Anda di halaman 1dari 10

Tugas Resume Mata Kuliah Teori Sosial Kontemporer II

Gala Panuga Aziz


071724753007
Magister Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2018

Poststrukturalisme

Jacques Derrida adalah salah satu tokoh poststrukturalis, ia menjelaskan


sebuah prespektif dekonstruktif dan subversive yang mengawali lahirnya
postrukturalis. Begitupula demikian postmodern terbentuk karena tidak lain dari
poststrukturalisme. Bagian terpenting adalah bagaimana Derrida menjelaskan
tentang “panggung kekejaman” atau “theatre of cruelty” menggunakan
representasionalisme atau disebut juga logika cermin ‘setiap kejadian yang berada
diatas panggung merupakan kejadian yang sedang terjadi di kehidupan nyata’. Pada
dasarnya disana terdapat beberapa manusia yang masing-masing memiliki peran,
dalam hal ini penulis maupun direktur memiliki kekuasaan untuk mengatur atau
dalam buku “perbudakan”. Bukan hanya para pemain, penontonpun ikut
terpengaruh karena mengikuti keinginan dari panggung yang teologis. pengarang-
pencipta yang dibekali dengan teks dan terus-menerus mengawasi, mengumpulkan,
dan mengatur waktu atau makna representasi, sementara dia tidak hadir dan berada
di kejauhan. ia membiarkan representasi merepresentasikannya melalui wakil,
sutradara atau actor, penafsir yang diperbudak…yang …lebih kurang secara
langsung merepresentasikan pemikiran “penciptanya”. Budak interpretif yang setia
menjalankan rancangan yang telah ada dari sang “majikan”…akhirnya, panggung
teologis menguasai public pasif dan duduk tenang, penongon, konsumen, penikmat
(Derrida, 1978: 235).
Derrida sangat dipengaruhi oleh filsuf Edmund Husserl dan ahli
bahasa Ferdinand de Saussure. Terlihat bagaimana pemikiran Derrida menyerukan
sebuah dekonstruksi radikal terhadap panggung tradiosional. Atau dengan kata lain,
Derrida ingin melakukan eksperimen terhadap masyarakat dengan menggunakan
pemikirannya. Dia mengigingkan sebuah individu yang bebas tanpa adanya
keterikatan sama sekali (Ritzer, 2012). Jika dicontohkan menggunakan aktor dalam
panggung tradisional, mungkin, Derrida ingin aktor itu mengeluarkan isi hatinya
sendiri tanpa adanya keterikan kontrak atau pemikiran orang lain. Dia ingin agar
aktor tersebut membangun, menciptakan apa yang ingin ia lakukan. Objek
kebencian Derrida adalah logosentrisme (pencaian system pemikiran universal
yang mengungkapkan apa yang benar, tepat, cantik, dan lain sebagainya) yang
telahmendominasi pemikiran sosial Barat. Logosentris tidak hanya menutupi
filsafat, namun juga ilmu-ilmu humaniora.
Pemikiran Derrida menurut penulis terlalu bersifat individualis dan
menganggap semua orang itu jahat. Ketika penjelasannya mengenai panggung
kekejaman, bagaimana seluruh pemain dan penonton dikuasai oleh seseorang yang
disebut sutradara atau direktur. Apa mungkin Derrida melihat manusia-manusia
dalam panggung tradisional sudah tersistemkan. Bagaimana jika kita melihat
kepentingan masing-masing individu yang menjadi penonton dan menjadi aktris,
mengapa Derrida tidak menjelaskan hobi?. Seluruh insan di dunia ini memiliki hobi
yang berbeda-beda. Terdapat hobi yang negative ataupun positif. Dan mungkin saja
orang-orang yang dianggap masuk dalam “panggung kekejaman” ternyata berada
dalam “panggung kegembiraan”. Bagaimanapun kita tidak bisa mengelak bahwa
setiap diskursus bisa dijelaskan dari sudut pandang manapun.

Paul-Michel Foucault, lahir di Prancis pada tanggal 15 Oktober 1928. Dia


menjadi revolusionaris dan juga sebagai seorang
Filsafat yang memiliki pengaruh besar terhadap
kehidupan sosial masyarakat, terutama saat
berakhirnya Perang Dunia II. Pada tahun 1946
Foucault mendapatkan pendidikan di Normale Supérieure (ENS) di Paris di
umurnya yang ke 20. Terkenal karena memiliki pandangan yang berbeda dengan
mahasiswea lainnya. Karyanya dapat dilihat menentang keberadaan Marxisme
Sartrean1. Sebagaimana temannya, Deleuze, Oeuvre, Foucault dipengaruhi
pemikiran Nietzshe dan menentang ajaran humanistik dari Marxisme eksistensialis.
Pada tahun 1955, ia mulai menjadi dosen tamu di University of Uppsula,
Swedia. Selama di Universitas itulah minatnya terhadap sejarah psikiatri makin
memuncak. Pasalnya adalah tanpa diduga perpustakaan Universitas Uppsala
mempunyai sedemikian banyak koleksi arsip-arsip mengenai rumah sakit jiwa di
abad ke-18-19. Dari periode Uppsula ini, ia menghasilkan bukubuku yang
bernuansa psikiatri, yakni Madness and Civilization (1961) dan The Birth of Clinic
(1963). Kedua buku ini merupakan entry-point untuk menarik hubungan antara
sejarah psikiatri dan kekuasaan (Suyono, 2002). Geoff berpendapat, pada umumnya
kehidupan intelektual yang berkembang di Prancis setelah Perang Dunia II
dipengaruhi oleh pemikiran besar yaitu Hegel dan Marx. Dalam hal ini, ternyata
Foucault juga ikut terlibat secara aktif mewakili pemikir Prancis (Afandi, 2011).
Menurut Foucault, dengan demikian ada dua pendapat penting saat pengetahuan
bertemu dengan pikiran-pikiran tentang kemanusiaan.
1. Pertama, dengan pengetahuannya sendiri manusia merupakan
mahluk yang dibatasi oleh lingkungan sekitarnya
2. Kedua, rasionalitas dan kebenaran selalu berubah sepanjang sejarah
Biografi seorang Paul-Michel Foucault bisa dibilang cukup rumit. Dilihat
dari faktor keluarganya, dimana ayahnya adalah seorang dokter yang menginginkan
anaknya menjadi dokter. Tetapi Foucault malah melakukan penelitian-penelitian
yang mendekati ilmu arkeologi atau psikiater, dia melakukan analisa terhadap
masyarakat yang memiliki “kegilaan” serta bagaimana solusi pemberantasan yang
dibentuk oleh para direktur. Karena sifat keingintahuannya terlalu dalam hingga
pemikirannya diambang batas, ia bergabung dengan kaum homoseksual dan malah

1
Pemikiran Sartre telah memposisikan eksistensialisme di bawah marxisme, namun Sartre tetap
berkeyakinan bahwa untuk mengobati sistem dialektika yang sakit (stagnan) perlu dilakukan pula
secara dialektis, dan dalam upaya ini—memikirkan dialektika secara dialektis—berarti melibatkan
subyektivitas individu. Inilah yang disebut Sartre dengan “memanusiakan dialektika marxis”, yakni
dengan cara memasukkan gagasan eksistensialisme ke dalam marxisme.
menjadi salah satu dari mereka. Berikut akan menjelaskan bagaimana sebagian isi
dari buku yang ditulis oleh Michel Foucault.

THE GREAT CONFINEMENT


Dengan menggunakan tindak kekerasan, abad klasik telah menurunkan
bungkaman kegilaan yang suaranya baru dibebaskan oleh masa renaissans, namun
kekerasan itu terlanjur diizinkan. Sudah diketahui oleh khalayak umum bahwa abad
ke 17 telah menciptakan berbagai bentuk rumah kurungan, namun hanya sedikit
yang mengetahui bahwa 1:100 masyarakat paris sempat menetap di kurungan
tersebut selama beberapa bulan. Kekuasaan absolut telah tercipta dari lettres de
cachet dan digunakan untuk tindakan yang sewenang-wenang. Terlebih lagi
kesadaran peradilan ikut serta dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Berkat
informasi dari Pinel, Tuke, Wagnitz kita mengetahui bahwa kegilaan yang menjadi
subjek dari pengurungan selama satu setengah abad, dan mereka suatu hari akan
ditemukan di kurungan Hapital General pada sel-sel penjaranya. Mereka juga dapat
ditemukan di campuran populasi rumah-rumah pekerja atau Zuchthiiusern. Namun
jarang dijelaskan mengenai status pekerja tersebut, apakah orang miskin,
pengangguran, para tahanan dan orang-orang tidak waras di tempatkan di satu sel
yang sama. Berkat kurungan tersebut pinel dan para psikiater abad ke-19
dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki kegilaan. Mulai dari
pertengahaan abad ke 17, kegilaan telah terhubung dengan negeri pengurungan
yang akhirnya membuat mereka menganggap pengurungan sebagai tempat tinggal
alami.
Sejak awal terlihat jelas bahwa Hopital General lebih mirip dengan semi-
judicial, sebuah entitas administrative, bersama dengan kekuasaan konstitusi, dan
diluar pengadilan, pemutusan, penghakiman, dan hukuman. Terdapat penjelasan di
dalam buku Madness and Civilitation mengenai bagaimana seseorang yang
memiliki kuasa, berikut adalah paragraph yang saya kutip:

