Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI JOHN LOCKE

John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72

tahun) merupakan seorang filsuf berasal dari Inggris yang menjadi salah satu penggas

penting dari pendekatan Empirisme.1 Empirisme adalah sebuah aliran yang memaparkan

bahwa segala pengerahuan berasal dari sebuah pengalaman manusia. Kata empirisme

berasal dari bahasa yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan

sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan.

Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia

didapat dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual.

John Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan

Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat

ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas

pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan

datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu

pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya

sendiri.2

John Locke berpendapat rasio manusia harus dianggap sebagai lembaran kertas

putih (as a white paper) dan seluruh permukaan dan isinya berasal dari sebuah

1
Franz Magnis-Suseno. Filsafat sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992). Hal. 73-74.
2 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius. 1993). Hal 36.
pengalaman. Pengalaman tersebut dibagi menjadi dua yaitu pengalaman lahiriah

(sensation) dab pengalaman batiniah (reflection) yang menghasilkan ide-ide tunggal.3

John Locke terkena sebagai filsuf negara liberal dalam bidang fisafat politik bersama

dengan rekannya, Isaac Newton, keduanya dikenal sebagai salah satu tokoh terpenting

dalam era pencerahan.4 Selain itu John Locke menandai munculnya era modern dan era

pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan filsuf ini tidak lagi menjadi satu-

satunya pemikiran dominan di dalam pendekatan filsafat pada zaman itu.

Pada tahun 1647, John Locke belajar di sebuah sekolah ternama di Inggris, sekolah

Wesminster, dimana pendidikannya terkonsentrasi pada ajaran bahasa-bahasa kuno, yaitu

bahasa Latin, bahasa Yunani dan juga bahasa Ibrani. Kemudian pada tahun 1652, John

Locke mendapatkan beasiswadi sekolah Gereja Kristus, Oxford dan menetap disana sejak

bulan Mei 1652.5

John Locke tidak meminati metode skolastik dalam sebuah perdebatan di sekolah

tersebut termasuk tema-tema metafisika dan logika, sehingga John Locke tidak dapat hasil

yang mengesankan ketika mendapatkan gelar strata dua. Kesehariannya dihabiskan

dengan membaca karya-karya sastra, salah satunya drama, roman dan sebagainya hingga

menyenangi bidang medis, seperti yang tertulis dalam beberapa catatan pribadi John Locke

pada periode akhir decade 1650-an, catatan tersebut berisikan tentang hal-hal yang

berkaitan tentang kesehatan dan pengobatan.6

John Locke perlahan mulai meminati filsafat alam ketika menulis catatan keseharian

medisnya pada tahun 1658. Pada awal tahun 1660, Robert Boyle bertemu dengan John

Locke dan memberikan pengaruh kuat dengan filsafat mekanisnya dan menarik minat John

Locke juga karya-karya Descartes.

3 Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008). Hal. 271.
4
Ibid., hlm. 272
5
Wikipedia, “John Locke” diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke, pada tanggal 2 Oktober 2014
pukul 23.21
6
Ibid.
Bergejolaknya politik di Inggris membuat John Locke menaruh minatnya kepada

politik karena Cromwell saat itu mengubah sistem politik Inggris, hingga meninggal pada

tahun 1658 yang kemudian diperintah oleh raja Chales II yang menghendaki pemerintahan

dengan kuat, menguasai negara dan gereja Inggris. Pada waktu itu John Locke mendukung

pemerinahan Charles II. Hingga pada bulan November hingga Desember beliau membuat

suatu karangan singkat untuk menanggapi Edward Bagshaw yang berisikan penegasan

perlunya hakim sipil dalam menentukan bentuk-bentuk ibadah keagamaan.7

B. Two Treatises of Civil Government

Pemikiran John Locke terhadap negara tertulis dalam bukunya yang berjudul Two

Treatises of Civil Government, penulisan buku ini dilatat belakangi oleh kehidupan politik

Inggris dan Perancis abad XVII (17) yang didominasi oleh wacana monarki absolut. Sejarah

Inggris memandang bahwa doktrin monarki absolut adalah jalan keluar terhadap kekacauan

sosial politik akibat perang saudara dan perang-perang agama yang kerap terjadi pada

masa itu. Monarki absolut dilandasi atas kepercayaan bahwa kekuasaan raja memiliki sifat

ilahi dan suci karena Tuhan yang telah menganugrahkan kekuasaan tersebut kepada raja

dan kepercayaan ini kemudian terkenal dengn sebutan hak-hak ketuhanan raja.8

Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa monarki absolut merupakan bentuk

pemerintahan paling sesuai dengan kodrat hukum alam karena tiga alasan. Pertama, monarki

absolut berakar pada tradisi otoritas paternal. Kedua, sistem pemerintahan monarki absolut

merupakan copy Kerajaan Tuhan di muka bumi. Ketiga, monarki absolut merupakan cerminan

kekuasaan tunggal Tuhan atas segala sesuatu di dunia ini.

Sementara itu, John Locke Locke hadir sebagai penentang gigih terhadap monarki

absolut di negaranya. John Locke menganggap bahwa monarki absolut bertentangan dengan

7
Amalia Wardahni., “Pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke tentang Kekuasaan Negara”, Departemen
Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, 2013
8
John Plamenatz, Man and Society, Vol. II. (London: Longmans, 1965), hlm. 172.
prinsip civil society yang diyakininya.9 Civil society yaitu bentuk masyarakat yang merupakan

gugatan terhadap institusi superiort yang semula diciptakan untuk mengatasi supremasi

naturalistik, membatasi wilayah dan ruang geraknya. 10 Dari sinilah sebenarnya letak

permusuhan intelektual Locke dengan Sir Robert Filmer, penyokong utama paham

absolutisme kekuasaan monarki Eropa Abad XVII yang dituangkan dalam karyanya

Patriarcha.11

Karya John Locke dalam karya Two Treatises terbagi menjadi 2 yaitu First Treatise

yang difokuskan pada sanggahan dari Sir Robert Filmer, khususnya Patriarcha, yang

berpendapat masyarakat sipil didirikan pada hak-hak ketuhanan seorang raja dan Second

Treatises mengurai teori masyarakat sipil.

John Locke dimulai dengan menggambarkan keadaan alam , gambar jauh lebih stabil

dari Thozas Hobbes negara “perang bagi setiap orang melawan setiap orang,” dan

berpendapat bahwa semua manusia diciptakan sama dalam keadaan alam oleh Tuhan. Dari

ini, ia melanjutkan dengan menjelaskan kenaikan hipotetis properti dan peradaban, dalam

proses menjelaskan bahwa satu-satunya pemerintah yang sah adalah mereka yang memiliki

persetujuan rakyat. Oleh karena itu setiap pemerintah bahwa aturan-aturan tanpa persetujuan

dari orang dapat secara teori digulingkan. 12 Sehingga dalam Second Treatise Locke

mengembangkan sejumlah tema penting yaitu: keadaan alamiah ,dimana individu tidak

berkewajiban untuk mematuhi satu sama lain, penaklukan dan perbudakan, properti,

pemerintahan perwakilan, dan hak revolusi.13

9
Robert A. Dahl berpendapat, Locke memberikan kepada manusia sejenis persamaan intrinsik, yang
meskipun jelas tidak ada relevansinya bagi banyak keadaan, namun pasti sangat menentukan untuk
tujuan-tujuan tertentu, terutama sekali untuk tujuan pemerintahan. Robert A. Dahl, Demokrasi dan
Para Pengritiknya [Democracy and its Critics], diterjemahkan A. Rahman Zainuddin, Edisi I, Cet. I,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal. 122.
10
Muhadjir effendi, masyarakat equilibrium.( Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002). Hlm. 6.
11
Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 118.
12
Satya Arinanto, Politik Hukum 1 Edisi Pertama, Op.cit.
13
“Men being, as has been said, by nature all free, equal, and independent, no one can be put out of this estate
and subjected to the political power of another without his own consent” Satya Arinanto, Politik Hukum 1 Edisi
Pertama, Ibid, hlm 3.
Locke membagi perkembangan masyarakat menjadi tiga, yakni keadaan alamiah (the

state of nature), keadaan perang (the state of war), dan negara (commonwealth).

1. The State of Nature

Keadaan alamiah adalah tahap pertama dari perkembangan masyarakat. Konsep

Locke ini serupa dengan pemikiran Hobbes namun bila Hobbes menyatakan keadaan alamiah

sebagai keadaan “perang semua lawan semua”, maka Locke berbeda. Menurut John Locke,

keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia adalah situasi harmonis, di mana semua

manusia memiliki kebebasan dan kesamaan hak yang sama.14

Dalam keadaan tersebut, setiap manusia bebas menentukan dirinya dan

menggunakan apa yang dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang lain. Meskipun

masing-masing orang bebas terhadap sesamanya, namun tidak terjadi kekacauan karena

masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan hukum kodrat yang diberikan oleh

Tuhan.15 Yang dimaksud hukum kodrat dari Tuhan menurut Locke adalah larangan untuk

merusak dan memusnahkan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain. Dengan

demikian, Locke menyebut ada hak-hak dasariah yang terikat di dalam kodrat setiap manusia

dan merupakan pemberian Tuhan. Konsep ini serupa dengan konsep Hak Asasi Manusia

(HAM) di dalam masyarakat modern.

Bagi Locke, untuk memahami benar kekuatan politik dan melacak asal-usulnya, kita

harus mempertimbangkan keadaan bahwa semua orang adalah di alam. Itu adalah keadaan

sempurna kebebasan bertindak dan membuang harta mereka sendiri dan orang-orang yang

mereka anggap baik dalam batas-batas hukum alam. Orang-orang di negara ini tidak perlu

meminta izin untuk bertindak atau tergantung pada kehendak orang lain untuk mengatur hal-

hal atas nama negara. Keadaan alamiah juga merupakan salah satu persamaan di mana

14
Ibid.
15
Ibid.
semua kekuasaan dan yurisdiksi timbal balik dan tidak ada yang memiliki lebih dari yang lain.

Ini adalah bukti bahwa semua manusia sebagai makhluk memiliki spesies yang sama dan

peringkat dan lahir tanpa pandang bulu dengan semua keunggulan alamiah yang sama.

I. Penaklukan dan Perbudakan

Dalam retorika abad ke-17 Inggris , mereka yang menentang peningkatan daya

raja-raja mengklaim bahwa negara itu menuju suatu kondisi perbudakan. Oleh karena

itu Locke bertanya, dalam kondisi apa perbudakan seperti itu mungkin dibenarkan.

Dia mencatat bahwa perbudakan tidak sesuai dengan prinsip civil society (yang

menjadi dasar sistem politik Locke). Locke berpendapat bahwa agresor dalam perang

yang tidak adil tidak bisa mengklaim hak penaklukan sehingga sebuah perampasan

kuno tidak menjadi halal.

II. Properti

Dalam Second Treatise, Locke mengklaim bahwa masyarakat sipil diciptakan untuk

perlindungan properti. Dengan mengatakan ini ia mengandalkan akar etimologis “properti,”

Latin adalah proprius, atau apa seseorang sendiri, termasuk diri sendiri (Perancis propre).

Jadi, dengan “properti” ia berarti “kehidupan, kebebasan, dan real.” Dia mulai dengan

menegaskan bahwa setiap individu minimal, “memiliki” sendiri, ini adalah akibat wajar dari

masing-masing individu yang bebas dan sama dalam kondisi alamiah. Seorang pria harus

diperbolehkan untuk makan, dan dengan demikian memiliki apa yang telah dimakan menjadi

miliknya sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan Filmer yang mengatakan bahwa, jika

ada bahkan adalah keadaan alamiah semuanya akan dimiliki bersama: tidak mungkin ada

milik pribadi, dan karenanya tidak ada keadilan atau ketidakadilan.

Sebagaimana disebut di atas, menurut Locke, negara itu didirikan untuk melindungi

hak milik pribadi. Negara didirikan bukan untuk menciptakan kesamaan atau untuk mengotrol
pertumbuhan milik pribadi yang tidak seimbang, tetapi justru untuk tetap menjamin keutuhan

milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya. Hak milik (property) yang dimaksud di

sini tidak hanya berupa tanah milik (estates), tetapi juga kehidupan (lives) dan kebebasan

(liberties).

III. Pemerintahan Perwakilan

Locke tidak menuntut republik. Sebaliknya, Locke merasa bahwa kontrak yang

sah dengan mudah bisa ada di antara warga negara dan monarki, oligarki atau

beberapa bentuk campuran. Ide-idenya sangat dipengaruhi baik Revolusi Amerika

dan Perancis. Gagasan hak-hak rakyat dan peran pemerintah sipil memberikan

dukungan kuat bagi gerakan intelektual dari kedua revolusi.

IV. Hak Revolusi

Konsep hak revolusi itu juga diambil oleh John Locke di Two Treatises

Pemerintah sebagai bagian dari teori kontrak sosialnya. Locke menyatakan bahwa

menurut hukum alam, semua orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan, dan real; di

bawah kontrak sosial, orang bisa mengobarkan revolusi melawan pemerintah ketika

itu bertindak demi memperjuangkan kepentingan warga, untuk mengganti pemerintah

dengan yang mampu melayani kepentingan warga.

