0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
79 tayangan19 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat politik John Locke. John Locke hidup pada abad ke-17 dan menjadi salah satu tokoh utama pemikiran liberal. Ia menekankan pentingnya kontrak sosial, kebebasan individu, dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Locke membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif guna mencegah dominasi satu organ atas yang lain.
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat politik John Locke. John Locke hidup pada abad ke-17 dan menjadi salah satu tokoh utama pemikiran liberal. Ia menekankan pentingnya kontrak sosial, kebebasan individu, dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Locke membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif guna mencegah dominasi satu organ atas yang lain.
Dokumen tersebut membahas tentang filsafat politik John Locke. John Locke hidup pada abad ke-17 dan menjadi salah satu tokoh utama pemikiran liberal. Ia menekankan pentingnya kontrak sosial, kebebasan individu, dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Locke membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif guna mencegah dominasi satu organ atas yang lain.
NIM : 200440 BIOGRAFI JOHN LOCKE John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Bersama dengan rekannya, Isaac Newton, Locke dipandang sebagai salah satu figur terpenting di era PencerahanSelain itu, Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Kemudian Locke juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. TEORI JHON LOCKE
John Locke edisi Indonesia, Kuasa Itu Milik
Rakyat, bahwa: keadaan alamiah manusia (state of nature) adalah keadaan kebebasan (state of liberty), tetapi bukan keadaan di mana orang berbuat sekehendaknya (state of license) Kebebasan manusia mensyaratkan satu hal: tidak adanya dominasi atau monopoli. John Locke mengatakan: Kebebasan kodrati manusia adalah kebebasan dari kekuasaan apapun yang lebih tinggi di dunia, dan keadaan tidak berada dalam kehendak atau wewenang legislatif manusia, tetapi mempunyai hukum Alam sebagai aturannya Tentang hukum Alam, John Locke berkata: Keadaan Alam Kodrat mempunyai suatu hukum Alam untuk mengaturnya; hukum ini mewajibkan setiap orang, dan akal budi, yakni hukum itu, mengajarkan kepada seluruh bangsa manusia yang sudi mendengarkannya bahwa karena semua orang itu sama-sederajat dan mandiri, tidak ada seorangpun yang boleh merugikan orang lain dalam hidup, kesehatan, kebebasan, ataupun harta miliknya TIGA SIFAT KONTRAK SOSIAL JOHN LOCKE, YANG KEMUDIAN MEMBEDAKANNYA DENGAN KONTRAK SOSIAL ALA THOMAS HOBBES DAN MOUNTESQUIEU Pertama, dibalik persetujuan atau kesepakatan, yang kemudian mengadakan kontrak sosial, bukanlah rasa ketakutan manusia yang mengharuskannya mencari ‘tempat berlindung’. Bagi Locke, kontrak sosial adalah tindak lanjut dari keinginan manusia untuk menghindari gangguan keadaan alamiah (state of nature). Manusia semata-mata mencari perangkat institusional yang membuat hak-hak yang telah mereka miliki menjadi lebih aman Kedua, manusia secara individu tidak menyerahkan kepada ‘masyarakat politik’ tersebut hak- hak alamiahnya yang substansial, tetapi hanya hak untuk melaksanakan hukum alam. Ketiga, hak yang diserahkan oleh individu tidak diberikan kepada orang atau kelompok tertentu, tetapi kepada seluruh komunitas yang bersepakat (yang berkontrak sosial). Kontrak Sosial Locke: Antara Hobbes dan Rousseau
Pertama, dari segi gagasan, keduanya memiliki
perhatian sekaligus penekanan khusus pada ajaran kontrak sosial. . Kedua, secara periodik, keduanya hidup pada masa yang berdekatan. Hobbes (1588 – 1679) mengawali Locke yang hidup pada tahun 1632 – 1704), sementara Rousseau (1712 – 1778) “mengakhiri”-nya. John Locke hidup di “tengah- tengah”nya. PERBEDAAN GAGASAN KONTRAK SOSIAL ANTARA HOBBES, LOCKE DAN ROUSSEAU