“The directors having for these purposes stakes, irons, prison. and dungeons in
the said Hopital General and the places thereto appertaining so much as they
deem necessary, no appeal will be accepted from the regulations they establish
within the said hospital; and as for such regulations as intervene from without,
they will be executed according to their form and tenor, notwithstanding
opposition or whatsoever appeal made or to be made, and without prejudice to
these, and for which, notwithstanding all defense or suits for justice, no
distinction will be made (Foucault, 1988)."
Ternyata dalam sejarah berdirinya Hopital General di Paris, awal mulanya
pada abad itu suatu kota kecil memiliki 30%2 penduduk yang menjadi pengemis.
Oleh karena itu, pemerintah Paris pada tahun 1606 membuat suatu aturan, dimana
para pengemis menerima sanksi keras. Regulasi itu menyebutkan bahwa setiap
pengemis baik laki-laki ataupun perempuan, orang dewasa ataupun anak-anak
harus ditindaklanjuti dengan sanksi-sanksi kejam. Contohnya adalah pencambukan
di tengah-tengah kota yang diperlihatkan ke penduduk kota tersebut. Hal ini
diyakinkan sebagai solusi pengurangan pengemis di salah satu kota Paris. Regulasi
ini terus dilakukan revisi hingga pada tahun 1607 dibuatlah peraturan pengucilan
terhadap pengemis. Setiap warga yang pengemis digunduli disiksa dan dikucilkan
dari tempat asalnya.
Hal ini mendapatkan kritik
pada tahun 1622 dari Thomas
Dekker, ia dan teman-temannya
membuat pamphlet “Grievous Groan
for the Poor” (Rintihan kesedihan
para orang-orang miskin). Dia
menganggap bahwa sanksi-sanksi yang diberikan malah memperburuk keadaan
kota, para pejabat memikirkan bahwa orang-orang seperti itu akan selalu
melakukan kemalasan dan memperlihatkan kebodohannya demi mendapatkan uang
(ex: mencopet, meminta-minta). Akhirnya pada tahun 1657 dibutlah regulasi baru
di paragraph 9 "They must be punished according to law and placed in houses of
correction; as for those with wives and children, investigation must be made as to
whether they were married and their children baptized, "for these people live like
savages without being married, nor buried, nor baptized; and it is this licentious
liberty which causes so many to rejoice in vagabondage (Foucault, 1988)." Aturan
ini menjelaskan bahwa seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakangnya, jiika

2
Penjelasan ini diambil dalam Buku “Kegilaan dan Peradaban” di halaman 52-53, tetapi
kebenarannya belum saya temukan. Karena pada tahun itu belum ada penelitian kuantitatif untuk
menentukan jumlah pasti.
melanggar laki-laki tidak memandang umur akan dilempar ke laut dan jika
perempuan akan diusir dari kota.
Ketika Hopital General diciptakan di Paris, tujuan utamanya adalah
menindaklanjuti dan menghapus para gelandangan, lebih daripada menyediakan
sebuah tempat bagi para tahanan. Tetapi akhirnya hal ini dimanfaatkan direktur-
direktur tersebut demi mendapatkan keuntungan, mereka diizinkan untuk
mengambil tenaga kerja dari Hopital General demi menguntungkan pribadi mereka.
Abad Klasik telah merekonstruksi pemikiran para direktur terhadap pengurungan,
pemanfaatan tenaga kerja dikuasai oleh mereka dalam hal pengupahan dan
pekerjaan. Pengurungan menjadi institusional yang ganjil pada abad ke-17.
Terutama, sejak semula ia tidak muncul sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
pemenjaraan seperti praktik Abad Tengah. Namun dalam sejarah irrasionalitas,
pengurungan menandai sebuah peristiwa yang sangat menentukan dalam sejarah
kegilaan, momentum dimana kegilaan diterima berdasarkan cakrawala sosial
kemiskinan, ketidakmampouan bekerja dan ketidakmampuan untuk berintegrasi
dengan kelompok momentum dimana kegilaan diletakkan sebagai masalah-
masalah yang ada di sebuah kota.

MADNESS
Seperti penjelasan sebelumnya Hopital General, sejak pembukannya telah
menjadi pengurungan terhadap orang-orang bermoral bejat, ayah-ayah pemboros,
anak-anak durhaka, orang-orang terkutuk, laki-laki yang hanya memperhatikan
dirinya sendiri dan para libertin3. Abad ini mensketsakan profil pengalaman
irrasionalitasmya sendiri. Pada masa Renessains sendiri, memang telah
mengizinkan pemikiran irrasionalitas masuk. Jika dilihat dari kasus-kasus
kontemporer sekarang dan dahulu memiliki kesamaan. Dimana orang-orang yang
berada dalam kegelapan di hukum dengan cara transparan agar mereka memiliki
rasa malu yang berlebihan. Dampak dari perlakuan seperti ini merembet hingga ke
keluarganya, dimana kehormatan sebuah keluarga perlu dihilangkan dari
masyarakat individual dengan perendahan dan penghinaan menanggung rasa malu
kerabatnya.

3
Menurut KBBI, Libertin adalah orang yang bebas, orang yang tidak mau dibatasi dengan aturan-
aturan sosial
Pikiran Ambang Batas dan Arkeologi Pengetahuan, Setelah membaca
buku dari George Ritzer, saya dapat melihat “mengapa Foucault memiliki
pemikiran yang berbeda dengan ilmuan lainnya”. Dalam hal ini ternyata rasa
penasaran yang tinggi atau disebut dengan pikiran ambang batas. Menurutnya
pemikiran ambang batas adalah pemikiran yang mempengaruhi tindakan manusia
hingga sulit untuk dikontrol (mencapai batas hilang). Menurut Foucault pada
ambang inilah manusia dapat berfikiran lebih luas dan menemukan terobosan
terhadap sikap diri dan intelektualitas. Pemikirannya sendiri pada dasarnya adalah
mikro-politik kekuasaan. Dia mempraktikan hermeneutika4 guna mendapatkan
pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena sosial. Foucault tidak cenderung
memahami tentang suatu kebenaran asli yang mendalam. Dia menolak subjek
pemberi-makna yang otonom5. Pengalaman-pengalaman atau sejarah yang
dikumpulkan Foucault untuk menganalisa tindakan manusia menjadikan Teorinya
sebagai Postrukturalis yang dipengaruhi oleh strukturalisme.
Strukturalisme yang muncul dari pemikiran Foucault berasal dari Arkeologi
pengetahuan. Dimana, dia melibatkan serangkaian kaidah-kaidah yang menentukan
kondisi mengenai wacana dan waktu tertentu. Singkatnya, arkeologi adalah
pencarian atas sistem umum penyusunan dan transformasi pernyataan. Hal ini pula
yang mencermikan sisi strukturalisme di pemikiran Foucault, lebih tepatnya karya
Foucault tentang arkeologi itu bertujuan untuk mengatur dokumen-dokumen.
Seperti pendistribusian dokumen, menata, menyusun dokumen ke dalam tingkatan-
tingkatan guna mnenetapkan rangkaian mereka. Foucault tertarik pada wacana-
wacana “yang berusaha untuk memberikan penjelasan atau mensistematisasi diri
mereka dalam hubungan dengan cara tertentu untuk mengatakan kebenaran”. Dia
berpikiran bahwa kebenaran itu terhubung langsung dengan genealogi6 kekuasaan
dan pengetahuan yang saling berkaitan erat.
kembali pada penjelasan pengurungan kegilaan dengan contoh Bicetre,
Prancis. Orang-orang yang memiliki kekuasaan melakukan tindakan demi meraup

