Anda di halaman 1dari 5

PANDANGAN ROUSSEAU TENTANG NEGARA

SEBAGAI KEHENDAK UMUM

TONNY P. SITUMORANG

Jurusan Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Karya tulis yang dihasilkan Rousseau merupakan karya yang sarat
mengandung nilai moral dan pengagungan terhadap kebaikan manusia itu.
Penggambaran yang seperti ini agaknya cukup bertentangan dengan realitas
kehidupan yang dijalani yang sungguh buruk dan nyaris tanpa aturan. Bahkan dalam
kehidupannya dengan wanita Sabine menggambarkan sebagai manusia yang
memiliki naluri kebinatangan (Sabine,1981,222). Baginya bahwa displin Calvinis
yang khas baik dalam bentuk intelektual maupun kesusilaan adalah sesuatu yang tak
pernah ada dalam kenyataan atau hanya ada dalam angan-angan saja (not down to
earth). perasaan yang ditimbulkan oleh ajaran Calvinis tidak mampu untuk
mengubah tingkah lakunya, namun hal itu dapat melahirkan perasaan kesusilaan
dalam sejumlah karyanya.
Rousseau mempunyai pandangan yang berbeda dalam melihat negara dengan
penganut faham teori perjanjian sosial yang lain. Thomas Hobbes dan John Locke
bertolak dari pengandaian yang sarna yaitu suatu pendapat bahwa dengan
mendirikan sebuah negara maka berarti melepaskan beberapa hak kepada negara.
Di samping itu Hobbes dan Locke juga pada dasarnya mempunyai pandangan yang
sama tentang : negara merupakan suatu lembaga yang berhadapan dengan para
warga negara yang pernah mendirikannya , sebab itu negara perlu dikontrol
sedangkan Rousseau dalam karyanya bertolak dari identitas antara negara dengan
rakyat, maka di satu fihak individu melepaskan diri seluruhnya kepada negara.

Kehidupan Rousseau dan Teori Perjanjian Sosial


Jean -Jacquas Rousseau di lahirkan di GenevaSwiss pada tahun 1712, anak
dari seorang tukang arloji. Pada tahun 1728 dia melarikan diri dari rumah dan
memulai pengembaraannya, suatu pengembaraan yang berlangsung selama
kehidupannya. Selama petualangannya itu dia kawin sebanyak tiga kali dan
mempunyai anak yang cukup banyak namun tidak pernah diakuinya sebagai
anaknya dan sebagian dirnasukkannya ke pantai asuhan.
Suatu pengalaman yang merobah jalan pikirannya terjadi pada tahun 1749.
Ketika dia berjalan-jalan di pinggiran sebuah hutan dia membaca iklan yang
dikeluarkan oleh .Akademi Dijon yang mengajak masyarakat dan para pemikir untuk
menulis suatu karangan untuk menjawab suatu pertanyaan :apakah kemajuan ilmu
pengetahuan dan kesenian dapat membantu memurnikan adat. Kemudian dia
menjawab pertanyaan tersebut dalam suatu karangan yang berjudul "Discours Sur
Les Sciences etles Arts ( Bahasan Tentang Ilmu Pengetahuan dan Seni) dan ternyata
tulisannya ini keluar sebagai pemenangnya . Inti jawaban yang diberikannya adalah
bahwa kemajuan dalam kesenian dan ilmu pengetahuan tidak memajukan melainkan
merusak kemurnian moral manusia.
Pada tahun 1762 dia kembali ke Geneva, tetapi kaum Calvinis sudah tidak
menerimanya lagi, bahkan kaum Calvinis Ortodox membakar semua karyanya yang
terkenal yakni "Emile” dan “du Contact Social". Selama itu dia senentiasa berpindah-
pindah karena terus dibayangi perasaan takut dikejar oleh musuh-musuhnya.