Bahwa perbedaan antara ketiganya (bahkan juga
dengan kontrak sosial versi yang lainnya) terletak pada ‘motif’ melakukan kontrak sosial (F. Budi Hardiman, 2004: 118). ‘Motif’ yang dimaksud di sini ialah bagaimana ketiga filsuf tersebut memandang manusia. Pandangan mereka tentang manusia (keadaan asali dan bagaimana manusia seharusnya) menjadi pondasi awal kontrak sosial, kemudian pemerintah dan negara Masyarakat Politik, Negara dan Pemerintahan
Bagi John Locke, pembatasan adalah keadaan di
mana penerima mandat kekuasaan dari rakyat (selanjutnya disebut legislatif) dan warga negara itu sendiri tunduk dan patuh terhadap hukum. Pemerintah menjalankan fungsi kenegaraan sesuai dengan hukum yang berlaku. Begitu pula yang harus dilakukan oleh rakyat: mematuhi aturan hukum. Bagi Locke, tujuan pemerintahan adalah melindungi hak milik dan hak asali. Lagi-lagi, tujuan ini digali melalui postulat state of nature-nya manusia secara individu sebelum terjalinnya kontrak sosial. Selain melindungi hak milik, negara sebagai ‘ladang’ kekuasaan harus: (1) melakukan apa saja yang dianggapnya baik untuk menjaga kelestarian dirinya dan segenap manusia yang lain, dan (2) kekuasaan untuk menghukum yang salah dan menghargai (reward) yang benar. (John Locke, 2002: 102-103) KONSEP ORGANISASI PEMISAHAN –SEKALIGUS DIMAKSUDKAN SEBAGAI PEMBATASAN— KEKUASAAN DALAM NEGARA (THE SEPARATION OF POWER) tiga (3) organisasi dalam Negara
Pertama, kekuasaan legislatif sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
karena representatif dari rakyat
Kedua, kekuasaan eksekutif dipegang oleh raja yang bertugas
menjalankan roda pemerintahan.
ketiga adalah kekuasaan federatif sebagai badan diplomasi dengan
Negara lain KESIMPULAN FILSAFAT POLITIK JOHN LOCKE
Pertama, meskipun filsafat politik John Locke
merupakan ‘anti-tesis’ terhadap sistem politik- pemerintahan monarki Inggris pada waktu itu, tetapi ‘anti-tesis’ yang dimajukan masih mempertahankan sistem monarki Inggris. Hal ini terbukti dengan kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang raja. Dengan kata lain, John Locke masih memperhatikan keamanan diri dan keberlangsungan (diterimanya) filsafat politiknya. Kedua, John Locke “menyerahkan” kekuasaan tertinggi pada legislatif sebagai wujud dari representasi kedaulatan rakyat. Dalam menjalankan fungsinya, legislatif membuat undang- undang (hukum) sekaligus mengawasi kinerja eksekutif. Undang-undang yang telah dibuat kemudian dilaksanakan oleh eksekutif. Yang tidak diperhatikan oleh Locke adalah siapakah yang mengawasi legislatif. Karena kekuasaan (kursi) legislatif diisi oleh manusia yang Locke juga meyakini akan kebebasan yang disalahgunakan. Bagaimana jika legislator menyalahgunakan kebebasannya (wewenangnya)? Dalam hal ini sudah tidak ada hukum Alam, karena hukum Alam sendiri telah dialihtangankan ke dalam undang-undang (hukum) yang dibuat oleh legislatif dan “dieksekusi” oleh eksekutif. Ketiga,hukum seharusnya dan senyatanya tidak berada di bawah kekuasaan legislatif atau eksekutif. Dalam filsafat politik John Locke, kehakiman (yudikatif) berada dalam otoritas eksekutif. Penempatan yang seperti ini, bagi saya kurang tepat, karena hukum akan mudah disalahgunakan oleh pihak yang berkepentingan. Jika eksekutif mempunyai otoritas kehakiman, penunjukan hakim dan perangkat kehakiman (yudikatif) lainnya akan disesuaikan dengan kepentingan eksekutif. Keempat (terakhir), seandainya John Locke mengakui kebenaran (walaupun sebagian) kodrat alamiah manusia menurut Hobbes (layaknya aufgehoben dalam dialektika Hegel) dan tidak mempertentangkannya secara radikal, ada kemungkinan the separation of power tidak hanya menjalankan fungsi masing- masing, tetapi juga mengemban fungsi kontrol antarbidang kekuasaan. Dengan demikian, saling curiga diterjemahkan secara positif. TERIMA KASIH