Anda di halaman 1dari 10

HALIMATUS SADIYAH

14030112410020
TUGAS METODE PENELITIAN TERAPAN (RESUME)


BERBAGAI PARADIGMA YANG BERSAING DALAM PENELITIAN KUALITATIF
EGON G. GUBA
YVONNA S. LINCOLN

Perbedaan Kuantitatif/Kualitatif
Secara historis, penekanan ilmu pengetahuan pada kuantifikasi dengan ilmu matematika
sebagai induk ilmu pengetahuan, fisika dan kimia masuk dalam ranah kuantifikasi dan disebut
hard sementara biologi dan ilmu sosial diberi istilah soft bukan bermaksud meremehkan
akan tetapi lebih kepada ketidaktepatan (dugaan) dan sifatnya kurang dapat diandalkan. Seiring
berjalannya waktu muncul berbagai kritikan terhadap kuantifikasi.

Kritikan Kuantifikasi
Ada 2 kritik yang menentang kuantifikasi yaitu (1) paradigma konvensional: dalam bentuk
asumsi-asumsi metafisis yang menentukan sifat dasar penelitian positivis. (2) dalam bentuk
asumsi-asumsi yang menentukan berbagai paradigma alternative.

Kritik Internal (Intraparadigma)
Beberapa persoalan tersirat untuk menentang kearifan konvensional, antara lain sebagai
berikut:
- Melepaskan konteks
Pendekatan eksak kuantitatif yang memfokuskan pada satuan variabel secara otomatis
melepaskan dari pertimbangan melalui control/randomisasi, berbagai variabel lainya yg
jika diberi kesempatan bisa jadi memunculkan pengaruh dan mengubah temuan penelitian.
Selain itu, pendekatan ini juga mengurangi relevansinya, yaitu sifat praktis/keumuman,
karena hanya dapat diterapkan dalam konteks tertentu (laboratorium misalnya)
- Pengesampingan makna & tujuan
Perilaku manusia berbeda dengan benda fisik lainnya, tidak dapat dipahami tanpa mengacu
pada makna dan tujuan yang dilekatkan oleh manusia pada berbagai aktifitas. Data
kualitatif diyakini memperikan pengertian medalam tentang perilaku manusia.
- Pemisahan teori-teori utama dari konteks local: dilema etik/emik
Teori etik /orang luar yang memusatkan perhatiannya pada sebuah penelitian (pada berbagi
hipotesis yang diajukan untuk diuji) boleh jadi tidak banyak memiliki makna atau tidak
sama sekali pada pandangan emik/orang dalam tentang berbagai individu, kelompok,
masyarakat atau kebudayaan yang diteliti. Data kuantitatif diyakini bermanfaat untuk
menyingkap berbagai pandangan emik, teori2, agar bisa menjadi sahih.
- Tidak dapat diterapkannya data umum pada kasus individual
Generalisasi, meskipun secara statistik berarti tetapi tidak dapat diterapkan pada kasus
individu (Contoh, fakta, 80% individu-individu yang memperlihatkan gejala tertentu
mengidap kanker paru-paru. Merupakan bukti yang tidak sempurna untuk menyatakan
bahwa seorang pasien tertentu yang menunjukkan gejala seperti itu pasti mengidap kanker
paru-paru). Data kualitatif dapat membantu mencegah ambiguitas tsb.
- Pengesampingan dimensi penemuan dalam penelitian
Penekanan konvensional pada verivikasi hipotesis spesifik dan mengesampikan sumber
hipotesisi tersebut, hanya penelitian yang empirik-lah yg disebut ilmu pengetahuan,
pandangan para pemikir kreatif dan divergen akan dikesampingkan

