Anda di halaman 1dari 9

GAGASAN DAN PEMIKIRAN POLITIK

JEAN JACQUES ROUSSEAU

Dosen Pengampu:
Drs. Ignatius Agung Setyawan, SE., S.Ilkom., M.Si., Ph.D

Disusun oleh:
Nama : Andini Anastasia Putri
NIM : D0218008
Kelas :B

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2018/2019
RIWAYAT HIDUP

Jean Jacques Rousseau adalah manusia Abad Penccrahan. Kctika baru


scpekan dilahirkan 28 Juni 1712 di Geneva, Swiss, ibunya meninggal dunia.
la diasuh selama beberapa tahun oleh ayahnya Isaac Rousseau yang kcmudian
menyerahkan Rousseau pada pamannya, scorang pemuka agama yang kaya.
Rousseau hidup tatkala Pcrancis menjadi salah satu centre of civilization Eropa.
Ayahnya merupakan sosok yang begitu berpcngaruh terhadap
pcmbcntukan watak dan pemikirannya. Bcrsama ayahnyalah Rousseau
menghabiskan malam demi malam masa kanak-kanaknya membaca berbagai
karya klasik Plutarch, seorang tokoh pada masa Romawi kuno. Ia sangat
mengagumi tokoh ini dan mempengaruhi dirinya dalam memberikan gagasan
yang kuat dan cukup romantis tentang hidup manusia. Rousseau pernah
mengatakan bahwa ia telah menjadi seorang Romawi ketika berusia dua belas
tahun.
Pada 1728 ia lari dari rumah dan memulai pengembaraannya yang akan
berlangsung selama seluruh kehidupannya. Di Annecy di negeri Savoy ia
berkenalan dengan seorang janda Kacolik yang kaya, Madame de Warens, dan
menjadi murid, pacar, dan "anaknya". Ia pindah dari Kalvinisme ke agama
Katolik. Pada 1740 ia melarikan diri lagi dan akhirnya sampai ke Paris. la
berkenalan dengan tokoh-tokoh Pencerahan seperti Diderot dan d'Alembert, dan
juga dengan Voltaire. Penghidupannya diperolehnya sebagai pemain musik dan
penulis.
Sebuah pengalaman yang kemudian hari telah mengubah jalan hidup dan
pikirannya. Ini terjadi pada tahun 1749, ketika sedang berjalan-jalan di hutan, ia
membaca iklan Akademi di Dijon yang mengajak menulis karangan tentang
pertanyaan “Apakah kemajuan kesenian dan ilmu pengetahuan membantu untuk
memurnikan adat istiadat?”. Menurut pemikirannya, ia mendadak melihat suatu
dunia baru. Ini adalah bagian dari masalah hidup yang mendorongnya untuk
menulis karya dalam bukunya yang terkenal Discource sur les sciences et les arts
(Bahasa tentang ilmu pengetahuan dan seni). Tulisan ini memuat bahwa kemajuan
seni dan ilmu pengetahuan di Eropa bukan mengembangkan dan memurnikan,
melainkan justru merusak moralitas umat manusia. Ia menjadi pemenang pertama
dan langsung terkenal.
Ketenaran yang melekat padanya, memberikannya jalan untuk
menciptakan karya-karyanya yang lain, termasuk dalam bidang politik, yaitu
Emile ou de L’Education dan Du Contract.

KEMBALI KE ALAM

Rousseau dikenang bukan hanya sebagai pembawa panji kedaulatan


rakyat. Ia juga seorang filsuf yang memiliki pandangan yang kontraversi,
memiliki pengaruh yang luas dan selalu gelisah tidak pernah tenang untuk dapat
menemukan pola kehidupan yang stabil.
Pandangannya “kembali ke alam”, walaupun Rousseau sendiri tidak
pernah menulis kalimat itu, namun semboyan retour a la nature, kembali ke alam,
dengan cukup tepat merangkum garis besar kritik masyarakat Rousseau.
Pandangan terhadap penggunaan akal rasio dan akal juga dikritik oleh Rousseau.
Ia menolak keras rasionalisme dan pengandaian persepsi indrawi sebagai tolak
ukur kebenaran menyebabkan manusia kehilangan perasaannya, dalam istilah
Rousseau La sensibilite.
Dekadensi kebudayaan abad ke-18 diperbandingkan Rousseau dengan
Republik Romawi kuno yang dikuasai oleh keutamaan (vertu) dan kebenaran
(veriri). Model orang sederhana dan lugu ditemukannya dalam orang Indian di
Amerika Utara, "orang liar yang baik" (Le ban sauvage). Manusia alamiah
menurut Rousseau tidak baik dan tidak buruk, tidak egois dan tidak alcruis, ia
hidup dengan polos dan mencintai diri secara spontan. Ia bebas dari segala
wewenang orang lain dan karena itu secara hakiki sama kedudukannya.
Kepolosan alamah itu hancur waktu manusia, menjamin kebutuhan-
kebutuhannya, masuk ke dalam kesatuan masyarakat. Dengan manusia menjadi
sosial, ketidaksamaan masuk ke dalam umat manusia dan dengan ketidaksamaan
segala kemerosotan dan egoisme.
Tetapi, di lain pihak, Rousseau menyadari juga bahwa tidak mungkin manusia
kembali ke keadaan alamiah. Sosialisasi manusia tidak dapat dihindari karena
hanya dalam kesatuan masyarakat dapat menjamin pemenuhan kebutuhan-
kebutuhannya. Jadi, perkembangan yang dialami umat manusia sebenarnya tak
terelakkan. Proses sejarah tidak dapat dikembalikan.
Dengan demikian, Rousseau berhadapan dengan suatu dilema. Di satu
pihak, proses pemasyarakatan manusia menghasilkan suatu keadaan dimana
manusia sudah kehilangan kebebasan dan kepolosannya yang alamiah. Di lain
pihak, ia tidak dapat tidak bemasyarakat. Jalan keluar dari dilema itulah yang
menjadi tujuan filsafat negara yang diuraikan Rousseau dalam karya utama,
Contrat social. Dalam buku ini, Rousseau menunjukkan bagaimana negara
seharusnya supaya manusia di dalamnya tetap bebas dan alamiah.

NEGARA SEBAGAI KEHENDAK UMUM

Untuk menghadapi realitas yang ada di hadapan Rousseau maka dia


memandang diperlukannya suatu institusi negara yang dapat menjamin dengan
sungguh-sunguh akan kebebasan setiap warga negara. Dalam hal ini antara
kehendak negara dengan kehendak warganya tidak ada perbedaan ataupun
pertentangan,melainkan ditandai oleh suatu identitas di mana spontanitas
alamiah manusia tidak dipatahkan, melainkan ditampung. Dengan keadaan
seperti itu individu yang masuk kedalam negara itu tidak kehilangan apa-apa
dari individualitas alamiahnya. Sarana untuk merancang negara yang ideal
menurutnya adalah paham kehendak umum.
Apabila negara merupakan ungkapan kehendak umum para warganya,
manusia tidak lagi mengalami heteronomi di dalamnya. Kehendak negara adalah
kehendak mereka. Dalam menaati negara, mereka menaati diri mereka sendiri.
Negara betul-betul mcnjadi res publica, republik, "urusan umum". Negara itu
tidak lagi sesuatu yang asing karena tidak lagi merupakan milik raja atau milik
sekelompok orang, melainkan milik semua. Manusia tidak terasing lagi di
dalamnya. Negara tidak berhak meletakkan kewajiban atau pembatasan apapun
kepada rakyat. Rakyat berwenang penuh untuk menentukan dirinya sendiri dan
kedaulatan itu pada prinsipnya tidak terbatas dan tidak dibatasi.
Rousseau menolak adanya pemerintah perwakilan yang ditetapkan melalui
pemilihan umum. Kekuasaan demikian hanya menunjukkan kebebasan rakyat
pada saat pemilihan. Setelah itu, para wakil mempunyai kekuasaan dengan
memutuskan sesuatu yang umum. Akibatnya, tidak ditemukan lagi kehendak
umum, yang ada hanyalah kehendak pribadi para wakil. Hukum tidak akan
mampu menampung kehendak rakyat. Mereka akan menjadi tergantung terhadap
kehendak para wakilnya dan tidak pada kehendaknya sendiri.
Akan tetapi, diperlukan suatu lembaga untuk melaksanakan keputusan
rakyat itu, yakni pemerintah. Pemerintah adalah sebuah panitia yang dipilih dan
diangkat oleh rakyat dalam jangka waktu satu tahun untuk melaksanakan tugasnya
yang terungkap dalam undang-undang. Pemerintah ini ditugaskan untuk
melaksanakan hukum agar kebebasan-kebebasan setiap warga negara dapat
dipelihara. Akan tetapi, peranan pemerintah atau kekuasaan eksekutif dibatasi
oleh pelaksanaan keputusan-keputusan rakyat.
Dengan demikian, negara yang dilandasi oleh kehendak umum
mencerminkan peranan setiap warganya yang berpartisipasi untuk
mengeksplisitkan hal-hal yang menjadi kebaikan besama di dalam hukum dan
tidak hanya memperhatikan kepentingan individual mereka. Mereka berkewajiban
untuk patuh terhadap hukum secara bebas.
TEORI KONTRAK SOSIAL

Teori Kontrak sosial telah lama dirumuskan oleh para pemikir dan filosof
politik sebelum terbitnya karya Rousseu, Du Contract Social tahun 1762. Menurut
Cranston, ketika menulis buku itu, Rousseau membaca karya-karya Thomas
Hobbes dan para ahli hukum seperti Grotius, Pupendorf, Barbeyrac, Burlamaqui
dan John Locke. Dari mereka Rousseau memperoleh gagasan tentang kontrak
sosial.
Sekarang kita akan menelaah pemikirannya mengenai kontrak sosial dan
kaitannya dengan pembentukan dan kekuasaan negara. Menurut pemikir ini,
negara merupakan sebuah produk perjanjian sosial. lndividu-individu dalam
masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian haik-hak, kebebasan dan
kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Kekuasaan
bersama ini kemudian dinamakan negara, kedaulatan rakyat, kekuasaan negara,
atau istilah-istilah lain yang identik dengannya, tergantung dari mana kita
melihatya. Dengan menyerahkan hak- hak itu, individu·individu itu tidak
kehilangan kebebasan atau kekuasaannya. Mereka tetap dalam keadaan sediakala.
Negara berdaulat karena mandat dari rakyat. Negara diberi mandat
oleh rakyat untuk mengatur, mengayomi dan menjaga keamanan maupun
harta benda mereka. Kedaulatan negara akan tetap absah selama negara tetap
menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kehendak takyat. Negara harus
selalu berusaha mewujudkan kehendak umum. Bila menyimpang dari kehendak
rakyat atau kcmauan umum, keabsahan kedaulatan negara akan mengalami krisis.
Dari segi ini, tcori negara berdasarkan kontrak sosial mcrupakan antitesis terhadap
hak-hak ketuhanan raja. Dalam teori hak-hak ketuhanan raja, kekuasaan dan
legitimasinya diperoleh dari Tuhan. Dcngan teori kontrak sosialnya, Rousseau
membalikkan sumbcr kekuasaan dari legitimasinya, dari Tuhan ke manusia.
Menarik menyimak bagaimana Rousseau memandang kekuasaan negara.
la mengumpamakan negara memiliki sepuluh ribu warga. Kekuasaan negara yang
merupakan manifestasi dari penyerahan hak, kebebasan dan kekuasaan serta
kemauan individu haruslah dilihat secara kolektif dan sebagai suatu lembaga
politik yang utuh. Meskipun demikian, setiap individu masyarakat yang
merupakan subjek harus dilihat sebagai suatu entitas individual. Bukan sebagai
entitas kolektif. Maka setiap orang mcmiliki akses sepersepuluh ribu dari
kckuasaan ncgara, walaupun ia mcnycrahkan semua haknya pada lcmbaga politik
itu.
Di sini letak perbedaan pandangan Rousseau dcngan Hobbes. Hobbes
berpendapat bila negara telah terbentuk scbagai akibat adanya kontrak sosial maka
negara memiliki kekuasaan penuh yang tidak terikat lagi dengan individu-individu
yang melakukan kontrak sosial. Yang terikat dengan kontrak itu adalah individu-
individu itu, bukan negara. Jadi, setelah terbentuk, negara dapat berbuat apa saja
terhadap individu-individu itu. Dalam pcmikiran Hobbes, tidak ada
pertanggungjawaban negara terhadap individu.
Menurut Rousseau, negara yang memiliki keabsahan memerintah atas
kehendak umum atau rakyat itu memiliki dua hal; pertama kemauan, dan kedua,
kekuatan.Yang dimaksud Rousseau dengan kemauan adalah kekuasaan legislatif
(legislative power) sedangkan kekuatan adalah kekuasaan eksekutif (executive
power). Dua bentuk kekuasaan ini harus bekerja sama secara harmonis.

KESIMPULAN

Jean-Jacques Rousseau adalah salah seorang filsuf berpengaruh di abad


Pencerahan (abad-18). Pemikirannya, terutama dalam bidang politik, sangat
mempengaruhi revolusi di Prancis. Selain sebagai seorang pemikir, Rousseau
juga tercatat banyak menulis soal musik, serta banyak karya-karya terbaiknya
terbit, diantaranya adalah Discourses, La Nouvelle Héloïse, Émile, The Social
Contract, dan Letter to d’Alembert. Kemudian pada masa sebelum akhir
hidupnya ia menulis The Confession, yaitu autobiografinya yang terkenal.

Menurut Rousseau, kehendak umum adalah sebuah kehendak yang


berorientasi pada kepentingan umum. Kehendak ini dimiliki oleh setiap orang
seperti kesejahteraan sosial, mempertahankan kepemilikan, keamanan bersama,
dan sebagainya.
Menurut Rousseau, negara adalah sebuah bentuk pasif dari persatuan
beberapa individu yang memiliki sebuah kesamaan tujuan, kemudian mereka
melakukan kontrak dan membentuk pribadi publik yang bergerak dalam rangka
politik. Pemerintahan hanya sah sepanjang masih dapat menjamin kepentingan
dan kebebasan warga negara.
.
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Yohanes Kosgoro. 2018. Negara Ideal Menurut Jean Jaques
Rousseau. Pematangsiantar: Rajawali Majalah Ilmiah Mahasiswa.
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT. Gramedia
Suseno, Franz Magnis. 1991. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Syam, Firdaus. 2006. Pemikiran Politik Barat “Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3”. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai