Anda di halaman 1dari 11

ANATOMI TEORI

STRUKTURALISME - LEVI STRAUSS


Muhammad Sibgatullah Agussalim
E052221006

A. Pendahuluan
Penelitian yang membahas mengenai manusia sungguh sangat luas dan kompleks.
Berbagai bidang ilmu memusatkan perhatian masing-masing untuk memahami manusia.
Misalnya, Biologi mencoba memahami manusia dari sudut biologisnya, psikologi
mencoba melihat manusia dari sisi perilakunya, dan masih banyak lagi lainnya. Dalam
paper ini saya akan membahas teori Strukturalisme dari Lévi-Strauss. Saya akan
memberikan pemaparan mengenai teori strukturalisme dari Levi-Strauss. Teori
strukturalisme pada intinya berpendapat bahwa dalam segala keanekaragaman budaya
tentu ada sebuah struktur pembentuk yang sifatnya universal, sama dimanpun dan
kapanpun. Claude Levi-Strauss sendiri dikenal sebagai Bapak Strukturalisme, karena
memang dialah yang pertama kali menjelaskannya secara lebih rinci dan detail.
Claude Lévi-Strauss adalah seorang antropolog sosial Perancis dan filsuf strukturalis.
Ia lahir di Brussels, Belgia, pada 28 Nopember 1908 sebagai seorang keturuan Yahudi.
Namun pada tahun 1909 orang tuanya pindah ke Paris, Perancis. Ayahnya bernama
Raymond Lévi-Strauss dan ibunya bernama Emma Levy. Sejak kecil Lévi-Strauss sudah
mulai bersentuhan dengan dunia seni, yang kelak akan banyak ditekuninya ketika dewasa,
karena memang ayahnya adalah seorang pelukis. Sesungguhnya pendidikan formal dan
minat Lévi-Strauss pada awalnya bukanlah Antropologi. Pada tahun 1927, Lévi-Strauss
masuk Fakultas Hukum Paris dan pada saat yang sama itu pula, ia pun mempelajari filsafat
di Universitas Sorbonne. Studi hukum diselesaikannya hanya dalam waktu satu tahun.
Sedangkan dari studi filsafat, aliran materialisme menjadi aliran yang banyak
mempengaruhi pemikirannya. Salah satu argument materialisme adalah segala sesuatu
harus bisa diukur, diverivikasi, dan diindera. Namun pada suatu saat Levi-Strauss
mengungkapkan kebosanannya dalam mengajar.
Kemudian setelah membaca buku Primitive Social karya Robert Lowie, seorang ahli
antropologi. Bermula dari membaca buku Robert Lowie itulah ketertarikannya akan dunia
antropologi muncul. Akhirnya, Levi-Strauss semakin jelas berpaling kepada Antropologi
ketika mengajar di Sao Paulo, Brazil, dan melakukan studi antropologi yang lebih luas di
pusat Brazil.Selama mengajar di Brazil itulah ia mulai banyak melakukan ekspedisi di
daerah-daerah pedalaman Brazil. Heddy Shri dalam bukunya menyebutkan, ekspedisi
pertamanya adalah ke daerah Mato Grosso. Dari ekspedisi itu Levi-Strauss merasa
mendapatkan pengalaman batin yang menginspirasikan banyak hal, yang tertuang dalam
bukunya Trites Tropique. Itulah karya pertamanya dan sekaligus mengukuhkan dirinya
masuk kedalam bidang antropologi.
Dalam prosesnya melakukan penelitian dan pengamatan banyak terbentur hambatan.
Hal ini salah satunya tidak lepas dari karena ia termasuk keturunan Yahudi, yang saat itu
dalam pergolakan pembantaian oleh Jerman. Sampai ia akhirnya harus mengalami
pemecatan. Pada tahun 1947, ia kembali ke Perancis dan pada tahun berikutnya ia
diangkat sebagai maitre de recherché selama beberapa bulan di CNRS (Center National de
la Recherche Scintifique/Pusat Penelitian Ilmiah Nasional). Pada tahun yang sama, ia
menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Sorbonne, dengan disertasi Les Structures
elementaires de la parente. Levi Strauss dianggap sebagai pendiri strukturalisme, sebuah
paham yang memegang bahwa kode terstruktur adalah sumber makna dan bahwa unsur-
unsur struktur yang harus dipahami melalui hubungan timbal balik mereka. Lebih lanjut,
bahwa struktur sosial adalah kebebasan dari kesadaran manusia dan ditemukan dalam
mitos dan ritual. Secara singkat, itulah inti dari teori strukturalisme menurut pendapat
Levi-Strauss.
Levi-Strauss banyak menghasilkan karya-karya tulis besar yang sangat menarik
banyak perhatian banyak kalangan, baik dari intelektual maupun awam. Karya-karya
terbesar tersebut antara lain: The Elementary Structures of Kinship (1949),Structural
Anthropology (1958), The Savage Mind (1962), and the Mythologics, 4 vols. (1964–72).
Mythologics sendiri terdiri dari tetralogi The Raw and The Cooked, From Honey to Ashes,
The Origin of Table Manners, dan The Naked Man.

B. Konteks Sosial
Levi-Strauss melahirkan konsep Strukturalismenya sendiri akibat ketidakpuasanya
terhadap fenomenologi dan eksistensialisme dalam arti lain adanya upaya untuk memaknai
kembali stagnasi berpikir antara objektifitas dan subjektifitas. Pasalnya para ahli
antropologi pada saat itu tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang
sebenarnya sangat dekat dengan kebudayaan manusia itu sendiri. Dalam bukunya yang
berjudul Trites Tropique (1955) ia menyatakan bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan
dengan model linguistik. Ia tidak setuju dengan Bergson yang menganggap tanda
linguistik dianggap sebagai hambatan yang merusak impresi kesadaran individual yang
halus, cepat berlalu, dan mudah rusak (Fokkema via Wajiran 2008). Menurut Levi-Strauss
bahasa digunakan untuk merefleksikan budaya atau perilaku manusia tersebut. Oleh
karena itu ada kesamaan konsep antara bahasa dan budaya manusia. Ia berpendapat bahwa
bahasa dapat digunakan untuk mempelajari kebudayaan atau perilaku suatu masyarakat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam strukturalisme adalah adanya perubahan pada
struktur suatu benda atau aktivitas.  Namun, perubahan tersebut bukanlah perubahan yang
sepenuhnya atau biasa diistilahkan sebagai proses transformasi. Dalam proses ini hanya
bagian-bagian tertentu saja dari suatu struktur yang berubah sementara elemen-elemen
yang lama masih dipertahankan. Prinsip dasar struktur dalam teori Levi-Strauss adalah
bahwa struktur sosial tidak berkaitan dengan realitas empiris, melainkan dengan model-
model yang dibangun menurut realitas empiris tersebut (Levi-Strauss, 2007: 378).

C. Realitas Sosial
Secara umum, istilah strukturalisme banyak dikenal dalam Filsafat Sosial. Filsafat
Eropa modern sering menyebut bahwa strukturalisme adalah sebuah fenomena sosial.
Lebih lanjut dikatakan bahwa fenomena itu tidak peduli seberapa dangkal beragam
wujudnya. Secara singkat, strukturalisme adalah fenomena social yang secara internal
dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Hubungan-
hubungan internal dan pola merupakan struktur, dan mengungkap struktur-struktur ini
adalah objek studi manusia. Pada umumnya, sebuah struktur bersifat utuh,
transformasional, dan meregulasi diri sendiri (self-regulatory). Strukturalisme adalah
metodologi yang menekankan struktur dari pada substansi. Hal ini menyatakan bahwa
sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem. Inilah kondisi
dalam anatomi teori sebagai disintegrasi yang dimana adanya suatu perubahan pemaknaan
nilai atau perubahan dalam menjalankan sebuah struktur sosial.
Metodologi Struktural sesungguhnya berasal dari struktural linguistik dari Saussure,
yang menggambarkan bahwa bahasa sebagai sebuah tanda dari aturan sistem sosial. Baru
pada tahun 1940, ia mengusulkan bahwa fokus yang tepat penyelidikan antropologi berada
di mendasari pola-pola pemikiran manusia yang menghasilkan kategori budaya yang
mengatur pandangan dunia sampai sekarang dipelajari. Kemudian pada tahun 1960,
Claude Levi-Strauss melanjutkan metodologi ini, tidak hanya untuk antropologi
(strukturalisme antropologi) tetapi memang untuk penanda semua sistem. Namum
memang Levi-Strausslah pada umumnya yang dianggap sebagai pendiri strukturalisme
modern. Melalui karyanya, strukturalisme menjadi tren intelektual utama di Eropa Barat,
khususnya Perancis, dan sangat mempengaruhi studi tentang ilmu-ilmu manusia.
Pada tahun 1972, Levi-Strauss mengeluarkan bukunya yang berjudul Strukturalisme
dan Ekologi menjelaskan secara rinci rincian prinsip dari apa yang akan menjadi
antropologi struktural. Di dalamnya, ia mengusulkan bahwa budaya, seperti bahasa, terdiri
dari aturan tersembunyi yang mengatur perilaku praktisi. Apa yang membuat budaya yang
unik dan berbeda dari satu sama lain adalah aturan tersembunyi bagi pemahaman anggota
tetapi tidak dapat mengartikulasikan, dengan demikian, tujuan antropologi struktural
adalah untuk mengidentifikasi aturan-aturan ini. Dia mempertahankan budaya yang adalah
proses dialektika: tesis, antitesis, dan sintesis.
Ahli antropologi mungkin menemukan proses berpikir yang mendasari perilaku
manusia dengan memeriksa hal-hal seperti kekerabatan, mitos, dan bahasa. Lebih lanjut,
bahwa ada realitas tersembunyi di balik semua ekspresi budaya. Selanjutnya strukturalis
bertujuan untuk memahami makna yang mendasari pemikiran manusia yang terungkap
melalui aktivitas budaya. Pada dasarnya, unsur-unsur budaya yang tidak jelas dalam dan
dari dirinya sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang berarti. Sebagai model
analitis, strukturalisme menganggap universalitas proses pemikiran manusia dalam upaya
untuk menjelaskan "struktur dalam" atau makna yang mendasari yang ada dalam
fenomena budaya.

D. Latar Belakang Pemikiran


Dari riwayat hidupnya, sudah nampak tokoh-tokoh atau pemikiran yang
mempengaruhi Levi-Strauss, mulai dari (1) geologi, (2) psikoanalisa Sigmund Freud, (3)
filsafat Karl Marx, (4) seni, (5) antropologi Amerika terutama etnologi F. Boas, (6)
sosiologi E. Durkheim dan M. Mauss, hingga (7) linguistik modern F. de Saussure, R.
Jacobson, dan N. Trubetzkoy. Namun dalam tulisan ini, pembahasan terkait latar belakang
tersebut dibatasi pada tiga yang disebut terakhir, itu pun pembahasan mendalam hanya
pada linguistik modern. Tulisan ini bersifat biografis karena melalui dialog dengan
berbagai tokoh dan pemikiran inilah Levi-strauss mengembangkan teorinya.
 Antropologi F. Boas.
Levi-Strauss mengagumi Boas atas ketegasan ilmiah dan pengetahuan luas yang luar
biasa tentang semua bidang antropologi, seperti antropologi fisik, linguistik, etnografi,
arkeologi, folkor, dan mitologi. Berbagai gagasan dasar Boas ini mengilhami
pemikiran Levi- Strauss. Tetapi yang terpenting bagi Levi-staruss adalah pendapat
Boas bahwa hukum-hukum bahasa berfungsi secara tak disadari dan di luar kontrol
sadar subjek yang berbicara. Maka bahasa dapat dipelajari sebagai fenomen objektif
yang juga menjadi representatif bagi gejala- gejala sosial lainnya.
 Sosiologi Durkheim dan Mauss
Durkheim yang dahulu ditentang Levi-Strauss, dikemudian hari dihormati sebagai
“penjelmaan esensial sumbangan Prancis bagi antropologi sosial”, dan Mauss dipuji
sebagai “Newton etnologi”. Kedua sosiolog Prancis ini sungguh berminat pada data-
data penyelidikan etnologi yang mereka renungkan sambil memperhatikan seluruh
kategori dan prinsip berpikir universal dan kolektif yang mendasari semua
keanekaragaman klasifikasi dan hubungan sosial yang kelihatan kacau balau.
Orientasi ilmiah Durkheim dan Mauss itu sejalan dengan minat Levi-Strauss sendiri,
yakni untuk menemukan prinsip dan hukum pada tatanan yang tak kelihatan yang
melatar belakangi aneka ragam gejala kompleks yang tampak.
Tetapi secara khusus harus disebut dua gagasan Mauss yang mewarnai seluruh
pemikiran Levi-Strauss, yaitu ide mengenai totalitas (“fakta sosial menyeluruh” dan
“prestasi sosial”) dan prinsip resiprositas dalam hal saling tukar wanita, barang, jual
beli, kata-kata. Gagasan Mauss tentang resiprositas dalam hal tukar-menukar sangat
fundamental bagi Levi-Strauss. Namun bagi Levi-Strauss, Mauss keliru dengan
berpikir bahwa pemberian itu bersifat wajib karena hal yang ditukarkan sebagai objek
pemberian dalam dirinya sendiri mengandung sejenis kekuatan magis, yakni “roh”
dari sang pemberi itu sendiri. Menurut Levi-Strauss, tindak memberi itu sendirilah
yang menghubungkan pihak-pihak terlibat itu satu dengan yang lain selaku partner
yang saling berhutang. Objek pemberian sebenarnya sekunder.
Gagasan-gagasan Mauss sangat menentukan orientasi analisis Levi-Strauss mengenai
pertukaran wanita yang terjadi dalam sistem kekerabatan dan perkawinan. Levi-
Strauss mengupas hal ini dan melihatnya sebagai suatu cermin struktur ketaksadaran
akal. Otak sebagai infrastruktur neuro-fisiologis hidup mental manusia memuat 3
prinsip: 1) perlunya hukum sebagai aturan; 2) gagasan resiproritas dipandang sebagai
bentuk yang secara paling langsung mengintegrasikan oposisi antara diri dan orang
lain; 3) sifat dasar sintesis pemberian, yaitu transfer yang disetujui mengenai sesuatu

yang berharga dari satu pribadi ke pribadi lain. Ketiga prinsip ketaksadaran ini
merupakan asumsi apriori yang mendasari seluruh bangun teoritis antropologi
struktural. Dengan demikian, Levi-strauss mengangkat peranan akal budi tak sadar
menjadi bintang utama di bentangan langit antropologi struktural. Pengaruh penting
lain dari Mauss adalah usahanya untuk menerapkan linguistik pada antropologi.
Mauss mengatakan: “sosiologi pasti akan lebih maju, seandainya di segala bidang

diikutinya contoh ilmu linguistik”. Levi-Strauss berikhtiar merealisasikan gagasan


Mauss ini secara sistematis dalam antropologi.
 Linguistik Modern (Saussure, Jacobson, dan Trubetzkoy )
Pertemuan yang paling menentukan karier intelektual Levi-Strauss adalah kontaknya
dengan Jacobson. Perkenalan dengan linguistik dan fonologi struktural Jacobson,
yang melanjutkan secara kreatif pandangan linguistik Saussure dan N.S. Trubetzkoy,
membawa penerangan dan ilham bagi Levi-Strauss. Gagasan pertama Saussure ialah
bahwa bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu langue dan parole. Langue adalah
keseluruhan sistem tanda yang dimiliki oleh kelompok orang yang menggunakan
bahasa itu. Parole adalah perwujudan individual dari sistem tanda itu, yaitu tindak
bicara konkret individu. Maka bagi Saussure, bahasa dalam Langue adalah sebuah
sistem. Selanjutnya dikatakan bahwa tanda linguistik bersifat arbitrer dan kontingen;
pertama karena hubungan antara signifie/signified (yang ditandakan) dan
signifiant/signifier (penanda) tidak bersifat intrinsik, tetapi sewenang-wenang;
kedua, karena keseluruhan dunia dibagi-bagi secara sewenang-wenang. Maka tidak
ada label-label tetap yang terikat dan melekat secara intrinsik pada hal-hal objektif itu,
tetapi hanya atas dasar konvensi.
Apabila bahasa dipandang sebagai suatu sistem tanda maka tanda tidak boleh
dipandang sebagai suatu kesatuan objektif tersendiri yang mengandung arti dalam
dirinya sendiri. Justru sebaliknya, karena tanda merupakan satu unsur dari suatu
keseluruhan tanda yang lebih luas maka setiap tanda linguistik ditentukan dalam dan
oleh relasinya dengan tanda-tanda lain dari sistem itu. Bukan unsur-unsur, melainkan
relasilah yang merupakan kesatuan analisis yang paling fundamental. Setiap tanda
dalam suatu sistem menentukan sekaligus ditentukan oleh semua tanda lain
berdasarkan tempat (posisi, peranan, fungsi) spesifiknya dalam sistem dan jaringan
relasinya. Akibatnya, setiap tanda linguistik memperoleh arti spesifiknya hanya berkat
perbedaan dan oposisinya dengan tanda-tanda lainnya dalam saluran sistem. Arti
spesifik dari tanda dihasilkan oleh berbagai kombinasi oposisional berdasar prinsip
“perbedaan” fonologis dan semantis. Semboyan Saussure berbunyi: “dalam bahasa
hanya terdapat perbedaan-perbedaan”. Hal yang sama diungkapkan Levi-Strauss
dalam pernyataan: “persamaan pada dirinya sendiri tidak ada sebab persamaan
hanyalah kasus khas dari perbedaan, yakni kasus di mana perbedaan mendekati nilai
nol”.
Oleh karena itu, Levi-Strauss sepakat dengan Saussure bahwa “sinkroni” lebih
penting daripada diakroni. Sinkroni lebih ditekankan karena satu gejala memperoleh
artinya berdasarkan hubungannya dengan semua gejala lain yang serentak dan
bersamaan dengannya. Namun apabila tiap tanda hanya memperoleh arti seturut
relasinya dengan tanda lain dalam sistem, muncul pertanyaan, apakah ada prinsip
penata tertentu yang menghubungkan seluruh tanda itu. Para linguis struktural
memperlihatkan dua prinsip penghubung atau asosiasi, yaitu asosiasi sintagmatis dan
asosiasi paradigmatis.
Gagasan penting yang kedua datang dari Jacobson. Analisis Jacobson atas fonem
sangat penting bagi Levi-strauss. Fonem dapat didefinisikan sebagai hasil kombinasi
dari sejumlah oposisi-oposisi berpasangan. Itu berarti bahwa dalam analisis fonologis
semacam ini fonem sebenarnya tidak memiliki substansi. Fonem terbentuk karena
adanya relasi-relasi, dan relasi-relasi ini muncul karena adanya oposisi. Maka yang
ada hanyalah relasi. Hal lain bahwa fonem berbeda dengan entitas kebahasaan
lainnya, karena di situ terdapat seperangkat sifat- sifat yang tidak ada dalam entitas
kebahasaan, yakni bahwa fonem- fonem tersebut bersifat oppositive, relative, dan
negative.
Jika sebuah fonem berdiri sendiri, ia tidak akan bermakna sama sekali. Jadi, sebuah
fonem memperoleh maknanya dari posisinya dalam sebuah sistem fonem. Pandapat
semacam ini tidak berbeda jauh dengan pandangan Saussure mengenai tanda.
Bedanya adalah pengertian ‘tanda’ dalam teori Saussure adalah ‘kata’, sedangkan
dalam teori Jacobson ‘tanda’ adalah fonem. Prinsip-prinsip penting dalam linguistik
struktural inilah yang kemudian mengilhami cara analisis Levi-Strauss atas berbagai
macam fenomena budaya.
Selain kedua tokoh di atas, Levi-Strauss juga dipengaruhi oleh pandangan ahli
fonologi Rusia, Nikoli Trubetzkoy, mengenai strategi kajian bahasa, yang berawal
dari konsepsi Trubetzkoy mengenai fonem. Fonem bagi Trubetzkoy adalah konsep
linguistik, bukan konsep psikologis. Artinya, fonem sebagai suatu konsep berasal dari
para ahli bahasa, bukan dari pemakai bahasa/masyarakat awam. Oleh karena itu
keberadaan fonem dalam bahasa bersifat tidak disadari. Dengan kata lain, definisi atas
suatu fonem pada dasarnya berada pada tataran tak sadar.
Trubetzkoy juga mengharapkan ahli-ahli fonologi mengarahkan perhatian pada
fenomena fonem sebagai sebuah konsep linguistik. Menurutnya, para ahli sebaiknya
mengarahkan perhatian pada distinctive features, ciri-ciri pembeda, yang mempunyai
fungsi atau operasional dalam suatu bahasa. Para ahli perlu mempelajari perbedaan-
perbedaan fonem yang mana yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan maknawi,
dan bagaimana perbedaan-perbedaan ini tergabung membentuk kata-kata atau frasa-
frasa. Dengan kata lain, strategi analisis dalam fonologi haruslah struktural, karena
relasi-relasi antar ciri-ciri pembeda dalam fonemlah yang menjadi pusat perhatian.

E. Pengajuan Pertanyaan/Hipotesis
Hal yang perlu diperhatikan dalam strukturalisme adalah adanya perubahan pada
struktur suatu benda atau aktivitas.  Namun, perubahan tersebut bukanlah perubahan yang
sepenuhnya atau biasa diistilahkan sebagai proses transformasi. Dalam proses ini hanya
bagian-bagian tertentu saja dari suatu struktur yang berubah sementara elemen-elemen
yang lama masih dipertahankan. Prinsip dasar struktur dalam teori Levi-Strauss adalah
bahwa struktur sosial tidak berkaitan dengan realitas empiris, melainkan dengan model-
model yang dibangun menurut realitas empiris tersebut (Levi-Strauss, 2007: 378).
Menurut Levi-Strauss, ada empat syarat model agar terbentuk sebuah struktur sosial yaitu:
 Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Struktur terdiri atas elemen-
elemen yang salah satunya akan menyeret modifikasi seluruh elemen lainnya.
 Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, di mana masing-
masing berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh
transformasi ini membentuk sekelompok model.
 Sifat-sifat yang telah ditunjukan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk
memprakirakan dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah
satu dari sekian elemennya.
 Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga keberfungsiannya
bisa bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi.

F. Jenis Penjelasan
Tujuan utama stukturalisme Levi-Strauss adalah mengungkap struktur dari gejala-
gejala sosial-budaya, namun hal itu tidak berarti bahwa Levi-Strauss lantas mengabaikan
fungsi. Ada beberapa hal yang perlu dibaca dan dipahami. Pertama, Levi Strauss mencoba
menempatkan strukturalisme dalam konteks teori-teori sosiologi, sementara kebanyakan
pemikiran seperti ini hampir selalu menempatkannya dalam konteks teori-teori
antropologi. Strukturalisme Levi-Strauss adalah strukturalisme antropologi, jadi
diperlukan analisis yang mapan untuk dapat mengaplikasikan teori ini ke dalam lingkup
sosiologi maupun politik, sastra atau yang lain. Kedua, pendekatan ini tersistemik lewat
kacamata seorang peganut setia strukturalisme, yang mencoba melihat keterkaitan suatu
aliran pemikiran yang lain, serta mencoba menemukan kekurangan dan kelebihan masing-
masing aliran pemikiran tersebut. Ketiga, disini mencoba menampilkan beberapa
pandangan Levi-Strauss yang belum begitu banyak diketahui publik terpelajar di
Indonesia, yakni mengenai kekerabatan dan totemisme.
G. Kata Kunci dan Proposisi
Ilmu social menggunakan konsep struktur atau struktur social untuk
mengembangkan atau mengungkap suatu peristiwa yang ada di masyarakat. Yang di sebut
juga sebagai strukturalisme yang mengemukakan tentang konsep salah satunya adalah
Levi-Strauss dan para pengikutnya, mereka mengakui jasa Durkheim yang sejak lama
telah mencurahkan sebagian besar pemikiran-pemikiran tentang masalah setruktur sosial.
Ilmu yang mempersoalkan struktur, yakni cara bagian-bagian suatu system tertentu saling
berkaitan. Menurut Levi Strauss struktur social merupakan suatu kerangka manusia yang
saling ketergantungan antara organ satu dengan organ yang laindalam anatomi manusia.
Yang di maksudkan Levi Strauss, structural bukanlah perwujudan nyata yang dapat
diamati secara langsung, melainkan penataan logis seperangkat persamaan matematis yang
dapat di tunjukkan sebagai ekuivalen untuk venomena yang telah di telaah.
Levi Strauss dalam kajian telah memberikan sumbangan pemikiran tentang teori
strukturalisme kontemporer yang unik dan menggunakan perspektif dan metodologi
linguistic structural. Bahasa digunakan pada hakikatnya adalah sisitem perlambangan
yang di susun secara sewenang/abitrer. Bahasa adalah sebuah kebudayaan yang ada ketika
susunan kata yang di satu padukan untuk membentuk suatu krangka pemahaman yang
sama maupun berbeda. Dan akan mengungkap kaidah structural yang mendasarinya yang
dikatakan sebagai sebab kemunculan ungkapan kebahasaan.
Bagi Levi Strauss budaya pada hakikatnya adalah suatu sistem simbolik atau
konfigutrasi system perlambangan. System merupakan suatu bidang yang kaya bagi
antropolog. Pandangan Levi-Struss mengenai pandangan mite tentang makna utama yang
sepenuhnya formal tidak masuk dalam pandangan Levi-Srtuss. Seperti adanya totemic,
Levi-Strauss mengenai totemisme sebagian berkembang dari beberapa di antara gagasan
Radcliffe Brown. Dia mengatakan bahwa kepercayaan totemikmerupakan piranti
konseptual yang canggih, dan yang memungkinkan warga pri bumi mengklasifikasi dan
menata unit-unit social dalam budayanya, serta secara metaforismenghubungkan unit-unit
satu dengan yang lain dan dengan jenis tatanan serupa di dunia alami. Totemis sebagai
system klasifikasi rangkap, ia merupakan cara menerapkan tatanan logis pada dunia alami
dan dunia budaya dengan menggunakan suatu perangkat unitaris berupa kaidah-kaidah
konseptual.
Tujuan kajian structural ialah menjelaskan dunia pengalaman dan memahami
rasionalitas dasar yang menyangga dunia fenomenal. Yang di anggap Levi-Strauss sebagai
dasarnya hakikat system budaya adalah sisitem formal. Jadi Levi-Struss menyataka teori
structural adalah suatu keterkaitan satu dengan yang lain yang ada di system masyarakay
yang berupa kebudayaan dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Shri, H. 2006. Strukturalisme Lev i-Strauss Mitos dan Kary a Sastra. kepel
Press: Yogyakarta.

Barkah, Hendri Jihadul. 2013. Claude Levi-Strauss: Si Empu Strukturalisme. Tersedia


di http://Fauziteater76.blogspot.com/2013/07/claude-levi-strauss-si-empu.html. Diakses
tanggal 25 November 2022.

Levi-Strauss, Claude. 2007. Antropologi Struktural. Kreasi Wacana: Yogyakarta.


Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. CAPS: Yogyakarta.

Wajiran. 2008. Strukturalisme Levi-Strauss. Tersedia


di http://wajirannet.blogspot.com/2008/01/strukturalisme-levi-strauss.html. Diakses tanggal
25 November 2022.

Anda mungkin juga menyukai