4
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna.
5
otonom/oto·nom/ a 1 berdiri sendiri; dengan pemerintahan sendiri: daerah --; 2 kelompok sosial
yang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah tindakannya sendiri
6
Genealogi (bahasa Yunani: γενεά, genea, "keturunan" dan λόγος, logos, "pengetahuan") adalah
kajian tentang keluarga dan penelusuran jalur keturunan serta sejarahnya.
keuntungan dari orang-orang kurang waras tersebut. Dalam “Report on the Care of
the Insane” Desportes menjelaskan sel-sel di Bicetre mirip dengan yang ada pada
abad ke-18 “orang-orang malang yang dikurung didalam sel-sel yang amat buruk
hingga tidak merasakan adanya kehidupan”. terlebih lagi pembukaan darmawisata
setiap hari minggu untuk masyarakat setempat bahkan hal ini dipertontonkan
hingga zaman revolusi. Mirabeau melaporkan dalam Obervations d’un voyageur
anglais bahwa orang gila di Bicetre dipertontonkan seperti kebun binatang, maka
dari itu, orang-orang berani membayar untuk menonton human animal. Berikut
penjelasan kegilaan yang terdapat dalam buku:
1. Klasisme menjelaskan bahwa kegilaan dalam bentuknya yang
paling tinggi adalah manusia dalam relasinya yang spontan dengan
kebinatangan, tanpa arah dan tujuan
2. Kegilaan menguak rahasia kebinatangan dan menjadikannya
kebenarannya sendiri yang di dalamnya
3. Kebinatangan kegilaan tidak bisa dikontrol, demi menghindari
skandal yang inheren di dalam immortalitas irrasionalitas. Orang-
orang ini di sahkan untuk dikurung
4. Saint Vincent de Paul mengatakn orang gila di dalam rumah
pengurungan merupakan kehendak Allah kita yang menempatkan
mereka di tengah-tengah orang-orang fanatic, orang-orang yang
berjiwa iblis, orang gila, orang-orang yang menderita berbagai
cobaan dan orang-orang yang kerasukan
5. Kegilaan adalah titik kemanusiaan paling rendah, Allah tinggal
dalam inkarnasi-Nya, untuk menunjukan bahwa tidak ada
kekejaman dalam diri manusia yang tidak dapat dibebaskan dan
diselamatkan
6. Kegilaan adalah inkarnasi manusia dalam binatang, yang dianggap
symbol universal pengampunan dan kesucian yang diraih kembali
7. Kegilaan mengancam manusia modern dengan hanya
mengembalikannya kepada dunia suram makhluk-makhluk buas dan
benda-benda kepada kebebasan mereka yang selama ini terkekang
8. Makhluk yang ditelan oleh kegelapan
Rasionalisme klasik dapat membuat kita menganalisa dan lebih waspada
terhadap pemikiran-pemikiran yang mengekang kebebasan absolut seperti
irrasionalitas. Menurut Foucault, dengan demikian terdapat dua pendapat penting
saat pengetahuan bertemu dengan pikiran-pikiran tentang kemanusiaan. Pertama,
dengan pengetahuannya sendiri manusia merupakan mahluk yang dibatasi oleh
lingkungan sekitarnya. Kedua, rasionalitas dan kebenaran selalu berubah sepanjang
sejarah . Untuk merumuskan sejarah kebenaran dan rasionalitas tersebut, Foucault
menggunakan analisis strukturalisme sebagai alat bantu yang penting. Meskipun
dia sendiri menolak dikatakan sebagai bagian dari kaum strukturalis, Foucault
diduga terpengaruh oleh kedua gurunya, yakni Roland Barthes dan Louis Althusser.
Lebih daripada itu, Foucault juga pemaham yang baik terhadap ide-ide linguistika
Saussure dan Jakobson atau terhadap ide-ide antropologi antropologi Franz Boaz
dan filologi Georges Dumezil (Danaher, 2001). Menurut Foucault, analisis
struktural berguna dalam dua hal. Pertama, strukturalisme menyediakan
pengertian-pengertian yang sistematis dan akurat dalam membaca sejarah.
Pengertian pertama ini memberitahukan bahwa menurut Foucault, apapun bentuk
pengetahuan, rasionalitas dan kebenaran tidak bisa ditemukan maknanya dalam
dirinya sendiri. Makna sesuatu selalu ditemukan dalam relasinya dengan makna
lain. Sebagai contoh, untuk memahami makna perempuan, seseorang harus
memahami juga makna laki-laki, anak-anak, jenis kelamin transeksual dan
seterusnya. Kedua, di dalam strukturalisme, subjek dan pribadi individual menjadi
tidak berkekuatan atau mati. Subjek adalah oknum-oknum yang dibatasi sekaligus
larut dalam konteks. Konteks dalam pengertian strukturalis adalah sistem sosial,
sistem politik dan sistem budaya. Menurut sudut pandang ini, individu tidak
berpikir atau menciptakan makna, sistemlah yang berpikir dan memproduksi makna
melalui individu (Afandi, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, A. K. (2011). KONSEP KEKUASAN MICHEL FOUCAULT. Jurnal


Tasawuf dan Pemikiran Islam, Volume 01.
Danaher, G. S. (2001). Understanding Foucault. Delhi: Allen & Unwin.
Foucault, M. (1988). Kegilaan dan Peradaban (Madness and Civilitation). French:
Richard Howard Vintage Books Edition.
Ritzer, G. (2012). Teori Sosiologi "Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir Postmodern". New York: Pustaka Pelajar.
Suyono, S. J. (2002). Tubuh yang Rasis: Telaah Kritis Michel Foucault atas Dasar-
dasar Pembentukan Diri Kelas Menengah Eropa . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar dan Lanskap Zaman.

Anda mungkin juga menyukai