© 2004 Digitized by USU digital library 1


Perasaan ini terus membayanginya hingga ahir hayatnya pada tahun 1778 di desa
Ermenon Ville di Perancis.
Dalam kehidupannya yang penuh dengan paradox itu juga Rousseau juga
merupakan filosof yang besar dan paling berpengaruh (Sibley,1970,388). Dia adalah
seorang pembawa panji tentang kedaulatan rakyat atau demokrasi, seorang pemikir
tentang negara dan kebebasan warga negara dalam suatu kehidupan negara
tersebut. Baginya sekalipun negara itu bersifat mencakup semua , akan tetapi
kehidupan individual warga negara juga harus terjamin. Karena konsern yang seperti
inilah maka di dalam bukunya Du Contrct Social didahuluinya dengan perkataan
yang sangat terkenal yakni " semua manusia dilahirkan bebas" pandangan ini di
anggap adalah sesuatu yang mendahului zamannya, karena terbukti beberapa abad
kemudian ada pengakuan secara universal terhadap pandangannya itu.
Sebagai seorang filsuf Rousseau di kenal pula sebagai salah seorang peletak
dari teori perjanjian sosial di samping John Locke, Thomas Hobbes, dan
Montesquieu. Mereka ini adalah para pemikir masa pencerahan di Eropah dengan
fokus utama yang mereka geluiti adalah persoalan individual dan persoalan negara.
Walaupun di antara mereka terdapat perbedaan pendapat tentang sifat individual
manusia itu namun secara umum ada suatu kesamaan pendapat yang mereka miliki
bahwa keadaan bernegara adalah jauh lebih baik dari pada individu itu hidup dalam
keadaan tanpa negara.
Secara umum teori perjanjian negara menganggap bahwa negara itu tercipta
adalah dengan persetujuan dari masyarakat. Mereka mengadakan suatu
musyawarah untuk membentuk negara dan pemerintahan yang akan mengatur dan
menjamin kepentingan individual mereka, sehingga kehidupan mereka secara
individual dapat terjamin . Pemerintah dianggap sebagai institusi yang telah
disepakati bersama diantara masyarakat dan dipilih dari anggota masyarakat itu
sendiri, sehingga secara moral pemerintah ini juga harus bertanggung jawab kepada
masyarakat karena masyarakat tersebutlah yang mengangkat mereka.
Menurut Rousseau bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik sehingga
manusia pada saat sebelum adanya negara(state of nature) tetap dapat eksis.
Berbeda halnya dengan Hobbes yang menganggap manusia merupakan mahluk yang
saling memangsa, sehingga dianggapnya bahwa manusia merupakan serigala
dengan manusia lainnya . Menurut konsep Hobbes ini karena manusia itu saling
memangsa maka diperlukanlah adanya lembaga negara yang akan mengatur
kehidupan masyarakat itu,sehingga ada lembaga yang menjamin dihargainya hak-
hak alami manusia . Sementara Rousseau berpendapat sebaliknya bahwa manusia
itu pada hakekatnya baik. Alasan pembentukan negara menurut dia adalah supaya
ada kekuatan memaksa yang bersifat legal untuk mempergunakan kekerasan kalau
terdapat pengingkaran terhadap hak alamiah manusia itu.
Tetapi walaupun begitu jelasnya uraian yang te lah disampaikan oleh pemikir
teori perjanjian sosial akan pembentukan negara dapat dikatakan bahwa teori ini
bersifat a historis. Artinya adalah bahwa tidak ada satu negara di dunia ini terbukti
dalam sejarah dibentuk berdasarkan permufakatan seluruh warga masyarakat dari
negara itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa teori yang telah dikemukakan ini
hanyalah berfungsi sebagai alat analisis saja, tanpa pernah terbukti secara empiri.
Tetapi teori ini telah memberikan sumbangan yang besar yang menempatkan warga
negara sebagai variabel yang harus diperhatikan dan memegang peranan dalam
kehidupan kenegaraan.

Pandangan Rousseau Tentang Negara Sebagai Kehendak Umum


Garis besar kritikan Rousseau dalam semua karya tulisnya adalah pendapat yang
mengatakan agar kembali ke alam (back to nature). Rousseau mempunyai
kepercayaan yang kuat bahwa pada kodratnya manusia itu adalah baik, anggapan ini

© 2004 Digitized by USU digital library 2


menjadi prinsip dasar dari tulisannya tentang etika, di mana hal ini bukan suatu
keyakinan menurut inteleknya, tetapi kebalikan dari ketakutannya yang hakiki
bahwa dia adalah orang yang jahat.
Disebutkan juga oleh Rousseau bahwa manusia alamiah itu hidup dalam
keadaan polos dan mencintai dirinya sendiri secara spontan. Ia bebas dari wewenang
orang lain dan secara hakiki semua individu itu sama kedudukannya. Kepolosan
manusia itu hancur sewaktu manusia untuk menjamin kebutuhan-kebutuhannya
masuk kedalam kesatuan masyarakat. Dengan menusia telah bermasyarakat maka
ketidaksamaan menjadi begian yang tak terpisahkan dengan kehidupan mereka, dan
sebagai ketidaksamaan itu maka timbullah segala kemerosotan dan egoisme. Di lain
pihak Rousseau melihat bahwa manusia tidak mungkin kembali kepada keadaan
state of nature. Sosialisasi adalah yang tak dapat dihindari karena hanya dalam
kesatuan masyarakat itu manusia dapat menjamin kebutuhan-kebutuhannya. Dalam
hal ini Rousseau berhadapan dengan suatu dilemma yakni di satu pihak proses
pemasyarakatan manusia menghasilkan suatu keadaan akan kehilangan akan
kepolosan dan kebebasannya yang alamiah, sementara di pihak lain manusia itu
tidak dapat tidak bermasyarakat.
Untuk menghadapi realitas yang ada di hadapan Rousseau maka dia
memandang diperlukannya suatu institusi negara yang dapat menjamin dengan
sungguh-sunguh akan kebebasan setiap warga negara. Dalam hal ini antara
kehendak negara dengan kehendak warganya tidak ada perbedaan ataupun
pertentangan,melainkan ditandai oleh suatu identitas di mana spontanitas alamiah
manusia tidak dipatahkan, melainkan ditampung. Dengan keadaan seperti itu
individu yang masuk kedalam negara itu tidak kehilangan apa-apa dari individualitas
alamiahnya. Sarana untuk merancang negara yang ideal menurutnya adalah paham
kehendak umum.
Pengaruh filsafat plato sangat nampak dalam tulisan Rousseau. Hal itu
kelihatan : Pertama, keyakinan bahwa pendudukan politik pada hakekatnya adalah
persoalan etika dan baru pada persoalan ke dua pada tingkat hukum dan kekuasaan.
kedua, ia mengambil dari Plato dalil-dalilnya yang termaktub dalam segala filsafat
tentang negara kota, bahwa masyarakat itu sendirilah yang menjadi lembaga
pembentuk kesusilaan yang utama , oleh karena itu masyarakat itu sendiri menjadi
nilai susila yang tertinggi. Dalam hal filsafat tentang negara kota ini maka Rousseau
melihat bahwa bentuk suatu negara ideal adalah negara dengan besar wilayah yang
kecil dan dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak. Hal ini berarti bentuk
negara yang kira-kira ideal itu adalah bentuk negara kota(city state) sebagaimana
yang terdapat pada masa Plato Zaman Junani kuno.
Dengan penggambaran sebagaimana telah dikemukan maka adanya identitas
individu masyarakat dan identitas negara akan teratasi dengan baik. Menurut
keterangan ini manusia itu secara keseluruhan memasukkan dirinya ke dalam negara
tanpa hilangnya sama sekali kebebasan dan kepolosan manusia itu. Keadaan yang
seperti adanya kontras antara kepentingan negara dengan keadaan akan kebebasan
individual manusia dapat teratasi dengan adanya suatu mekanisme yang mengatur
supaya tidak bersentuhan antara keduanya. Mekanisme ini diatur oleh Rousseau
dengan cara yang ideal yaitu pelepasan total manusia ke dalam negara. Rakyat tetap
berdaulat sepenuhnya di mana kedaulatannya itu tidak diserahkannya kepada
negara tetapi tetap menjadi miliknya yang hakiki. Masyarakat dapat menjalankan
kebebasannya sepenuhnya berada dalam ikatan adanya suatu negara tanpa ada
pambatasan yang dilakukan oleh negara.
Dengan alasan yang seperti ini Rousseau menolak adanya lembaga
perwakilan rakyat. Dia berpendapat bahwa kedaulatan itu tidak dapat diwakilkan
dengan cara apapun juga. Setiap bentuk perwakilan sebagaimana yang dihasilkan
dalam pemilihan umum dengan sendirinya sudah mencampuri identitas dengan

© 2004 Digitized by USU digital library 3


memasukkannya ke dalam kehendak negara yang dengan demikian terdapat
keterasingan yang dialami oleh individu tersebut. Untuk mengatasi hal ini diperlukan
adanya sistem perwakilan langsung sebagaimana yang terdapat di Junani Kuno.
Undang-undang dan segala kebijaksanaan yang berkenaan dengan negara
diputuskan secara bersama-sama dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh
masyarakat. Upaya yang seperti ini memungkinkan kebebasan dari setiap orang itu
dapat dibatasi karena mereka mempunyai kehendak dan kebebasan yang sama-
maka kehendak itu perlu disalurkan dengan bebas.
Dengan demikian Rousseau menganggap negara itu sebagai panitia yang
diangkat oleh rakyat untuk jangka waktu tertentu dengan tugas utama melakukan
kehendak rakyat yang tertuang dalam undang-undang. Pemerintah itu hanya sah
sepanjang masih dapat menjamin kepentingan dan kebebasan warga
negara.Kebebasan ini adalah menjadi persyaratan yang diharapkan dalam
pembertukan negara tersebut.
Rousseau menganggap bahwa kehendak umum itu hanya ada satu karena
kepentingan umum itu memang hanya satu adanya. Tetapi dalam kenyataanya tidak
akan semua orang menyetujui suatu kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh
pemerintah dari suatu negara. Menurut Rousseau keadaan ini akan dapat
mengancam konstruksi negara secara keseluruhan. Untuk tujuan itu ada dua
masalah yang hendak dipecahkannya, yakni : Pertama, bahwa bagaimana fakta
ketidak sepakatan itu dapat diatasi sehingga kehendak negara tetap satu. Kedua,
bagaimana fakta ketidak sepakatan itu dijelaskan dalam teorinya. Untuk itu dia
berupaya memberi penjelasan bahwa kehendak umum muncul dalam kehendak
mayoritas. Kalau ada pertentangan dalam kehendak maka yang lebih diutamakan
adalah kehendak urnum di mana kehendak umum itu ditafsirkan sebagai kehendak
mayoritas pendapat ini merupakan kelemahan utama dari teorinya, karena dengan
demikian pendapat kaum minoritas tidak diperhatikan atau tertampung lagi. Padahal
untuk keadaan seperi ini dia menolak dengan tegas akan kebebasan warga negara di
mana tak seorangpun warga negara itu tidak tertampung kehendaknya dalam
negara sehingga tak setuju juga dengan konsep perwakilan, karena kedaulatan tidak
dapat diwakilkan kepada siapapun juga.
Kemudian dijelaskan oleh Rousseau bahwa orang yang berkehendak
minoritas ini tidak perlu diindahkan karena mereka memiliki pandangan yang
menyimpang dan terlalu egois, belum sadar dan keliru, dimana mereka ini perlu
ditatar dan diajar terlebih dahulu agar mereka sadar dan sederajat dengan orang
yang berpendapat mayoritas. Untuk tujuan itu diperlukan adanya lembaga yang
bertugas untuk mengembangkan kesadaran politik masyarakat, sehingga dengan
demikian dapat dieliminir orang-orang yang tak sadar ini dengan cara memberikan
penerangan kepada mereka.
Dengan demikian nampak adanya kontradiksi yang besar dalam faham
kebebasan ini. Dia rnelihat kebebasan yang diperoleh dari alam hendaknya
dipertahankan terus di lain pihak dikatakannya juga bahwa negara sebagai suatu
kondisi yang tak dapat dihindarkan,sehingga wujud kebebasan yang diinginkan
dengan terbentuknya negara itu semakin kabur.

© 2004 Digitized by USU digital library 4


Daftar Pustaka
Boyd, Williams ,The Education Theory of Jean Jacquas Rousseu,Longmans Green,
London, 1911
Jean JacQues Rousseau, Kontrak Sosial, Terjemahan Sumarjo, Erlangga, Jakarta,
1986
Sabine,G.H., Teori-Teori Politik : Sejarah pertumbuh dan perkembangannya, Bina
Cipta, Jakarta, 1985
Sibley,Mulford,Q., Political Ideas and Ideologies : a history of political thaought,
Harper dan Row Publisher, New York , 1970

© 2004 Digitized by USU digital library 5

Anda mungkin juga menyukai