ABSTRAK
PENDAHULUAN
Hobbes, Locke, dan Rousseau yang akan didiskusikan dalam kesempatan ini
merupakan tiga orang dari sekian banyak tokoh filsafat politik abad 17 dan 18 yang
mempunyai pemikiran kunci dalam legitimasi dan kekuasaan kenegaraan. Sejak
keruntuhan pola masyarakat tradisional dan feodal era reformasi, kekuasaan politik
mulai dilihat sebagai suatu pemikiran yang bersifat pragmatis. Adanya pragmatisasi
dalam politik menunjukkan gejala sekularisme semakin menyusup dalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat, yang memungkinkan pula bagi terselenggaranya faham
empirisme, positivisme dalam ilmu pengetahuan. Orang mulai bersikap kritis dan setiap
perkembangan logis harus dapat dibuktikan keabsahannya.
Reformasi menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan menghilangkan
kepercayaan tanpa dasar pada hal-hal yang magis, mistis atau tahyul. Perkembangan
pemikiran manusia ini membawa implikasi pula politik bernegara. Kalau pada Abad
30
Serambi Akademica, Volume VI, No. 2, November 2018 ISSN : 2337 - 8085
PEMBAHASAN
Hobbes, Locke, Rousseau, dan Teori Perjanjian Sosialnya
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes lahir di Inggris pada 5 April 1588 dan meninggal pada 4
Desember 1679. Ia adalah seorang anak pendeta. Hobbes dibesarkan oleh saudara
ayahnya dan pernah belajar di perguruan tinggi Oxford, tetapi ia merasa bahwa
pendidikan di perguruan tinggi ini kurang member manfaat (Deliar Noer, 1982:76).
Waktu Hobbes lahir Ratu Elisabeth I sedang menundukkan golongan Katolik dengan
kejam, Irlandia dan Skotlandia ditaklukkan. Keadaan ini semakin meluas di bawah
pemerintah raja-raja dari keluarga Stuart yang menggantikannya. Inggris semakin
terpecah karena pertentangan antara Gereja Anglikan resmi dan golongan Katolik, dan
antaran raja dengan parlemen ( Magnis Suseno, 1987:201). Keadaan itu dikonstatir
oleh Hobbes, dan sunguh pun ia tidak ikut dalam percaturan politik itu, tetapi
memperagakan kehadirannya dalam bentuk tulisan yang mengandung buah pikiran
tentang masyarakat dan Negara (Deliar Noer, 1982:76)
Pada mulanya Hobbes tidak melibatkan diri dalam pergolakan-pergolakan yang
terjadi. Kedudukannya pada masa itu adalah sebagai sekretaris seorang bangsawan.
Karena itu ia memperoleh kesempatan untuk mengelilingi Eropa dan berkenalan
dengan tokoh-tokoh filsafat dan ilmuan. Kemudian ia terjun dalam percaturan politik,
sebagai seorang pembela dari hak-hak pemerintah raja Inggris. Dalam tahun 1640
ketika kedudukan Charles I sudang goncang, Hobbes terpaksa Hobbes melarikan diri
de Perancis. Selama di Perancis ia menjadi guru Charles, putra Inggris putra Cherles I
yang kemudian menjadi raja Charles II. Di samping itu ia berhasil menulisnya dua
karyanya yang menyebabkan ia terkenal dilapangan filsafat Negara dan ukum yaitu De
Cive, tentang warga Negara pada tahun 1642, Leviatan diterbitkan pada tahun 1651
(J.J. Von Schmid, 1980:134). Leviatan merupakan karya Hobbes yang utama tentang
Negara yang diperluas dari gagasan pokok yang telah dikemukakannya sebilan tahun
31
Zulfan
sebelumnya dalam buku De Cive. Buku tersebut mengandung filsafat Negara yang
paling menantang, konsepnya berani, argumentasinya taat azas dan kesimpulannya
tidak kenal kompromi. Karena itu sangat menarik perhatian para pembaca. Setelah ia
meninggal buku tersebut ditempatkan di daftar buku terlarang baik oleh Gereja Katolik
maupun Gereja Anglikan. Hobbes menggabarkan Negara sebagai makhluk raksasa dan
menakutkan yang menggelitimasikan diri karena hanya kemampuannya untuk
mengancam (Magnis Suseno, 1987:200)
Dalam merekayasa negara Hobbes mempergunakan paham perjanjian oleh
pihak negara. Negara berasal dari suatu perjanjian bebas antara individu-individu
yang belum bermasyarakat. Sebelum perjanjian sosial ada, manusia diandaikan hidup
dalam keadaan pra masyarakat atau state of nature, kondisi di mana terdapat kebebasan
mutlak dari setiap individu (absolute freedom). Manusia berada dalam kedudukan yang
sama, dan melakukan berbagai cara untuk membela haknya. Mereka berada dalam
situasi persaingan. Akibatnya individu-individu saling curiga mencurigai dan bersikap
bagaikan serigala terhadap manusia lainnya (homo homini lupus).
Teori perjanjian sosial ada karena state of nature dianggap tidak layak lagi,
sebab lebih banyak kerugiannya daripada kebaikan. Untuk itu perlu ada negara yang
mengatur kesejahteraan untuk semua. Segera bertugas mengatur masyarakat sehingga
masyarakat tidak lagi punya kebebasan mutlak. Jadi pembatasan kebebasan untuk
kepentingan bersama.
Menurut Hobbes bila tidak ada negara, maka manusia akan punah, negara
didirikan untuk menjamin eksistensi manusia. Akan tetapi setelah tercipta, maka
penguasa politik (negara) mempunyai kekuasaan mutlak (absolute power). Kemutlakan
wewenang negara dimaksudkan agar manusia dapat hidup tentram, teratur dan damai.
Sifat mutlak negara menyebabkan apa yang harus dianggap adil ditentukan
negara. Negara punya wewenang penuh untuk menetapkan apa yang buruk dan apa
yang baik, dan sebagainya. Di samping itu negara tidak punya kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban tindakannya. Hal ini bisa terjadi karena individu-
individu telah menyerahkan semua haknya pada negara. Adanya absolute power
menjadikan negara Hobbes benar-benar sebagai Sang Leviathan.
Hobbes menggambarkan negara sebagai yang menakutkan untuk menjadikan
masyarakat taat. Ancaman negara sedemikian rupa akan dapat menghentikan
kekacauan antara manusia, sebab taat berarti hidup, sedangkan membangkang berarti
mati. Kelemahan konsepsi negara Hobbes terutama terletak pada tidak adanya lembaga
kontrol, karena pembatalan terhadap penyalahgunaan kekuasaan hanya tergantung dari
kesadaran penguasa. Di samping itu kekuasaan negara hanya berdasarkan perasaan
takut warga negara (rakyat). Negara yang hanya mendasarkan kemampuan untuk
mengancam, secara struktural rapuh sifatnya dan negara mustahil bisa bertahan lama.
32
Serambi Akademica, Volume VI, No. 2, November 2018 ISSN : 2337 - 8085
tidak sembarang membunuh, dan merugikan orang lain. Ada hukum alam, di mana
orang tidak boleh mengambil lebih dari pada apa yang dibutuhkannya.
Setelah lahirnya ekonomi uang, maka bats alamiah tersebut menjadi hilang.
Sifat iri dan memusuhipun muncul. Keadaan alamiah berganti menjadi keadaan perang,
state of war. Masyarakat yang dikuasai ekonomi uang tidak akan dapat bertahan lama,
tanpa pembentukan negara yang akan menjamin milik pribadinya. Dengan demikian
negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi.
Kebebasan yang diciptakan Locke adalah kebebasan hak miliki (materialistis
sekularistis). Oleh karena negara sebagai pelindung makan pengawasan terhadap
penguasa politik sangat penting. Untuk itu, berbeda dengan Hobbes, Locke
mengadakan pembagian kekuasaan dalam negara menjadi tiga Badan, yaitu kekuasaan
legislatif (kekuasaan politik tertinggi yang bertugas membuat Undang-undang).
Pelaksanaan Undang-undang diserahkan kepada Badan eksekutif, dan masalah urusan
luar negara pada kekuasaan federatif.
Kelemahan yang tampak adalah Locke belum mencantumkan Badan pengawas
bagi terselenggaranya Undang-undang dengan baik dan lancar, yang kemudian dikenal
dengan Badan yudikatif. Pemikiran Locke ini disempurnakan kelak oleh Montesqieu
dengan Trias politiknya yang terkenal itu. Fungsi Badan Yudikatif terutama untuk
mencegah salah satu Badan di atas menjadi terlalu kuat dan menghancurkan
masyarakat.
Locke juga memisahkan antara agama dan negara pemisahan ini disebabkan
oleh berbedanya wewenang negara itu dengan wewenang agama. Wewenang negara
adalah bidang kehidupan duniawi, sedangkan wewenang agama adalah membimbing
manusia di jalan keselamatan kekal. Namun persoalannya tidaklah sesederhana
demikian, sebab adakalanya agama turut mengimplikasikan diri pada sikap-sikap dan
tuntutan-tuntutan yang menyangkut segala dimensi kehidupan, termasuk hidup
bernegara. Akibatnya hubungan agama dan negara oleh liberalisme itu menjadi
dangkal, tidak realistik, dan ideologis. Di samping itu, hak asasi dasar yang
dicanangkan Locke pun akhirnya tampak lebih menguntungkan golongan borjuis, agar
kebebasan berusaha dan untuk mengakumulasikan modal terjamin.
PENUTUP
Kesimpulan
Apa yang sudah terurai dalam paper ini merupakan analisis ringkas dari
pemikiran kenegaraan tiga tokoh filsafat politik abad 17 dan 18. Walaupun demikian,
pengaruh dari ajarannya terasa melampaui zaman di mana ia hidup, bahkan dalam
negara modern sekarang ini sebagian pemikiran tokoh ini semakin disempurnakan.
Ada beberapa persamaan, di samping perbedaan yang menyolok dari pemikiran
mereka. Hobbes, Locke misalnya, bertolak dari pengandaian yang sama, yaitu
mendrikan negara berarti melepaskan beberapa negara. Hak mereka yang masih tersisa
menjadi pembatas bagi kekuasaan negara. Oleh sebab itu Hobbes dan Locke terkenal
sebagai pencetus awal negara hukum (konstitusi), walaupun bagi Hobbes kelihatan
kurang efektif. Tujuan hukum untuk membatasi wewenang yang berlebihan dari negara
yang telah mereka buat bersama. Perbedaan yang tampak adalah Hobbes menganut
paham absolute power, negara mempunyai kekuasaan mutlak dan menolak adanya
lembaga perwakilan. Sedangkan Locke membenarkan lembaga perwakilan yang
dibaginya dalam tiga Badan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Sementara itu Rousseau menganut paham negara totaliter, rakyat melepaskan
diri seluruhnya ke dalam negara. Negara total itu karena identik total dengan rakyat.
Negara adalah kehendak rakyat sendiri, oleh karena negara tidak berhadapan dengan
individu-individu, maka negara Rousseau merancangkan negara dengan kekuasaan tak
terbatas (secera de facto), dan tanpa jaminan nyata apapun bagi hak-hak rakyat.
Keadaan ini mencerminkan kesamaan pendapat antara Rousseau dengan Hobbes yaitu
kekuasaan tanpa batas. Walaupun demikian Rousseau amat berjasa bagi lahirnya
negara republik yang memperhatikan kehendak bersama (rakyat).
34
Serambi Akademica, Volume VI, No. 2, November 2018 ISSN : 2337 - 8085
DAFTAR PUSTAKA
Minogue, K.R, (1986), “Thomas Hobbes dan Filsafat Absolutisme” dalam David
Thomson, Pemikiran-Pemikiran Politik, Jakarta: PT. Aksara Persada Indonesia.
Magnis Suseno, Franz, (1987), Etika Politik, Jakarta: Gramedia.
Noer Deliar, (1982), Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta: CV. Rajawali.
Sabine, George H, (1952), A History of Political Theory, Third Edition Revised Ar
Enlarge. London, Toronto Welington Sydney: George G. Harrap da CO. LTD.
The New Encyclopedia Britanica. Chicago: William Beton, Publisher, 1943-1973.
Von Scmid, J.J, (1980), Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, Jakarta:
PT. Pembangunan.
35