Anda di halaman 1dari 12

Pemikiran Jean Jacques Rousseau dalam Filsafat Sosial dan Politik

Oleh : Novita Wulandari (1830302075)

Abstrak

Filsafat sosial Jean Jacques Rousseau bisa dianggap sebagai ungkapan protes yang
keras, meskipun kabur, terhadap kondisi demikian itu, seperti kebanyakan filsuf pada zaman
pencerahan ia berpendapat bahwa kebaikan dasar itu bisa dicapai dengan jalan, yakni dengan
mengganti prasangka tradisional dengan akal. Jean Jacques Rousseau juga salah satu pemikir
politik. Dengan pemikirannya, ia hidup sejalan dengan majunya ilmu pengetahuan dan seni.
Namun, ia merasa dengan adanya kemajuan semakin menggerus moralitas masyarakat.
Demokrasi menurutnya diterapkan secara langsung tanpa adanya perwakilan dari rakyat. Hal
ini disebabkan karena kebebasan setiap warga negara yang harus di perjuangkan nya. Setiap
orang memiliki hak alamiah yang tidak bisa di beri kepada orang lain. Pemerintah juga
dikembangkan bukan untuk membatasi suatu kekuasaan, melainkan memberi gagasan-
gagasan bagaimana cara membangun masyarakat yang demokrasi.

Kata kunci : Jean Jacques Rousseau, filsafat sosial, politik.

Pendahuluan

Jean Jacques Rousseau (1712-1778) adalah seorang tokoh filosofi terbesar, juga
sebagai penulis dan komposer pada abad pencerahan. Kendati merupakan anggota komunitas
philosophie di Prancis abad ke-18, tidaklah seperti apa yang sekarang kita sebut seorang
“filsuf”, meski demikian ia memiliki pengaruh dan pemikiran yang kuat dalam filsafat, juga
dalam susastera, selera khususnya selera pada ilmu sosial, perilaku, dan juga politik. Ide-ide
Rousseau baik tentang pendidikan, agama, politik, beserta isu-isu sosial membuatnya menjadi
seorang tokoh yang terkenal dan menjadi salah satu tokoh yang paling penting dalam sejarah.

Politik dicitrakan sebagai akal-akalan dan perebutan kekuasaan saja. Reduksi makna
ini jamak terjadi dalam Negara demokrasi tak terkecuali di Indonesia, kaum politisi sibuk
mengurus dirinya sendiri dan memainkan permainan politiknya untuk kepentingan kaumnya.
Sementara agama yang diharapkan mampu mencerahkan malah tampil sebagai seorang
politisi untuk menggoda warga bahwa politik agama itu sangat penting.1

Demokrasi ataupun sosio demokrasi yang diyakini para pendiri bangsa sebagai jalan
untuk menyejahterahkan rakyat belum begitu sepenuhnya telah dijalankan secara ideal
ditengah perindustrian yang semakin mengglobal. Hal ini kemudian bermuara pada satu
permasalahan dalam demokrasi Indonesia yang masih berproses yakni ketidakpercayaan
masyarakat terhadap proses demokrasi perpolitikan di Indonesia.

Pemikiran Jean Jacques Rousseau telah menjadi inspirasi eksperimen demokrasi bagi
para revolusionis Prancis pada akhir abad-18. Pemikiran Jean Jacques Rousseaue telah
menjadi pemikiran filsafat sosial. Karena pemikirannya yang disebut sangat relevan untuk
berbagai zaman, lintas ruang, dan waktu. Dengan melihat kembali pemikiran filsafat politik
Rousseau diharapkan memiliki gambaran pada makna kebebasan moral dan politik.2

Tulisan ini akan membahas kehidupan Jean Jacques Rousseau yakni seperti biografi,
karya-karya, pemikiran-pemikiran dari Jean Jacques Rousseau yakni meliputi hak dasar
manusia, kehendak umum, pendidikan, serta cara membangun masyarakat demokrasi.

Metode Penelitian

Metode penelitian yakni merupakan serangkaian cara dalam pelaksanaan penelitian


yang didasari pada asumsi atau argumen dasar, pandangan-pandangan yang bersifat rasionalis
dan ideologis. Tujuan dari metode penelitian ini ada tiga bagian yakni penemuan,
pengembangan, dan pembuktian. Maksud dari penemuan disini merupakan data yang
diperoleh dari sebuah penelitian itu nyatanya belum pernah ditemukan oleh peneliti
sebelumnya. Sedangkan maksud dari pengembangan itu yakni dengan cara bagaimana
memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan penelitian yang sudah ada tersebut.
Kemudian yang terakhir yakni pembuktian, pembuktian adalah sebuah data yang sudah
didapat yang nantinya akan dipakai untuk membuktikan adanya keraguan pada beberapa
informasi tersebut.

Untuk memperoleh data yang akurat dan faktual dalam rangka mendeskripsikan apa
yang telah menjadi permasalahan, maka peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan
library research (studi kepustakaan), yaitu mencari data dari beberapa buku-buku dan

1
Bertrand Russeli, Sejarah Filsafat Barat: kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga
sekarang, Pustaka Belajar, Yogyakarta, Cet. IV, 2019. Hlm.894.
2
J. Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, Kompas, Jakarta Pusat, 2014. Hlm. 15.
penelitian dan menggunakan kajian literature dari buku-buku dan karya-karya ilmiah yang
berkaitan dengan judul dari artikel ini, kemudian nantinya akan dikategorikan menurut pokok
bahasan dan disusun secara sistematis. Adapun rancangan penelitian ini menggambarkan
prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, yakni diantaranya sumber-sumber data
dan dikumpulkan sebagaimana data tersebut dihimpun dan di kelolah.

Pembahasan

Kehidupan dan Karya-Karya Jean Jacques Rousseau

Jean Jacques Rousseau lahir di Jenewa, Swiss pada tanggal 28 Juni 1712. Ayahnya ,
Issac Rousseau, Issac merupakan pengagum berat peradaban Romawi. Beliau selalu
menggoreskan pikiran Rousseau bahwa kota Romawi kuno adalah cerminan dari kehidupan
kota yang adil, aman, sejahtera, serta adanya jalinan yang akrab antar anggota masyarakat.
Menurut keduanya, Jenewa merupakan reprentasi kota romawi kuno yang bahagia. Jenewa
adalah kota yang damai yang dikelilingi gunung-gunung serta hutan-hutan yang masih lebat.
Keadaan lingkungan ekologinya bersih tanpa polusi, warga negaranya yang mematuhi
hokum. Baik Rousseau maupun ayahnya bangga menjadi warga kota kecil ini.3

Rasa ingin bebas dikalangan rakyat pun semakin meningkat seiring dengan tersebar
luasnya tulisan karya Jean Jacques Rousseau tentang kontrak sosial maupun kedaulatan
rakyat. Rousseau berargumen bahwa kebebasan adalah suatu keadaan tidak terdapat
keinginan manusia untuk menaklukan sesamanya. Manusia merasa bebas dari ketakutan akan
kemungkinan terjadinya penaklukan atas dirinya baik secara persuasif maupun dengan cara
kekerasan. Selain itu ia juga berargumen bahwa manusia bebas adalah manusia yang patuh
pada hokum dan peraturan-peraturan yang ada, dan dapat dimaknai dengan mematuhi hokum
bukan yang membuat hukum.

Tetapi tidak menjadikan dirinya sebagai budak, sehingga kebebasan yang dimiliki itu
tidak mengarah kepada anarki sosial. Manusia bebas inilah yang kemudian akan bersepakat
untuk membentuk suatu kekuasaan bersama. Kekuasaan bersama inilah yang disebut dengan
kedaulatan rakyat. Tiap-tiap individu yang menyerahkan haknya atau kebebasannya tidak
kehilangan keduanya tetapi Negara yang kemudian bertugas mengayomi setiap individu

3
A. Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyaakat dan
Kekuasaan, Gramedia, Jakarta, 2001. Hlm. 238-239.
dalam negara dan jika Negara menyimpang dari kehendak umum maka negara akan
mengalami krisis.4

Suatu pengalaman yang merubah pikirannya dan merupakan semacam pengalaman


turunnya wahyu terjadi pada tahun 1749. Ketika ia sedang berjalan-jalan, ia membaca iklan
akademi di Dijon yang mengajak menulis karangan tentang sebuah pertanyaan berupa apakah
kemajuan kesenian dan ilmu pengetahuan membentuk untuk memurnikan adat istiadat.
Menurut pengakuannya sendiri, ia mendadak melihat suatu dunia baru, pertanyaan itu
merumuskan apa yang sudah selalu samar-samar dirasakan sebagai masalah kehidupanya. Ia
menulis karangannya dengan judul Discours sur les sciences et las arts (bahasan tentang
ilmu-ilmu pengetahuan dan seni). Dan jawabannya ialah tidak, karena kemajuan dalam
kesenian dan ilmu pengetahuan tidak memajukan melainkan merusak kemurnian moral
manusia.5 Sesudah itu namanya melangit. Beruntun kemudian muncul lah karya-karya yang
lainnya, yakni seperti Narcissus or The Self-Admirer: A Comedy (1752) Discourse on the
Origin of Inequality (1755); La nouvelle Heloise (1761); Emile (1762); The Social Contract
(1762); Confessions (1770); Constitutional Project for Corsica (1772); Considerations on the
Government of Poland (1772); Esai sur l’origine des langues (1781); Dialogues: Rousseau
Judge of Jean-Jacques (1782).6

Pemikiran Jean Jacques Rousseau

Pemikiran Tentang Kontrak Sosial

Konsepsinya tentang kontrak sosial pada awalnya tampak sejalan dengan konsep
Locke, namun juga sepertinya lebih berkaitan dengan konsepsi Hobbes. Dalam
perkembangannya dari negara alami, ada saat ketika individu tidak lagi bertahan dengan
kemandirian primitif-primitifnya, selanjutnya dirasakan perlunya upaya perlindungan diri
sehingga mereka bersatu membentuk sebuah masyarakat. Namun, yang menjadi persoalan
adalah bagaimana mencari bentuk perkumpulan yang akan secara bersama mempertahankan
dan melindungi orang dan barang masing-masing, dan dimana masing-masing, meski
menggabungkan diri dengan kelompokknya, dapat tetap otonom, dan tetap bebas seperti

4
A. Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyaakat dan
Kekuasaan, Gramedia, Jakarta, 2001. Hlm. 249-252.
5
Franz Magnis Suseno, Etika Politik, Gramedia, Jakarta, 2015. Hlm. 237.
6
Franz Magnis Suseno, Etika Politik, Gramedia, Jakarta, 2015. Hlm. 238-239.
sebelumnya. Ini adalah persoalan fundamental yang dicoba dipecahkan melalui kontrak
sosial.7

Teori mengenai kontrak sosial berbicara mengenai ketiga keadaan yang kemungkinan
menjadi suatu teori politik umum. Jika dalam keadaan primitif manusia bergantung kepada
benda-benda dan tidak pada sesama maka keadaan ini harus diciptakan juga dalam keadaan
sosial. Rousseau membedakan antara agama dari warga Negara dan agama dari manusia. Inti
agama warga negara menurut Rousseau adalah adanya keTuhanan yang maha kuasa, maha
baik, dan menyelenggarakan segala sesuatu; suatu kehidupan sesudah kematian, kebahagiaan
bagi orang shaleh, hukuman bagi orang jahat, kesucian kontrak sosial dan undang-undang.

Kendati kontrak sosial memberi lembaga politik kekuasaan mutlak atas semua
anggotanya, umat manusia tetaplah memilih hak alaminya sebagai manusia, penguasa tidak
dapat menerapkan pembatasan-pembatasan yang tidak berguna bagi masyarakat. Sangat perlu
diketahui bahwa kedaulatan dalam istilah Rousseau, bukan bearti monarki atau pemerintahan,
melainkan komunitas dalam kapasitas kolektif dan legislatifnya. Kontrak sosial dapat
dinyatakan seperti dalam kapasitas kolektif kita, kita menerima tiap anggota sebagai bagian
yang tak terpisahkan dan keseluruhan, langkah penyatuan ini menciptakan sebuah lembaga
moral dan kolektif, yang disebut dengan “Negara” bila pasif, dan “Penguasa” bila aktif, dan
“Kekuasaan” bila dalam kaitannya dengan lembaga serupa yang lain.8

Pemikiran Tentang Kehendak Umum

Rousseau beranggapan bahwa kebebasan akan terjadi apabila rakyat yang memimpin
dirinya sendiri. Namun apakah mungkin rakyat memiliki satu suara dan mau untuk bersatu?
Rousseau menjelaskan dengan kehendak umum. Kehendak umum berbeda dengan kehendak
semua rakyat. Kehendak umum ditujukan pada kepentingan umum dan dapat bersifat
memaksa apabila terdapat dalam suatu perjanjian sosial. Kehendak umum adalah basis bagi
konstruksi Negara Rousseau. Undang-undang harus merupakan ungkapan kehendak umum.
Tidak ada perwakilan rakyat karena kehendak rakyat tidak dapat diwakili. Rakyat sendiri
harus berkumpul dan menyatakan kehendaknya melalui perundangan yang diputuskan.
Pemerintah yang kemudian melaksanakan keputusan tersebut. Jika rakyat yang memerintah

7
Bertrand Russeli, Sejarah Filsafat Barat: kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga
sekarang, Pustaka Belajar, Yogyakarta, Cet. IV, 2019. Hlm. 908.
8
Bertrand Russeli, Sejarah Filsafat Barat: kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga
sekarang, Pustaka Belajar, Yogyakarta, Cet. IV, 2019. Hlm. 909.
sendiri dan secara langsung maka tidak diperlukan lagi undang-undang dasar atau konstitusi
karena yang dikehendaki rakyat adalah hukum.

Hukum adalah ekspresi dari kehendak umum dan ada untk menjamin kepentingan
umum. Rousseau berpendapat bahwa semua orang harus berpendapat dalam menyusun suatu
hukum, undang-undang, atau pemimpin.9

Dalam filsafat Rousseau, kehendak umum itu dianggap terkristalisasi sebagai


kehendak masyarakat sebagai suatu kesatuan, dan bukan sekadar jumlah total dari kehendak-
kehendak individu. Ia tidak boleh dibayangkan sebagai hasil pemilu ataupun survei opini,
melainkan lebih sebagai kesepakatan sepenuhnya yang bisa dicapai melalui diskusi yang
bersifat informal dan terbuka untuk umum, dan suatu kelompok kecil yang memiliki tugas
bersama.10

Pemikiran Tentang Hak Dasar Manusia

Manusia secara alamiah pada dasarnya memiliki sifat yang baik namun mereka
berubah menjadi jahat karena masyarakat. Perang bukanlah bawaan dari alam, tetapi karena
manusia mengembangkan naluri serakah dan ketinggian terhadap hatinya. Pada posisi ini
tentunya timbul suatu konflik dimana individu yang lain pasti menginginkan kebebasan yang
sama.11 Oleh karena itu, kebebasan yang dimiliki setiap manusia akan selalu dibatasi oleh
campur tangan orang lain. Rousseau berargumen bahwa dalam keadaan alamiah manusia
hidup sendirin ditengah hutan yang rimbun dan lebat. Manusia tidak lebih menghasilkan
daripada apa yang ia perlukan sendiri.12

Keadaan alamiah tersebut tidak berlangsung lama karena alam yang ganas
menyambut seperti musim panas yang terlalu kering, musim dingin yang berkepanjangan,
bencana banjir, atapun gempa bumi. Dalam keadaan seperti ini memaksa mereka untuk
bekerja sama dengan orang lain. Perubahan sosial yang Nampak menciptakan tatanan sosial
yang baru. Keadaan ini menciptakan persoalan baru karena timbulnya persaingan dan
pencekokan. Oleh karena itu, dianggap perlu untuk menciptakan aturan-aturan guna
melindungi milik pribadi. Maka pada titik ini muncul lah hak milik pribadi. 13 Menurut

9
Matthew Simpson, Rousseau’s Theory of Freedom, Bloomsbury Academic, New York, 2006. Hlm. 73.
10
Hans Fink, Filsafat Sosial: Dari Foedalisme hingga Pasar Bebas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet IV, 2019.
Hlm. 80
11
B. Nugroho, Jean-Jacques Rousseau: Dualisme Konsep Manusia sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta,
2013. Hlm. 131.
12
H. Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, Kanisius, Yogyakarta, 1980. Hlm. 60.
13
H. Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, Kanisius, Yogyakarta, 1980. Hlm. 61-62.
Rousseau , manusia kehilangan hak alamiahnya seperti kemerdekaan, kesamaan, dan hak
milik. Mereka bahkan rela diperbudak untuk melindungi hak alamiahnya. Kondisi yang tidak
masuk akal ini telah membawa manusia pada pertentangan dari apa yang seharusnya tidak
perlu dipertentangkan. Perbudakan seharusnya menjadi perbuatan yang paling hina.
Perdamaian dalam bingkai dunia tanpa perang menjadi tidak berguna jika mereka melupakan
hak manusia yang paling dasar yakni kebebasan. Rousseau merasa bahwa apabia seorang
manusia menempatkan dirinya sebagai budak maka dirinya setara dengan binatang yang
diperhamba oleh nalurinya. Hal ini tentunya akan menyakitkan hati sang pencipta.14

Manusia harus menjadi warga negara terlebih dahulu sebelum ia menjadi seseorang
dengan segala haknya. Pemerintahan memiliki tugas memberikan setiap warga negaranya
kemerdekaan ada dibawah jaminan hokum, menjamin kesejahteraan material, dan
menghilangkan ketidak adilan dalam pembagian kekayaan negara, dan harus membuat sistem
pendidikan yang benar-benar membebaskan manusia. Akhirnya manusia bukan lagi hanya
memiliki status politik tetapi juga status sosial “seseorang” dengan hak kesetaraan.15 Menurut
Fink, kesetaraan bagi Rousseau bukan hanya bagi orang yang kaya dan terpelajar saja, tetapi
juga bagi kaum miskin dan bodoh. Walaupun tidak menawarkan solusi yang nyata, Rousseau
beranggapan adalah hal yang wajar apabila ada bagian minoritas yang ber-kesampingan dari
politik.16

Pemikiran Tentang Pendidikan (Emile)

Pemikiran ini hanya memberi pengaruh pada masa pencerahan. Dalam tulisan
Rousseau yang berjudul “Emile” atau tentang “pendidikan”, Rousseau memberikan suatu ide
pedagogis, yang berdasarkan prinsip “back to nature”. 17 Prinsip pendidikannya ini tidak
dapat lepas dari pemikirannya tentang kebudayaan melawan alam. Pandangan Rousseau
mengenai pendidikan berhubungan erat dengan ajarannya tentang negara dan masyarakat.
Menurut Rousseau, pendidikan bertugas untuk membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan
dan untuk memberi kesempatan kepada anak-anak memperkembangkan kebaikannya sendiri
yang alamiah.18

14
J.J Rousseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum Politik, Forum Jakarta-Paris, Bandung, 2010. Hlm.
100.
15
G. H. Sabine, Teori-teori Politik: Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangananya, Bina Cipta, Jakarta Selatan,
1981. Hlm. 231-235.
16
Hans Fink, Filsafat Sosial: Dari Foedalisme hingga Pasar Bebas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet IV, 2019.
Hlm. 81.
17
Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, PT. Gramedia, Jakarta, 1984. Hlm. 25-26.
18
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, Kanisius, Yogyakarta, 2002. Hlm. 62.
Dalam Emile sangat nyata karya filosofi Rousseau tentang pendidikan. Sama seperti
kontrak sosial, Emile dengan seketika mendorong Rousseau untuk melarikan diri. Emile
merupakan sebuah karya besar. Buah pemikiran Rousseau tentang pendidikan yakni
pemikirannya menekankan bahwa anak-anak harus diajar dengan prinsip pendekatan minat
dan bukan melalui disiplin dan pelajaran tegas, tetapi disisi lain perilaku dan pemikiran anak-
anak harus dikendalikan.

Prinsip pendidikan Rousseau didasarkan atas falsafah hidupnya dan kebenciannya


terhadap peradaban manusia. Pertama, Emile dijauhkan dari pengaruh buruk peradaban
manusia. Ia dibesarkan di pedesaan, jauh dari keluarga, masyarakat dan buku-buku. Ia
dibiarkan bebas untuk belajar dari pengalaman sendiri, karena menurut mereka alam adalah
guru yang terbaik. Rousseau lebih mementingkan pembinaan moral (kejujuran dan
kebenaran) dan kualitas perasaan. Pendidikan Emile disesuaikan secara alami dengan
perkembangan usianya. Pada usia dini, ia tidak terlalu banyak diajari agama atau nilai-nilai
moral. Untuk pembinaan intelektualnya dilakukan dengan pembinaan kepekaan perasaan.
Metode yang paling baik menurutnya adalah observasi langsung, sama sekali bukan melalui
penalaran ataupun melalui buku-buku. Ia belajar dengan melakukan kontak langsung dengan
benda-benda, kenyataan sosial, mata pencaharian, dan lain sebagainya. Observasi langsung
berarti ia belajar sendiri tapi secara aktif. Pembimbing seperti guru atau mentoring harus
menguasai cara untuk menggugah rasa ingin tahu si anak, dan menghindari dari perilaku yang
buruk yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat seperti kesombongan, pendustaan, serta
keinginan untuk menguasai.19

Sistem pendidikan yang dirancang oleh Rousseau yakni pendidikan seperti apa yang
seharusnya diterapkan pada setiap jenjang kehidupan manusia. Secara tidak langsung
tentunya membahas model pendidikan bagi tahapan perkembangan manusia. Karya Rousseau
tentang pendidikan (Emile) ini terbagi menjadi lima bagian : pertama dan kedua berisikan
tentang pendidikan yang ditujukan pada manusia sampai umur 12 tahun; bagian ketiga dan
keempat menjelaskan transisi manusia kearah yang bersifat pendewasaan; dan bagian terakhir
yng kelima ialah menjelaskan umur kebijaksanaan manusia mulai dari umur 20 hingga umur
25. Pada masa ini manusia akan diikuti oleh kebahagiaan tetapi Rousseau sayangnya tidak

19
J.J Rousseau, Emile or On Education, Bloomsbury Academy, New York, 1979. Hlm. 297.
menjelaskan akhir dari perkembangan manusia yang lebih dewasa antara umur 25 hingga
seterusnya.20

Pemikiran Tentang Demokrasi

Rousseau menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem dimana kehendak umum
menjadi kepentingan bersama. Kehendak umum selalu benar. Kehendak umum adalah
representasi dari semua pendapat warga. Oleh karena itu, kehendak umum selalu berada
dijalan yang benar. Rousseau berpendapat demokrasi paling tepat diterapkan di negara kecil,
aristokrasi di negara menengah, dan monarki di negara-negara besar.21

Apa yang kita sebut sekarang sebagai demokrasi menurut Rousseau ialah sebagai
aristokrasi efektif dimana terdapat pemerintahan yang mewakili rakyat. Dengan demikian
Indonesia sebagai negara besar perlu berpijak pada kehendak umum, dan apa yang
seharusnya menjadi kepentingan umum itulah yang harus diusahakan oleh pemerintahan.
Dalam kondisi seperti ini seharusnya diusahakan menjadi urgen untuk segera membangun
masyarakat yang demokrasi. Demokrasi yang dimaksud disini ialah tata kelola masyarakat
yang mengarah kepada kepentingan umum. Perubahan yang mendadak tentu sulit dilakukan
bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, upaya pembangunan masyarakat demokrasi perlu
dilakukan dari internalisasi nilai-nilai demokrasi sejak manusia lahir dan tumbuh di
lingkungan keluarga.

Dalam fase berikutnya mereka siap untuk segera memasuki dunia masyarakat.
Mereka akan menyesuaikan diri dengan aturan yang sama dalam satu komunitas berdasarkan
apa yang mereka alami dalam ilmu pendidikan kelurganya. Aturan-aturan di masyarakat pada
hakikatnya berjalan secara alami pada sistem pemerintahan seperti yang mereka alami saat
masih kanak-kanak. Jika orang tua mereka mendidik dengan kebebasan dan kesetaraan maka
mereka akan berusaha mendapatkan kebebasan dan kesetaraan itu sendiri. Oleh karena itu,
ketika mereka memasuki dunia masyarakat; masyarakat demokrasi akan mucul dan mereka
secara natural akan membangun pemerintahan yang demokratis.22

Pemikiran Tentang Demokrasi di Indonesia dalam perspektif Jean Jacques Rousseau

20
J.J. Rousseau, Discourse on the Origin and Foundation of Inequality Among Man, St. Martins Press, New
York, 1964. Hlm. 25.
21
J.J Rousseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum Politik, Forum Jakarta-Paris, Bandung, 2010. Hlm.
74.
22
J.J Rousseau, Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum Politik, Forum Jakarta-Paris, Bandung, 2010. Hlm.
75-77.
Demokrasi Rousseau bukanlah bersifat demagogi yang berkedok demokrasi tetapi
merupakan representasi dari kehendak umum. Setiap pemegang kekuasaan harus berkiblat
pada kehendak umum bukan berpijar pada mayoritas apalagi penguasa pasar. Kehendak
umum menginginkan adanya kejelasan terhadap kasus Munir bukan pengalihan isu yang
berujung pada pengabaian peradilan kasus Munir. Pemerintahan yang berpihak pada pasar
yang menjalankan sistem plutokrasi yang berjalan dalam perpolitikan Indonesia,
menyebabkan salah satu intrik politik nasional yang mengemukan terbunuhnya pejuang Hak
Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib. Ia menjadi tumbal sistem plutokrasi. Munir
dibunuh dengan menggunakan racu arsenic yang dicampur kedalam minumannya saat ia
terbang dari Jakarta menuju Amsterdam, 7 September 2004. Pembunuhan tersebut sampai
kini belum tuntas dan otak dibalik pembunuhan tersebut belum terungkap hingga masa kini.
Tim Pencari Fakta (TPF) menjelaskan bahwa kasus Munir adalah pembunuhan berencana
dengan berbagai kalangan yang terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir (Kompas, 7
September 2015).

Menurut Rousseau dan Fink, setiap warga negara berhak mendapatkan kesetaraan
termasuk hukum. Setiap warga berhak mendapatkan keadilan termasuk keluarga korban
pelanggaran HAM. Dalam masyarakat yang bebas, setiap individu akan mendapatkan
kebebasan baru, kebebasan seorang warganegara, dan kebebasan ini hanya bias dibatasi oleh
kehendak umum. 23 Kekuasaan yudikatif seharusnya berlaku adil dalam melihat hal ini.
Mereka harus mendengarkan kehendak umum dan mengabaikan kepentingan kelompok
tertentu. HAM seharusnya juga menjadi milik setiap manusia dengan statu sosial yang
mereka sandang. Nilai-nilai kesetaraan HAM sudah sewajarnya di internalisasikan dalam diri
manusia. Rousseau merasa pendidikan HAM bukan diberikan pada siswa dengan paksaan
tetapi disesuaikan dengan perkembangan usiannya. Pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) di sejumlah sekolah menegah yang dibuat modul khusus HAM.
Modul tersebut dinilai mampu untuk membangkitkan rasa ingin tahu tentang HAM. Mereka
belajar HAM dengan bantuan beberapa hal seperti alat bantu simulasi seperti kasus-kasus
yang belum terungkap yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang telah lewat contohnya
seperti (Kasus Topeng Munir, Marsinah, dan Udin) mereka adalah para pejuang HAM atau
kartu sejarah HAM, dengan mempelajari HAM melalui drama misalnya, anak-anak akan

23
Hans Fink, Filsafat Sosial: Dari Foedalisme hingga Pasar Bebas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet IV, 2019.
Hlm. 79.
memahami secara konkret kasus pelanggaran HAM dengan dampak yang mereka terima dan
mereka rasakan.

Kesimpulan

Seperti yang penulis jelaskan dalam pembahasan diatas, Rousseau berpendapat bahwa
manusia mempunyai suatu keadaan alamiah (hak atas dasar manusia) atau keadaan asli dalam
dirinya sebagai individu yang bebas atau merdeka atau bisa dikatakan memiliki kebebasan
tanpa adanya suatu paksaan dari manapun. Meskipun manusia memiliki kebebasan yang
mutlak, manusia tidak memiliki keinginan untuk menaklukan sesamanya karena manusia
alamiah bersifat tidak baik dan juga tidak buruk. Maksudnya, manusia pada umumnya
memiliki kebebasan penuh dan bergerak menurut emosinya. Keadaan tersebut sangat rentan
akan konflik dan pertikaian. Untuk menyeleaikan sebuah masalah, manusia mengadakan
ikatan bersama yang disebut dengan kontrak sosial. Dan negara merupakan bentuk nyata dari
kontrak sosial menurut Rousseau. Dan kesimpulan dari pemikiran-pemikiran Rousseau ini
sebenarnya saling berkaitan antara pemikiran satu dan pemikirannya yang lainnya.

Daftar Pustaka

Fink, Hans. 2019. Filsafat Sosial: Dari Foedalisme hingga Pasar Bebas. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. Cet IV. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Haryatmoko, J. 2014. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta Pusat: Kompas.

Hadiwijono, Harun. 2002. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius.

Hamersma, Harry. 1984. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: PT. Gramedia.
Magnis Suseno, Franz. 2015. Etika Politik. Jakarta: Gramedia.
Nugroho, B. 2013. Jean-Jacques Rousseau: Dualisme Konsep Manusia sebagai Ilmu Kritis.
Yogyakarta: Kanisius.

Rousseau, J. J. 1964. Discourse on the Origin and Foundation of Inequality Among Man.
New York: St. Martins Press.

Rousseau, J. J. 1979. Emile or On Education. New York: Bloomsburry Academy.

Rousseau, J.J. 2010. Perihal Kontrak Sosial atau Prinsip Hukum Politik, Forum Jakarta-
Paris. Bandung: Forum Jakarta-Paris.
Russeli, Bertrand. 2019. Sejarah Filsafat Barat: kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari
zaman kuno hingga sekarang. Cet IV. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sabine, G. H. 1981. Teori-teori Politik: Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangananya.


Jakarta Selatan: Bina Cipta.

Simpson, Matthew. 2006. Rousseau’s Theory of Freedom. New York: Bloomsbury


Academic.

Suhelmi, A. 2001 Pemikiran Politik Barat: kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyaakat dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai