Anda di halaman 1dari 16

POSTMODERNISME

OLEH :

PUTRI NOVIANA SANDY (201810360311385)


MAULIDYA INDIS FARADILLA (201810360311397)
RISKA AULIA RAHMI (201810360311404)
DIKA NOVITASARI (201810360311419)
PEMBAHASAN

● Definisi postmodernisme
● Asumsi dasar dari tokoh-tokoh penggagas
posmodernisme
● Teori postmodernisme menggugat modernitas
dan mempertanyakan teori positivisme
● Kritik terhadap posmodernisme
DEFINISI
Postmodernisme itu sendiri memiliki banyak definisi yang di usung oleh para
ahli, salah satunya adalah seperti Louis Leahy yang berpendapat bahwa
postmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman
modern (Leahy, 1985: 271) dimana postmodernisme menganggap bahwa kebenaran
itu tidak bersifat mutlak tetapi bersifat relatif serta tidak objektif melainkan
subjektif.
Prinsip postmodernisme adalah meleburnya batas wilayah dan pembedaan antar
budaya tinggi dengan budaya rendah, antara penampilan dan kenyataan, antara
simbol dan realitas, antara universal dan peripheral dan segala oposisi biner lainnya
yangselama ini dijunjung tinggi oleh teori sosial dan filsafat konvensional. Jadi
postmodern secara umum adalah proses dediferensiasi dan munculnya peleburan di
segala bidang. Postmodernisme merupakan intensifikasi(perluasan konsep) yang
dinamis, yang merupakan upaya terus menerus untuk mencari
kebaruan,eksperimentasi dan revolusi kehidupan, yang menentang dan tidak percaya
padasegala bentuk narasi besar(meta naratif), dan penolakannya terhadap filsafat
metafisis,filsafat sejarah, dan segala bentuk pemikiran totalitas, dan lain-lain
(Muhlisin, 2013:4)
Gugatan terhadap Modernitas
Pemikir postmodernisme merasa jengah terhadap modernisme
yang dianggap telah memanipulasi pemikiran masyarakat
sekarang. Munculnya kehidupan yang modern menjadikan
manusia dipaksa untuk dapat berinteraksi dengan kehidupan yang
serba impersonal, rasional, dan komersial. Akhirnya, manusia-
manusia modern kehilangan hakikat kemanusiaannya untuk saling
tenggang rasa, bekerja sama, berjiwa sosial. Hal inilah yang
menjadikan manusia-manusia sekarang terperangkap pada
karakter hilangnya kepekaan sosial, selalu ingin mengeksploitasi
sesama, dan egosentrik.
Pierre Bourdieu dengan Konsep Trilogi

Bourdieu menghasilkan pemikiran yang dikenal dengan


trilogi atau holy trinity. Trilogi menurut Bourdieu (dalam
Hadiwinata, 2017: 236) terdiri dari habitus, capital, dan
field.
1. 1. Habitus merupakan kumpulan prinsip yang
mengintegrasikan pengalaman yang lalu, kelas, gender,
pekerjaan, lingkungan sosial, dan sebagainya hingga
menjadi praktik, perbuatan, dan representasi ketika
berinteraksi dengan objek/subjek di sekitar.
2. 2. Capital merupakan modal digunakan sebagai senjata
dan pertaruhan seseorang atau lembag dengan tujuan
menguasai bidang-bidang tertentu. Capital hanya
berfungsi jika ada ‘field’ yang artinya konfigurasi
hubungan objektif antar posisi.
3. 3. Field cenderung memaksakan kehendak mereka
sehingga hubungan di dalamnya terdapat dominasi
dan subordinasi, terutama kaum kapital.
Jean Baudrillard dengan Konsep Hiper-
realitas

Dua unsur menurut Baudrillard dengan


munculnya hiper-realitas:
1. Simulasi: penggabungan antara realitas
dengan representasi.
2. Simulacrum: imajinasi yang tidak selalu
ada dalam kenyataan.

Contoh dalam hiper-realitas yang ada


dalam kehidupan manusia sekarang adalah
melupakan fakta tentang Disneyland.
Michel Faucault dengan Konsep Knowledge/Power

Faucault memfokuskan penelitiannya terhadap


hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
kekuasaan. Menurutnya, kekuasaan tumbuh dan
berkembang karena dasar dari ilmu pengetahuan,
dan kekuasaan cenderung menciptakan kembali ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan
tidak pernah lepas dari yang namanya kekuasaan.

Faucult lebih menginginkan ilmu pengetahuan itu


terdesentralisasi (pembagian sebagian wewenang
kepada kaum yang dibawah) dan mengakui
kebenaran majemuk.
Jacques Derrida dengan Konsep Dekonstruksi

Derrida mengeksplorasi ketimpangan antara teks dan


maksud dalam suatu penelitian yang mengakibatkan
buramnya atau ketidakjelasan pada hasil penelitian
tersebut. Derrida menginisiasi teknik dekonstruksi dalam
membaca suatu teks, yaitu:
1. Sisi sinkronik: yang dituliskan penulis ada di dalam teks
tersebut,
2. Sisi diakronik: maksud penulis tidak nampak di dalam
teks mengenai sesuatu yang diinginkan penulis.
Dekonstruksi tidak hanya menjadi kesempatan dalam
pemahaman lebih komprehensif pada sebuah teks, tetapi
juga membantu pembaca mengidentifikasi tindakan
sewenang-wenangnya yang sering tersembunyi dalam teks.
Teori postmodernisme mempertanyakan teori
positivisme

Posmodernisme ternyata mempermasalahkan keberadaan ilmu sosial


modern berkarakter positivistik, empiris, dan model rasional-logis.

Menurut Pauline Rosenau (dalam Hadiwinata, 2017: 243-244) terdapat


enam kritik Posmodernisme pada ilmu sosial modern :

a. Pertama, ilmu sosial modern dianggap gagal memenuhi janji dalam


menghasilkan hasil yang dramatis hingga menjadikan para ilmuwan
dan masyarakat semakin sinis, serta berujung kecewa karena teori atau
prediksi masa depan yang tepat tidak berhasil terwujud
b. Kedua, ilmu sosial modern dimanipulasi oleh para penguasa
dalam memenuhi kepentingannya
c. Ketiga, kesenjangan fungsi ilmu sosial modern seharusnya
dengan kenyataan yang ada
d. Keempat, kesalahpahaman mengenai ilmu sosial modern yang
dapat memberikan solusi bagi permasalahan kemanusiaan abad
ini yang faktanya banyak masalah sosial tidak mampu
diselesaikan melalui ilmu sosial modern
e. Kelima, ilmu sosial modern terbelenggu empirisisme-logis dan
rasionalitas
f. Keenam, ilmu sosial modern kurang memberikan tempat pada
faktor normatif dan etik, sehingga hanya menekankan pada
sesuatu hal yang berbau konkret saja.
Asumsi dasar dari tokoh-tokoh penggagas
posmodernisme

1. 1. Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan


modernisme yang sebagai narasi besar seperti kebebasan,
kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya mengalami
permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang
memunculkan istilah religi, nasional kebangsaan, dan
kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk saat ini
tidak dapat dipercaya atau kurang tepat kebenarannya.
2. Michel Foucault, adalah seorang tokoh postmodernisme yang menolak
keuniversalan pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran
pencerahan yang ditolak oleh Foucault yaitu:

a) Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal,


tetapi khas untuk setiap waktu dan tempat

b) Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif


dunia, tetapi pengetahuan itu selalu mengambil perspektif

c) Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan


murni, tetapi selalu terikat dengan rezim-rezim penguasa.
3. Jacques Derrida. Membahas filsuf yang satu ini tidak akan lepas
dari buah pikirannya tentang dekonstruksi.
4. Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan
terhadap pemikiran teori sosial untuk postmodernisme yang
baginya bahwa objek konsumsi merupakan tatanan produksi.
Sehingga baginya masyarakat hidup dalam simulasi yang
dicirikan dengan ketidakbermaknaan. Karena manusia
kehilangan identitasnya dan jati dirinya yang banyak terjadi pada
masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan menyebut
dunia postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
5. R. B. J. Walker yang memfokuskan pada aspek historisitas dan
spasialitas teori Hubungan Internasional. Dari sisi historisitas, teori
politik mengandung tiga macam problematika yang layak didiskusikan
6. James Der Derian dengan konsep “Perperangan Virtual”.
Pendistorsian persepsi peperangan dapat menegaskan Baudrillard
bahwa masyarakat modern cenderung sulit membedakan hal yang
virtual dengan yang nyata karena teknologi modern telah mampu
mengubah mereka menjadi kurang peka pada jarak, durasi kronologis,
dan beda antara realitas dengan virtualitas.
7. Richard Ahsley membicarakan permasalahan yang dihadapi pakar
Hubungan Internasional menerapkan perspektif teori kritis ke dalam
politik internasional. Richard masih meragukan apakah evaluasi kritis
fenomena politik internasional dapat dilakukan secara optimal melalui
perspektif posmodernisme.
● 8. Michael J. Shapiro. Ia membahas bagaimana diskursus dalam
studi Hubungan Internasional mengalami dinamika. Pada era
yang disebut Shapiro sebagai diskursus Pasca Kantianada upaya
mengembalikan unsur nilai dan etika ke dalam kajian politik
internasional.
● 9. Roland Bleiker membahas tentang representasi peristiwa
dalam studi Hubungan Internasional (konflik, peperangan,
bencana kelaparan, konferensi tingkat tinggi, dan lain-lain) oleh
media massa – yang menggabungkan unsur pengetahuan dan
hiburan – telah mengakibatkan terjadinya penyimpangan
metafora yang tidak saja mengelabui publik tetapi juga membuat
bingung para penstudi Hubungan Internasional
Kritik Postmodernisme
1. Pemikiran kaum postmodernisme tentang modernisme yang
dianggap ahistroris,
2. Pemikir postmodernisme kurang tegas apakah mereka
menciptakan teori atau mengarang sastra,
3. Habermas mengkritik postmodernisme sebagai perspektif
yang gagal membedakan fenomena dan praktik yang terjadi
pada masyarakat modern,
4. Pemikir posmodernisme dituduh mengabaikan praktik
kehidupan dunia,
5. Postmodernisme cenderung menerapkan metodologi berpikir
“asal comot” dengan mainstream pemikiran yang kurang jelas
dan tidak beraturan.

Anda mungkin juga menyukai