Kritik Eksternal (Ekstraparadigma)
Berbagai Paradigma Alternatif muncul tidak hanya mencakup kualifikasi pendekatan, namun
juga penyesuaian fundamental asumsi-asumsi dasar yang memandu jalannya penelitian.
Penolakan terhadap pandangan yang diterima dapat dijustifikasi berdasarkan sejumlah alasan,
yang utama antara lain:
- Fakta yang sarat teori
Dalam pandangan konvensioanl, penelitian dapat objektif, jika terlepas dari fakta-fakta
yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut. Padahal teori dan fakta diyakini sebagai
hal yang saling bergantung, yaitu fakta itu disebut fakta jika ada dalam kerangka teoritis
tertentu. Jika hipotesis dan penelitian tidak lagi bebas fakta maka objektivitas mengalami
kekaburan.
- Lemahnya determinasi teori (persoalan induksi)
Memungkinkan untuk menemukan teori yang padu untuk menjelaskan sederet fakta fakta
(deduksi), tetapi tidak akan pernah mungkin menjelaskan sekumpulan fakta dengan teori
yang tunggal tanpa jalan induksi.
- Fakta yang sarat nilai
Teori merupakan pernyataan nlai itu sendiri. fakta-fakta dugaan tidak hanya dipandang
melalui jendela teori namun juga jendela nilai. Sikap bebas nilai dari pandangan yang
diterima pun dipertanyakan.
- Sifat saling mempengaruhi antara peneliti dan yang diteliti
Temuan temuan yg terjadi melalui interaksi antara peneliti dengan fenomena (dalam ilmu
sosial=manusia) menjadi proses penelian yg lebih masuk akal dibandingkan gagasan hasil
penelitian ditemukan melalui observasi objektif sebagaimana mereka yang sesungguhnya
dan sebagaimana cara kerja mereka yang sesungguhnya

PARADIGMA
Paradigma dipandang sebagai kumpulan kepercayaan dasar (kepercayaan tsb harus
diterima semata2 berdasarkan keyakinan, tidak ada cara unt membuktikan kebenaran puncaknya)
yang berurusan dengan prinsip-prinsip puncak atau pertama. Paradigma mewakili pandangan
dunia (yg menentukan bagi pemakaiannya), sifat dunia (tempat individu didalamnya) dan
rentang hubungan yang dimungkinkan dengan dunia dan bagian2nya (cth kosmologi dan
teologi).

Sifat Paradigma
1. Paradigma sebagai sistem keyakinan dasar yang didasarkan pada asumsi-asumsi
ontologis, epistemologis dan metodologis
Bagi peneliti, berbagai paradigma penelitian memberikan penjelasan ttg apa yg hendak
mereka lakukan dan apa saja yg masuk dalam dan luar batas penelitian yg sah. Ada tiga
pertanyaan fundamental ttg paradigma :

Keyakinan Dasar Paradigma Penjelasan
Ontologis Apakah bentuk dan sifat realitas? Apa yg ada disana
(dlm realitas tsb) yang dapat diketahui tentangnya?
Cth: dunia nyata : bagaiman keadaan segala sesuatu
itu yg sesungguhnya dan bagaimana cara kerja segala
sesuatu itu yg sesunggunya
Epistemologi Apakah sifat hubungan yang terjalin antara yang
mengetahui atau calon mengetahui dengan sesuatu yg
dpt diketahui?

(harus terkait dengan ontologisnya, cth dalam dunia
nyata sikap berupa keterpisahan objektif/bebas nilai)
Metodologis Apa saja cara yang ditempuh peneliti untuk
menemukan apapun yang (ingin diteliti) dapat
diketahui?

2. Paradigma sebagai konstruksi manusia
Paradigma yg merupakan suatu keyakinan tidak bisa dibuktikan kebenarannya, dan tidak
ada cara satu paradigma diatas paradigma yang lain. Setiap paradigma hanya mewakili suatu
pandangan tertentu yang sederet jawabannya (3 pertanyaan diatas) merupakan konstruksi
manusia (hasil ciptaan manusia), tidak ada konstruksi tanpa kritikan, dan menekankan pada
sifat kepahaman, dan manfaatnya daripada pembuktian

3. Keyakinan keyakinan dasar yang diterima paradigma penelitian yang diterima dan
paradigma penelitian alternatif
- Terma positivisme mangacu pada pandangan yang diterima yang telah mendominasi
wacana formal dalam ilmu-ilmu social dan ilmu ilmu fisik.
- Terma post-positivismemewakili upaya upaya untuk memberikan jawaban secara terbatas
terhadap kritik yang paling problematic dalam positivisme.
- Terma teori kritis adalah sebuah terma umum yang mengacu pada beberapa paradigma
alternatif, yang mencakup di dalamnya; neo-marxisme, feminisme, materialisme &
penelitian partisipatif.
- Terma konstruktivisme mengacu pada sebuah paradigma alternatif dengan asumsi
pembedanya berupa peralihan dari realisme ontologis menuju relativisme ontologis.

Keyakinan Dasar (Metafisika) Dari Paradigma-Paradigma Penelitian Alternatif

Item Positivisme Post-positivisme Teori Kritis Konstruksivisme
Ontologi Realisme
naif, realitas
nyata,
namun bisa
dipahami
Realisme kritis,
realitas nyata, namun
hanya bisa dipahami
secara tidak
sempurna dan secara
probabilistik
Realisme historis,
realitas maya yg
dibentuk oleh
nilai2 sosial,
politik, ekonomi,
etnik dan gender,
mengkristal
seiring perjalanan
waktu
Relatisme,
realitas yang
dikonstruksikan
secara lokal dan
spesifik
Epistemologi Dualisme-
objektivis,
temuan yang
benar
Dualisme/objectivis
yg dimodifikasi;
tradisi/komunitas
kritis, temuan2 yg
mungkin benar
Transaksional/
subjektivas;
temuan temuan
yang diperantarai
oleh nilai
Transaksional/
subjektivas;
temuan temuan
yang diciptakan


Metodologi Eksperiment
al/
manipulatif,
verifikasi
hipotesis,
terutama
metode2
kuantitatif
Eksperimental
/manipulatif yg
dimodifikasi;
keberagaman kritis;
falsifikasi hipotesis;
bisa jadi meliputi
metode2 kualitatif
Dialogis/ dialektis Hermeneutis /
dialektis
Penjelasan pergerakan :
Ontologi
Posisi positivisme pd realime naif, mengasumsikan sebuah realitas eksternal objektif yang dapat
dicapai oleh peneliti, menuju ke realisme kritis post positivisme, mengasumsikan realitas
objektif namun realitas hanya dipahami secara tidak sempurna dan probabilistik, ke realisme
historis teori kritis, mengasumsikan realitas yg terstuktur secara historis yang hadri tanpa
pemahaman, sama2 membatasi dan mengungkungnya seolah2 nyata; ke relativisme
konstruksivisme, mengasumsikan realita sosial yg bermacam2 dan kadang2 bertentangan yg
merupakan olah cipta pikiran manusia.

Epistemologi
Asumsi dualisme dan objektivisme positivisme yang mungkinkan peneliti unt menentukan
bgmana keadaan segala sesuatu yg sesungguhnya dan bgmn cara kerja sgala sesuatu yg
sesunggunya ke asumsi dualis/objektivis post-positivisme yg dimodifikasi yg memungkinkan
upaya unt mendekati realistas; ke asumsi transaksional/subjektivis teori kritis yg menyatakan
ilmu pengetahuan bergantung pd nilai2; ke asumsi transaksional/subjektivis konstruktivis, ilmu
pengetahuan tercipta melalui proses interaksi anatara peneliti dengan responden.

Metodologi
Metodologi ekspermental manipulasi positivisme yg memfokuskan diri pd verivikasi hipotesis,
ke metodologi ekspermental manipulatif post-positivisme yg dimodifikasi yg menfokuskan diri
pada falsifikasi hipotesis, ke metodologi dialogis-dialektis teori kritis yg dimaksudkan unt
merekonstruksi berbagai konstruksi yg dipegang sebelumnya, ke metodologi
hermeneutis/dialektis konstruktivisme unt merekonstruksik berbagai konstruksi yg dipegang
sebelumnya

KETERANGAN:
1. Positivistik
Item Positivisme Penjelasan
Ontologi Realisme naif,
realitas nyata,
namun bisa dipahami
Realitas yg diasumsikan hadir, dikendalikan hukum
alam dan tdak dpt diubah. Generalisasi yang bebas
waktu dan bebas konteks, bentuk hukum sebab-
akibat
Epistemologi Dualisme-objektivis,
temuan yang benar
Peneliti dan objek diteliti sbg entitas berbeda,
peneliti dirasa mampu mempelajari objek tanpa
memengaruhi atau dipengaruhinya. Temuan temuan
yg dapat diulang dianggap benar
Metodologi Eksperimental/
manipulatif,
verifikasi hipotesis,
metode2 kuantitatif
Pertanyaan/hipotesis dinyatakan dalam bentuk
proposisi dan tunduk pada pengujian empiris unt
memverifikasinya.
2. Post-Positivistik
Item Post-positivisme Penjelasan
Ontologi Realisme kritis,
realitas nyata, namun
hanya bisa dipahami
secara tidak
sempurna dan secara
probabilistik
Realisme diasumsikan ada, namun tidak bisa
dipahami secara sempurna krn pd dasarnya
mekanisme intelektual manusia pny kekurangan,
sementara fenomena memiliki sifat yg tdk mudah
diatur. Realitas diuji dgn pengujuan kritis unt
memudahkan memahami realitas.
Epistemologi Dualisme/objectivis
yg dimodifikasi;
tradisi/komunitas
kritis, temuan2 yg
mungkin benar
Dualisme sudah ditinggalkan, objektivitas ttp
menjadi cita2 peneliti; tradisi kritis : apakah hasil
penelitian sesuai dgn ilmu pengetahuan yg ada
sebelumnya?; komunitas kritis; hasil penelitian yg
dapat diulang besar kemungkinannya benar, tunduk
pad falsifikasi
Metodologi Eksperimental
/manipulatif yg
dimodifikasi;
keberagaman kritis;
falsifikasi hipotesis;
bisa jadi meliputi
metode2 kualitatif
keragaman kritis (versi baru triangulasi) sbg satu
cara memfalsifikasi (bukan verivikasi) hipotesis;
dicapai dengan teknik-teknik kualitatif

3. Teori Kritis
Item Teori Kritis Penjelasan
Ontologi Realisme historis,
realitas maya yg
dibentuk oleh nilai2
sosial, politik,
ekonomi, etnik dan
gender, mengkristal
seiring perjalanan
waktu

Mengkristal menjadi serangkain struktur yang
dipandang (tdak tepat) nyata (alamiah dan abadi)
padahal nyata : realitas maya atau historis
Epistemologi Transaksional/
subjektivas; temuan
temuan yang
diperantarai oleh nilai
Peneliti dan objek berinteraksi, nilai2 peneliti
mempengaruhi penelitian
Metodologi Dialogis/ dialektis Sifat transaksional penelitian membutuhkan dialog
antara peneliti dengan subjek2 penelitian; dialog
harus berciri dialektis agar dapat mengubah
ketidaktahuan dan kesalahpahaman menjadi
kesadaran yg lebh dalam

4. Konstruktivisme
Item Konstruksivisme Penjelasan
Ontologi Relatisme, realitas
yang
dikonstruksikan
secara lokal dan
spesifik
Realitas dipahami sbg bentuk mental yg non-indra
yg didasarkan secara sosial dan pengalaman berciri
lokal dan spesifik.
Epistemologi Transaksional/ Peneliti dan objek penelitian dianggap terhubung
subjektivas;
temuan temuan
yang diciptakan
secara timbal balik sehingga hasil2 penelitian
tercipta secara literal seiring berjalannya proses
penelitian.
Metodologi Hermeneutis /
dialektis
Sifat variabel dan instrumental dari konstruksi
soaial menunjukan bahwa konstruksi individu
hanya dapat diciptakan dan disempurnakan melalui
transakasi anatara dan diantara peneliti dan para
responden. Tujuan akhir mendapatkan konstruksi
konsensus

Berbagai Posisi Paradigma Dalam Masalah2 Praktis Pilihan

Masalah Positivisme Post-positivisme Teori kritis dkk Konstruksivisme
1. Tujuan
penelitian
Penjelasan : prediksi dan kontrol Kritik dan
transformsi;
pemulihan dan
emansipasi
Pemahaman
rekonstruksi
2. Sifal ilmu
pengetahuan
Hipotesis yg
sahih
dikembang-kan
menjadi
fakta/hukum
Hipotesis yg tak
dpt difalsifikasi
yg berpulang
manjadi fakta
atau hukum
Wawasan
stuktural /
historis
Berbagai
rekonstruksi
individual
bersatu
membentuk
konsensus
3. Akumulasi
pengetahuan
Pertambahan bahan2 pembangun
yg menyempurnakan bangunan
pengetahuan generalisasi dan hub
sebab-akibat
Revisionisme
historis;
generalisasi
melalui
similaritas
Rekonstruksi yg
lebh matang &
canggih;
pengalaman yg
seolah2 dialami
sendiri
4. Kriteria baik-
buruknya/kua
litas
keketatatan sbg standar
konvensional: validitas internal dan
eksternal, reliabilitas dan
objektivitas
Keterposisian
historiss;
lenyapnya
ketidaktahuan
stimulus
tindakan
Layak dipercaya
dan keontentikan
serta
kesalahpahaman
5. Nilai Tidak tercakup-pengaruh ditolak Tercakup berciri formatif
6. Etika Ekstrinsik; cenderung menipu Intrinsik;
kecondongan
moral ke arah
ilham
Intrinsik; proses
yg condong ke
arah
penyingkapan
rahasia,
persoanal2 khsus
7. Suara Ilmuan yg tdak memihak sbg
penasihat pembuat kebijakan,
pembuat kebijakan dan pelaku
perubahan
Intelektual
transformatif
sbg pembela
dan aktivis
Partisipan yg
penuh empati dan
gairah sbg
fasilitator bagi
rekonstruksi
multi pesan
8. Training Teknis dan
kuantitatif,
Teknis,
kuantitatif dan
Sosialisasi ulang, kualitatif dan
kuantitatif; sejarah; nilai2 altruisme
teori2
substantif
kualitatif, teori
substantif
dan pemberdayaan
9. Akomodasi sepadan Tidak sepadan
10. Hegemony Pengatur publikasi, pendanaan,
promosi, dan jabatan
Mencari pengakuan dan masukan

Keterangan:
Berbagai implikasi masing2 posisi paradigma terhadap masalah2 praktis pilihan
Tujuan penelitian, sifat pengetahuan, akumulasi pengetahuan, dan kriteria kualitas ,
merupakan sebagaian persoalan yg dianggap penting bagi kaum positivis dan post-positivis.
Persoalan nilai dan etika adalah isu penting bagi semua paradigma. Suara, pelatihan, akomodasi
dan hegemoni adalah isu yg dianggap penting bagi penganut paradigma alternatif.

1. Apakah maksud atau tujuan penelitian?
Paradigma Positivisme dan Post-Positivisme bertujuan untuk memberikan prediksi dan
mengendalikan fenomena, yg seharusnya berkembang dari waktu ke waktu. Pada posisi ini
reduksi dan determinasi yang diisyaratkan perlu dicermati karena dapat membawa peneliti
terseret ke peran sebagai ahli yang menempatkan peneliti pada posisi dengan hak yang
istimewa, namun pada kenyataannya posisi itu justru tidak layak bagi seorang peneliti.
Teori Kritis bertujuan pada penelitian tentang kritik dan transformasi struktur sosial,
politik, budaya, ekonomi, etnis, dan gender yang terkekang dan tertindas. Kriteria kemajuan
dari teori ini adalah pemulihan dan emansipasi. Pada teori ini advokasi dan aktivisme
merupakan konsep utama. Posisi peneliti sebagai pendorong dan fasilitator menyiratkan
bahwa secara apriori peneliti memehami apa saja transformasi yang dibutuhkan.
Konstruktivisme bertujuan untuk memahami dan merekonstruksi berbagai konstruksi
yang sebelumnya dipegang oleh peneliti lainnya, konstruksi itu bersifat konsensus namun
masih terbuka bagi interpretasi baru seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan
teknologi informasi. Kriteria kemajuan yakni dengan seiring berjalannya waktu maka setiap
orang akan mampu merumuskan konstruksi yang lebih canggih, matang dan semakin
tersadar akan isi maupun makna dari berbagai konsep yang saling bersaing. Pada pandangan
ini advokasi dan aktivisme menjadi dua konsep utama. Peneliti berperan sebagai partisipan
dan fasilitator dalam proses ini, peran tersebut dikritik karena posisi tersebut melebarkan
peran peneliti hingga melampaui batas rasional keahlian dan kompetensinya ( Carr &
Kemmis, 1086)

2. Apakah yang menjadi sifat ilmu pengetahuan?
Positivisme, pengetahuan terdiri atas berbagai hipotesis yang diverivikasi dan dapat
diterima sebagai fakta atau hukum. Sedangkan Post-positivisme menyebutkan bahwa
pengetahuan terdiri atas berbagai hipotesis yang tak dapat digugurkan dan dapat dipandang
sebagai fakta atau sebuah hukum.
Teori Kritis menyebutkan bahwa pengetahuan adalah sekumpulan wawasan struktural
atau historis yang akan ditransformasikan seiring berjalannya waktu. Transformasi itu sendiri
terjadi ketika munculnya pemahaman baru yang terjadi melalui interaksi dialektis.
Teori Konstruktivisme menyebutkan pengetahuan terdiri atas berbagai konstruksi yang
memiliki konsensus relatif diantara pihak yang berkompeten untuk menginterpretasikan isi
konstruksi itu sendiri. Ketika para penafsir yang memiliki kompetensi yang sama memiliki
ketidaksepahaman maka hal itu dapat menciptakan terjadinya berbagai macam
pengetahuan. Konstruksi yang telah ada selalu tunduk pada revisi yang sifatnya
berkelanjutan. Revisi tersebut dipastikan dapat terjadi ketika konstruksi yang berbeda
ditempatkan sejajar dalam sebuah konteks dialektis.

3. Bagaimana ilmu pengetahuan mengalami akumulasi?
Positivisme dan Post-positivisme akumulasi ilmu pengetahuan terjadi secara bertahap
pada masing-masing fakta yang berperan pada pembentukan bangunan pengetahuan yang
terus tumbuh.ketika fakta tersebut berupa generalisasi ataupun pertalian sebab-akibat maka
fakta itu dapat digunakan secara efisien untuk memprediksi serta mengendalikan, sehingga
generalisasi dapat dibuat dengan kepercayaan yang bisa diprediksikan untuk populasi setting.
Teori Kritis berpandapat bahwa pengetahuan tidak berakumulasi dalam pengertian
mutlak melainkan tumbuh dan berubah melalui sebuah proses revisi historis yang
berlangsung secara dialektis dan mengikis ketidakpahaman serta ketidaktahuan secara
berkelanjutan. Generalisasi pada teori kritis dimungkinkan jika percampuran antara
lingkungan, nilai sosial, politik, budaya, ekonomi, gender dan etnis pada tingkatan yang
sama.
Teori Konstruktivisme pengetahuan berakumulasi pada satu pengertian saja, melalui
pembentukan berbagai konstruksi yang semakin matang dalam proses dialektis, hal ini
terjadi seiring dengan diletakannya berbagai macam konstruksi dalam posisi sejajar.
Mekanisme penting untuk memindahkan ilmu pengetahuan dari satu setting ke setting yang
lain adalah modal pengalaman sendiri yang diperoleh dari laporan studi kasus.

4. Apakah kriteria yang layak dipakai untuk menilai kebaikan atau kualitas sebuah penelitian?
Positivisme dan Post-positivisme kriteria yang layak : standar keketatan konvensional
yang terdiri atas validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas, dan objektivitas.
Teori Kritis kriteria layak adalah posisi historis penelitian yang meliputi gejala awal
sosial, politik, budaya, ekonomi, etnis, dan gender.
Konstruktivisme terdapat dua kumpulan kriteria yaitu kriteria kelayakan kredibilitas dan
kriteria keontetikan kewajaran. Kriteria kelayakan kredibilitas, sifat dapat dipindahkan,
dependabilitas dan konfirmabilitas.Sedangkan pada kriteria keotentikan kewajaran meliputi
keotentikan ontologis, keotentikan edukatif, keotentikan katalitis dan keotentikan taktis.
Kriteria pertama menggambarkan usaha awal untuk memecahkan persoalan kualitas bagi
konstruktivisme sedangkan kriteria kedua meskipun timpang tindih namun melalui
keotentikan ontologis dan keotenikan edukatif dapat melengkapi kriteria pertama. Meskipun
demikian isu kriteria kualitas dalam konstruktivisme belum sepenuhnya terpecahkan
sehingga dibutuhkan kritik selanjutnya.

5. Apakah peran nilai dalam penelitian?
Positivisme dan Post-positivisme nilai dikesampingkan. Keduanya dikenal bebas nilai
berdasarkan sikap epistemologisnya. Karena nilai dipandang sebagai variabel yang
mengacaukan yang tidak boleh memegang peran dalam penelitian yang diduga obyektif.
Pada Teori Kritis dan Konstruktivisme nilai diletakan pada posisi yang penting. Kedua
teori ini memandang nilai sebagai sesuatu yang tak bisa dihindari untuk membentuk hasil
penelitian. Konstruktivisme yang memandang posisi peneliti sebagai pelaksana dan
fasilitator lebih berpeluang memberi penekanan daripada teori kritis, karena teori kritis
cenderung menyeret peneliti ke dalam peran yang lebih otoritatif.

6. Apakah fungsi dan etika penelitian dalam penelitian?
Positivisme dan Post-positivisme beranggapan etika merupakan pertimbangan penting
dan diperhatikan secara serius oleh para peneliti. Teori Kritis, etika hampir lebih berciri
intrinsik seperti sebagaimana yang tersirat dalam kesungguhan untuk menghilangkan
ketidaktahuan dan kesalahpahaman, serta mempertimbangkan nilai dan sisi historis dalam
proses penelitian. Ada kecenderungan moral bahwa peneliti adalah seorang pengungkap
misteri bukannya seorang penipu, namun kecenderungan itu tidak menutup kemungkinan
terjadinya perilaku tidak etis yang menyimpang.
Konstruktivisme memasukan etika sebagai hal yang bersifat intrinsik karena penyertaan
nilai partisipan dalam penelitian. Ada dorongan kecenderungan proses ke arah penyingkapan
rahasia. Tindakan menyembunyikan maksud peneliti dilakukan unt mencapai tujuan
penelitian dan pengembangan konstruksi. Metodologi hermeneutis atau dialektis itu sendiri
memberikan perlindungan yang kuat namun tidak anti muslihat. Menurut Guba dan Lincoln,
interaksi pribadi ysng dituntut oleh metodologi bisa jadi memunculkan berbagai persoalan
dan seringkali menyangkut masalah yang rahasia dan anonim.

7. Suara apakah yang disorot dalam aktivitas penelitian? Terutama aktivitas yang mengarah ke
perubahan.
Positivisme dan Post-positivisme mengatakan suara peneliti adalah suara ilmuwan yang
tak memihak yang memberi masukan bagi pengambil keputusan, pembuat kebijakan dan
pelaku perubahan.
Teori Kritis suara peneliti adalah suara intelektual transformatif (Giroux,
1988)perubahan menjadi mudah seiring dengan perkembangan wawasan yang lebh besar
tentang seluk beluk persoalan yang dihadapi dan keinginan untuk memecahkan persoalan
tersebut.
Konstruktivisme mengatakan suara peneliti adalah suara penelitian yang penuh empati
atau semangat yang secara aktif terlibat dalam upaya mempermudah rekonstruksi multi
pesan.m

8. Apa saja implikasi masing-masing paradigma terhadap pelatihan para peneliti baru?
Positivisme para peneliti baru dilatih tentang pengetahuan teknis pengukuran desain dan
berbagai model kuantitatif dengan penekanan penting atas teori formal tentang fenomena
dalam kekhususan substantif. Sedangkan pada Post-positivisme para peneliti baru dilatih
dengan cara yang mirip dengan kaum positivis namun dengan penambahan metode kualitatif,
dengan tujuan untuk memecahkan berbagai macam persoalan.
Teori Kritis dan Konstruktivisme para peneliti baru diperkenalkan ulang pada
pandangan ilmu pengetahuan yang diterima agar mereka dapat secara total mempelajari
sikap dan teknik yang berlaku pada positivisme dan post positivisme. Calon peneliti harus
menghargai berbagai perbedaan paradigma dan menguasai metode kualitatif serta kuantitatif.
Metode kualitatif sangat penting karena perannya dalam pelaksanaan metodologi dialogis
atau dialektis sedangkan metode kuantitatif penting karena perannya dalam informasional
yang sangat berguna bagi seluruh paradigma.

9. Apakah berbagai paradigma selalu mengalami konflik? Apakah mungkin untuk menyatukan
pandangan yang berbeda ke dalam satu kerangka konseptual tunggal?
Positivisme dan Post-positvisme dengan pertimbangan orientasi fundamentan
beranggapan bahwa semua paradigma dapat diakomodasi. Terdapat struktur rasional tertentu
yang dapat dijadikan rujukan solusi bagi seluruh pertanyaantentang perbedaan.
Teori Kritis dan Konstruktivisme ditegaskan ketidaksepahaman dasar antar paradigma.
Karena dasar dari tiap paradigma diyakini memiliki esensi yang berbeda dan bahkan
bertentangan. Bagi kaum konstruktivitis, terdapat realitas yang nyata dan ada juga yang tidak
karena itu konstruktivisme dan positivisme secara logika tidak dapat diakomodasi lebih. Bagi
para ahli teori kritis dan konstruktivis, penelitian bisa jadi bebas bisa juga tidak, hal ini
dipengaruhi oleh sistem metafisis yang konsisten secara internal. Yang syarat konsistensinya
dipengaruhi oleh masing-masing calon paradigma.

10. Paradigma manakah yang memegang hegemoni atas paradigma yang lain? Manakah yang
lebih besar pengaruhnya?
Positivisme memegang hegemoni selama beberapa abad lalu seiring dikesampingkannya
paradigma aristotelian awal dan paradigma teologis. Namun kedudukan itu belakangan ini
secara gradual berpindah pada Post-positivisme, pewaris alami positivisme. Kaum Post-
Positivsme yang tidak lain adalah sisa dari kaum positivis cenderung mengendalikan sumber
pendanaan, saluran publikasi dan mekanisme promosi jabatan. Setidaknya hingga tahun
1980an mereka merupakan kelompok dalam yang berpengaruh paling kuat dalam keputusan
profesional.
Teori Kritis dan Konstruktivisme masih mencari sumber dana dan pengakuan. Meski
sepanjang dasawarsa lalu mereka mendapat dukungan yang dibuktikan dengan bertambahnya
jumlah makalah penting yang masuk dalam jurnal dan pertemuan profesional. Namun teori
kritis dan konstruktivisme masih merupakan pemeran sekunder. Meskipun tidak dapat
dipungkiri bahwa pengaruhnya kelak akan semakin kuat dan penting.

Anda mungkin juga menyukai