereja erat berhubungan dengan diakon, imam, dan uskup.

Mengenai suksesi dan pembaruan kualitas klerus, Ignatius memerintahkan

Salmeron dan Bröet untuk mengirimkan nama-nama calon uskup kepada

Takhta Suci. Informasi tersebut berupa nama dan alasan pemilihan orang

tersebut (Irl 2:10). Ignatius memerintahkan mereka berdua untuk menasihati

pejabat Gereja (Irl 2:17) dan para pejabat negara yang hidup keagamaannya

tidak baik (Irl 2:18). Dalam gagasan Ignatius, reformasi pemimpin Gerejani

juga sejalan dengan reformasi pemangku birokrasi (kepala pemerintahan).

b. Surat kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente

Kehadiran Yesuit di Trente menunjukkan lingkungan kerja beberapa

Yesuit perdana di antara pemangku hierarki Gereja. Mereka bekerja di antara

para uskup, teolog, dan pemimpin religius yang menghadiri Konsili Trente.

Laínez dan Salmeron bersama para ahli teologi lain diberi kepercayaan untuk

mempersiapkan bahan sidang konsili. Banyak bapa Konsili mencari nasihat

mereka bahkan Kardinal Marcello Cervini meminta Laínez untuk menjadi

bapa pengakuan. Para bapa konsili meminta bantuan menyusun daftar

kekeliruan yang dipertahankan kaum Lutheran. Pada sidang periode kedua,

sejak 1 Mei 1551 Laínez dan Salmeron dipercaya sebagai ahli teologi Bapa

Suci. Selain Laínez dan Salmeron, Le Jay dan Petrus Canisius hadir di Trente

sebagai utusan Kardinal Truchess. Yesuit meninggalkan kesan yang sangat

140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

baik di Konsili Trente. Salah satu tindak lanjut sesudah konsili ini ialah para

uskup meminta Serikat Yesus mendirikan kolese di Jerman dan Austria. 331

Ignatius memberikan pedoman berkomunikasi bagi para Yesuit di

Trente. Sepanjang waktu mereka berhadapan dengan para petinggi Gereja dan

Bapa Konsili. Ignatius menggarisbawahi cara-cara berkomunikasi atau

berdialog yang lebih efektif agar para Yesuit sampai kepada tujuan utama

Konsili:

“Jangan cepat-cepat angkat bicara. Berbicaralah dengan pertimbangan


dan hormat, khususnya ketika merumuskan masalah yang akan
didiskusikan dalam Konsili. Jangan cepat-cepat angkat bicara, kecuali
Pater telah mendengarkan dengan cermat sehingga Pater bisa
memahami maksud, kecenderungan, dan harapan orang yang sedang
bicara. Dengan demikian, Pater akan lebih baik memahami masalahnya
ketika tiba saatnya untuk bicara atau ketika sedang diam. Bila suatu
tema sedang didiskusikan, hendaknya Pater lebih mempertimbangkan
alasan dari kedua belah sisi tanpa menunjukkan kelekatan pada
pendapat Pater sendiri. Pater hendaknya berusaha supaya tidak ada
pihak yang dikecewakan. Pater tidak boleh mengutip siapa pun,
terutama pendapat orang penting, untuk mendukung pendapat Pater
sendiri, kecuali jika telah dipertimbangkan dengan matang (Tre 2-5).”

Ignatius mempergunakan dialog sebagai sarana membangun

kesepahaman dengan Gereja. Komunikasi yang efektif dengan para Bapa

Konsili Trente bukan hanya sebuah strategi tetapi juga proses pemahaman

diri yang hakiki terhadap Gereja. Ignatius melihat Konsili bukan sebagai

kesempatan pembelaan diri dan menolak heresi tetapi kesempatan

komunikasi akbar dan intensif. Oleh karena itu, ia menasihati para rekannya

untuk tidak pertama-tama mengurusi hal teologis melainkan cara

berkomunikasi. Karena Konsili merupakan sebuah communio, maka

331
Dalmases, Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits, 204.

141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

komunikasi yang hangat dan penuh perhatian dengan anggota Konsili sama

pentingnya dengan penjabaran konsep teologi.332

c. Surat kepada Yesuit yang diutus ke misi

Bagian pembukaan surat kepada mereka yang diutus ke misi

menyangkut tiga aspek perutusan: merawat diri sendiri, melayani sesama, dan

relasi dengan Serikat Yesus. Bagian kedua dari surat kepada mereka yang

diutus ke misi menyangkut relasi dengan sesama. Salah satu prioritas

pergaulan Yesuit ialah dengan orang yang memiliki pengaruh tinggi dalam

masyarakat. Para uskup dan pejabat Gereja dapat mempengaruhi banyak

orang karena wawasan dan kekuasaannya. Menurut Ignatius, umumnya

mereka dapat membantu sesamanya bagi kemuliaan Allah. Ignatius

menyatakan:

“Mereka haruslah orang yang lebih butuh dibantu dan memiliki jabatan
tinggi sehingga dapat memengaruhi orang lain karena wawasan dan hal-
hal yang dimilikinya. Mereka adalah orang yang cocok menjadi rasul.
Umumnya, setelah orang usai dibantu, mereka dapat membantu
sesamanya bagi kemuliaan Allah.” (Mis 5)
Ignatius meyakini bahwa Roh Allah membimbing dan memimpin

Gereja. Mengutip pendapat Karl Rahner, Michael J. Buckley menyatakan

bahwa Roh membimbing manusia melalui otoritas hierarki, para nabi,

pengkhotbah, bapa pengakuan, dan guru agama dalam gereja. Roh bekerja

332
Wili Lambert, Directions for Communication: Discoveries with Ignatius Loyola, New York:
The Crossroad Publishing Company, 1999.

142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melalui perintah dan hukum, sakramen-sakramen, Kitab Suci, dan Tradisi,

dan melalui sarana rohani yang membentuk Tubuh Kristus.333

4.3.2 Gereja sebagai Pewarta

Model Gereja sebagai pewarta lebih menitikberatkan pelayanan Sabda

daripada pelayanan sakramental. Model ini berciri kerigmatik, berpusat pada

Kristus dan Kitab Suci sebagai saksi utama tentang Kristus.334 Gambaran Yesus

Kristus yang mewartakan Kabar Baik harus dipahami bersamaan dengan

perjuangan dan kerja keras-Nya demi keselamatan manusia. Dengan demikian,

makna esensial Gereja dikerjakan dalam perjuangan melawan dehumanisasi atau

ketidakadilan. Tugas ini merupakan perwujudan komitmen Gereja pada

perutusannya sendiri.335

a. Surat kepada Yesuit di Irlandia

Tindakan pewartaan beberapa kali muncul dalam surat kepada Yesuit di

Irlandia. Pada masa itu, khotbah masih diberikan dalam bahasa Latin.336 Salah satu

tugas pokok sebagai utusan Paus adalah mengamati praktik khotbah para imam di

Irlandia. Apabila pewartaan Sabda Allah dinilai heretik dan membahayakan iman

umat Katolik, maka para Yesuit harus mengambil tindakan saksama. Demi

333
Michael J. Buckley, “Ecclesial Mysticism in the Spiritual Exercises of Ignatius”, dalam
Theological Studies, Vol. 56, 1995, 459.
334
Dulles, Models of the Church, 69.
335
Buckley, “Ecclesial Mysticism in the Spiritual Exercises of Ignatius”, 451.
336
“Sambil menunggu balasan, Pater dapat serajin mungkin mendengarkan pengakuan dosa dan
memberi latihan rohani dan bimbingan rohani. Seyogianya Pater Salmeron lekas memberi khotbah
dalam bahasa Latin setelah melakukan persiapan yang saksama” (Irl 1:9).

143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kesatuan umat, penanganan kasus imam yang heretik harus dilakukan secara

tertutup. Ignatius memberikan instruksi:

“Amatilah juga apakah Sabda Tuhan dikhotbahkan dengan cara Katolik.


Bantulah dengan petunjuk dan bantuan lain menurut kemampuan Pater.
Ajarilah mereka seperti Pater mengajari diri Pater sendiri dan arahkan
mereka untuk menjalankan kehidupan sebagai umat Kristiani yang baik.
Jika Pater mendengar pengkhotbah atau imam paroki heretik, amatilah
apakah izin mereka dicabut sehingga tidak ada kesempatan untuk
membahayakan umat. Pater harus berusaha keras untuk menunjukkan
kebenaran kepada mereka dengan penuh kelembutan. Jika mereka keras
kepala dan butuh dibantu orang lain yang lebih berkuasa daripadanya, maka
Pater harus berusaha untuk menutup rapat-rapat kasus dan hukuman mereka
(Irl 2:7-8).”

b. Surat kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente

Pokok kedua surat kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente secara khusus

berhubungan dengan tugas di luar konsili, yakni untuk melayani sakramen,

mengajar agama, melayani orang miskin, dan pelayanan khotbah. Ignatius

memberikan patokan khotbah dalam konteks perselisihan agama. Khotbah dilarang

menyentuh pokok-pokok perbedaan Protestan dan Katolik tetapi diarahkan pada

keutamaan dan devosi Gereja. Materi khotbah hendaknya membangkitkan

pengenalan dan cinta kepada Tuhan. Aspek kesepahaman dengan Gereja tampak

pada anjuran untuk menyebut konsili dan mengakhiri khotbah dengan doa untuk

konsili. Ia menuliskan:

“Dalam khotbah jangan menyentuh pokok-pokok perbedaan Protestan dan


Katolik, namun berilah nasihat tentang keutamaan hidup dan devosi-devosi
yang disetujui oleh Gereja. Bangkitkanlah dalam jiwa-jiwa mereka
pengenalan diri dan cinta kepada Pencipta dan Tuhannya. Sering-seringlah
menyebut tentang konsili dalam khotbah Pater dan sebagaimana disebutkan
di atas, akhirilah khotbah Pater dengan doa untuk konsili.

144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ketika Pater mengajar, ikutilah aturan yang sama dengan aturan berkhotbah.
Berusahalah untuk mengobarkan jiwa murid-murid Pater rasa cinta kepada
Pencipta dan Tuhannya. Jelaskan maksud bacaan yang didiskusikan dan
mintalah murid-murid Pater untuk berdoa seperti yang disebutkan di atas”
(Tre 9-10)
Di tengah upaya mereformasi Gereja, Ignatius melarang pokok-pokok

perbedaan iman Protestan dan Katolik disampaikan pada khotbah di khalayak

umum. Khotbah berisi polemik iman yang dibawakan bagi orang banyak dapat

melukai tujuan Konsili Trente. Ignatius menilai bahwa materi perbedaan teologis

dibawa ke tempat yang tepat, yakni ruang sidang konsili.

Kepada penduduk Trente, cukup diberikan materi nasihat moral, devosi

gerejawi, dan hal-hal yang mendukung bertambahnya cinta akan Tuhan. Ignatius

meminta agar katekismus juga diberikan kepada anak-anak pada waktu yang tepat.

Pada setiap pengajaran diakhiri dengan doa untuk konsili. Ia menyatakan:

Pater harus mengajar katekismus kepada anak-anak pada waktu yang tepat.
Waktu yang disepakati dan tempat yang dipakai mungkin akan saling
berlainan. Mulailah dengan mengajarkan hal-hal mendasar dan jelaskanlah
sesuai dengan kebutuhan murid-murid Pater. Pada setiap akhir pelajaran,
ajaklah mereka berdoa untuk konsili (Tre 13).

Dalam paham Ignatius, pewartaan tidak hanya terjadi di mimbar tetapi juga

di tengah umat secara langsung. Yesuit bukan hanya bertindak sebagai teolog

Konsili tetapi diminta menyediakan waktu untuk mengajar agama dan melayani

orang miskin. Ia menulis demikian:

Yang harus Pater usahakan untuk memenuhi lebih besarnya kemuliaan


Tuhan, yaitu dengan berkhotbah, melayani pengakuan dosa, mengajar orang
dewasa, mengajar anak-anak, memberi teladan baik, mengunjungi kaum
miskin di rumah sakit, dan memberi ekshortasi kepada sesama menurut
kemampuan atau talenta mereka. Semua ini dilakukan untuk dapat
menggerakkan sebanyak mungkin orang untuk berdevosi dan berdoa.

145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kunjungilah rumah sakit pada waktu yang paling sesuai sehingga tidak
merugikan kesehatan jasmani. Layanilah pengakuan dosa bagi papa miskin
dan hiburlah mereka, bahkan jika mungkin bawalah serta hadiah kecil.
Ajaklah mereka berdoa seperti yang telah saya anjurkan pada waktu mereka
melakukan pengakuan dosa. Karena Pater semuanya berjumlah tiga orang,
setiap orang harus bergiliran mengunjungi kaum miskin dua kali seminggu.
Doronglah mereka yang Pater kunjungi untuk sering mengaku dosa,
menerima komuni, atau mengikuti ekaristi. Berikanlah latihan rohani dan
aneka kesalehan lain, termasuk anjurkanlah mereka untuk berdoa bagi
konsili (Tre 8, 14, 15).

c. Surat kepada Yesuit yang diutus ke misi

Ignatius memperhatikan bahwa kebijaksanaan rohani seorang Yesuit amat

sangat berguna dalam memenangkan hati banyak orang di tempat ia ditugaskan.

Oleh karena itu, ia menaruh perhatian pada cara berkomunikasi dengan orang

berpengaruh dan semua orang:

“Cara bertindak kita harus memasukkan usaha menjaga kehendak baik orang
yang kita hadapi dengan kata-kata yang didasarkan pada kebenaran,
keutamaan, dan kehangatan berelasi serta menjaga kehendak baik orang yang
berpengaruh. Kita harus menggunakan kebijaksanaan suci dalam
menyesuaikan diri dengan semua orang. Kebijaksanaan macam ini benar-
benar akan diajarkan oleh Roh Kudus, tetapi kita sendiri dapat membantunya
dengan refleksi dan mencermatinya secara teliti (Mis 8).”

Pewartaan harus memiliki ciri komunikatif dan merujuk pada konteks

setempat. Ignatius memberi pedoman agar persoalan yang menggunakan hati

nurani diselesaikan secara saksama. Ia memberi nasihat:

“Kita harus memberikan perhatian khusus kepada persoalan-persoalan hati


nurani. Bila solusi terhadap persoalan-persoalan nurani tidak jelas, kita
seharusnya tidak memberi jawaban atau solusi secara terburu-buru, tetapi
mempelajari dan membuat pertimbangan yang diperlukan (Mis 8).”
Ignatius menaruh perhatian pada kualitas individu pewarta. Selain

memberikan pewartaan ke luar, pertama-tama pribadi pewarta harus dididik secara

146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

matang. Para Yesuit yang diutus Ignatius memiliki kualitas akademik dan rohani

yang matang. Namun, Ignatius tetap memberikan saran untuk merawat diri mereka

sendiri sebagai pewarta. Dalam sub judul “Pedoman-Pedoman Menyangkut Diri

Sendiri”, Ignatius menyatakan:

“Sehubungan dengan diri sendiri, ia seharusnya tidak melupakan diri karena


perhatiannya kepada sesama. Ia harus menolak berbuat dosa, bahkan yang
paling kecil pun supaya bisa lebih jauh memperoleh hasil yang paling besar
di dunia ini dan bahkan tidak boleh menempatkan diri dalam bahaya berbuat
dosa terkecil itu.
Ia akan terbantu jika menghindari orang-orang yang dipandang
membahayakan. Apabila terpaksa bergaul dengan orang-orang seperti itu, ia
harus bertemu sejarang mungkin dan selalu di hadapan umum. Ia harus
memperhatikan penampilan lahiriah dan memandang ciptaan Tuhan, bukan
dari sisi menarik atau tidak, melainkan sebagai pribadi yang dibasuh dalam
darah Kristus, sebagai citra Allah, sebagai bait Roh Kudus, dan semacamnya.
Ia harus melindungi diri mereka dari segala yang jahat dan memperoleh setiap
keutamaan. Semakin sempurna memiliki keutamaan-keutamaan tersebut,
semakin ia berhasil menarik orang-orang kepadanya. Untuk maksud ini,
tindakan yang sangat mendukung adalah menyediakan waktu setiap hari
untuk pemeriksaan batin, doa, dan menyambut sakramen-sakramen dan
sebagainya.
Ia harus memperhatikan kesehatan dan kekuatan badan” (Mis 1-4).

Model Gereja sebagai pewarta tidak pernah terpisahkan dari ciri mistik

pelayanan Ignatius. Mengikuti paparan de Guibert, Buckley berpendapat bahwa ciri

mistik Ignatius ialah mistik kesatuan.337 Mistik pelayanan (mysticism of service)

dibedakan dengan mistik kesatuan (mysticism of union) yang menitikberatkan

keakraban jiwa dengan Tuhan. Hal ini salah satunya dapat ditemukan dalam kata

ganti yang dipilih untuk menerangkan Gereja dalam teks-teksnya, yakni mempelai

337
Buckley, “Ecclesial Mysticism in the Spiritual Exercises of Ignatius”, 453.

147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kristus (Sponsa Christi).338 Sentralitas kepada Kristus diwujudkan dalam

pelayanan kepada Gereja, khususnya karya pewartaan. Jadi, terdapat mistik

kesatuan dalam pelayanan.

4.4 Analisis Model dalam Terang Dokumen Gereja

Sesudah menunjukkan model Gereja sebagai institusi dan sebagai pewarta

dalam tulisan Ignatius, penulis hendak melanjutkan analisis dengan dokumen-

dokumen Gereja. Penulis bermaksud mengonfirmasi model institusi dan pewarta

dalam tiga surat Ignatius dalam konteks dan gerak Gereja masa kini. Dokumen-

dokumen Gereja membantu untuk memperteguh temuan data dari analisis teks

Ignatius dengan Gereja universal dari sisi Magisterium. Dengan langkah ini, penulis

berharap menemukan titik sambung antara kekayaan teks masa lalu dengan konteks

zaman ini.

4.4.1 Gereja sebagai Institusi

Model Gereja sebagai institusi mendapat peneguhan dari dokumen Konsili

Vatikan II mengenai Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja (Lumen Gentium).

Gereja memiliki ciri yang kelihatan dan sekaligus rohani. LG menyatakan: “Melalui

Gereja, Kristus melimpahkan kebenaran dan rahmat kepada semua orang. Adapun

serikat yang dilengkapi dengan jabatan hirarkis dan Tubuh mistik Kristus,

338
Istilah “mempelai Kristus” berasal dari eklesiologi St. Bernardus. Ia menemukan referensi
ini pada gagasan Paulus menganei hubungan Kristus dan jemaat dalam Ef. 5:32. Buckley, “Ecclesial
Mysticism in the Spiritual Exercises of Ignatius”, 455.

148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kelompok yang nampak dan persekutuan rohani, Gereja di dunia dan Gereja yang

diperkaya dengan karunia-karunia surgawi janganlah dipandang sebagai dua hal;

melainkan semua itu merupakan satu kenyataan yang kompleks, dan terwujudkan

karena perpaduan unsur manusiawi dan ilahi.” Gereja Katolik tidak memungkiri

keberadaan gereja lain. LG lebih lanjut menyatakan “walaupun di luar persekutuan

itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-

karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik” (LG 8).

Dalam rangka mendukung kesatuan di antara umat Allah disusunlah institusi

Gerejawi. LG tidak memakai kata “institusi” tetapi memberikan landasan teologis

terhadap yang dimaksud dengan Gereja sebagai “institusi”, yakni “Untuk

menggembalakan dan senantiasa mengembangkan umat Allah, Kristus Tuhan

mengadakan dalam Gereja-Nya aneka pelayanan, yang tujuannya kesejahteraan

seluruh Tubuh” (LG 18). Para pelayan Gereja, dengan martabat kristiani, berusaha

dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut dan dengan demikian mencapai

keselamatan. Sebagaimana pernah diungkapkan pada bab dua, kata “tubuh” berakar

pada gagasan Paulus yang mengacu kesatuan yang kelihatan antara umat beriman

dan melambangkan Yesus dan Gereja-Nya.

LG mengambil dasar lain dari karya Yesus bersama para rasul. Yesus

mengangkat dua belas orang, untuk ikut serta dengan-Nya dan mewartakan

Kerajaan Allah (lih. Mark 3:13-19; Mat 10:1-42). Para Rasul itu (lih. Luk 6:13) di

bentuk-Nya menjadi semacam dewan atau badan yang tetap. Sebagai ketua dewan

diangkat-Nya Petrus, yang dipilih dari antara mereka (lih. Yoh 21:15-17). Para rasul

dan penggantinya berkedudukan sebagai wakil (vicars) bukan sebagai pengganti

149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(successors) Kristus.339 Ia mengutus mereka pertama-tama kepada umat Israel,

kemudian kepada semua bangsa (lih. Rom 1:16), supaya mereka, dengan

mengambil bagian dalam kekuasaan-Nya, menjadikan semua bangsa murid-murid-

Nya, serta menguduskan dan memimpin mereka (lih. Mat 28:16-20; Mrk16:15; Luk

24:45-48; Yoh 20:21-23) (LG 19). Agar dapat menjalankan perutusan pewartaan

Injil Yesus Kristus kepada segala bangsa (Mat 28:20), disusunlah himpunan yang

disusun secara hierarkis (LG 20). Hierarki apostolik juga berfungsi sebagai

mediator pengudusan (mediating sanctification) antara Kristus dengan umat

beriman (UR 2).

Dekret Konsili Vatikan II tentang ekumenisme (Unitatis Redintegratio)

secara singkat bersinggungan dengan Gereja sebagai institusi. UR memulai

penjelasan mengenai ekumenisme dengan menerangkan hakikat Gereja Katolik

yang satu dan tunggal. Untuk membantu melaksanakan tugas Yesus Kristus

mengajar, membimbing dan menguduskan umat beriman, dipilihlah para kedua

belas rasul. Di antara kedua belas rasul itu, Petrus diberi kedudukan istimewa.

Dalam kesatuan para rasul dan penggantinya, umat beriman mengupayakan

pengakuan iman yang satu, dalam perayaan bersama ibadat ilahi, dan dalam

kerukunan persaudaraan keluarga Allah (UR 2).

Ada dua jenis perpecahan yang terjadi dalam Gereja. Yang pertama yakni

perpecahan di Timur akibat perdebatan tentang perumusan- perumusan dogmatis

Konsili Efesus dan Kalsedon, dan kemudian akibat perpecahan persekutuan

gerejawi antara Patriarkat-Patriarkat Timur dan Takhta Roma. Perpecahan kedua

339
Matthew L. Lamb dan Matthew Levering (ed.), Vatican II: Renewal within Tradition, (New
York: Oxford University Press, 2008), 38.

150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

timbul di Barat akibat peristiwa-peristiwa, yang secara keseluruhan disebut

“Reformasi”. Sejak itu banyak persekutuan, yang bersifat nasional maupun

konfesional (menyangkut ikrar iman), terceraikan dari Takhta Suci di Roma (UR

13).

Secara umum, Gereja Katolik tidak meminta umat kristiani lain bersepakat

untuk bersatu dengan institusi Gereja pada masa lalu. UR lebih menekankan

perlunya kebutuhan untuk terus menerus memperbarui diri dan menggalakkan

dialog sebagai model ekumenisme.340 Semua gerakan ekumenisme diarahkan demi

tercapainya kepenuhan (plenitudo) di antara Gereja. Tujuan tersebut disebut

sebagai “tujuan kudus” yang tidak dapat dicapai oleh “daya kekuatan manusiawi”

sehingga membutuhkan lebih banyak doa dan pertobatan. Oleh karena itu,

ekumenisme harus bersifat spiritual atau tidak sama sekali.341

Dokumen terkini Gereja yang berhubungan dengan institusi ialah Iuvenescit

Ecclesia yang dikeluarkan oleh Kongregasi Iman (15 Mei 2016). Dokumen ini

membahas hubungan antara karunia hierarkis (yang diberikan oleh sakramen

tahbisan) dan karismatis (dilandasi gerakan Roh Kudus) dalam hidup dan perutusan

Gereja. Sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II, muncullah aneka gerakan hidup

kristiani, baik yang berwujud gereja karismatis maupun perserikatan rohani. Dalam

rangka pewartaan di zaman ini, semakin dibutuhkanlah kemampuan untuk

mengenal dan menilai aneka karisma yang tumbuh di antara umat Allah tersebut

(IE 1). Untuk itu, Gereja bermaksud memberi pedoman teologis dan eklesiologis

340
Lamb, Vatican II, 328.
341
Lamb, Vatican II, 333.

151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang memperkaya keterlibatan persekutuan dan gerakan umat beriman dalam

kesatuan dan perutusan Gereja (IE 3).

Gereja sebagai institusi (church of the institution) tidak bisa dipertentangkan

dengan gereja kasih (church of charity). Institusi juga pada dasarnya berlandaskan

gerak Roh sedangkan gerakan-gerakan Gereja yang berkembang secara karismatis

harus diinstitusionalkan agar dapat berkesinambungan dan berkelanjutan. Kedua

dimensi ini menghadirkan misteri dan karya keselamatan Yesus Kristus di dunia

(IE 13).342

4.4.2 Gereja sebagai Pewarta

Model Gereja sebagai pewarta mendapat peneguhan dari Anjuran Apostolik

Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil dalam Dunia Modern (Evangelii Nuntiandi).

Dokumen ini dipermaklumkan pada peringatan sepuluh tahun penutupan Konsili

Vatikan II. Tujuan Konsili tersebut dirumuskan secara definitif untuk membuat

Gereja yang hidup pada abad kedua puluh menjadi semakin sesuai untuk

mewartakan Injil kepada umat manusia. Dokumen ini juga muncul sebagai imbauan

apostolik atas pasca sinode para uskup dengan tema “Pewartaan di dunia modern”

(27 September-26 October 1974) di Roma.343 Menurut Paus Fransiskus, Evangelii

342
Agar dapat menjamin kesatuan gerakan dan kelompok yang dengan institusi Gereja, IE
memberikan delapan kriteria: a) memiliki panggilan pada kekudusan; b) berkomitmen menyebarkan
Injil; c) setia kepada syahadat iman; d) memiliki ikatan dengan Gereja semesta; e) mengakui bahwa
elemen dalam Gereja saling melengkapi; f) menerima pertimbangan diskresi dengan rendah hati; g)
adanya buah roh seperti kasih, sukacita, damai, dan kedewasaan manusiawi; h) memiliki dimensi
sosial dari pewartaan (IE 18).
343
EN 2-3. Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI tentang karya
pewartaan Injil dalam zaman modern. Jakarta: Dokpen KWI, 1990.

152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nuntiandi merupakan dokumen pastoral paling penting yang terbit sesudah Konsili

Vatikan II.344

Dasar pemikiran model Gereja sebagai pewarta menurut dokumen ini adalah:

(1) Gereja lahir dari kegiatan Yesus dan dua belas rasul mewartakan Injil Gereja

adalah hasil yang wajar dan paling kelihatan dari kegiatan ini (Mat 28:19); (2)

Karena Gereja lahir sebagai konsekuensi perutusan, ia sendiri diutus oleh Yesus.

Gereja memperpanjang dan melanjutkan Yesus (LG 8, AG 5); (3) Gereja itu

pewarta Injil, tetapi mulai dengan mengalami pewartaan itu sendiri. Gereja terus

menerus perlu mengalami pewartaan kalau ingin tetap segar, teguh, dan kuat untuk

mewartakan Injil; (4) Gereja ialah perbendaharaan warta gembira yang harus

disebarluaskan. Janji-janji Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, ajaran Tuhan

maupun para Rasul, dan jalan menuju keselamatan semuanya dipercayakan kepada

Gereja. Isi Injil sebagai warisan hidup yang amat berharga bukan untuk

disembunyikan saja melainkan untuk diwartakan; (5) Karena diutus dan mengalami

pewartaan, Gereja sendiri mengutus para pewarta Injil. Pewartaan bukan mengenai

diri mereka sendiri atau gagasan-gagasan pribadi mereka, melainkan Injil (2Kor

4:5). Gereja dan para pewarta bukanlah penguasa mutlak atau pemilik Injil,

sehingga tidak boleh menyampaikan sesuka hati mereka sendiri. Mereka harus

menjadi pelayan Injil dengan kesetiaan sepenuh-sepenuhnya (EN 15).

EN menyatakan bahwa pewartaan adalah panggilan yang khas bagi Gereja.

Dengan mengutip Sinode para uskup 1974, EN menyatakan: “kami ingin

menegaskan sekali lagi bahwa tugas untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa

344
“To Have Courage and Prophetic Audacity”, Dialogue of Pope Francis with the Jesuits
gathered in the 36th General Congregation, 24 Oktober 2016. Documents of General Congregation
36 of the Society of Jesus, (Rome: Society of Jesus, 2017), 51.

153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merupakan perutusan hakiki dari Gereja.” Mewartakan Injil sesungguhnya

merupakan rahmat, panggilan, dan identitas yang khas dan terdalam bagi Gereja.

EN lebih lanjut menyatakan bahwa Gereja ada untuk mewartakan Injil, yakni untuk

berkhotbah dan mengajar, menjadi saluran kurnia rahmat, untuk mendamaikan para

pendosa dengan Allah dan mengabadikan kurban Kristus di dalam misa, yang

merupakan kenangan akan kematian dan kebangkitan-Nya yang mulia (EN 14).

Dokumen kedua yang dirujuk penulis ialah konstitusi pastoral tentang Gereja

di dunia dewasa ini (Gaudium et Spes). Dokumen ini disebut “konstitusi pastoral”

karena bermaksud menguraikan hubungan Gereja dengan dunia dan umat manusia

zaman sekarang. GS bermaksud menggambarkan peran Gereja di dunia modern.

Tujuannya adalah menerjemahkan doktrin ke pengarahan praktis dan

memperhatikan dimensi spiritual kehidupan Gereja, menuju ke arah pertumbuhan

kekudusan.

Menurut GS, Gereja bertugas menyelidiki dan menafsirkan tanda-tanda

zaman (signa temporum): “Gereja selalu wajib menyelidiki tanda-tanda zaman dan

menafsirkannya dalam cahaya Injil … Maka perlulah dikenal dan dipahami dunia

kediaman kita beserta harapan-harapan, aspirasi-aspirasi dan sifat-sifatnya.” GS 4

menjabarkan perkembangan zaman yang begitu kompleks dan menantang sehingga

manusia sekan dituntut untuk menanggapinya. Kemampuan mewartakan Injil

dipengaruhi oleh kemampuan menyelidiki dan menafsirkan tanda-tanda zaman.

GS menjunjung tinggi kebudayaan dan menunjukkan hubungan antara warta

gembira tentang Kristus dan kebudayaan manusia. Dengan kata lain, pewartaan

Injil zaman ini harus berhubungan dengan dialog budaya atau berjalan dua arah.

154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Ada bermacam-macam hubungan antara Warta Keselamatan dan


kebudayaan. Sebab Allah, yang mewahyukan Dirinya sepenuhnya dalam Putera-
Nya yang menjelma, telah bersabda menurut kebudayaan yang khas bagi pelbagai
zaman. Begitu pula Gereja, yang di sepanjang zaman hidup dalam pelbagai situasi,
telah memanfaatkan sumber-sumber aneka budaya, untuk melalui pewartaannya
menyebarluaskan dan menguraikan pewartaan Kristus kepada semua bangsa” (GS
58).
Dokumen ketiga yang diangkat penulis ialah Evangelii Gaudium (EG). Pada

tahun pertama kepausan Paus Fransiskus, ia mengeluarkan imbauan apostolik

mengenai tentang pewartaan Injil kepada dunia dewasa ini.345 Konteks terdekat

yang melatarbelakangi dokumen ini ialah sinode para uskup pada 7-28 Oktober

2012 di Roma. Sinode tersebut mengambil tema “pewartaan baru untuk

penyampaian iman kristiani.” Sinode menegaskan kembali bahwa pewartaan

merupakan seruan yang ditujukan bagi semua, termasuk bagi yang menolak

Kristus. Setiap orang kristiani diminta menunjukkan sukacita hidupnya sebagai cara

pewartaan Injil. Gereja bertumbuh tidak melalui upaya penyebaran agama belaka

melainkan daya tarik (EG 14).

EG memberi rujukan mengenai seperti apa kualitas diri pewarta. Karena Injil

merupakan kabar gembira, maka Injil mengajak untuk bersukacita dan diwartakan

dengan sukacita. Para nabi Perjanjian Lama, Santa Perawan Maria, dan para rasul

menyerukan sukacita Injil dengan kesaksian hidup mereka (EG 4-5). Pemenuhan

hidup kristiani yang autentik terwujud dengan pemberian kabar baik (pewartaan)

kepada sesama. Kabar baik tersebut dibagikan bukan dari model pewarta yang

murung, putus asa, tidak sabar atau kuatir, tetapi dari pelayan Sabda yang hidupnya

345
Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, diterjemahkan oleh Dokpen KWI, (Jakarta: Dokpen
KWI, 2014).

155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

semarak dengan semangat, yang telah menerima lebih dulu sukacita Kristus (EG

10).

Baik EN maupun EG mendasarkan model pewarta pada amanat perutusan

Yesus (Mat 28:19-20). Salah satu hal yang lebih ditekankan EG dibandingkan EN

ialah ajakan Gereja untuk “bergerak keluar” menjangkau seluruh periferi yang

memerlukan terang Injil (EG 20, 24, 46, 49, 120). Untuk itu, pewarta Injil

mewartakan Injil dengan kata dan perbuatan dalam hidup orang sehari-hari. Ia harus

menyentuh kemanusiaan Kristus yang menderita dalam diri sesamanya. Ilustrasi

yang dipergunakan Paus Fransiskus ialah agar para pewarta Injil memiliki “bau

domba” dan domba pun mau mendengarkan suara mereka, khususnya kepada yang

miskin (EG 24).

Paus Fransiskus menyatakan bahwa pewarta harus berpusat pada Sabda

Allah. Seluruh pewartaan didasarkan pada Sabda dan Kitab Suci merupakan sumber

utama pewartaan. Gereja tidak mewartakan Injil apabila tidak terus-menerus

membiarkan diberi warta Injil. Pewartaan Sabda Allah, terutama dalam perayaan

Ekaristi memperkuat umat kristiani dalam hidup sehari-hari. Pewartaan Sabda,

yang hidup dan efektif, mempersiapkan penerimaan sakramen, dan dalam sakramen

Sabda mencapai kemanjurannya yang maksimal (EG 174).

Paus memaknai pewartaan sebagai “menghadirkan kerajaan Allah di dunia”.

Paus mengingatkan bahwa pewartaan juga memiliki dimensi sosial. Untuk itu,

selain memperhatikan kesejahteraan umum dan perdamaian masyarakat, pewartaan

juga menyangkut jalan dialog: dialog dengan negara, dialog dengan masyarakat

(kebudayaan dan ilmu pengetahuan), dan dialog dengan umat beragama lain (EG

156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

238). Secara khusus, mengenai hubungan dengan umat gereja lain, EG mendukung

ekumenisme sebagai sumbangan kesatuan keluarga manusia. Umat kristiani lain

dipandang sebagai rekan peziarah yang berjalan berampingan satu sama lain. Arah

dialog ekumenisme zaman ini ialah dengan mengesampingkan segala kecurigaan

dan ketidakpercayaan dan mengarahkan diri pada kedamaian (EG 244).

4.5 Rangkuman

Ikatan primordial Ignatius dengan Gereja muncul karena wangsa Loyola

adalah pelindung bagi gereja di Azpeitia, Keuskupan Pamplona. Pengalaman mistik

di Manresa mengubah semangat pertobatan yang masih nirbentuk menjadi

mengikuti Kristus di hadapan Gereja. Untuk mengabdi Kristus secara lebih baik

lewat Gereja-Nya, Ignatius berpaling kepada Bapa Suci, wakil Kristus di dunia.

Hugo Rahner menyatakan bahwa tiga serangkai nilai bagi Ignatius adalah Tuhan,

Gereja, dan ketaatan. Secara tegas, Hugo Rahner berpendapat bahwa transformasi

mistik Manresa telah mengubah Ignatius dari peziarah dan peniten menjadi manusia

Gereja (l’homme d’Eglise).346

Wujud formal sentire cum Ecclesia kemudian dilaksanakan dalam hidup

Ignatius sebagai imam dan pimpinan umum Serikat Yesus. Elemen doktrinal

Ignatius ditemukan melalui tulisan-tulisannya yang berhubungan dengan Gereja.

Bab ini menitikberatkan kesepahaman dengan Gereja sebagaimana terdapat dalam

tulisan tiga surat Ignatius.

346
Rahner, The Spirituality of St. Ignatius Loyola, 55.

157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Avery Dulles memperkenalkan pendekatan model sebagai pisau analisis

untuk membaca fenomena gereja-gereja. Penulis memakai model-model tersebut

dalam menganalisis tiga surat Ignatius. Ada rupa-rupa gambaran Gereja dalam

tulisan Ignatius. Ignatius menampakkan penghargaan yang tinggi terhadap otoritas

institusional, hukum, dan aturan Gereja. Penulis menggunakan hermeneutika

Gadamer yang berpendapat bahwa menafsirkan berarti membiarkan horizon

kekinian penafsir memberi makna pada peristiwa dalam teks itu. Berdasarkan

metode Gadamer yang menekankan pentingnya aplikasi dan horison penafsir,

penulis menyimpulkan bahwa tiga teks surat Ignatius lebih condong kepada model

institusi dan pewarta.

Model Gereja sebagai institusi sangat menonjol dalam tiga surat Ignatus.

Ignatius bermaksud menjaga kesatuan Gereja Katolik Roma yang terpecah belah

karena Reformasi Protestan dan Anglikan. Gereja Katolik Roma harus memiliki

karakter yang jelas sehingga tidak dikaburkan dengan gereja-gereja lain. Salah satu

langkah Ignatius ialah mendorong para Yesuit untuk menghubungi pemimpin

Gereja setempat (Irl 1:2; 1:5; 2:3-5; Mis 5). Kesediaan Ignatius mendukung Konsili

Trente dengan mengirimkan para Yesuit menunjukkan keberpihakannya kepada

Gereja hierarkis. Para Yesuit yang diutus ke Trente berperan sangat penting dalam

merumuskan ajaran resmi Konsili Trente.

Model Gereja sebagai pewarta juga sangat tampak dalam tiga surat Ignatius.

Untuk merangkul kembali umat yang terdampak Protestanisme dan Anglikanisme

dan meneguhkan umat Katolik di daerah rawan, Ignatius lebih bersifat inklusif

daripada eksklusif. Serangan frontal kepada pihak musuh dirasa tidak

158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menguntungkan dan memenangkan jiwa-jiwa. Cara yang ditempuh Ignatius di

antaranya adalah memeriksa cara pewartaan. Ignatius menegaskan demikian:

Amatilah juga apakah Sabda Tuhan dikhotbahkan dengan cara Katolik.


Bantulah dengan petunjuk dan bantuan lain menurut kemampuan Pater.
Ajarilah mereka seperti Pater mengajari diri Pater sendiri dan arahkan
mereka untuk menjalankan kehidupan sebagai umat Kristiani yang baik.
Jika Pater mendengar pengkhotbah atau imam paroki heretik, amatilah
apakah izin mereka dicabut sehingga tidak ada kesempatan untuk
membahayakan umat. Pater harus berusaha keras untuk menunjukkan
kebenaran kepada mereka dengan penuh kelembutan. Jika mereka keras
kepala dan butuh dibantu orang lain yang lebih berkuasa daripadanya,
maka Pater harus berusaha untuk menutup rapat-rapat kasus dan hukuman
mereka” (Irl 2:7-8).
Bagi Ignatius, pewartaan bukan pertama-tama bermaksud menyerang pihak

lain. Ia memperingatkan agar Yesuit lebih mewartakan perihal keutamaan dan

devosi daripada polemik perbedaan ajaran. Umat dikenalkan mengenai konsili dan

diajak berdoa bagi konsili. Ignatius menulis:

“Dalam khotbah jangan menyentuh pokok-pokok perbedaan Protestan dan


Katolik, namun berilah nasihat tentang keutamaan hidup dan devosi-devosi
yang disetujui oleh Gereja. Bangkitkanlah dalam jiwa-jiwa mereka
pengenalan diri dan cinta kepada Pencipta dan Tuhannya. Sering-seringlah
menyebut tentang konsili dalam khotbah Pater dan sebagaimana disebutkan
di atas, akhirilah khotbah Pater dengan doa untuk konsili” (Tre 9).
Mengenai metode pewartaan, Ignatius memberi ruang diskresi untuk

memutuskan sarana rohani lain yang lebih cocok digunakan di daerah misi. Ada

begitu banyak cara untuk mewartakan Yesus Kristus. Sesuai dengan situasi

setempat, Yesuit diminta memilih cara pewartaan yang lebih unggul dan sesuai.

Mengenai sarana-sarana yang harus kita gunakan, di samping teladan hidup


baik dan dambaan suci, kita harus mempertimbangkan apakah kita hendaknya
menggunakan pengakuan dosa atau percakapan-percakapan dan latihan
rohani, atau mengajar katekese, atau memberi kuliah, khotbah dan yang lain.
Kita harus memilih “senjata-senjata” yang kita gunakan, karena kita tidak

159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bisa menggunakan semua yang dirasa lebih efektif dan lebih kita akrabi” (Mis
7).

Dengan bantuan dokumen-dokumen Gereja, penulis memperoleh

pendalaman model Gereja sebagai institusi dan pewarta. Model institusi

menunjukkan kesepahaman dengan Gereja bukan hanya secara koordinatif

melainkan aspek rohani terdalamnya. Ikatan dengan Gereja menemukan bentuk

nyata dengan pewartaan. Gereja tidak mewartakan dirinya sendiri dan demi dirinya

sendiri tetapi demi Yesus Kristus, yang memberikan perutusan kepada mereka.

Antara model kelembagaan dan perutusan saling terkait secara mendalam. Dalam

spiritualitas Ignatius, baik yang berwujud pelayanan dan kesatuan, tidak

diperlawankan dengan institusi. Yang rohani dilayani oleh yang institusional dan

yang institusional membantu orang mengalami pengalaman kasih Roh Allah.347

Akhirnya, penulis mengambil kesimpulan bahwa kesepahaman dengan

Gereja dalam tiga surat Ignatius tampak dalam model institusi dan pewarta. Dengan

kedua model tersebut tampak eklesiologi Ignatius yang menjunjung kesepahaman

dengan Gereja hierarkis dan menjalankan karya pewartaan secara konsekuen.

Institusi membantu pewartaan Yesus Kristus di dunia dan pewartaan Sabda harus

diinstitusionalkan agar dapat koheren dan berkelanjutan. Teologi Ignatian dalam

tiga suratnya tidak berlawanan dengan gerak model Gereja sebagai institusi dan

pewarta di zaman ini. Dalam perkembangan sejarah, ciri ini tampak dalam hidup

Ignatius dan mempengaruhi cara bertindak Serikat Yesus. Warisan teologis Ignatius

juga hendak diproyeksikan untuk mendukung Gereja terlibat secara cerdas,

347
“The mystical is served by the institutional, and in turn the mystical must inform and
characterize the institutional.” Buckley, “Ecclesial Mysticism in the Spiritual Exercises of
Ignatius”, 462-463.

160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tangguh, misioner di tengah masyarakat Indonesia yang pluralis. Hal ini akan

diuraikan lebih lanjut pada bab terakhir.

161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN UMUM DAN RELEVANSI

5.1 Pengantar

Pada dasarnya, surat merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan

informasi tertulis dari satu pihak kepada pihak lain. Pada awal kekristenan, surat

sudah dipergunakan oleh beberapa penulis Perjanjian Baru untuk membimbing dan

meneguhkan jemaat Kristen Yerusalem, Efesus, Filipi, Tesalonika, Kolose, hingga

Roma. Melalui kanonisasi, beberapa surat yang memiliki nilai pewartaan atau

teologi yang mendalam dimasukkan dalam Kitab Suci. Pada zaman pasca Rasuli,

surat juga menjadi salah satu medium penyampaian pesan bagi jemaat. Bapa Gereja

seperti Ignatius dari Antiokhia dan Siprianus menulis surat-surat yang sangat tinggi

nilainya bagi kesatuan Gereja.

Kajian teologis surat-surat Paulus dan Bapa-bapa Gereja terus berkembang

hingga zaman ini. Gereja Katolik menimba inspirasi teologi dari tulisan-tulisan

mereka. Ungkapan-ungkapan para Bapa Gereja memberikan kesaksian akan

kehadiran Tradisi yang menghidupkan. Berkat Tradisi itu Gereja mengenal kanon

Kitab Suci dan dalam Tradisi itu, Kitab Suci dimengerti secara lebih mendalam dan

secara aktif (DV 8).

162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.2 Nilai Teologis Surat-surat Ignatius

Salah satu tokoh kristiani yang intensif mempergunakan sarana surat ialah

Ignatius Loyola. Sepanjang hidupnya, Ignatius menulis hampir tujuh ribu surat.

Lebih dari lima ribu surat Ignatius dialamatkan kepada rekan Yesuit. Ignatius juga

berkorespondensi dengan aneka orang mengenai berbagai tema. Surat-surat

tersebut dikumpulkan dan diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa (Spanyol,

Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Polandia, Portugis). Dalam penggunaan

internal Serikat Yesus, Kongregasi Jenderal masa kini pun masih mempergunakan

inspirasi dari surat-surat Ignatius. Mengingat bobot dan nilai strategis surat-surat

Ignatius, penulis berpendapat bahwa surat-surat Ignatius adalah sumber kajian

teologis yang penting dan relevan.

Surat-surat Ignatius menjadi locus theologicus bukan karena menjadi sarana

komunikasi atau sarana menjalankan pemerintahan, tetapi menjadi media untuk

menerangkan suatu pemikiran atau ajaran. Penulis memilih tiga surat Ignatius

sebagai sumber penelitian teologis, yakni surat kepada Yesuit di Irlandia, Trente,

dan yang diutus ke misi.

Situasi sosial-politik dan religius pada era Ignatius berbeda dengan masa kini.

Agar analisis teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis

mempergunakan hermeneutika Hans-Georg Gadamer. Alasan penulis

mempergunakan hermeneutika Gadamer adalah karena ia menaruh perhatian

kepada kesadaran sejarah dan peranan aplikasi. Gadamer berupaya memahami dan

mengkritisi prinsip-prinsip hermeneutik dalam sejarah aktual dan perwujudan di

masa kini.

163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalam memaparkan kajian surat Ignatius dari sudut eklesiologi, penulis

mempergunakan pendekatan model-model Gereja menurut Kardinal Avery Dulles.

Penulis mempergunakan pendekatan Dulles karena latar belakang dan konsentrasi

akademisnya yang relevan dan erat dengan tema pluralisme Gereja dan agama.

Melalui penelitian terhadap tiga surat Ignatius bagi para Yesuit di Irlandia,

Konsili Trente, dan daerah misi, tampak kehendak Ignatius untuk mengusahakan

kesatuan Gereja Katolik. Ignatius prihatin akan merebaknya Anglikanisme dan

Lutheranisme dan berusaha ambil bagian dalam upaya membela Gereja. Olah

karena itu, Ignatius mengirim para Yesuit ke pelbagai tempat sebagai tanggapan

atas kebutuhan mendesak Paus untuk memelihara iman Katolik dan kesatuan

dengan Gereja.

Dari surat kepada Yesuit di Irlandia, penulis berpendapat bahwa Ignatius

menaruh perhatian bagi kualitas Gereja lokal dan kesepahaman dengan Gereja

Katolik Roma. Ignatius memprioritaskan reformasi klerus, tata tertib ibadat dan

sakramen, dan pendidikan Katolik. Meskipun misi Irlandia tidak berakhir dengan

baik, misi ini menunjukkan pemikiran Ignatius memulihkan kesepahaman dengan

Gereja di tengah perpecahan agama. Di kemudian hari, dengan bantuan finansial

dari para bangsawan dan petinggi Gereja, Serikat menyempurnakan strategi misi

dengan berfokus pada pendirian kolese yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga

pendidikan melainkan pusat rohani bagi evangelisasi dan pengkatolikan kembali

wilayah Inggris dan sekitarnya.348

348
McCoog, The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-1588, 41.

164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dari surat kepada kepada Yesuit yang diutus ke Konsili Trente penulis

berpendapat bahwa Ignatius menghendaki memperjuangkan kesatuan Gereja yang

bersifat komprehensif, baik dari segi teoretis (doktrinal) maupun praktis, melayani

hierarki maupun umat awam. Ignatius memberikan prinsip-prinsip diskresi dalam

persidangan dan mengupayakan pelayanan nyata di tengah penduduk kota.

Pendekatan yang dipakai ialah lebih meneguhkan keutamaan-keutamaan yang

sudah terdapat dalam Gereja Katolik daripada menyerang pokok perbedaan, bahkan

dilengkapi dengan pengajaran rohani dan amal kasih.

Dari surat kepada kepada Yesuit yang diutus ke misi, diperoleh prinsip

diskresi untuk melayani Gereja. Seseorang harus memperhatikan diri sendiri,

melayani sesama, dan berelasi dengan Serikat. Yang paling menonjol dalam

instruksi ini ialah prinsip adaptasi yang digerakkan oleh kebijaksanan (discernment)

dalam menghadapi situasi partikular. Pedoman Ignatius ini di kemudian hari

dijabarkan lebih lanjut dalam Konstitusi bagian VII.

Berdasarkan penelitian atas surat-surat Ignatius tersebut, tampak pula

pemikiran Ignatius mengenai cara-cara pembaruan Gereja dari dalam. Hal ini

ditunjukkan dengan dukungan terhadap perkembangan rohani. Ignatius berkali-kali

menyebut prioritas untuk mempergunakan sarana-sarana rohani daripada sarana

jasmani. Ia juga menghindari pokok pembicaraan yang menyulut perpecahan

agama karena perdebatan teologis harus diletakkan di tempat yang semestinya.

Dalam kapasitas sebagai orang yang diberi mandat Paus, Ignatius meminta Yesuit

tidak segan memberi teguran bagi pemimpin dan orang Katolik yang menyimpang

dari ajaran Gereja.

165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penulis berpendapat bahwa ada dua model Gereja yang dominan. Model

pertama ialah model institusi. Model institusi menunjukkan persembahan diri

Ignatius kepada ibu Gereja di bawah wakil Kristus di dunia. Pada saat itu, yakni

masa Reformasi, model institusi ini sangat mendesak dan signifikan. Ignatius

mendorong umat beriman dan para pejabat Gereja untuk menjunjung kesepahaman

dengan Gereja di tengah Protestanisme dan Anglikansisme.

Model kedua ialah model pewarta. Ignatius berpedoman bahwa serangan

langsung kepada pihak musuh dirasa tidak menguntungkan. Ignatius menghindari

pokok-pokok perbedaan dibahas secara frontal. Cara yang ditempuh Ignatius di

antaranya adalah memeriksa cara pewartaan (Irl 2:7-8) dan lebih mewartakan

perihal keutamaan dan devosi daripada polemik perbedaan ajaran (Tre 9). Dengan

cara berpikir tersebut, Ignatius menggariskan pembenahan metode pewartaan.

Akhirnya, dari analisis terhadap ketiga surat, disimpulkan bahwa tiga surat

Ignatius pertama-tama hendak mewujudkan kesatuan Gereja di tengah pergolakan

sosial-religius-politik. Dihadapkan pada realitas konflik, Ignatius menyuguhkan

sebuah visi, preferensi, bahkan militansi hidup menggereja. Gagasan teologis

kesepahaman dengan Gereja pada konteks abad keenam belas berbeda dengan

konteks saat ini. Seiring perkembangan zaman, di tengah kesadaran akan

interkulturalitas349 dan tantangan fundamentalisme hidup beragama masa kini,

349
Kata interculturalidad belakangan jamak dipakai menjadi dokumen Pater Jenderal Serikat
Yesus, Arturo Sosa, SJ. Dalam pelbagai kesempatan, ia memakai kata ini untuk menunjukkan tanda-
tanda zaman ini. Kepada para Yesuit yang mengikuti misa syukur atas KJ 36, ia juga
memperkenalkan hal ini: “The Society of Jesus can grow only in collaboration with others, only if it
becomes the least Society that collaborates…[we need] to continue the complex work of providing
formation that would make of them true Jesuits, members of this multicultural body that is called to
testify to the richness of interculturalism as the face of humanity, created in the image and likeness
of God.” Homily for the Closure of the General Congregation 36, Rome, 12 November 2016.
Documents of General Congregation 36 of the Society of Jesus, 64.

166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

surat-surat Ignatius menyumbangkan nilai-nilai inklusifnya untuk membangun

jembatan, bukan tembok pemisah perbedaan.350

5.3 Sumbangan Model Institusi dan Pewarta bagi Serikat Yesus

Penulis mempergunakan paradigma model-model Gereja dari Avery Dulles

untuk membantu menganalisis tiga surat Ignatius kepada Yesuit di Irlandia, Trente,

dan misi. Dari penelitian tekstual terhadap tiga surat, ada dua model utama Gereja

Ignatius Loyola, yaitu model institusi dan pewarta. Intisari kesepahaman dengan

Gereja (sentire cum ecclesia) terkandung dalam model institusi dan pewarta ini.

Paradigma ini tidak berhenti pada zaman Ignatius tetapi masih bergulir dalam aneka

bentuk dokumen resmi Serikat Yesus zaman ini. Untuk memperjelas gagasan

tersebut, penulis akan menujukkan titik sambung antara karisma Ignatius dengan

dokumen Serikat Yesus zaman ini.

5.3.1 Gereja sebagai Institusi

Model institusi merujuk pada kesatuan dengan Gereja hierarkis. Merujuk

kepada dokumen rekomendasi pendirian Serikat, Joseph F. Conwell

mengemukakan bahwa Ignatius sadar bahwa seluruh Serikat dan setiap Yesuit

“berada dalam pelayanan bagi Tuhan (Deo militare) di bawah kesetiaan kepada

350
Semua pelayanan kita haruslah mengusahakan dibangunnya jembatan untuk memperkuat
perdamaian. Untuk melakukan itu kita harus masuk ke pemahaman lebih dalam mengenai misteri
kejahatan di dunia dan mendayagunakan kekuatan pandangan Allah yang rahim yang bekerja untuk
menciptakan manusia yang didamaikan, keluarga yang damai. (KJ 36, D. 1, No. 31)

167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Bapa Suci dan para penggantinya.” Sebab, dengan menaati wakil Kristus, Ignatius

melayani Kristus sendiri. Komitmen kepada wakil Kristus dimaknai sebagai

komitmen dan kasih kepada gereja dan dunia, umat beriman, dan orang tak beriman

sekalipun.351 Ia menambahkan, dari sisi rohani, tujuan kelompok Ignatius

membentuk suatu serikat adalah membawa umat kepada Bapa dan Putra di dalam

dan melalui Gereja.352

Pengesahan dan peneguhan teks Serikat Yesus oleh Bapa Suci memiliki

konsekuensi yuridis. Formula pengesahan yang dipakai dalam approbatio dokumen

menunjukkan dua pokok penting. Pertama, dari sudut pandang yuridis, status

dokumen yang disetujui menjadi dokumen kepausan. Status ini tidak

menghilangkan otoritas Serikat untuk melakukan penyesuaian Konstitusi.

Sementara, karena bersifat definitif, dokumen Takhta Suci atas Formula Institusi

tidak dapat diubah. Kedua, dari sudut teologis, tanpa bermaksud menjadi dogmatik,

pengesahan ini pada derajat tertentu merupakan wujud ketidakdapatsesatan

Magisterium Gereja. Artinya, pada beberapa pokok substansial dokumen ini bebas

dari kesesatan ajaran. Ketaatan kepada Konstitusi menjadi suatu jaminan untuk

kesempurnaan religius dan apa yang menjadi ciri Serikat Yesus.353

KJ 33 menegaskan pentingnya kesatuan dengan institusi Gereja dengan

menyatakan bahwa “Serikat sejak semula didirikan untuk “mengabdi Tuhan

melulu, dengan Gereja mempelai-Nya, di bawah Sri Paus di Roma.”354 Lebih lanjut

KJ menyatakan supaya “Pedoman Kesepahaman dengan Gereja diterapkan dengan

351
Conwell, 315.
352
Conwell, 385.
353
Antonio de Aldama, An Introduction Commentary on the Constitutions, (Anand: Gujarat
Sahitya Prakash, 1989), 19.
354
KJ 33, D. 1, No. 7.

168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

cara yang serasi bagi zaman kita, di bawah terang Konsili Vatikan II. Dengan giat

dan kreatif, seluruh Serikat hendaknya berusaha bersatu padu dengan Gereja,

sehingga kita dapat mengalami misteri yang terkandung di dalamnya dan

merasakannya di dalam sanubari kita. Demikian kita akan benar-benar menjadi

hamba pembawa sukacita Tuhan bagi umat Allah.”355 Makna di balik ungkapan ini

ialah ketaatan religius hanya dapat dipahami sebagai ketaatan dalam cinta. Dalam

pemahaman Ignatian, hal ini berarti menangkupkan cinta kepada Allah dengan cinta

kepada Gereja hierarkis.

Paham Gereja sebagai institusi juga tampak jelas dalam Dekret 11 KJ 34

“Tentang Membina Sikap Pelayanan yang Tepat dalam Gereja.” Pada masa

tegangan-tegangan tradisi dan kemajuan zaman (traditio et progressio),

persimpangan ideologi dan konflik, Serikat Yesus membutuhkan pegangan yang

mantap sebagai sumber hidup yang mendalam. KJ merujuk kepada semangat

kesepahaman dengan Gereja dari Ignatius: “Aturan-aturan Ignatius mengenai

Gereja bukanlah suatu pelajaran buku sejarah. Hal itu adalah ikatan mistik yang

mendalam yang mengatasi kekhususan asal-usul historisnya dalam Gereja abad

keenambelas. Karena pelayanan ini berakar dalam iman akan bimbingan Roh

Kudus dalam Gereja, ini mendorong kita untuk mencari magis.”356

Pada akhir dekret ini disebutkan kesatuan dengan institusi bukan hanya

bersifat praktis tetapi mistik: “Pelayanan Serikat kepada Gereja hanya akan menjadi

Kristiani bila berakar pada kesetiaan pada Dia yang memperbarui segalanya.

Pelayanan akan menjadi Yesuit hanya bila ada dalam kesatuan dengan pengganti

355
KJ 33, D. 1, No.. 8.
356
KJ 34, D. 11, No. 16.

169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Petrus. Karena kesatuan ini telah memberi kita jaminan – bahkan tanda yang

kelihatan – “dari persekutuan kita dengan Kristus.”357 Kesatuan ini menunjukkan

dimensi sakramentalitas Gereja, tanda yang kelihatan akan cinta kasih dan

persatuan Yesus Kristus dengan umat-Nya.

5.3.2 Model Gereja sebagai Pewarta

Antonio de Aldama menyatakan bahwa Ignatius sejak awal masa

pertobatannya sudah melaksanakan pewartaan. Sesudah pengalaman di Manresa,

Ignatius semakin berminat melakukan pewartaan dan percakapan rohani. Ia

memilih studi sebagai cara untuk semakin menolong jiwa-jiwa dan karena tuntutan

dari institusi Gereja. Akhirnya, ia merasa yakin bahwa sesudah masa studinya, apa

pun keputusan yang diambil, ia akan menjalankan pewartaan dalam kemiskinan

(predicar en pobreza).358

Ketika berada di Salamanca, Ignatius mengalami masalah perihal pewartaan.

Ortodoksi Ignatius dipertanyakan oleh para Dominikan. Salah satu rekomendasi

mereka ialah agar Ignatius menempuh studi agar dapat berbicara mengenai

keutamaan kristiani.359 Di kemudian hari, setelah menyelesaikan studi dan memiliki

otoritas, Ignatius tidak lagi menemui kendala mengenai ortodoksi. Sekitar tahun

1537, ada catatan bahwa ia berkhotbah dalam bahasa Itali, Latin, Spanyol, dan

Prancis. Pada hari Minggu, ia juga berkhotbah di gereja paroki. Sebagian besar

357
KJ 34, D. 11, No. 28.
358
MI EPP I 96, Antonio de Aldama, The Constitutions of the Society of Jesus, Part VII:
Missioning, Anand: Gujarat Sahitya Prakash, 1990, 157. Conwell, Impelling Spirit, 143.
359
Para Dominikan di Salamanca mewawancarai Ignatius perihal khotbahnya. "Kalau
berkhotbah apa yang kamu katakan?" "Kami, kata si peziarah, sebenarnya tidak berkhotbah; hanya
secara kekeluargaan, kami omong mengenai perkara Allah, misalnya sesudah makan dengan orang-
orang yang mengundang kami." "Akan tetapi", kata pater itu, "apa yang kalian bicarakan mengenai
perkara Allah. Itulah yang ingin kami ketahui." Autobiografi, 65.

170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

khotbah dilakukan di tengah kerumunan orang di jalan. Percakapan rohani

merupakan salah satu bagian penting pewartaan Sabda. Ignatius dikenal sebagai

rasul ulung dalam bidang percakapan rohani.360

Nadal menerangkan bahwa Ignatius memahami keunggulan pewartaan Sabda

di Gereja dan kebutuhan mutlak dan fungsinya dalam Serikat Yesus. Tujuan

pewartaan adalah untuk keselamatan jiwa-jiwa. Selain sakramen-sakramen, tidak

ada sarana lebih efektif selain pewartaan.361 Cardinal Vincenzo Carafa sebagai

utusan Paus memberikan fakultas untuk berkhotbah (licentia predicandi) bagi

Ignatius dan para sahabatnya yakni “memberikan pewartaan Sabda Tuhan di

belahan dunia mana pun, di Roma, dan di sekitarnya” sepanjang hidup mereka.362

Permohonan dan pemberian fakultas berkhotbah ini menunjukkan relasi erat pula

antara pewartaan dengan kesepahaman dengan Gereja hierarkis.

Dari Formula Institusi Serikat Yesus yang disahkan Paus Paulus III (1540),

kata pewartaan menempati posisi lebih awal daripada karya lain yang dikerjakan

Serikat. Sarana yang disebutkan dalam gugus pewartaan yakni khotbah dan segala

bentuk pelayanan Sabda Allah seperti latihan rohani, mengajar agama, dan

memberikan penghiburan rohani. Formula Institusi yang diteguhkan Paus Julius III

(1550) mengakomodasi kata pewartaan (predicando publice verbum Dei) dalam

bentuk khotbah, pelajaran, dan pelayanan Sabda Allah, memberikan latihan rohani,

mengajar agama kristiani, dan penghiburan rohani.363 Pernyataan dokumen ini bagi

Yesuit bersifat normatif dan mengikat.

360
Thomas H. Clancy, The Conversational Word of God: A Commentary on the Doctrine of St.
Ignatius of Loyola Concerning Spiritual Conversation with Four Jesuit Texts, (St. Louis: The
Institute of Jesuit Sources, 1978), 9.
361
de Aldama, The Constitutions of the Society of Jesus, Part VII: Missioning, 158.
362
Conwell, Impelling Spirit, 148.
363
FI 1; de Aldama, The Constitutions of the Society of Jesus, Part VII: Missioning, 159.

171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tema pewartaan digulirkan kembali dalam beberapa dokumen Serikat zaman

ini. KJ 32 Dekret 4 mengambil semangat sinode para uskup mengenai pewartaan di

dunia modern dan keadilan di dunia. Dalam relasi iman dan penegakan keadilan,

KJ 32 merumuskan pewartaan Injil sebagai “pernyataan iman, yang terwujud dalam

cinta akan sesama manusia.”364 KJ 32 secara tegas menyatakan “Tidak mungkin

kita mewartakan Kristus kepada manusia atau mewartakan Injil-Nya secara efektif,

bila kita sendiri tidak berkemauan keras untuk terlibat ke dalam usaha menegakkan

keadilan.”365

Pewartaan Sabda harus memperhatikan aspek dialog. KJ 34 melalui dekret

mengenai “Perutusan Kita dan Budaya” mengedepankan semangat dialog dan

inkulturasi Injil Kristus dalam budaya manusia. Dalam dokumen “Pelayan-pelayan

Perutusan Kristus” kami telah mengatakan bahwa “perutusan kita untuk pelayanan

iman dan penegakan keadilan hendaknya terbuka untuk mencakup pula sebagai

dimensi-dimensi integralnya pemakluman Injil, dialog, dan evangelisasi budaya;”

dan kami telah berulang kali menegaskan tidak dapat dipisahkannya keadilan,

dialog, dan evangelisasi budaya.”366

Pewartaan Sabda merupakan gerak mengikuti Yesus yang menyembuhkan,

membebaskan, dan menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk mewartakan Kabar

Baik. Pewartaan Kabar Baik pasti selalu berada pada situasi zamannya. KJ 36

mengajak para Yesuit menempatkan diri sebagai sahabat-sahabat Kristus untuk

berdiskresi bersama dan menentukan keikutsertaan kita yang lebih baik dalam

364
KJ 34, D. 4, No. 28.
365
KJ 34, D. 4, No. 27.
366
KJ 34, D. 4, No. 6.

172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karya-karya-Nya.367 Pater Jenderal Arturo Sosa SJ dalam suratnya berjudul “Our

Life is Mission, Mission is our Life” menunjukkan peta situasi zaman ini yang

ditandai dengan hubungan antarbudaya yang hidup. Atas kesadaran itu, ia

menyerukan:

“Perutusan Serikat mengarah kepada inkulturasi Injili dalam lingkungan-


lingkungan yang demikian beragam. Di sanalah kita berada dan sekaligus kita
dituntut untuk melakukan suatu proses pertobatan terus-menerus. Dengan
demikian, di satu sisi setiap Jesuit mesti melaksanakan proses rumit
inkulturasi Injil di dalam budayanya sendiri dan ini mengandaikan pertobatan
pribadi, tetapi di sisi lainnya, karena komunitas-komunitas kita yang dibentuk
oleh pribadi-pribadi dari beragam budaya yang ambil bagian dalam perutusan
di dalam masyarakat multikultur, maka hal tersebut menjadikannya suatu
kesempatan istimewa untuk menghayati pengalaman yang kaya tentang
hubungan antarbudaya yang hidup (interculturalidad) sebagai kesaksian
tentang rekonsiliasi umat manusia.”368

5.4 Relevansi Visi Gereja Ignatius di Indonesia

Setelah menguraikan karisma Ignatius bagi Serikat Yesus, penulis akan

memperluas cakupannya ke wilayah kehidupan berbangsa dan bernegara di

Indonesia. Radikalisme agama, kerusakan lingkungan hidup, dan kemiskinan

adalah tiga masalah pokok yang tetap menjadi tantangan Provinsi Indonesia Serikat

Yesus. Provinsi tertantang untuk membuat perencanaan, menemukan solusi, dan

melakukan tindakan-tindakan untuk menjawab ketiga permasalahan itu.369 Gereja

setempat di Keuskupan Agung Semarang juga telah mempromulgasikan Rencana

367
KJ 36 D. 1, No. 39-40
368
“Surat Pater Jenderal Arturo Sosa S.J. untuk Seluruh Anggota Serikat”, Roma, 10 Juli 2017.
369
Pada perumusan tema “Budaya & Kehidupan Publik yang Beradab”, Tim Hari Studi Provinsi
memberi pesan akan (1) Urgensi bagi pergaulan luas di luar Gereja untuk mengembangkan sikap
pluralis dan (2) Kemampuan dan ketrampilan konkret menggalang solidaritas pada lingkup lebih
luas yang mengatasi perbedaan sektarian agama.

173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS 2016-2035). Tema yang diangkat di

tahun 2016-2020 ialah “Menjadi Gereja inklusif, inovatif, transformatif yang

bekerjasama sinergis dalam masyarakat multikultural mewujudkan

kesejahteraan.”370 Dalam bingkai keprihatinan Fakultas Teologi Universitas Sanata

Dharma akan iman dalam tantangan radikalisme, fundamentalisme, dan

konservatisme, penulis akan menguraikan bagaimana penelitian mengenai tiga

surat Ignatius dapat menyumbangkan inspirasi hidup menggereja zaman ini.

Tantangan hidup beragama pada masa Ignatius ialah Lutheran dan Anglikan.

Kohesi sosial-politik sangat dipengaruhi hubungan antaragama. Pada masa ini,

hidup berbangsa dan bernegara juga sangat dipengaruhi oleh situasi agama.

Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma menilai tantangan intoleransi,

fundamentalisme, radikalisme, dan konservatisme harus digali dan direfleksikan.371

Kaum fundamentalis memahami rumusan tekstual dari suatu teks religius secara

mentah-mentah tanpa menyadari bahwa suatu rumusan tak pernah a-historis karena

selalu terkait dengan konteks dan alam pikir tertentu. Sabda dipahami berasal dari

Allah sendiri dan tanggung jawab ada pada Allah. Seorang yang mengatasnamakan

Allah merasa apa yang dilakukannya itu benar. Seorang fundamentalis atau

radikalis memandang perkembangan pada masa kini selalu dengan penuh curiga

karena belum tentu sejalan dengan pesan asli dari agama atau kepercayaan yang

dianut. Globalisasi pun dilihat sebagai ancaman dan harus ditolak.

370
Road map selengkapnya berbunyi “Mewujudkan diri sebagai Gereja yang merengkuh dan
bekerjasama dengan semua orang (inklusif), terus menerus membarui diri (inovatif) dan berdaya
ubah (transformatif). Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang, Rencana Induk
Keuskupan Agung Semarang 2016-2033, (Muntilan: Dewan Karya Pastoral, 2015), 88.
371
Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Buku Pedoman Studi Tahun Akademik
2016/2017, (Yogyakarta: 2016), 143

174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Fundamentalisme dapat berdampak pada aneka bentuk kekerasan. Hal ini sudah

menjadi momok di benua Afrika, Eropa dan Timur Tengah, dan juga Indonesia.372

Hermeneutika model Gadamer yang dijelaskan pada bab sebelumnya

memberikan peluang untuk membiarkan horizon kekinian penafsir memberi makna

pada peristiwa dalam teks. Penafsir diharuskan memahami makna teks lewat

aplikasi-aplikasinya dalam kerangka sejarah pengaruh dan mengaplikasikannya ke

dalam konteks kekinian. Oleh karena itu, penulis hendak menarik relevansi visi

sentire cum Ecclesia Ignatius Loyola dalam aplikasi zaman ini.

Penulis mengakui bahwa situasi zaman Ignatius sangat berbeda dengan

situasi di Indonesia zaman ini. Demikian juga situasi penulisan Model-model

Gereja dari Dulles sudah berbeda dengan zaman ini. Jembatan yang

menghubungkan warisan intelekual tersebut ialah semangat sentire cum Ecclesia

itu sendiri. Adagium Reformasi ialah “Gereja harus selalu berubah dan diubah”.

Konsekuensinya, cara mengabdi, melayani, mencintai Gereja perlu disesuaikan

dengan zaman ini agar dapat mewujudkan Kerajaan Allah dengan signifikan dan

relevan.

Ciri adaptasi menjadi salah satu kekhasan spiritualitas Ignatius Loyola.

Warisan pemikirannya mengenai Gereja hendak diproyeksikan situasi hidup

berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan didukung analisis pada bab

sebelumnya, penulis menemukan dua relevansi model Gereja Ignatius:

372
Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Buku Pedoman Studi Tahun Akademik
2016/2017, 139-142.

175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.4.1 Mengembangkan Model Institusi Berjejaring dan Dialogis

Ignatius menaruh perhatian akan kerjasama dengan semua pihak yang

berkehendak baik. Dalam tiga suratnya, ia menunjukkan kerjasamanya pemimpin

Gereja dan kalangan pejabat pemerintahan tanpa meninggalkan hubungan dengan

orang sederhana. Konteks politis, geografis, keagamaan dari tiga surat Ignatius

menunjukkan kemajemukan, yakni dengan situasi Anglikanisme dan

Protestanisme. Konsili Trente juga memiliki ciri dialog dengan mengundang

perwakilan Protestan, meski dalam kenyataannya mereka tidak datang. Menurut

Dulles, dialog bukanlah alternatif bagi pewartaan Injil tetapi merupakan salah satu

bentuk misi. Dengan kata lain dialog dengan pihak di luar Katolik menjadi salah

satu misi atau tugas perutusan Gereja. Dialog yang tulus menuntut pengertian satu

sama lain dan menjelaskannya dalam kategori yang dapat dipahami bersama.

Dialog memberikan peningkatan pencarian dan pengalaman iman.373

Kompleksitas permasalahan hidup berbangsa dan bernegara menuntut lebih

banyak kerjasama pihak lain. Gereja tidak bisa bergerak sendiri menanggapi dan

mengatasi permasalahan yang ada. Pembaruan visi pada tataran pemerintahan

sangat mempengaruhi gerak seluruh Gereja. Meminjam inspirasi dari Kongregasi

Jenderal ke-36 Serikat Yesus, tiga kata kunci yang dapat dipakai institusi untuk

menjalankan dialog antargereja dan agama lain ialah diskresi, kolaborasi dan

jejaring (discernment, collaboration, and networking).374 Pertama-tama, institusi

harus dibekali dengan diskresi rohani yang kuat. Sebab, fundamentalisme

373
Dulles, Models of the Church, 236
374
The document Renewed Governance for Renewed Mission emphasized the centrality of the
Society’s mission for any structure, procedure, or element of governance. Three key features of
governance in the Society today are discernment, collaboration, and networking. Documents of
General Congregation 36 of the Society of Jesus, 12.

176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyangkut mulai perkara rinci di level akar rumput dan memiliki paparan dampak

yang luas. Diskresi merupakan penegasan rohani untuk mengawali tindakan yang

tepat dan mendalam. Selain itu, institusi Gereja memerlukan kolaborasi dan jejaring

yang kuat dengan gereja-gereja lain dan agama lain. Hierarki Gereja diajak lebih

memperhatikan corak dialogis ini agar umat beriman juga semakin terdorong untuk

berkontribusi membangun peradaban kasih dan bonum commune, serta secara

khusus berani melawan radikalisme.

Gereja Katolik pada era kepausan Paus Fransiskus sangat jelas menunjukkan

model Gereja institusi yang berani berjejaring dan berdialog. Tidak jarang dalam

sambutan dan pidatonya, Paus Fransiskus memakai kategori bahasa agama lain.

Mengikuti jejak paus-paus pendahulu, ia gencar mewujudkan dialog agama dan

ekumenisme di pelbagai kawasan dunia, termasuk di negara yang rawan konflik

agama dan kemanusiaan (Timur Tengah, 2014; Kuba dan Republik Afrika Tengah,

2015; Mesir, Myanmar, dan Bangladesh, 2017).375

Seruan Apostolik Evangelii Gaudium memuat tema dialog sosial sebagai

sumbangan untuk perdamaian. Artinya, Gereja Katolik bersama-sama umat lain

hendak mengemban tugas melayani keadilan dan perdamaian sosial untuk

mencipatkan situasi sosial baru (EG 250). Sejalan dengan paus pendahulu, Paus

Fransiskus menegaskan:

375
Paus Fransiskus mengingatkan panggilan dan hakikat terdalam agama adalah untuk
perdamaian. Tugas peradaban adalah untuk melawan kekerasan berlandaskan agama. “Religion,
however, is not meant only to unmask evil; it has an intrinsic vocation to promote peace, today
perhaps more than ever.” Pope Francis, "No to hatred in the name of God", Holy Father’s address
to participants of the International Peace Conference; “No civilized society can be built without
repudiating every ideology of evil, violence and extremism that presumes to suppress others and to
annihilate diversity by manipulating and profaning the Sacred Name of God” Rejecting violence is
every civilization’s duty, An invitation to Egyptian authorities to work for justice and respect of
human rights dalam L'Osservatore Romano's, Friday, 5 May 2017.

177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Pewartaan juga menyangkut jalan dialog. Bagi Gereja masa kini, ada tiga
bidang dialog yang menonjol di mana Gereja perlu hadir untuk memajukan
pengembangan manusia seutuhnya dan mengusahakan kesejahteraan umum:
dialog dengan negara, dialog dengan masyarakat, serta dialog dengan umat
beragama lain yang bukan bagian dari Gereja Katolik” (EG 238).

Khusus bagi Serikat Yesus, Paus Fransiskus juga berulang kali

mengungkapkan pentingnya diskresi rohani bagi seluruh Gereja. Secara khusus

Paus meminta Serikat untuk berkontribusi dalam mengajarkan diskresi dalam

kehidupan Gereja. Diskresi rohani menjadi instrumen untuk mencari dan

menemukan kehendak Allah dalam seluruh dimensi perutusan Yesuit, menuntun ke

suatu revitalisasi hidup perutusan, dan berkembangnya kemampuan melayani

Gereja pada zaman ini.376 Mengajarkan diskresi merupakan salah satu sumbangan

terbaik Serikat Yesus untuk mewujudkan sentire cum Ecclesia pada zaman ini.

5.4.2 Mengembangkan Model Pewarta yang Mendalam

Ignatius menaruh perhatian pada metodologi pewartaan, yakni bagaimana

mewartakan kebenaran sejati akan Yesus Kristus di tengah kebenaran lain. Secara

tradisional, ada tiga cara pewartaan menurut Ignatius, yakni khotbah

(praedicationes), pengajaran Kitab Suci (lectiones), dan katekese (exhortationes)

[Kons. 645]. Pewartaan di dunia yang ditandai dengan perkembangan teknologi

informasi hendaknya menjangkau dan melibatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

sarana komunikasi yang dapat menjangkau seluas dunia. Oleh karena itu, tiga

pewartaan tradisional perlu berkolaborasi dengan penggunaan sarana-sarana baru

376
Tentang Diskresi Bersama, “Surat Pater Jenderal Arturo Sosa S.J.untuk Seluruh Anggota
Serikat”, Roma, 27 September 2017

178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

guna menuntun revitalisasi hidup perutusan, dan berkembangnya kemampuan

melayani Gereja pada zaman ini. 377

Dalam tiga suratnya, Ignatius menaruh perhatian pada peningkatan

kemampuan untuk melayani Gereja. Untuk itu, ia mengusulkan pendirian sekolah

dasar di mana diajari membaca, menulis, pendidikan moral yang baik, dan belajar

iman Katolik (Irl 11).

Ignatius menaruh perhatian pada kualitas individu pewarta. Selain

memberikan pewartaan ke luar, pertama-tama pribadi pewarta harus dididik secara

matang. Para Yesuit yang diutus Ignatius memiliki kualitas akademik dan rohani

yang matang. Namun, Ignatius tetap memberikan saran untuk merawat diri mereka

sendiri sebagai rasul yang mendalam. Pada surat kepada Yesuit di Konsili Trente,

Ignatius memberikan pedoman untuk menjaga kedalaman di tengah pekerjaan.

Beberapa langkah yang dimaksud oleh Ignatius adalah: pertama, mengadakan

percakapan rohani, bercerita satu sama lain apa yang telah dilakukan sepanjang hari

dan apa yang harus dilakukan pada hari berikutnya; kedua, memberikan evaluasi

dan nasihat persaudaraan mengenai kesalahan yang diperbuat; ketiga, membuat niat

dan tekad setiap pagi dan pemeriksaan batin dua kali sehari (Tre 17-20).

Terhadap mereka yang diutus ke misi, orang tersebut harus berani menolak

berbuat dosa, bahkan yang paling kecil pun, menghindari orang yang dianggap

377
Kesadaran ini sudah tampak dalam “Serikat bekerja sama dengan orang atau kelompok lain
dalam mengemban perutusan rekonsiliasi yang ditugaskan oleh Gereja di dalam Kristus dan
menghadapi tantangan untuk berdiskresi bersama dalam mengambil keputusan-keputusan penting
dengan tetap memperhatikan partisipasi semua anggota yang dipanggil untuk memilih cara
berkontribusi yang terbaik bagi pewartaan Kabar Gembira dan bagi perubahan dunia di tengah
perkembangan yang serba cepat ini.” Tentang Diskresi Bersama, “Surat Pater Jenderal Arturo Sosa
S.J.untuk Seluruh Anggota Serikat”, Roma, 27 September 2017

179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membahayakan, memperhatikan penampilan lahiriah secara bijaksana, rajin

mengadakan pemeriksaan batin, doa, dan menyambut sakramen-sakramen dan

sebagainya, dan tidak kalah pentingnya menjaga kesehatan badan (Mis 1-4).

Dengan demikian, Ignatius menuntut keunggulan bagi seorang pewarta dalam

pelbagai hal.

Perpecahan agama miliki dampak luas bagi hidup sosial. Disintegrasi sosial

politik dapat dipicu oleh isu-isu agama. Menanggapi situasi perpecahan agama yang

terjadi di Eropa, Ignatius memberikan nasihat untuk tidak “menyentuh pokok-

pokok perbedaan Protestan dan Katolik, namun berilah nasihat tentang keutamaan

hidup dan devosi-devosi yang disetujui oleh Gereja. Bangkitkanlah dalam jiwa-jiwa

mereka pengenalan diri dan cinta kepada Pencipta dan Tuhannya” (Tre 9). Yang

menjadi prioritas ialah keutamaan hidup dan devosi serta rasa cinta akan Tuhan.

Hal ini pula yang dikatakan Ignatius ketika memberikan nasihat dalam hal

pengajaran: “ikutilah aturan yang sama dengan aturan berkhotbah. Berusahalah

untuk mengobarkan jiwa murid-murid Pater rasa cinta kepada Pencipta dan

Tuhannya” (Tre 10).

Untuk mewartakan Yesus Kristus di tengah masyarakat multikultural,

pewarta juga harus memiliki kedalaman rohani dan intelektual.378 Konteks hidup

Indonesia yang multikultur menempatkan Gereja bukan sebagai entitas mandiri

378
Kedalaman hidup rohani dan intelektualitas pewarta akan menghasilkan kualitas pewartaan
yang relevan dan signifikan. Pater Jenderal Serikat Yesus menunjukkan bahwa tantangan kerasulan
zaman ini mau tidak mau membutuhkan aspek kedalamanan: “Supaya dapat menanggapi tantangan-
tantangan apostolis seturut cara kita bertindak, kita memerlukan kedalaman rohani (profundidad
espiritual) sebagai buah dari pertobatan yang membuka kita terhadap rahmat Allah, dan kedalaman
intelektual (profundidad intelectual) yang membuat kita mampu melampaui hal-hal superfisial dan
membantu menemukan kemungkinan-kemungkinan lain kehidupan bermartabat bagi semua
manusia.” Hidup Kita adalah Perutusan, Perutusan adalah Hidup Kita, “Surat Pater Jenderal Arturo
Sosa S.J. untuk Seluruh Anggota Serikat”, Roma, 10 Juli 2017.

180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang acuh tak acuh dengan kehadiran liyan. Bentuk formasi iman para calon imam

hendaknya mengarah memperkuat pemahaman akan agama dan kepercayaan lain.

Pendidikan-pendidikan Katolik seyogianya mengarahkan anak didik pada

kesadaran dan keberanian hidup bersama di tengah kebinekaan.

Mantan superior jenderal Serikat Yesus, P. Adolfo Nicolás menekankan

pentingnya teologi untuk ikut serta memikirkan, memperdalam dan meninjau terus

menerus, perwujudan pengutusan Serikat di setiap zaman. Dalam arah itu, di

Meksiko, ia mendesak agar Yesuit tidak ikut menyebarluaskan “globalisasi

kedangkalan” (globalization of superficiality) karena mudahnya orang mendapat

informasi dan jalur kontak lewat “dunia virtual”. Yesuit diminta untuk

memperdalamnya. Salah satu wujud pemerdalamannya adalah melalui pendekatan

teologis dan beberapa ilmu kemanusiaan lain.379

Pewarta yang mendalam harus mampu bergerak dalam perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan sarana komunikasi. Perkembangan teknologi

komunikasi tidak hanya mengubah cara manusia memahami relasinya dengan

dunia, tetapi mengubah hasrat dan kebiasaan. Karena tidak ada otoritas/hierarki

pengetahuan, orang cenderung memberi komentar apa saja sejauh bisa ikut dalam

percakapan, khususnya di media sosial.380 Para pewarta zaman ini hendaknya dapat

mengembangkan sebuah teologi yang mendalam, tetapi dengan bahasa dunia yang

379
Congregatio Teologi Provindo, Ber-Teologi di Provindo (Mau) Berkiprah Di Mana?
(Dokumen Kongregasi Teologi Provindo, Yogyakarta, 31 Agustus - 1 September 2012), 15.
380
Di antaranya berita bohong (hoax), ujaran kebencian (hate speech), dan adu domba suku,
agama, ras, antargolongan (SARA).

181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sekuler, dan mengembangkan spiritualitas yang tertanam di dunia dengan

menggunakan kacamata sains-teknologi.381

Untuk itu perlu dikembangkan spiritualitas dan kompetensi pewarta yang

mendalam agar dapat bermain di pelbagai platform masa kini. Dalam mewartakan

Yesus Kristus dan Kerajaan Allah, pewarta hendaknya juga unggul akan sarana-

sarana duniawi di berbagai bidang ilmu pengetahuan (alam, sosial, manusia) dan

teknologi. Sains dan teknologi memiliki pertanggungjawaban metodologis dan

intersubyektif untuk memahami logika dan kinerja dunia. Akhirnya, apabila

spiritualitas dipahami sebagai laku relasional dengan Tuhan lewat pembedaan roh,

maka intelektualitas adalah kemampuan memahami kompleksitas dunia sebagai

locus penjelmaan, yang diperlukan sebelum seseorang dapat menemukan suara

Tuhan di antara keruwetan dan simpang siur gejala dunia.382

5.5 Penutup

Usaha menulis surat yang diterapkan oleh Ignatius Loyola bagi para

anggotanya tidak hanya memiliki fungsi gubernasi tetapi juga menunjukkan teologi

kesepahaman dengan Gereja Katolik Roma. Pemahaman Ignatius mengenai Gereja

381
Dalam konteks Provinsi Indonesia Serikat Yesus, salah satu prioritas yang akan dikerjakan
tahun 2018-2024 ialah memeluk dunia digital untuk menawarkan kedalaman rohani dan intelektual.
Adapun langkah strategis yang ditempuh ialah a) mendayagunakan media baru dalam pelaksanaan
karya; b) mempelajari makna dan dampak dari pendayagunaan media baru secara proaktif dan kritis;
c) menemani proses discernment bagi pengguna dan dampingan pelayanan. “Prioritas Provinsi
Indonesia Serikat” dalam surat CP 2018/9, Semarang 9 Mei 2018.

382
Karlina Supelli, “Sains, Teknologi dan Dunia Dimensi Intelektual Kerasulan Jesuit”,
makalah pada hari studi Serikat Yesus, 19 Juni 2009.

182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat ditelusur dalam tiga suratnya. Gagasan utama suratnya berisi pesan untuk

menyebarkan dan menanamkan iman Kristiani yang sejati dalam kesatuan dengan

Gereja hierarkis. Dengan model institusi, Ignatius Loyola berusaha menampilkan

pentingnya misi ad intra umat beriman untuk menjaga kesepahaman dengan Gereja

Katolik Roma di tengah pergolakan agama. Dengan model pewarta, Ignatius

Loyola berusaha menampilkan misi ad extra umat beriman untuk mewartakan

Kerajaan Allah di tengah dunia yang multikultur.

Pada masa sekarang ini, apa yang tertanam pada pemahaman Ignatius telah

dijadikan sebuah refleksi yang lebih sistematis oleh Kongregasi Jenderal Serikat

Yesus. Refleksi itu memampukan Serikat Yesus untuk semakin mencintai institusi

Gereja dan menjadi manusia pewarta di tengah tradisi agama-agama dan budaya-

budaya yang majemuk. Pengakuan ini menantang Serikat Yesus untuk mewujudkan

dialog dan inkulturasi. Visi menggereja Ignatius sangat mengembangkan dan

mendorong suatu model menggereja yang cerdas, tangguh, misioner, dialogis

dalam konteks kebinekaan Indonesia. Kerjasama ini dibangun bersama siapa saja

yang berkehendak baik (kolaborasi) demi penghargaan akan nilai-nilai kehidupan

dan persaudaraan sejati. Di sinilah terletak relevansi pendekatan model Gereja

Ignatius bagi misi Gereja zaman ini.

Pengakuan Ignatius terhadap institusi Gereja dan pentingnya pewartaan

seharusnya semakin memampukan umat beriman membuka kolaborasi dengan

Gereja setempat dan berusaha gigih dan kreatif melaksanakan pewartaan melawan

radikalisme agama guna mewujudkan peradaban kasih. Institusi menopang

keberlangsungan pewartaan meskipun kadang mengurangi kelincahan gerak

pewartaan. Model Gereja sebagai Institusi pada zaman ini perlu semakin berjejaring

183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan berdialog dengan golongan Gereja lain dan umat beragama lain dalam

menangkal musuh bersama bernama fundamentalisme dan radikalisme. Model

Gereja sebagai Pewarta di zaman ini perlu semakin memperkuat aspek kedalaman,

khususnya menanggapi revolusi teknologi komunikasi. Pewartaan yang mendalam,

relevan, signifikan diharapkan mampu memberikan Sabda Yesus Kristus yang

menyelamatkan di tengah aneka kedangkalan. Penulis mengharapkan munculnya

usulan praksis pastoral yang relevan dan signifikan untuk mendukung pemikiran

tersebut. Karena itu, diskusi yang disajikan dalam tesis ini masih terbuka untuk

dikembangkan.

Sebagai subjek sejarah, Gereja tidak pernah bersifat statis. Gereja mencapai

pemenuhan dirinya dengan bebas dan sadar berkomitmen membantu keselamatan

jiwa-jiwa umat manusia. Gereja yang bergerak di tengah tantangan tanda-tanda

zaman tidak akan pernah berhenti karena Gereja terus menantikan penyempurnaan

kemuliaan Kerajaan Allah.

184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Dokumen

----------
2004 Alkitab, Jakarta – Bogor: Lembaga Alkitab Indonesia.
----------
2008 Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh Robertus
Hardawiryana, SJ, Jakarta: Dep Dokpen KWI – Obor.
----------
2017 Documents of General Congregation 36 of the Society of Jesus,
Rome: Society of Jesus.
Fransiskus, Paus.
2014 Evangelii Gaudium, diterjemahkan oleh Dokpen KWI, Jakarta:
Dokpen KWI.
Paulus VI, Paus.
1990 Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI
tentang karya pewartaan Injil dalam zaman modern, Jakarta:
Dokpen KWI.

Buku

Albuquerque, Antonio.
2010 Diego Lainez SJ: First Biographer of Saint Ignatius of Loyola:
His Life, the Biography, and Polanco's Narrative, Saint Louis:
Institute of Jesuit Sources.
Bangert, William V.
1985 Claude Jay and Alfonso Salmeron: Two Early Jesuits, Chicago:
Loyola University Press.
Bangert, William V.
1986 A History of the Society of Jesus, St. Louis: Institute of Jesuit
Resources.
Bede.
1985 Commentary on the Seven Catholic Epistles, Kalamazoo, Mi:
Cistercian Publication.

185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Benediktus XVI.
2009 Bapa-bapa Gereja: Hidup, ajaran, dan relevansi bagi manusia di
zaman ini, (judul asli: The Fathers of the Church: From Clement
of Rome to Augustine of Hippo), diterjemahkan oleh J. Waskito,
Malang: Dioma.
Betten, Francis S.
1921 Blessed Peter Canisius, St. Louis: Central Bureau of the Central
Society.
Bingham, D. Jeffrey.
2011 The Routledge Companion to Early Christian Thought, London-
New York: Routledge.
Bird, Michael F. dan Joseph R. Dodson.
2011 Paul and the Second Century, London–New York: T&T Clark
International.
Budi, Hartono dan M. Purwatma (ed.).
2005 Sentire cum Ecclesia: Bakti Membangun Gereja yang Hidup,
Yogyakarta: Kanisius.
Carey, Patrick W.
2010 Avery Cardinal Dulles, SJ: A Model Theologian 1918-2008, New
York: Paulist Press.
Catholic University of America.
2003 The New Catholic Encyclopedia, Detroit: Thomson/Gale.
Clancy, Thomas H.
1978 The Conversational Word of God: A Commentary on the Doctrine
of St. Ignatius of Loyola Concerning Spiritual Conversation with
Four Jesuit Texts, St. Louis: The Institute of Jesuit Sources.
Coathalem, Hervé.
1971 Ignatian Insights: A Guide to the Complete Spiritual Exercises,
diterjemahkan oleh Charles J. McCarthy, cetakan kedua,
Taichung, Taiwan: Kuangchi Press.
Congar, Yves.
1957 Lay People in the Church: A Study of the Laity, Westminster,
MD: Newman.
Conwell, Joseph F.
1997 Impelling Spirit: Revisiting a Founding Experience 1539,
Ignatius of Loyola and His Companions, Chicago, Ill: Loyola
Press.

186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Correia-Afonso, John.
1969 Jesuit Letters and Indian History 1542-1773, Bombay: Oxford
University Press.
Curtis, Edmund.
2002 A History of Ireland: From Earliest Times To 1922, London –
New York: Routledge.
Cyprian.
1964 The Fathers of the Church Volume 51: Saint Cyprian: Letters (1-
81), diterjemahkan oleh Rose Bernard Donna, Washington, DC:
Catholic University of American Press.
da Camara, Luis Goncalves.
1996 Wasiat dan Petuah St. Ignatius, (judul asli: Acta Patris Ignatis
scripta a P. Lud. Gonzales de Camara 1553-1555),
diterjemahkan oleh Tom Jacobs, SJ, Yogyakarta, Kanisius, 1996.
Dalmases, Cándido.
1985 Ignatius of Loyola, Founder of the Jesuits: His Life and Work,
(judul asli: El Padre Maestro Ignacio: Breve Biografia
Ignaciana), diterjemahkan oleh Jerome Aixalá, Anand: Gujarat
Sahitya Prakash.
Deferrari, Roy Joseph (ed.)
1969 The Fathers of the Church Volume 1: The Apostolic Fathers,
Washington, D.C.: Catholic University of America Press.
Decloux, Simon.
1980 Commentaries on the Letters and Spiritual Diary of St. Ignatius
Loyola, Roma: Centrum Ignatianum Spiritualitatis.
de Aldama, Antonio.
1989 An Introduction Commentary on the Constitutions, Anand:
Gujarat Sahitya Prakash.
1990 The Constitutions of the Society of Jesus, Part VII: Missioning,
Anand: Gujarat Sahitya Prakash.
de Jaer, André.
2001 Together for Mission: A Spiritual Commentary on the
Constitutions of the Society of Jesus, St. Louis: Institute of Jesuit
Resources.
Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang
2015 Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang, Muntilan: Dewan
Karya Pastoral.

187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dostal, Robert J.
2002 The Cambridge Companion to Gadamer, Cambridge: Cambridge
University Press.
Doty, William G.
1973 Letters in Primitive Christianity, Philadelphia: Fortress Press.
Dulles, Avery.
2014 Models of the Church, expanded edition, New York: Image
Books.
Dunan-Page, Anne.
2013 Debating the Faith: Religion and Letter Writing in Great Britain,
1550-1800, New York-London: Springer.
Dudon, Pere P.
1949 Saint Ignatius of Loyola, diterjemahkan oleh William J. Young,
Milwaukee: Bruce Pub.
Dunn, James D.G.
1998 The Theology of Paul the Apostle, Cambridge: William B.
Eerdmans Publishing Company.
Ehrman, Bart D. (ed.)
2003 The Apostolic Fathers I, London: Harvard University Press.
Fichter, Joseph.
1944 James Laynez: Jesuit, St. Louis, Mo: B. Herder Book Co.
Fitzmeyer, Joseph A.
1970 “New Testament Epistles”, dalam Raymond E. Brown, dkk. (ed.),
The Jerome Biblical Commentary, Vol II, London: Geoffrey
Chapman.
1992 According to Paul: Studies in the Theology of The Apostle,
Mahwah, NJ: Paulist Press.
Gadamer, Hans-Georg.
1976 Philosophical Hermeneutics, diterjemahkan oleh David E. Linge,
Berkeley – Los Angeles: University of California Press.
2004 Truth and Method, edisi kedua, diterjemahkan oleh Joel
Weinsheimer dan Donald G. Marshall, London–New York:
Continuum.
Hardiman, Budi.
2015 Seni Memahami: Hermeneutika dari Schleiermacher sampai
Derrida, Yogyakarta: Kanisius.
Lawn, Chris dan Niall Keane.
2011 The Gadamer Dictionary, London–New York: Continuum.

188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Marcum, James A.
2015 Thomas Kuhn’s revolutions: A historical and an evolutionary
philosophy of science? London-New York: Bloomsbury
Academic.
Meissner, WW.
1999 To The Greater Glory: The Psychology Study of Ignatian
Spirituality, Milwaukee: Marquette University Press.
Mueller-Vollmer, Kurt.
2006 The Hermeneutics Reader, New York: Continuum.

Ignacio de Loyola.
1997 Obras de San Ignacio de Loyola, (transcripción, introducciones y
notas de Ignacio Iparraguirre, Cándido de Dalmases, y Manuel
Ruiz Jurado,), Madrid: BAC, 1997.
Ignatius of Loyola.
1959 Letters of St. Ignatius Loyola, diterjemahkan oleh William J.
Young, Chicago: Loyola University Press, 1959.
1998 Konstitusi Serikat Yesus dan Norma Pelengkap, diterjemahkan
oleh Tom Jacobs, Yogyakarta: Kanisius.
Ignatius Loyola dan Hugo Rahner.
1960 Letters to Women, New York: Herder and Herder.
Jacob, Pierre dan Maurice Dullard,
2003 The Inspirational Sources of Our Jesuit Charism, Anand: Gujarat
Sahitya Prakash.
Janz, Denis (ed.)
1999 A Reformation Reader: Primary Texts with Introduction,
Minneapolis: Fortress Press.
Johnson, Luke Timothy.
2003 “Paul's ecclesiology” dalam James D. G. Dunn, The Cambridge
Companion to St. Paul, Cambridge, UK - New York: Cambridge
University Press.
Jones, Gareth.
2004 The Blackwell Companion to Modern Theology, Oxford:
Blackwell Publishing Ltd.
Kristiyanto, Eddy.
2008 Sejarah sebagai Locus Philosopicus et Theologicus, Yogyakarta:
Lamalera.

189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lamb, Matthew L. dan Matthew Levering (ed.),


2008 Vatican II: Renewal within Tradition, New York: Oxford
University Press.
Lucas, Thomas M. (ed.)
2003 Spirit, Style, Story: Essays Honoring John W. Padberg, S.J.,
Chicago: Loyola Press.
Lindberg, Carter.
1996 The European Reformation, Oxford: Blackwell.
Malaty, Tadros Y.
1993 Lectures in Patrology, Sydney: Coptic Theological College.
McBrien, Richard P.
2008 The Church: The Evolution of Catholicism, New York, NY:
HarperOne.
McCoog, Thomas M.
1996 The Society of Jesus in Ireland, Scotland, and England, 1541-
1588: "our Way of Proceeding?" Leiden: Brill.
McGrath, Alister.
1998 Historical Theology: An Introduction to the History of Christian
Thought, New Jersey: Wiley-Blackwell.
O'Malley, John W.
1993 The First Jesuits, Cambridge: Harvard University Press.
Padberg, John W. (ed).
2009 Jesuit Life & Mission Today: The Decrees & Accompanying
Documents of the 31st-35th General Congregations of the Society
of Jesus, St. Louis: The Institute of Jesuit Sources.
Palmer, Martin E., John W. Padberg, dan John L. McCarthy (eds).
2006 Ignatius of Loyola: Letters and Instructions, St. Louis: The
Institute of Jesuit Sources.
Rahner, Hugo.
1953 The Spirituality of St. Ignatius Loyola: An Account of Its
Historical Development, Westminster, Newman Press.
1968 Ignatius the Theologian, diterjemahkan dari Ignatius von Loyola
als Mensch und Theologe oleh Michael Barry, London: Geoffrey
Chapman.
Ravier, André.
1987 Ignatius of Loyola and the Founding of the Society of Jesus, San
Francisco: Ignatius Press.

190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Richards, Randolp.
2004 Paul and First-Century Letter Writing: Secretaries,
Composition and Collection, Downers Grove: InterVarsity
Press.
Rosariyanto, Fl. Hasto dkk. (ed.)
2014 Gereja-Teologi-Politik: Kontroversi Soal Pembubaran dan
Restorasi “Serikat Yesus”, Yogyakarta: Kanisius.
Sardi, Leo Agung.
2005 Jesuit Magis: Pengalaman Formasi 6 Jesuit Awal, Serikat Yesus
Provinsi Indonesia.
State, Paul F.
2009 A Brief History of Ireland, New York: Facts On File, Inc.
Starkloff, Carl F. (ed.),
2000 The Road from La Storta: Peter-Hans Kolvenbach, S.J., on
Ignatian Spirituality, St. Louis: The Institute of Jesuit Sources.
Walsh, William J.
1997. On Giving the Spiritual Exercises: The Early Jesuit Manuscript
Directories and the Official Directory of 1599, diterjemahkan dan
disunting oleh Martin E. Palmer, S.J., St. Louis: The Institute of
Jesuit Sources.
Wilson, George B.
2008 Clericalism: the Death of Priesthood, Collegeville, MN:
Liturgical Press.

Artikel dan Jurnal

Buckley, Michael J.
1995 “Ecclesial Mysticism in the Spiritual Exercises of Ignatius”,
dalam Theological Studies, Vol. 56.
Coupeau, Carlos.
2009 “Ignatian Spirituality Publications since 1999” Review of
Ignatian Spirituality Issues XL.

191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dalmases, Cándido.
1983 “The Church in the Personal Experience of St. Ignatius”, CIS,
Vol. XIV, No. 3.

Dulles, Avery.
1989 “A half century of Ecclesiology”, Theological Studies 50/3.
1994 “The Ignatian ‘Sentire cum Ecclesia’ Today” dalam CIS, Vol.
XXV – 2, No. 76.

Fois, Mario.
1983 “The Hierarchial Church in the Time of St. Ignatius”, CIS, Vol.
XIV, No 3.
Friedrich, Markus.
2009 “Governance in the Society of Jesus 1540-1773”, dalam
STUDIES in the Spirituality of Jesuits, 40/1.
Ganss, George E.
1975 “St. Ignatius's Rules for Thinking with the Church”, STUDIES in
the Spirituality of Jesuits, Vol. VII, No. 1.
Guillén, Antonio.
2013 “Praise: The Fundamental Attitude in the Church” dalam The
Way, Vol. 52, No. 2.
Mills, William C.
2009 “Cracking the Clerical Caste: Towards a Conciliar Church”,
dalam Logos: A Journal of Eastern Christian Studies, Vol. 50.
O’Collins, Gerald.
1983 “A Contemporary Reading of the ‘Rules for Thinking with the
Church’”, CIS, Vol. XIV, No. 44.
O’Leary, Brian.
2007 “The Mysticism of Ignatius of Loyola”, CIS, Vol. XXXVIII, No
3.
O’Malley, John.
1982 “The Jesuits, St. Ignatius, and The Counter Reformation: Some
Recent Studies and Their Implications for Today”, The Way, Vol.
XIV, No 1.
Padberg, John W.
1997 “The three forgotten founders of the Society of Jesus: Paschase
Bröet (1500-1562), Jean Codure (1508-1541), Claude Jay (1504-
1552),” STUDIES in the Spirituality of Jesuits, Vol. 29/2.
Reites, James W.

192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1981 “St. Ignatius of Loyola and the Jews”, STUDIES in the


Spirituality of Jesuits, Vol. XIII, No. 4.

Arsip

Walters, Erik Thaddeus.


….. Unitas in Latin Antiquity: the Contribution of Cyprian (Disertasi
Doktoral yang tidak dipublikasikan), Wien: Universität Wien.

----------
2009 Makalah-makalah hari studi Serikat Yesus.

Congregatio Teologi Provindo.


2012 Ber-Teologi di Provindo (Mau) Berkiprah Di Mana? (Dokumen
Kongregasi Teologi Provindo 31 Agustus - 1 September 2012).

Sumber Internet

Joseph Wilhelm, "Loci Theologici." The Catholic Encyclopedia. Tersedia dari


http://www.newadvent.org/cathen/09320a.htm; diakses 30 Maret
2017.
_______________, “To Those Sent to Minister to Others.” Tersedia dari
https://www.library.georgetown.edu/woodstock/ignatius-
letters/letter21#introduction diakses diakses 28 Juni 2017.

193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

APPENDIKS:

Surat kepada Pater Alfonso Salmeron dan Paschase Broët di Irlandia

(Surat 31: I:174-79; Asli: bahasa Itali)

Roma, awal September 1541

[Surat I]

1. Begitu Pater berdua pergi dari Roma dan segera menuju ke Irlandia,
1
Pater harus menemui Bapak Kardinal Inggris untuk menjelaskan

segala hal kepadanya – karena ada beberapa ketidaklengkapan dalam

bulla – baik mengenai penafsiran maupun negosiasi.

2. Jika Kardinal menyuruh Pater menghadap Bapa Suci, Pater mungkin

diberi surat-surat dari Kardinal untuk diserahkan kepada Paus dan

Kardinal Santa Croce, atau setidaknya kepada Kardinal Santa Croce.

Saya mohon Pater menyampaikan salam saya kepada beliau.2 Jika

Kardinal Inggris tidak menyuruh Pater menemui Paus, setidaknya

Pater akan mendapatkan mandat khusus dari Kardinal Inggris untuk

Irlandia, yang menunjukkan apa yang terjadi dan apa tujuan dari Bapa

Suci, sehingga orang Irlandia akan mengakui otoritasnya. Jika

diputuskan bahwa Pater harus bertemu Paus, bawalah pula surat dari

Kardinal.

1
Kardinal Inggris adalah Reginald Pole, yang sepenuh hati mendukung perutusan ini.
2
Marcello Cervini, kelak akan menjadi Paus Marcellus II, adalah Kardinal dari Santa Croce

194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Dalam perjalanan, keputusan selanjutnya ditetapkan oleh kita

berempat: “Kami, N.N., berjanji dan menyatakan bahwa kita akan

penuh percaya satu sama lain dan tidak akan menyingkapkan misi

Irlandia ini kepada siapa pun, kecuali dipaksa dengan keadilan atau

kecuali kita semua atau sebagian besar memutuskan sebaliknya,

kecuali kepada Jerónimo Doménech dan Fransisco Estrada. Kita

akan memberitahukan hal itu kepada mereka di Paris.” Lalu masing-

masing akan menandatangani surat itu.

4. Di Paris, lebih baik Pater tidak menginap di universitas tetapi di kota

dan jika mungkin tidak mengunjungi kolese kecuali Pater pergi

dengan menyamar dan berjalan bersama-sama. Kirimlah surat secara

rahasia kepada Doménech dan Estrada dan ceritakanlah kepada

mereka segala sesuatu, sehingga mereka dapat memperhatikan hal

tersebut. Kemudian, pada hari keberangkatan Pater, panggillah

seluruh teman Pater atau yang Pater anggap cocok dan bercakap-

cakaplah dengan mereka dalam ruangan Pater. Sediakanlah jamuan

makan atau makan malam bagi mereka dan mintalah mereka untuk

merahasiakan keberangkatan Pater dari Paris sampai Pater tiba di

Skotlandia. Pada akhirnya, jika mungkin, sebaiknya Pater

memberitahu Picard.3 Di sana Pater hendaknya mempertimbangkan

perlu atau tidaknya berbicara dengan Raja Perancis mengenai bantuan

bagi pelabuhan atau bagi Skotlandia, seperti yang dilakukan bersama

3
Doktor Francis Picard, seorang sahabat Serikat dan Francis I dari Perancis.

195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Inggris. Namun selalu pilihlah yang risikonya paling sedikit jika ada

ketakutan atau bahaya lain.

5. Di Paris, Pater berdua akan lebih membangun kemajuan rohani jika

memberi sesuatu kepada mereka daripada menunjukkan kebutuhan

Pater, baik kecil atau besar.

6. Pater berdua harus memakai pakaian yang sama; setidaknya dari luar

kelihatan sama.

7. Ketika Pater menunggu keberangkatan, daripada tinggal di dekat

dengan pelabuhan, mungkin lebih baik menyewa tempat yang cocok

kira-kira 9-11 km dan tinggal di sana, membawa serta sahabat

Perancis atau Spanyol atau orang lain yang dapat dipercaya untuk

menunggu di pelabuhan sampai kapal siap berlabuh, sehingga ketika

syaratnya terlaksana Pater bertiga dapat naik.

8. Ketika Pater tiba Skotlandia dan berbicara dengan Raja, akan sangat

berguna untuk meminta surat rekomendasi kepada orang-orang

Irlandia agar Pater menerima sambutan yang baik.4 Tinggallah di

istana Raja sampai Pater menerima balasannya. Dengan surat

rekomendasi dan sebuah surat dari kedutaan, kirimlah seorang utusan

ke Inggris. Jika mungkin utusan ini hendaknya pergi dengan seorang

perwira Raja supaya memiliki kuasa yang lebih dan terhubung dengan

Raja, atau dengan jalan apa pun yang lebih mudah.

9. Sambil menunggu balasan, Pater dapat serajin mungkin

mendengarkan pengakuan dosa dan memberi latihan rohani dan

4
James V (1512-1524) adalah raja pada masa itu.

196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bimbingan rohani. Seyogianya Pater Salmeron lekas memberi

khotbah dalam bahasa Latin setelah melakukan persiapan yang

saksama.

10. Seyogianya Raja Skotlandia diberitahu mengenai cara bertindak

Pater, khususnya bagaimana Pater tidak menerima apa pun untuk diri

Pater sendiri dari surat-surat piutang tetapi harus mengumpulkan apa

pun yang Pater terima kepada pribadi yang dapat dipercaya untuk

disalurkan kepada orang miskin di rumah sakit dan dalam pekerjaan

amal kasih yang lain yang dirasa paling baik untuk pelayanan dan

kemuliaan Tuhan Allah kita.

11. Pada saat di Skotlandia, jika semua hal berjalan baik dalam Tuhan,

hendaknya Pater memohon kepada Raja supaya seorang petugas

istana memperhatikan penerimaan surat apa pun yang Pater tulis dari

Irlandia untuk Paris dan Roma. Demikian pula surat yang dikirim dari

Paris dan Roma dan juga untuk membayar semua biaya kartu pos.

Bertanyalah dengan teliti mengenai bankir mana di Skotlandia yang

terhubung dengan Paris sehingga Pater memiliki sarana-sarana lain

bagi pengiriman surat-surat Pater.

12. Apabila Pater pergi jauh atau tidak mendapat penginapan, makanan,

dan minuman, biarkanlah Pater dibimbing oleh kebijakan Pater

Francisco, demi Allah Tuhan kita yang melimpahkan kemurahan hati

pada Pater melalui dirinya.5

5
Fransisco Zapata, seorang imam Spanyol dan aspiran untuk Serikat, yang menemani mereka.
Dia masuk dan kelak meninggalkan Serikat, lalu menjadi seorang Fransiskan.

197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13. Keputusan berangkat dari pelabuhan mana, pada saat kapan,

dispensasi apa yang hendaknya diberikan, dengan siapa berbicara,

masalah lain yang menyinggung kantor utusan, hendaknya diputuskan

oleh Pater bertiga melalui suara terbanyak. Singkatnya, dalam

masalah apa pun, ketika musuh menabur perselisihan, putuskanlah

dengan suara mayoritas.

14. Dalam pembicaraan dengan raja-raja atau orang-orang lain yang

berkedudukan yang mengakui Pater sebagai utusan Paus, biarlah Pater

Paschase yang berbicara. Namun, jika Pater memutuskan yang

berbeda, keputusan harus selalu berasal dari suara mayoritas.

15. Dalam perjalanan, Pater hendaknya menulis surat dengan saksama

dan terus-menerus; yaitu dari titik keberangkatan, dari tempat

Kardinal Inggris, dari tempat Sri Paus, dari Lyon di Perancis, dari

Paris, dari pelabuhan pemberangkatan, dari Skotlandia, dari Irlandia,

pada hari pertama setiap bulan atau dua atau tiga hari sebelumnya, di

mana pun Pater sedang tinggal, dengan penuh perhatian dan dalam

dua salinan. Pertama-tama, tulislah untuk Kardinal Inggris, Brindisi,

Santa Croce, dan Carpi. Setiap berita harus ditulis pada lembaran

terpisah sehingga dapat dibuat salinan dan ditunjukkan kepada

mereka dan kepada orang lain yang kita pilih.6 Jika tidak ada banyak

halangan, Pater boleh menuliskannya secara langsung. Surat-surat

yang Pater tulis kepada mereka dikirim terpisah dengan segel lilin

materai atau tertutup beserta salinan surat. Kirimkanlah surat itu

6
Kardinal Brindisi adalah Girolamo Aleandro de la Motta.

198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepada kami. Dalam hal-hal yang mendasar, Pater harus melaporkan

jalannya peristiwa demi memperoleh kemajuan rohani lebih baik.

Perhatikanlah isi berita supaya tidak mengandung nasihat, sebab

berita itu akan ditunjukkan kepada orang-orang terpelajar yang

mengingingkan laporan singkat mengenai banyak hal daripada

laporan dengan banyak kata-kata yang tidak mereka butuhkan.

Mengenai perkara-perkara lainnya, tulislah pada lembaran terpisah.

16. Berita yang meneguhkan iman hendaknya dikirim dengan surat

bersegel. Seluruh paket hendaknya ditutup dalam satu sampul dan

dialamatkan “Kepada Pater Hieronimus di Paris”, sehingga Pater

Hieronimus boleh membaca isi berita saja dan membawa itu kepada

saya dengan surat-surat yang bersegel. Pater dapat menulis surat

kepada kami dengan tiga jalan: dari Portugal melalui wilayah

Pengkhotbah Raja;7 dari Biscay kepada Paduka Loyola di Kota

Azpeitia, Provinsi Guipúzcoa; atau dari Skotlandia. Yang terakhir

inilah yang tampaknya paling tepat.

17. Buatlah ujub perayaan ekaristi untuk Guidiccioni secara rutin.

Apabila Pater menulis surat kepada saya, katakanlah berapa banyak

ekaristi yang telah Pater rayakan.8

18. Jika saya memikul tanggung jawab yang Pater terima, maka melalui

kedatangan di kota tempat kita harus tinggal, saya akan makan dan

tidur tergantung waktu kedatangan kita. Pada hari itu atau setelah

7
Joáo Soares, O.S.A.
8
Kardinal yang bertanggung jawab untuk menguji Formula Institusi Serikat bernama Kardinal
Guidiccioni.

199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penyambutan kita, saya segera akan – pada hari atau selanjutnya,

dengan menghadapi beberapa rintangan, sebelum disediakan apa pun

– mengambil uang yang tersisa dari Pater untuk menyalurkannya

kepada orang miskin dan menyisihkan pula sebagian untuk pakaian

dan sepatu yang tahan dingin dan tahan dari iklim setempat. Saya akan

meminta derma demi cinta Tuhan kita dari pintu ke pintu selama satu

atau dua hari. Berikutnya, Tuhanlah yang akan memberi insipirasi

pada Pater. Saya mengkhususkan petuah ini untuk Pater berdua

[Paschase dan Salmeron]. Pater Fransisco boleh berbuat demikian jika

ia tergerak devosi dan cinta dalam Tuhan kita.

19. Jika mereka memberi Pater sebuah gereja atau rumah, rawatlah sebaik

mungkin. Akan tetapi, wanita, baik muda maupun tua, tidak boleh

tinggal di sana.

20. Jangan memiliki keledai atau kuda. Berusahalah mencari beberapa

orang Spanyol dan Perancis yang mengetahui bahasa negara itu.

Dalam hal berpakaian dan makan hendaknya selalu mengarah pada

kesederhanaan. Mengenai surat piutang, ambillah kurang lebih

setengah atau sepertiga dari ukuran rata-rata, seperti yang Pater

anggap layak. Jangan menerima uang melalui tangan Pater sendiri,

tetapi tempatkanlah segala pemberian kepada penduduk setempat

yang paling dapat dipercaya atau saleh, untuk disalurkan kepada orang

miskin atau pekerjaan saleh yang mereka anggap paling baik demi

lebih besarnya pelayanan bagi Tuhan.

200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21. Orang yang sama harus dapat dipercaya untuk membantu Pater

dengan uang ini atau sebagian dari uang tersebut. Pastikanlah bahwa

Pater tidak menerima uang melalui tangan Pater sendiri. Namun,

ketika kebutuhan memaksa Pater untuk mendapatkan makanan demi

cinta Allah Tuhan, meminta-mintalah dari pintu ke pintu atau di mana

saja mereka rela memberi derma atas dasar cinta dan hormat kepada

Pater. Mereka hendaknya menyediakannya dengan cara atau

kebiasaan mereka demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan.

22. Jika mereka menolak keputusan Pater menerima derma dari orang lain

di luar Serikat yang ditunjuk, sehingga mereka membuat laporan

mengenai apa yang mereka habiskan dan Serikat tidak menerima dana

sedikit pun atau bahkan tidak diberi laporan mengenai itu, kecuali

ketika mereka harus mengemis dari pintu ke pintu, katakanlah:

“Kalian telah menerima dengan cuma-cuma, maka berilah dengan

cuma-cuma.”

[Surat II]

Catatan Misi di Irlandia

1. Tujuan misi ke Irlandia berkaitan dengan masalah dalam bidang

rohani. Bantulah mereka sejauh kemampuan Pater, seturut

keprihatinan oleh Bapa Suci dan bangsawan pelindung yang

termahsyur di provinsi itu.

2. Kami akan menyebutkan beberapa pokok tentang apa yang hendaknya

dilakukan oleh mereka yang diutus ke sana, apa yang hendaknya

201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka beritahukan kepada kita mengenai ini, dan bantuan apa yang

mereka berikan dari Roma.

Apa yang harus mereka lakukan di Irlandia

3. Pertama, kunjungilah pemimpin Katolik, dan terutama empat

bangsawan penting di daerah itu. Atas nama Bapa Suci, pujilah

kesetiaan dan semangat mereka sebagai Katolik. Doronglah mereka

untuk bertekun dan seterusnya.

4. Kunjungilah juga uskup Katolik dan lakukanlah hal yang sama. Jika

mereka gagal dalam tugas mereka, misalnya memberi teladan hidup

yang buruk kepada umat keuskupan, atau tidak tinggal di katedral

mereka, atau tidak mengunjungi umat mereka, atau tidak melihat apa

yang dikatakan Takhta Suci atau gereja-gereja dijaga karena aturan,

atau pilih kasih dan menarik keuntungan dari pelayanan, atau dengan

cara lain, peringatkanlah mereka dan nasihatilah mereka untuk

bersikap lebih baik.

5. Hal yang sama juga berlaku bagi imam, terutama imam paroki.

Lakukanlah semua hal baik yang dapat Pater lakukan. Bantulah cara

hidup mereka dengan nasihat-nasihat Pater sendiri. Singgahlah di

wisma uskup untuk memperbaiki kesalahan mereka dalam hal dosa

publik atau kelalaian dalam melaksanakan tugas mereka dalam hal

ibadat suci dan penyelamatan jiwa-jiwa. Pater boleh menggunakan

kekuasaan dan kewenangan yang Pater miliki untuk membantu imam

yang lebih rendah.

202
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Berilah perhatian khusus bagi tata tertib perayaan sakramen. Amatilah

bagaimana imam membaptis, mendengarkan pengakuan, pelayanan

komuni suci, memberi pengurapan orang sakit, sakramen perkawinan,

dan bagaimana uskup menerimakan sakramen penguatan dan

menahbiskan imam, agar Pater dapat menasihati mereka. Sejauh

memungkinkan, perbaikilah pula kekurangan Pater sendiri, terutama

mengenai sakramen pengakuan dan ekaristi.

7. Amatilah juga apakah Sabda Tuhan dikhotbahkan dengan cara

Katolik. Bantulah dengan petunjuk dan bantuan lain menurut

kemampuan Pater. Ajarilah mereka seperti Pater mengajari diri Pater

sendiri dan arahkan mereka untuk menjalankan kehidupan sebagai

umat Kristiani yang baik.

8. Jika Pater mendengar pengkhotbah atau imam paroki heretik,

amatilah apakah izin mereka dicabut sehingga tidak ada kesempatan

untuk membahayakan umat. Pater harus berusaha keras untuk

menunjukkan kebenaran kepada mereka dengan penuh kelembutan.

Jika mereka keras kepala dan butuh dibantu orang lain yang lebih

berkuasa daripadanya, maka Pater harus berusaha untuk menutup

rapat-rapat kasus dan hukuman mereka.

9. Teguhkanlah iman orang yang sedang sakit dan nasihatilah mereka

untuk mengaku dosa dalam kondisi apa pun dan dengan cara yang

sesuai, tanpa menimbulkan ketakutan atau kesembronoan.

10. Jika Pater mendengar orang yang mahir mengatur dan memerintah

orang lain, bawalah mereka untuk mendengarkan pengarahan bapak

203
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

uskup. Nantinya, kita akan meminta bantuan orang itu dan

memberinya upah yang pantas.

11. Jika di beberapa tempat Pater dapat mendirikan sekolah dasar, carilah

guru Katolik yang memadai. Sebab, cara itu hendaknya menjadi

sarana yang luar biasa untuk melawan kebodohan yang luas di negara

itu. Bujuklah orangtua untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Anak-anak itu hendaknya diajari membaca, menulis, pendidikan

moral yang baik, dan belajar iman Katolik.

12. Amatilah, langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk

memperbaiki atau mereformasi keadaan beberapa biara pria dan

wanita.

13. Sebaiknya Pater berusaha memperkenalkan (atau memperbaiki jika

sudah ada) rumah gadai demi bantuan kepada orang miskin, rumah

sakit, dan karya saleh lainnya seperti biasa dan tinggallah di sana.

14. Semua karya belas kasih dan pekerjaan lain yang disebutkan di atas

biasanya dilaksanakan oleh anggota Serikat ini demi kebaikan jiwa-

jiwa. Menurut Serikat, Pater dilarang menerima upah atau bahkan

derma sebagai pengganti untuk apa pun yang Pater lakukan. Jika

membutuhkan, Pater boleh menggunakan derma untuk mendukung

karya Pater tetapi Pater tidak boleh meminta atau bahkan

menerimanya sebagai pengganti untuk pekerjaan yang Pater lakukan.

Berusahalah memberi kemajuan rohani melalui teladan dan semangat

cinta kasih Pater demi keselamatan jiwa mereka dan seterusnya.

204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15. Suatu saat, ketika kemuliaan Tuhan dan kebaikan bersama membawa

Pater pada situasi yang membahayakan nyawa Pater – tanpa tergesa-

gesa atau mencobai Tuhan – janganlah Pater melarikan diri dari

bahaya. Sebaliknya, katakanlah hal-hal yang umum, dengan

menggunakan semua kemampuan dan kebijaksanaan yang Pater

miliki, supaya tidak ditangkap oleh pasukan Ratu9. Berkonsultasilah

dengan beberapa umat Katolik supaya Pater dapat melihat betapa jauh

Pater sekalian dapat menghadapi orang-orang di daerah yang

dipimpin oleh kaum heretik Inggris.

Masalah mengenai siapa yang hendaknya mengirim informasi ke Roma

16. Pertama, Pater hendaknya memberi seluruh informasi mengenai

negara Katolik dan taat kepada Takhta Suci, pemimpin Gereja dan

pemimpin sekularnya, dan penduduknya. Ceritakanlah pula suka duka

yang dialami sehari-hari di sana. Cara menulis informasi ini

hendaknya diberikan secara terpisah.

17. Jika di sana ada pejabat Gereja yang tidak dapat diperingatkan dan

bersikap sangat buruk, tidak ada jalan lain kecuali Takhta Suci

memperbaiki tingkah laku mereka yang memalukan meski mereka

beriman Katolik. Pater harus menasihati mereka dengan penuh iman

dan kejujuran mengenai apa yang harus dilakukan.

9
Menyebutkan Ratu Elizabeth pada kerangka ini barangkali sebuah anakronisme (penempatan
pada waktu yang salah) si penyalin surat terakhir.

205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18. Hal yang sama juga berlaku bagi pejabat negara, yaitu mereka yang

bersikap buruk dalam masalah keagamaan dan tidak cukup menerima

koreksi dari orang di sekitarnya.

19. Kirimlah daftar orang yang Pater nilai sesuai untuk jabatan uskup.

Jika terjadi takhta lowong, Pater harus menyebut nama seseorang

yang Pater anggap paling cocok dan berikanlah alasan Pater.

20. Ketika Pater datang ke Roma untuk mengajukan daftar calon uskup

atau urusan yang lebih besar, dengan mempertimbangkan orang-

orang di Roma, kirimkanlah pendapat Pater mengenai mereka cocok

menjadi pejabat Gereja. Jika Pater menimbang bahwa mereka tidak

cocok, tulisan Pater jangan mengarah ke sana.

21. Pada umumnya, jika Pater berpikir bahwa ada penilaian penting yang

dapat digunakan Takhta Suci demi kebaikan seluruh Provinsi, Pater

dapat menyebutkannya dalam surat.

[Surat III]

Cara Bernegosiasi dan Berelasi dengan Sesama dalam Tuhan

1. Dalam menghadapi setiap orang, terutama dengan yang sederajat atau

berkedudukan lebih rendah daripada Pater sekalian, jangan cepat-

cepat angkat bicara dan hematlah perkataan Pater. Dengarkanlah

206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

secara saksama sampai mereka menyelesaikan apa yang ingin

dikatakan. Jawablah pertanyaan yang diberikan saja dan cukuplah

dengan apa yang Pater katakan. Jika ia berbicara lagi, tanggapilah

sesingkat mungkin dan akhirilah dengan segera dan ramah.

2. Supaya berhadapan dan memenangkan hati orang yang berkedudukan

tinggi dan berpengaruh, demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan,

pertama-tama pelajarilah karakter mereka dan sesuaikanlah dengan

diri Pater sendiri. Jika mereka keras, cepat, dan suka bicara,

gunakanlah sedikit caranya untuk bicara hal yang baik dan yang suci

dan jangan terlalu serius, murung, dan pendiam. Jika mereka pemalu

dan pendiam, jangan cepat-cepat bicara. Bicaralah mengenai hal-hal

yang penting dan serius dengan gaya yang sama, karena cara ini

menyenangkan hati mereka. “Bagi semua orang aku telah menjadi

segala-galanya.” (1Kor 9:22)

3. Ingatlah bahwa ketika orang temperamental berhadapan dengan

sesama orang temperamental, ada bahaya besar bahwa percakapan

mereka akan berakhir dalam sebuah konflik, kecuali mereka dipenuhi

oleh satu semangat yang sama. Bagaimana pun, sejauh mungkin,

setiap orang yang tahu bahwa sifatnya temperamental ketika

berhadapan dengan orang yang memiliki sifat sama, ia harus sadar

akan dirinya dan menata diri untuk sabar dan tidak membuat masalah

dengannya; apalagi jika ia tahu bahwa yang lain sedang tidak baik

kesehatannya. Dalam pertemuannya dengan pribadi yang lebih

207
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lembut, tidak begitu banyak bahaya yang muncul karena perselisihan

akibat kata-kata yang ceroboh.

4. Dalam percakapan apa pun, tatkala kita sedang berusaha

memenangkan hati seseorang dan memikatnya demi lebih besarnya

pelayanan pada Tuhan, kita harus menggunakan strategi yang

digunakan musuh membimbing Roh Baik kepada dosa. Musuh datang

melalui pintu seseorang dan keluar melalui pintunya. Musuh masuk

pintu yang lain dengan memuji daripada melawan caranya. Musuh

masuk dengan lembut kepada jiwa dengan menariknya kepada

kebaikan dan pikiran suci yang membawa pada ketenangan jiwa.

Kemudian, sedikit demi sedikit, dia berusaha mengeluarkan jiwa dari

pintu kebaikan, dengan menarik seseorang jatuh pada sesuatu yang

tampaknya baik, tetapi sebenarnya jahat. Dengan cara yang sama, kita

yang berbuat baik dapat memuji seorang pribadi mengenai beberapa

hal yang baik, melepaskan apa yang salah. Sekali kita telah

memenangkan cintanya, kita akan lebih baik mendapat apa yang kita

inginkan. Demikianlah, kita masuk pintunya dan keluar melalui pintu

kita.

5. Dengan pribadi yang sedang mengalami putus asa, kita hendaknya

memperlihatkan sikap senang, bercakap-cakap panjang lebar, dan

menunjukkan kegembiraan dan penuh keceriaan rohani dan jasmani,

sehingga dapat menetralkan apa yang sedang mereka rasakan demi

kemajuan yang lebih besar dan penghiburan rohani.

208
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6. Dalam setiap hal yang kita lakukan, terutama ketika mendamaikan

perselisihan dan melakukan percakapan rohani, kita hendaknya

berada dalam posisi kita dan menganggap bahwa apa pun yang kita

katakan mungkin atau pasti menjadi hal publik.

7. Dalam melaksanakan tugas perutusan, bermurah hatilah dalam hal

waktu. Jika Pater menjanjikan sesuatu untuk esok hari, lakukanlah

hari ini apabila mungkin.

8. Sementara Pater berjaga-jaga, lebih baik bila Pater Fransisco

menerima biaya tersebut. Pater lebih bebas menolak permintaan dari

siapa pun jika Pater semua tidak pernah menyentuh uang.

Alternatifnya, Pater dapat memberikan dispensasi atau kemudahan

atas masalah itu setelah pribadi yang meminta itu telah membayar

biaya kepada orang yang telah siap menerima uang tersebut dan

membawakan kuitansinya kepada Pater atau ambillah prosedur apa

pun yang lebih resmi, selama Pater bertiga dapat mengatakan bahwa

Pater tidak pernah menyentuh uang apa pun dari misi ini.

209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Surat kepada Para Yesuit yang diutus ke Konsili Trente

(Surat 123: I:386-89; Asli: bahasa Spanyol)

Roma, awal 1546

Petunjuk untuk Tinggal di Trente:

Perihal Berhubungan dengan Sesama

1. Dengan bantuan rahmat Tuhan, pergaulan dan persahabatan dengan banyak

orang akan sangat menguntungkan bagi keselamatan dan kemajuan jiwa

kita. Demikian pula sebaliknya, jika kita tidak ditolong oleh rahmat Tuhan,

pergaulan pun dapat mencelakakan jiwa kita dan kadangkala bagi orang

lain. Panggilan kita tidak menghindarkan kita dari pergaulan dengan orang

lain. Semakin kita siap melangkah menurut rencana kita, semakin kita

bertindak lebih dalam Tuhan. Pokok-pokok di bawah ini, yang dapat

disesuaikan atau ditambah menurut kebutuhan, dapat menjadi bantuan bagi

kita untuk bertindak dalam Tuhan.

2. Jangan cepat-cepat angkat bicara. Berbicaralah dengan pertimbangan dan

hormat, khususnya ketika merumuskan masalah yang akan didiskusikan

dalam Konsili.

3. Jangan cepat-cepat angkat bicara, kecuali Pater telah mendengarkan dengan

cermat sehingga Pater bisa memahami maksud, kecenderungan, dan

harapan orang yang sedang bicara. Dengan demikian, Pater akan lebih baik

memahami masalahnya ketika tiba saatnya untuk bicara atau ketika sedang

diam.

210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Bila suatu tema sedang didiskusikan, hendaknya Pater lebih

mempertimbangkan alasan dari kedua belah sisi tanpa menunjukkan

kelekatan pada pendapat Pater sendiri. Pater hendaknya berusaha supaya

tidak ada pihak yang dikecewakan.

5. Pater tidak boleh mengutip siapa pun, terutama pendapat orang penting,

untuk mendukung pendapat Pater sendiri, kecuali jika telah

dipertimbangkan dengan matang. Pater hendaknya berhubungan dengan

setiap orang dengan setara dan tanpa memihak siapa pun.

6. Jika masalah yang didiskusikan sejak awal tidak dapat atau tidak seharusnya

didiamkan, berikanlah pendapat Pater dengan rendah hati dan tenang, dan

akhirilah dengan kata-kata salvo meliori iudicio – semoga ada pendapat

yang lebih baik.

7. Akhirnya, jika pokok-pokok masalah tentang manusia dan ajaran iman

sedang didiskusikan dan Pater merasa ada yang ingin Pater katakan, akan

sangat membantu untuk mengabaikan waktu luang pribadi atau

kenyamanan Pater sendiri. Pater lebih baik memilih menyesuaikan diri demi

kenyamanan orang yang Pater ajak bicara sehingga Pater dapat

memengaruhinya demi lebih besarnya kemuliaan Allah.

Petunjuk tentang Pelayanan

8. Ketika di Trente, Pater hendaknya berusaha hidup bersama di tempat yang

pantas. Yang harus Pater usahakan untuk memenuhi lebih besarnya

kemuliaan Tuhan, yaitu dengan berkhotbah, melayani pengakuan dosa,

mengajar orang dewasa, mengajar anak-anak, memberi teladan baik,

211
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengunjungi kaum miskin di rumah sakit, dan memberi ekshortasi kepada

sesama menurut kemampuan atau talenta mereka. Semua ini dilakukan

untuk dapat menggerakkan sebanyak mungkin orang untuk berdevosi dan

berdoa. Berdoalah dan ajaklah orang-orang untuk berdoa secara khusus

kepada Tuhan Allah kita, memohon semoga takhta ilahi-Nya berkenan

mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada semua pihak yang terlibat dalam

konsili agung ini. Demikianlah harapan kita sehingga Roh Kudus berkenan

menurunkan rahmat dan anugerah-Nya yang melimpah kepada konsili.

9. Dalam khotbah jangan menyentuh pokok-pokok perbedaan Protestan dan

Katolik, namun berilah nasihat tentang keutamaan hidup dan devosi-devosi

yang disetujui oleh Gereja. Bangkitkanlah dalam jiwa-jiwa mereka

pengenalan diri dan cinta kepada Pencipta dan Tuhannya. Sering-seringlah

menyebut tentang konsili dalam khotbah Pater dan sebagaimana disebutkan

di atas, akhirilah khotbah Pater dengan doa untuk konsili.

10. Ketika Pater mengajar, ikutilah aturan yang sama dengan aturan berkhotbah.

Berusahalah untuk mengobarkan jiwa murid-murid Pater rasa cinta kepada

Pencipta dan Tuhannya. Jelaskan maksud bacaan yang didiskusikan dan

mintalah murid-murid Pater untuk berdoa seperti yang disebutkan di atas.

11. Ketika Pater melayani sakramen pengakuan dosa, ingatlah untuk

mengatakan apa yang telah Pater ajarkan di depan umum. Sebagai penitensi,

ajaklah mereka berdoa bagi konsili.

12. Ketika memberikan Latihan Rohani dan percakapan rohani, ingatlah bahwa

Pater sama saja berbicara kepada khalayak ramai. Ingatlah bahwa hanya

latihan dari minggu pertama saja yang boleh Pater berikan kepada semua

212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orang, kecuali Pater berelasi dengan orang yang disiapkan untuk

memutuskan panggilan hidup mereka menurut aturan pemilihan (electio).

Sepanjang Latihan Rohani dan pada akhir latihan, orang itu tidak boleh

membuat kaul. Ia juga tidak boleh ditempatkan terasing, khususnya pada

awal latihan. Jika waktu memungkinkan dan bila Latihan Rohani diberikan

kepadanya secara penuh, ia boleh melaksanakannya sejauh itu tidak

berlebihan. Ajaklah ia untuk berdoa pula untuk konsili.

13. Pater harus mengajar katekismus kepada anak-anak pada waktu yang tepat.

Waktu yang disepakati dan tempat yang dipakai mungkin akan saling

berlainan. Mulailah dengan mengajarkan hal-hal mendasar dan jelaskanlah

sesuai dengan kebutuhan murid-murid Pater. Pada setiap akhir pelajaran,

ajaklah mereka berdoa untuk konsili.

14. Kunjungilah rumah sakit pada waktu yang paling sesuai sehingga tidak

merugikan kesehatan jasmani. Layanilah pengakuan dosa bagi papa miskin

dan hiburlah mereka, bahkan jika mungkin bawalah serta hadiah kecil.

Ajaklah mereka berdoa seperti yang telah saya anjurkan pada waktu mereka

melakukan pengakuan dosa. Karena Pater semuanya berjumlah tiga orang,

setiap orang harus bergiliran mengunjungi kaum miskin dua kali seminggu.

15. Doronglah mereka yang Pater kunjungi untuk sering mengaku dosa,

menerima komuni, atau mengikuti ekaristi. Berikanlah latihan rohani dan

aneka kesalehan lain, termasuk anjurkanlah mereka untuk berdoa bagi

konsili.

16. Sebagaimana saya katakan di atas, saat mengungkapkan penilaian pada

masalah yang didiskusikan, sebaiknya jangan cepat-cepat angkat bicara dan

213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bicaralah sedikit saja. Namun di satu sisi, jika Pater ingin mendorong jiwa-

jiwa menuju kemajuan rohani, lebih baik berbicara panjang lebar, secara

tertata, dengan cinta penuh perasaan.

Cara Menolong Diri Sendiri

17. Ambillah satu jam di waktu malam untuk bercerita satu sama lain apa yang

telah dilakukan sepanjang hari dan apa yang harus dilakukan pada hari

berikutnya.

18. Pater harus membuat kesepakatan, entah hal-hal yang lampau dan akan

datang, melalui pemungutan suara atau dengan cara lain.

19. Pada malam hari hendaklah orang minta kepada yang lain untuk

memberikan correctio fraterna mengenai kesalahan yang diperbuat. Orang

yang dinasihati tidak boleh membalas kecuali meminta penjelasan tentang

apa yang dikoreksi dan diperbaiki. Pada malam berikutnya, orang kedua

hendaknya melakukan hal yang sama. Dengan demikian, setiap orang

mendapat gilirannya, sehingga mereka semua dibantu melalui cinta kasih

yang lebih besar dan berkembang pada semua sisi.

20. Buatlah niat dan tekad setiap pagi dan pemeriksaan batin dua kali sehari.

21. Perintah ini berlaku lima hari sejak kedatangan Pater di Trente. Amin.

214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk Mereka yang Diutus ke Misi

[Surat 24, 12:251-253, Asli: bahasa Itali]

Roma, 8 Oktober 1552

Dalam Serikat ini, Yesuit yang diutus untuk bekerja di kebun anggur Tuhan

harus mengingat tiga hal ini: yang pertama mengenai diri sendiri, yang kedua

mengenai sesama yang ia temui dan yang ketiga, mengenai pemimpin Serikat dan

seluruh tubuh Serikat tempat ia bernaung.

Pedoman-Pedoman Menyangkut Diri Sendiri

1. Sehubungan dengan diri sendiri, ia seharusnya tidak melupakan diri karena

perhatiannya kepada sesama. Ia harus menolak berbuat dosa, bahkan yang

paling kecil pun supaya bisa lebih jauh memperoleh hasil yang paling besar

di dunia ini dan bahkan tidak boleh menempatkan diri dalam bahaya berbuat

dosa terkecil itu.

2. Ia akan terbantu jika menghindari orang-orang yang dipandang

membahayakan. Apabila terpaksa bergaul dengan orang-orang seperti itu,

ia harus bertemu sejarang mungkin dan selalu di hadapan umum. Ia harus

memperhatikan penampilan lahiriah dan memandang ciptaan Tuhan, bukan

dari sisi menarik atau tidak, melainkan sebagai pribadi yang dibasuh dalam

darah Kristus, sebagai citra Allah, sebagai bait Roh Kudus, dan

semacamnya.

3. Ia harus melindungi diri mereka dari segala yang jahat dan memperoleh

setiap keutamaan. Semakin sempurna memiliki keutamaan-keutamaan

215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut, semakin ia berhasil menarik orang-orang kepadanya. Untuk

maksud ini, tindakan yang sangat mendukung adalah menyediakan waktu

setiap hari untuk pemeriksaan batin, doa, dan menyambut sakramen-

sakramen dan sebagainya.

4. Ia harus memperhatikan kesehatan dan kekuatan badan.

Pedoman-Pedoman Menyangkut Sesama

5. Mengenai sesama, kita harus hati-hati dengan orang yang kita hadapi.

Mereka adalah pribadi-pribadi yang dapat kita harapkan memberi buah yang

lebih banyak, karena kita tidak bisa menemui semua orang. Mereka haruslah

orang yang lebih butuh dibantu dan memiliki jabatan tinggi sehingga dapat

memengaruhi orang lain karena wawasan dan hal-hal yang dimilikinya.

Mereka adalah orang yang cocok menjadi rasul. Umumnya, setelah orang

usai dibantu, mereka dapat membantu sesamanya bagi kemuliaan Allah.

6. Mengenai pekerjaan yang dilakukan, kita harus lebih mengutamakan hal-

hal yang dikhususkan bagi kita daripada semua hal lain. Di antara karya-

karya lain, kita harus memilih yang lebih baik; yaitu yang lebih rohani

daripada yang jasmani, yang lebih mendesak daripada yang kurang

mendesak, yang lebih umum daripada yang khusus, yang lebih tahan lama

daripada yang sementara. Demikian dikatakan karena kita tidak bisa

memilih keduanya. Kita harus ingat bahwa kita tidak cukup hanya memulai,

tetapi kita harus sekuat mungkin menyelesaikannya dan menjamin

kelangsungan karya-karya baik dan saleh itu.

216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Mengenai sarana-sarana yang harus kita gunakan, di samping teladan hidup

baik dan dambaan suci, kita harus mempertimbangkan apakah kita

hendaknya menggunakan pengakuan dosa atau percakapan-percakapan dan

latihan rohani, atau mengajar katekese, atau memberi kuliah, khotbah dan

yang lain. Kita harus memilih “senjata-senjata” yang kita gunakan, karena

kita tidak bisa menggunakan semua yang dirasa lebih efektif dan lebih kita

akrabi.

8. Mengenai sikap dan cara bertindak, kita harus berusaha untuk menjadi

rendah hati dengan mulai dari bawah dan tidak melibatkan diri dalam hal-

hal yang tinggi-tinggi, kecuali kita diminta dan ditanya atau jika diskresi

mengarahkan kita ke hal tersebut. Dengan demikian, kita harus

mempertimbangkan waktu, tempat, dan pribadi-pribadi. Diskresi tidak

dapat dikurung dalam aturan yang keras dan kaku. Cara bertindak kita harus

memasukkan usaha menjaga kehendak baik orang yang kita hadapi dengan

kata-kata yang didasarkan pada kebenaran, keutamaan, dan kehangatan

berelasi serta menjaga kehendak baik orang yang berpengaruh. Kita harus

menggunakan kebijaksanaan suci dalam menyesuaikan diri dengan semua

orang. Kebijaksanaan macam ini benar-benar akan diajarkan oleh Roh

Kudus, tetapi kita sendiri dapat membantunya dengan refleksi dan

mencermatinya secara teliti. Pemeriksaan batin yang telah disebut di atas

bisa diperluas dengan memasukkan hal ini dan harus dibuat secara teratur

setiap hari. Kita harus memberikan perhatian khusus kepada persoalan-

persoalan hati nurani. Bila solusi terhadap persoalan-persoalan nurani tidak

217
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

jelas, kita seharusnya tidak memberi jawaban atau solusi secara terburu-

buru, tetapi mempelajari dan membuat pertimbangan yang diperlukan.

Pedoman-Pedoman Terkait dengan Serikat

9. Hal yang harus dimiliki pemimpin dan tubuh Serikat pertama-tama adalah

membiarkan diri kita dibimbing oleh Pembesar dan menginformasikan

kepada Pembesar apa yang harus diketahuinya dan dengan taat menjalankan

perintah-perintah yang diberikan.

10. Kita dapat mendukung reputasi dan nama baik Serikat dengan membantu di

mana saja Pater dapat melakukan bagi kemuliaan Allah. Hal ini hendaknya

dilakukan secara khusus dengan mendukung pendirian kolese-kolese, bila

melihat kesempatan; khususnya dengan menarik kandidat-kandidat yang

bisa diterima untuk Serikat. Orang-orang yang dimaksud ini haruslah orang-

orang yang terdidik, cekatan, berjiwa muda, teristimewa bila mereka

memiliki kepribadian baik, kesehatan baik, cerdas, siap untuk hal-hal yang

baik, dan bebas dari halangan-halangan lain dan sebagainya.

218

Anda mungkin juga menyukai