2. The state of War

Tahap kedua adalah keadaan perang. Locke menyebutkan bahwa ketika

keadaan alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni

mulai berubah. Penyebab utamanya adalah terciptanya uang. Dengan uang, manusia

dapat mengumpulkan kekayaan secara berlebihan, sedangkan di dalam keadaan


alamiah tidak ada perbedaan kekayaan yang mencolok karena setiap orang

mengumpulkan secukupnya untuk konsumsi masing-masing. Ketidaksamaan harta

kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak, majikan-pembantu, dan

status-status yang hierarkis lainnya.

Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling

bermusuhan,,dan bersaing. Masing-masing orang menjadi hakim dan

mempertahankan miliknya sendiri. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai

tersebut kemudian berubah menjadi keadaan perang yang ditandai dengan

permusuhan, kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan. Situasi seperti ini

berpotensi memusnahkan kehidupan manusia jika tidak ada jalan keluar dari keadaan

perang.

3. Commonwealth

Locke menyatakan bahwa untuk menciptakan jalan keluar dari keadaan perang

sambil menjamin milik pribadi, maka masyarakat sepakat untuk mengadakan

“perjanjian asal”. Maka dalam perjanjian masyarakat Locke terdapat dua perjanjian,

yaitu pactum unionis (perjanjian membentuk negara) dan pactum subjectionis

(perjanjian penyerahan).

Pada tahap pertama diadakan pactum unionis (perjanjian membentuk negara),

yaitu perjanjian antarindividu untuk membentuk body politic, yaitu negara. Kemudian

pada tahap kedua, para individu yang telah membentuk body politic tersebut bersama-

sama menyerahkan hak untuk mempertahankan kehidupan dan hak untuk

menghukum yang bersumber dari hukum alam. Perjanjian penyerahan ini disebut

pactum subjectionis (perjanjian membentuk kesatuan, organisme, atau negara).


Motivasi manusia untuk mendirikan negara, yaitu menjamin hak-hak asasinya,

terutama hak miliknya, menjadi tujuan negara. Oleh karena itu, kewajiban-kewajiban

utama negara adalah untuk melindungi kehidupan dan hak milik para warga negara.

Hanya demi tujuan itulah para warga negara meninggalkan kebebasan mereka dalam

keadaan alamiah yang penuh ketakutan itu. Oleh karena itu, negara

mempergunankan kekuasaannya untuk memelihara lahir batin kepentingan

masyarakat.16

Inilah saat lahirnya negara persemakmuran (commonwealth). Dengan

demikian, tujuan berdirinya negara bukanlah untuk menciptakan kesamarataan setiap

orang, melainkan untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara

yang mengadakan perjanjian tersebut. Di dalam perjanjian tersebut, masyarakat

memberikan dua kekuasaan penting yang mereka miliki di dalam keadaan alamiah

kepada negara. Kedua kuasa tersebut adalah hak untuk menentukan bagaimana

setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar

hukum kodrat yang berasal dari Tuhan. Ajaran Locke ini menimbulkan dua

konsekuensi:

1) Kekuasaan negara pada dasarnya adalah terbatas dan tidak mutlak

sebab kekuasaannya berasal dari warga masyarakat yang

mendirikannya. Jadi, negara hanya dapat bertindak dalam batas-batas

yang ditetapkan masyarakat terhadapnya.

2) Tujuan pembentukan negara adalah untuk menjamin hak-hak asasi

warga, terutama hak warga atas harta miliknya. Untuk tujuan inilah,

16 Azhary, Sejarah Tipe Pokok Negara, (Jakarta: Permata Publishing Company, 1979), hlm. 5.
warga bersedia melepaskan kebebasan mereka dalam keadaan

alamiah yang diancam bahaya perang untuk bersatu di dalam negara.

Setting kondisi yang melatarbelakangi terbentuknya suatu negara substansi

utamanya yaitu adanya keadaan yang tidak nyaman menuju ke keadaan yang lebih

nyaman dan lebih baik dari debelumnya. Sehingga tugas dan kewajiban pemerintahan

negara adalah menghidupkan kesejahteraan rakyat.17

C. Pembatasan Kekuasaan negara

Menurut Locke ada dua cara untuk membatasi kekuasan negara, yaitu

1. Konstitusi

Untuk mencegah munculnya negara dengan kekuatan absolut dan terjaminnya

kehidupan civil society, John locke berpendapat mengenai peran startegis konstitusi dalam

membatasi kekuasaan negara menurut pemikirannya. Peranan penting diposisikan kepada

konstitusi dan memiliki fungsi yang sangat penting dalam membatasi kekuasaan negara.

Usaha untuk mempertahankan hak-hak individu, didahulukan ketika membahas

konstitusionalisme terlepas dari tindakan hak-hak serupa pada orang lain.

Karena itu, Konstitusionalisme John Locke tidak selalu diartikan sebagai sebuah

usaha perlindungan terhadap hak-hak individu ketika berhadapan dengan kekuasaan negara

dalam bentuk penindasan (abuse of power).18 Terlepas dari perbedaan penafsiran paham

konstitusionalisme, pemikiran John Locke telah menempatkan dirinya sebagai pelopor

gagasan negara kosntitusional dalam sejarah politik barat. Pada dasarnya, gagasan

konstitusionalisme ini didasarkan pada keperluan untuk membatasi kesewenang-wenangan

17
Tumar Sumihardjo. Penyelenggaraan Pemda Melalui Daya Saing Berbasis Potensi Daerah.
(Bandung: Pusat Studi Pemerintahan Daerah, 2008). hlm. 20.
18
C.B. Machperson, The Political Theory of Possesive Individualism, Hobbes to Locke, (Oxford:
Oxford University Press, 1962), hlm. 257.
19
negara. Konstitusi memiliki tujuan merumuskan cara-cara untuk membatasi dan

mengendalikan kekuasaan politik untuk menjamin hak-hak asasi rakyat.20

Konstitusi bagi Locke merupakan elemen yang sangat penting dalam suatu

negara, karena di dalamnya termuat aturan-aturan dasar pembatasan kekuasaan dan

hak-hak asasi warga negara. Aturan-aturan konstitusional ini tidak boleh dilanggar

oleh penguasa negara.

2. Pemisahan Kekuasaan

Menurut John Locke, kemungkinan munculnya negara totaliter juga bisa

dihindari dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus

dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan atau

lembaga. Hal ini, menurut Locke, dilakukan dengan cara memisahkan kekuasaan

politik ke dalam tiga bentuk: kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan

eksekutif (executive power), dan kekuasaan federatif (federative power).21

Kekuasaan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang dan

peraturan-peraturan hukum fundamental lainnya. Kekuasaan eksekutif adalah

kekuasaan yang melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan hukum

yang dibuat oleh kekuasaan legislatif. Sedangkan kekuasaan federatif adalah

kekuasaan yang berkaitan dengan masalah hubungan luar negeri, kekuasaan

menentukan perang, perdamaian, liga dan aliansi antarnegara, dan transaksi-

transaksi dengan negara asing.22

19 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2010), hlm. 58.
20 Tufiqurrohman Syahuri. Hukum Konstitusi. (Bogor:Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 17.
21
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Dian Rakjat, Jakarta Timur,
1983). hlm. 16.
22
Montesquieu, Membatasi Kekuasaan: Telaah Mengenai Jiwa Undang-undang [The Spirit of the
Laws], (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 44-55.
Ketiga cabang kekuasaan tersebut harus terpisah satu sama lain baik

mengenai tugas atau fungsinya dan mengenai alat perlengkapan yang

menyelenggarakannya. Dengan demikian, tiga kekuasaan tersebut tidak boleh

diserahkan kepada orang atau badan yang sama untuk mencegah konsentrasi dan

penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Hal ini dimaksudkan agar

hak-hak asasi warga negara akan lebih terjamin.23

Kekuasaan legislatif, menurut John Locke, tidak boleh dialihkan kepada siapa

pun atau lembaga manapun,24 karena pada hakikatnya kekuasaan legislatif adalah

menifestasi pendelegasian kekuasaan rakyat pada negara. Undang-undang yang

dibuat oleh kekuasaan legislatif bersifat mengikat kekuasaan aksekutif.

Pelaksanaan kekuasaan eksekutif tidak boleh menyimpang dari undang-undang

yang telah digariskan oleh parlemen. Hal ini berarti, Locke menempatkan kekuasaan

legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.25

23 John Locke, Two Treatises of Government, New Edition, (London: Everyman, 1993), hlm. 182-188.
24
Legislatif tidak dapat mengalihkan kekuasaan membuat undang-undang ke tangan orang lain.
karena kekuasaan tersebut tidak lain adalah kekuasaan yang didelegasikan dari rakyat, mereka
yang memilikinya tidak dapat dialihkan ke orang lain. Locke, Ibid.
25
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai