Anda di halaman 1dari 17

Teori Fenomenologi

Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun
1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan dengan ilmu hukum dan
sosial. Ia mengikuti pendidikan akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil
bidang ilmu-ilmu hukum dan sosial. Gurunya yang sangat terkenal adalah Hans Kelsen (ahli
hukum), Ludwig Von Mises (ekonom), dan Friedrich Von Wieser dan Othmar Spann (keduanya
ahli sosiologi).
Pendidikan formal ini dijalankan Schutz setelah ia mengikuti Perang Dunia I. Selama
kuliah ia menjadi sangat tertarik pada karya-karya Max Weber dan Edmund Husserl. Setelah
lulus ilmu hukum, dia malah bekerja di bidang perbankan untuk jangka waktu yang sangat lama.
Meskipun penghasilannya sangat besar tetapi dia merasa perbankan bukanlah tempat yang cocok
baginya untuk mengaktualisasikan diri. Schutz akhirnya banting setir yang mulai mempelajari
sosiologi khususnya fenomenologi yang dianggap memberi makna dalam pekerjaan dan hidup.
Di tahun 1920-an meskipun bukan seorang Dosen, tetapi hampir seluruh temannya adalah
dosen perguruan tinggi sehingga dia mulai terjun ke dunia akademik. Dia mulai mengajar dengan
bantuan temannya dan bahkan memberikan kuliah di Perguruan Tinggi serta dapat berpartisipasi
dalam diskusi dan seminar ilmiah. Setelah menerbitkan Der Sinnhafte Aufbau der sozialen welt
Schutz akhirnya berkenalan secara pribadi dengan Edmund Husserl yang menawarinya menjadi
asisten tetapi Schutz menolaknya.
Dalam teori Schutz sangat kental pengaruh Weberian-nya khususnya karya-karya
mengenai tindakan (action) dan tipe ideal (ideal type). Meskipun Schutz terkagum-kagum pada
Weber tetapi ia beusaha mengatasi kelemahan yang ada di dalam karya Weber dengan
menyatukan ide filsuf besar Edmund Husserl dan Henri Bergson.
Schutz sangat ingin mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Austria dengan menggunakan
paradigma theory of action yang bersifat subyektif tapi ilmiah. Keinginannya ini mempengaruhi
dirinya menerbitkan buku yang sangat berharga di bidang sosiologi yang berjudul The
Phenomenology of the social world yang diterbitkan tahun 1932 dalam bahasa Jerman. Buku ini
baru diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris tahun 1967, sehingga karya Schutz baru mendapat
perhatian serius dan penghargaan dari Amerika Serikat tiga puluh tahun sejak diterbitkan.
Dalam karir akademiknya tercatat di tahun 1943, Schutz mengajar di The New York
School of Research yang sebelumnya bernama Alvin Johnson’s University. Meski siang hari dia
menjadi bankir namun di malam hari dirinya mengabdikan diri untuk dunia pendidikan. Tapi
tidak sampai tahun 1956 dia berhenti menjadi konsultan perbankan dan berkonsentrasi menjadi
dosen di News School for Research.
Selain mengajar Schutz juga aktif menerbitkan tulisan-tulisan di jurnal penelitian
Philosophy and Phenomenological Research. Schutz menjadi staf redaksi jurnal itu di tahun
1941. Di tahun 1952, Dia dinobatkan sebagai Guru Besar di News York School for Research dan
mengajar di sana sampai dia meninggal di tahun 1959.
Meski Schutz telah tiada tetapi koleksi karya-karyanya diterbitkan dalam tiga jilid di
tahun 1962, 1964 dan 1966. Bahkan Thomas Luckman seorang guru besar di Universitas
Frankfurt mengumpulkan catatan dan tulisan Schutz dan membuatnya menjadi buku Die
Strukturen der Lebenswelt yang dialibahasakan ke dalam bahasa Inggris di tahun 1970 dengan
judul Reflection on the problem of relevance.
Mengintip Fenomenologi Secara Umum
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan
phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann
Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl.
Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang
tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk
mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi berusaha mencari pemahaman
bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka
intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang
lain).
Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengelaman-
pengelamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengelaman pribadinya. Fenomena yang
tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat berdiri sendiri, karena ia memiliki makna
yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya
Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya. Fenomenologi menerobos
fenomena untuk dapat mengetahui makna hakikat terdalam dari fenomena tersebut untuk
mendapatkan hakikatnya.
Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk
mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya,
dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan
oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi
berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran
yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita.
Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu
sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan.
Persoalan pokok yang hendak diterangkan oleh teori ini justru menyangkut persoalan
pokok ilmu sosial sendiri, yakni bagaimanan kehidupan bermasyarakat itu dapat terbentuk.
Alfred Schutz memliki teori yang bertolak belakang dari pandangan Weber. Alfred berpendapat
bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau
makna tertentu terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu
sebagai sesuatu yang penuh arti.
Pemahaman secara subyektif terhadap sesuatu tindakan sangat menentukan terhadap
kelangsungan proses interaksi sosial. Baik bagi aktor yang memberikan arti terhadap
tindakannya sendiri maupun bagi pihak lain yang akan menerjemahkan dan memahaminya serta
yang akan beraksi atau bertindak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh aktor.
Schutz mengkhususkan perhatiannya kepada satu bentuk dari subyektivitas yang
disebutnya, antar subyektivitas. Konsep ini menunjuk kepada pemisahan keadaan subyektif atau
secara sederhana menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum ke kesadaran khusus
kelompok sosial yang sedang saling berintegrasi. Intersubyektivitas yang memungkinkan
pergaulan sosial itu terjadi, tergantung kepada pengetahuan tentang peranan masing-masing yang
diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi.
Banyak pemikiran Schutz ysng dipusatkan terhadap satu aspek dunia sosial yang disebut
kehidupan dunia atau dunia kehidupan sehari-hari. Inilah yang disebut dunia intersubyektif.
Dalam dunia intersubyektif ini orang menciptakan realitas sosial dan dipaksa oleh kehidupan
social yang telah ada dan oleh struktur kultural ciptaan leluhur mereka. Didalam dunia kehidupan
itu banyak aspek kolektifnya, tetapi juga ada aspek pribadinya. Schutz membedakan dunia
kehidupan antara hubungan tatap muka yang akarab dan hubungan interpersonal dan renggang.
Sementara hubungan tatap muka yang intim sangat penting dalam kehidupan dunia, adalah jauh
lebih mudah bagi sosiolog untuk meneliti hubungan interpersonal secara ilmiah. Meski Schuutz
beralih perhatiannya dari kesadaran ke dunia kehidupan intersubyektif, namun ia masih
mengemukakan hasil pemikirannya tentang kesadaran, terutama pemikirannya tentang makna
dan motif tindakan individual.
Makna fenomenologi adalah realitas, tampak. Fenomena yang tampak adalah refleksi dari
realitas yang tidak berdiri sendiri. Karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran lebih
lanjut. Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna (hakikat) terdalam
dari fenomena tersebut.
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis. Yang pertama
pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia
ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri. Yang ke dua yakni makna benda terdiri
dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda
menentukan maknanya bagi kita. Dan yang terakhir bahasa merupakan kendaraan makna. Kita
mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan
dunia itu.
Empat unsur pokok dari teori Fenomenolog
Pertama, perhatian terhadap aktor. Persoalan dasar ini menyangkut metodologi.
Bagaimana caranya untuk mendapatkan data tentang tindakan sosial itu subyektif mungkin.
Penggunaan metode ini dimaksudkan pula untuk mengurangi pengaruh subyektivitas yang
menjadi sumber penyimpangan, bias dan ketidaktepatan informasi. Menurut pandangan ahli ilmu
alam hal seperti itu tidak mungkin dilakukan terhadap obyek studi sosiologi.
Sehingga dapat dikatakan naif kalau ada yang beranggapan bahwa seseorang akan dapat
memahami keseluruhan tingkah laku manusia, hanya dengan mengarahkan perhatian kepada
tingkah laku yang nampak atau yang muncul secara konkrit saja. Tantangan bagi ilmuwan sosial
adalah untuk memahami makna tindakan aktor yang ditujukannya juga kepada dirinya. Bila
pengamat menerapkan ukuran-ukurannya sendiri atau teori-teori tentang makna tindakan, dia
tidak akan dapat menemukan makna yang sama di antara aktor itu sendiri. Dia tidak akan pernah
menemukan bagaimanan realita sosial itu diciptakan dan bagaimanan tindakan berikutnya akan
dilakukan dalam kontek pengertian mereka.
Posisi metodologis Schutz adalah diatur dalam tiga esai dalam Volume 1 dari
Dikumpulkan karya-karyanya. Titik awal adalah bahwa penelitian sosial berbeda dari penelitian
dalam ilmu fisika berdasarkan fakta bahwa, dalam ilmu-ilmu sosial, seseorang berhadapan
dengan 'obyek penelitian' yang menafsirkan sendiri dunia sosial yang kita, sebagai ilmuwan, juga
ingin menafsirkan. Orang-orang terlibat dalam suatu proses terus-menerus untuk memahami
dunia, dalam interaksi dengan sesama mereka dan kami, sebagai ilmuwan, yang berusaha
memahami mereka rasa keputusan. Dalam melakukannya, kita pasti harus menggunakan metode
yang sama penafsiran seperti halnya orang dalam 'akal sehat dunianya. Apa yang membedakan
perusahaan ilmiah sosial, bagaimanapun, adalah bahwa ilmuwan sosial mengasumsikan posisi
pengamat tertarik. Dia tidak terlibat dalam kehidupan yang diamati-kegiatan mereka bukan
kepentingan praktis, tetapi hanya kepentingan kognitif.
Kedua, memusatkan perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan
kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude). Alasannya adalah bahwa tidak
keseluruhan gejala kehidupan sosial mampu diamati. Karena itu perhatian harus dipusatkan
kepada gejala yang penting dari tindakan manusia sehari-hari dan terhadap sikap yang wajar.
Proses terbentuk fakta sosial menjadi pusat perhatian dan jelas bukan bermaksud mempelajari
fakta sosial secara langsung. Bedanya terletak pada bahwa sementara paradigma fakta sosial
mempelajari fakta sosial sebagai pemaksa terhadap tindakan individu, maka fenomenologi
mempelajari bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta
sosial yang memaksa mereka itu.
Fenomenologi
Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk
mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Little John bahwa
fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia.
Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya
sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.
Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya
dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi
merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan
kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif menuju pemaknaan
Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran.
Fenomenologi mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep yang
bersikap intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk
menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tetang suatu konsep atau gejala.
Natanson menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua pandangan sosial yang
menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokuss untuk memahami
tindakan sosial.
Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang
tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi itu ialah ilmu yang berorientasi untuk
mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak. Kuswarno dalam bukunya yang berjudul
Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi, berpendapat bahwa: Fenomenologi berusaha
mencari pemahaman bagaimana manusia mengkontruksi makna dan konsep penting dalam
kerangka intersubjektivitas (pemahaman kita melalui dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan
orang lain). (2009:2)
Little John dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi berpendapat bahwa:
Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-
pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. (2009:57)
Teori fenomenologi menurut Alfred Schutz mengatakan bahwa fenomenologi tertarik
dengan pengidentifikasian masalah dari dunia pengalaman inderawi yang bermakna, suatu hal
yang semula yang terjadi di dalam kesadaran individual kita secara terpisah dan kemudian secara
kolektif, di dalam interaksi antara kesadaran-kesadaran. Bagian ini adalah suatu bagian dimana
kesadaran bertindak (act) atas data inderawi yang masih mentah, untuk menciptakan makna,
dimana cara-cara yang sama sehingga kita bisa melihat sesuatu yang bersifat mendua dari jarak
tersebut.
Menurut Schutz cara mengidentifikasikan makna luar dari arus utama pengalaman adalah
melalui proses tipikasi, yaitu proses pemahaman dan pemberian makna terhadap tindakan akan
membentuk tingkah laku. Dalam hal ini termasuk membentuk penggolongan atau klasifikasi dari
pengalaman dengan melihat keserupaannya. Maka dalam arus pengalaman dilihat dari objek
tertentu pada umumnya memiliki ciri-ciri khusus, bahwa mereka bergerak dari tempat ke tempat,
sementara lingkungan sendiri mungkin tetap diam.
Maka fenomenologi menjadikan pengalaman sesungguhnya sebagai data dasar dari
realitas, sebagai suatu gerakan dalam berfikir fenomenologi (phenomenology) dapat diartikan
sebagai upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa ingin tahu. Objeknya berupa
gejala atau kejadian yang dipahami melalui pengalaman secara sadar (concius experience).
Tujuan utama fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena di alami kesadaran,
pikiran, dan dalam tindakan, seperti sebagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara
estetis atau fenomenologi mencoba mencari pemahaman bagaimana manusia mengkontruksi
makna dan konsep-konsep penting dalam kerangka intersubjektif. Intersubjektif karena
pemahaman kita mengenai dunia di bentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Walaupun
makna yang kita ciptakan dapat di telusuri dalam tindakan, karya, dan aktivitas yang kita
lakukan, tapi tetap saja ada peran orang lain di dalamnya.
Fenomenologi menganggap bahwa pengalaman yang aktual sebagai data tentang realitas
yang dipelajari. Kata gejala (phenomenom) yang bentuk jamaknya adalah phenomena merupakan
istilah fenomenologi di bentuk dan dapat diartikan sebagai suatu tampilan dari objek. Kejadian
atau kondisi-kondisi menurut persepsi. Penelaahan masalah dilaksanakan dengan multi
perspektif atau multi sudut pandang.
Asumsi dari fenomenologi menurut Litte John adalah interpretasi dari pengalaman-
pengalaman pribadi seseorang, seperti berikut ini: Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang
secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia
dengan pengalaman pribadinya (Littlejohn, 2009:57)
Juga seperti yang dikatakan oleh Alfred Schutz dalam buku Kuswarno yang berjudul
Fenomenologi, bahwa inti dari pemikirannya adalah : Bagaimana memahami tindakan sosial
melalui penafsiran, Schutz meletakan hakikat manusia dalam pengalaman subjektif, terutama
ketika mengambil tindakan dan mengambil sikap terhadap dunia kehidupan sehari-hari. Dalam
hal ini Schutz mengikuti pemikiran Husserl, yaitu proses pemahaman actual kegiatan kita, dan
pemberian makna terhadapnya, sehingga ter-refleksi dalam tingkah laku. (Suwarno 2009:18)
Adapun studi fenomenologi bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam para subyek
mengenai pengalaman beserta maknanya. Sedangkan pengertian fenomena dalam studi
Fenomenologi adalah pengalaman atau peristiwa yang masuk ke dalam kesadaran subjek.
Sebutan fenomenologis berarti studi tentang cara dimana fenomena hal–hal yang kita sadari
muncul kepada kita, dan cara yang paling mendasar dari pemunculannya adalah sebagai suatu
aliran pengalaman-pengalaman inderawi yang berkesinambungan yang kita terima melalui panca
indera kita.
Fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui
pengalaman langsung. Dengan demikian fenomenologi menjadikan pengalaman nyata sebagai
data pokok sebuah realitas. Sebagai aliran filsafat, objek fenomenologi tidak dibatasi pada satu
bidang kajian data. Tujuannya adalah untuk mencari pemahaman hakiki sehingga diperlukan
pembahasan yang mendalam.
Fenomenologi menganalisis gejala-gejala yang berkaitan dengan realitis sosial dan
bagaimana bentuk-bentuk tertentu dari pengetahuan memberikan konstribusi kepada keadaan
tersebut. Seperti yang diungkapkan Gerardus Van Der Leeuw dalam bukunya Muslih yang
berjudul Filsafat Ilmu, mengenai fenomenologi sebagai berikut: Fenomenologi pada prinsipnya
adalah mencari atau mengamati fenomena sebagaimana yang tampak, yaitu :(1) sesuatu itu
berwujud, (2) sesuatu itu tampak, dan (3) karena sesuatu itu tampak dengan tepat maka ia
merupkan fenomena. Penampakan itu menunjukan kesamaan antara yang tampak dengan yang
diterima oleh si pengamat tanpa melakukan modifikasi. (74:2004)
Selaras dengan permasalahan yang peneliti angkat, peneliti melihat bahwa mechanical
keyboard yang berupa perangkat keras (hardware) komputer serta media komunikasi pengguna
keyboard. Peneliti ini dapat dilakukan dengan studi fenomenologi, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Wilson dalam bukunya Kuswarno yang berjudul Fenomenologi sebagai
berikut: Praktikan fenomenologi adalah dengan cara mengembangkan kejadian dalam suatu
kajian sebagaimana apa yang dihasilkan pekerjaan peneliti fenomenologi melalui berbagai
publikasi. Analisis fenomenologi terhadap isi budaya media massa misalnya, menerapkan unsur-
unsur melalui pendekatan untuk menghasilkan pemahaman refleksif keadaan yang saling
mempengaruhi dunia kehidupan audiens dan materi program. (2009:21)
Teori Schutz juga sering dijadikan center dalam penerapan metodelogi penelitian
kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran
dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih jelas dan mudah dipahami.
Kedua, Shuctz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu
sosial.
Fenomenologi Alfred Schutz
Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi
fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonom yang suka dengan
musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial
lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif
dan juga mendalam.
Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang
menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz lah pemikiran dan ide
Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami.
Kedua, Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu
sosial.
Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan
juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu :
1. The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)
Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan
penelitiannya sehingga dapat dianalis bagaimana hubungannya dengan kenyataan kehidupan
sehari-hari. Apakah bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
2. The postulate of logical subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)
Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran
manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti harus memposisikan diri secara
subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam
fenomenologi sosial.
3. The postulate of adequacy (Dalil Kecukupan)
Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian)
agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu. Kepatuhan terhadap dalil ini akan
membiasakan bahwa kontruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan kontruksi yang ada dalam
realitas sosial.
Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi
transedental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran webber.
Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transedental) sebagai metode
analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena yang terjadi
disekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi sosiologinya didalam analisis ilmu
pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial
semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta
berbagai model teoritis dari realitas yang ada.
Dalam buku Kuswarno yang berjudul Fenomenologi (Fenomena Pengemis di Kota
Bandung) terdapat inti pemikiran dari Alfred Schutz yaitu: Tindakan manusia menjadi suatu
hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu dengan berbagai alasan
terhadap tindakannya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang
penuh arti. (2009:18)
Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya
dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang
memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.
Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu
pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua,
reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang
berinteraksi. Keempat, pengalaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengalaman dia
sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial.
Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.
Dalam the life world ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan
‘kebudayaan’. Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowlodge
yang menfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. Stock of
knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. Stock of knowledge sebenarnya
merujuk pada content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas) dan duration (waktu). Schutz
juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia
keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.
Schutz mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada
dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti :
1. Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan dan makna tindakan orang lain?
2. Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?
3. Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?
4. Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi?
Realitas intersubyektif yang bersifat sosial memiliki tiga pengertian, yaitu:
1. Adanya hubungan timbal balik atas dasar asumsi bahwa ada orang lain dan benda-benda
yang diketahui oleh semua orang.
2. Ilmu pengetahuan yang intersubyektif itu sebenarnya merupakan bagian ilmu
pengetahuan sosial.
3. Ilmu pengetahuan yang bersifat intersubyektif memiliki sifat distribusi secara sosial.
Ada beberapa tipifikasi yang dianggap penting dalam kaitan dengan intersubyektivitas,
antara lain:
1. Tipifikasi pengalaman (semua bentuk yang dapat dikenali dan diidentifikasi, bahkan
berbagai obyek yang ada di luar dunia nyata, keberadaannya didasarkan pada
pengetahuan yang bersifat umum).
2. Tipifikasi benda-benda (merupakan sesuatu yang kita tangkap sebagai ‘sesuatu yang
mewakili sesuatu’).
3. Tipifikasi dalam kehidupan sosial (yang dimaksudkan sosiolog sebagai system, role
status, role expectation dan institutionalization itu dialami atau melekat pada diri
individu dalam kehidupan sosial).
Schutz mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masing-masing merupakan
abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan tingkat
determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt dan vorwelt.
1. Umwelt, merujuk pada pengalaman yang dapat dirasakan langsung di dalam dunia
kehidupan sehari-hari.
2. Mitwelt, merujuk pada pengalaman yang tidak dirasakan dalam dunia keseharian.
3. Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi yang akan datang.
4. Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.
Schutz juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk
pada empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial sebenarnya
berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungan.
Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara pribadi dalam fenomenologi digunakan
empat tipe ideal berikut ini :
1. The eyewitness (saksi mata), yaitu seseorang yang melaporkan kepada peneliti sesuatu
yang telah diamati di dunia dalam jangkauan orang tersebut.
2. The insider (orang dalam), seseorang yang karena hubungannya dengan kelompok yang
lebih langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa, atau
pendapat orang lain, dengan otoritas berbagai sistem yang sama relevansinya sebagai
anggota lain dari kelompok. Peneliti menerima informasi orang dalam sebagai ‘benar’
atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam konteks situasi lebih dalam
dari saya.
3. The analyst (analis), seseorang berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu telah
mengumpulkan informasi dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi.
4. The commentator (komentator), Schutz menyampaikan juga empat unsur pokok
fenomenologi social yaitu :
a. Pertama, perhatian terhadap aktor.
b. Kedua, perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap
yang wajar atau alamiah (natural attitude).
c. Ketiga, memusatkan perhatian kepada masalah mikro.
d. Keempat, memperhatikan pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan. Berusaha
memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara
dalam pergaulan sehari-hari.
Paradigma Penenelian
Paradigma menurut Thomas Kuhn dipergunakan dalam dua arti yang berbeda yakni
paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik, dan sebagainya yang
dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu. Di sisi lain paradigma juga berarti
menunjukkan pada sejenis unsur dalam konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang kongkret, yang
jika digunakan sebagai model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit
sebagai dasar bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal (Kuhn,
2002:180). Thomas Kuhn (2002:103) mengeksplisitkan bahwa perubahan paradigma dapat
menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam semesta. Realitas dikonstruksi oleh
mode of thought (cara berfikir) atau mode of inquiry (cara penyelidikan) tertentu, kemudian
menghasilkan mode of knowing yang spesifik.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma subjektif. Secara
subjecktif, perilaku manusia dipahami dari sudut pandang dirinya, dengan kerangka pengalaman
secara penuh dari individu itu sendiri. Disini hanya merangkai dan menstrukturkan pengalaman
itu untuk temuan-temuan ilmiah dan berusaha memecahkan masalah masyarakat yang dihadapi.
Hakekatnya ontology, epistemology, dan aksiologi dalam pendekatan subjektif berfokus pada
manusia sebagai perilaku sosial yang menerjemahkan perilaku mereka tersebut. Peneliti hanya
berperan sebagai pengamat daan penemu.
Paradigma subjektif memandang bahwa realitas sosial itu merupakan hasil kontruksi
manusia. Oleh karena itu setiap orang memiliki pandangan, pengalaman, atau makna yang
berbeda tentang suatu peristiwa. Setiap orang melakukan kontruksi tentang realitas sosial yang
dihadapi secara subjektif.
Pendekatan Penelitian
Penelitan ini menggunakan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz, istilah
fenomenologi secara itimologis berasal dari kata fenomena dan logos. Fenomena berasal dari
kerja Yunani “phainesthai” yang berarti menampak, dan terbentuk dari akar fantasi, fantom, dan
posfor yang artinya sinar atau cahaya. Fenomenologi ini secara bahasa berasal dari bahasa
Yunani yaitu “phainnsthat” yang bermakna menampak. Phainomenon merujuk kepada “yang
menampak” oleh sebab itu fenomena tidak lain yaitu fakta yang didasari dan masuk kedalam
pemahaman manusia, jadi berdasarkan pemaknaan tersebut makna suatu objek itu ada dalam
relasi dengan kesadaran.
Fenomena ini bukan saja yang tampak dalam kasat mata, namun justru ada di depan
kesadaran, kemudian disajikan kesadaran pula. Fenomenologi merefleksikan pengalaman
lansung manusia, pengalaman ini secara intensif berhubungan dengan objek (Engkus Kuswara
2009:1).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
deskriptif. Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) (Sugiono, 2011:8).
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang
mengandung makna. Makna disini adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan
suatu nilai dibalik yang tampak (2011:9).
Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada suatu objek yang
alamiah (sebagai lawan dari pengertian eksperimen). Objek dalam penelitian kualitatif adalah
objek yang alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi baik keadaan
ataupun kondisinya, sehingga metode ini disebut juga sebagi metode penelitian naturalistik
(Arikunto, 2006:12).
Dalam hal ini peneliti akan memaparkan penjelasan fenomena-fenomena masalah-
masalah yang ada di lingkungan DPD Partai Keadilan Sehatera Kabupaten Cianjur khususnya
dalam dakwah komunikasi politik. Baik itu secara sistem dakwah dan komunikasi, model
dakwah yang dilakukan oleh pengurus atau partisipasi partai keadilan sejahtra yang ada di
lingkungan Kabupaten Cianjur sendri dalam melakukan peran dakwah di lingkungan DPD PKS.
Jenis Penelitian
Alfred Schults sebagaimana dituliskan oleh Smith, etc., (2009:15) mengadopsi dan
mengembangkan fenomenologi ini dengan pendekatan interpretatif praktis. Teori tentang
interpretative ini bermula dari teori hermeneutik. Hakekat dari metode hermeneutik adalah
metode interpretasi, memahami suatu gejala dari bahasanya baik lisan maupun tulisan, dan
bertujuan ingin mengetahui suatu gejala dari gejala itu sendiri yang dikaji secara mendalam.
Hermeneutik pada awalnya merepresentasikan sebuah usaha untuk menyediakan dasar-dasar
yang meyakinkan untuk menginterpretasi yang berhubungan dengan teks-teks Al-kitab.
Selanjutnya dikembangkan sebagai fondasi filosofis untuk menginterpretasi secara meningkat
dan meluas pada teks-teks, seperti teks sejarah dan literature kerja. Teoris-teoris hermeneutik
perhatian pada apa metode dan tujuan dari interpretasi itu sendiri. Apakah mungkin untuk
mengkover maksud atau makna yang original dari seorang author? Apakah hubungan antara
konteks dari produksi teks (pada sejarah di masa lalu) dengan konteks dari interpretasi teks
(relevansinya dengan kehidupan sekarang). Schiermacher yang pertamakali menuliskan secara
sistematis mengenai hermeutik sebagai mempunyai bentuk yang umum (generic form).
Dalam studi fenomenologis ini dibantu dengan Analisis Fenomenologi Interpretatif (AFI)
atau Interpretative Phenomenologi Analysis (IPA). IPA dalam Smith dan Osborn (2009:97-99)
bertujuan untuk mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan
sosialnya. Sasaran utamanya adalah makna berbagai pengalaman, peristiwa, status yang dimiliki
oleh partispan. Juga berusaha mengeksplorasi pengalaman personal serta menekankan pada
pesepsi atau pendapat personal seseorang individu tentang obyek atau peristiwa. IPA berusaha
memahami secara “seperti apa” dari sudut pandang partisipan untuk dapat berdiri pada posisi
mereka. “Memahami” dalam hal ini memiliki dua arti, yakni memahami-interpretasi dalam arti
mengidentifikasi atau berempati dan makna kedua memahami dalam arti berusaha memaknai.
IPA menekankan pembentukan-makna baik dari sisi partisipan maupun peneliti sehingga kognisi
menjadi analisis sentral, hal ini berarti terdapat aliansi teoritis yang menarik dengan paradigma
kognitif yang sering digunakan dalam psikologi kontemporer yang membahas proses mental.
Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang didapat atau diperoleh secara langsung dari sumber
utama, yaitu dari para pihak yang menjadi objek dari penelitian ini. Data primer dari penelitian
ini adalah data yang dihasilkan melalui wawancara secara langsung dengan informan atau
melihat langsung kondisi keadaan dilapangan yaitu di ruang lingkup kader Partai Keadilan
Sejahtra di DPD PKS Kabupaten Cianjur dalam pelaksanaan kegiatan dakwah politik yang
sering dilakukan oleh kader maupun pengurus partai PKS sendiri. Data primer dari penelitian ini
adalah data yang dihasilkan melalui wawancara secara langsung dengan informan.
Sumber Data Sekunder
Yaitu data-data pelengkap yang diperoleh dari sumber data kedua, mencakup buku-buku
yang dijadikan referensi untuk melengkapi data penelitian dari tema yang diangkat seperti buku
tentang dakwah, politik, komunikasi dan yang lainnya yang memang bisa memberikan
pelengkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal itu membandingkan
teori dengan kajian dilapanggan sebenarnya.
Informasi dan Subjek Penelitian
Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil
dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan peneliti terlebih dahulu
menentukan informan yang akan diminta informasinya. Peneliti mempunyai beberapa kriteria
atau syarat penentuan yang harus dimiliki oleh informan penelitian.Untuk menentukan informan
dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik sampling purposive (purposive sampling), di
mana informan penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Beberapa kriteria dari informan penelitian yang dimuat oleh peneliti, diantaranya:
b. Informan yang memang kader partai PKS
c. Informan memiliki kartu anggota partai
d. Subyek bersedia diwawancara dan memberikan informasi yang peneliti butuhkan.
Kesediaan dari informan maka mempermudah peneliti mendapatkan data serta informasi
dalam penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data disini berarti pencarian sumber-sumber, penentuan akses ke sumber-
sumber dan akhirnya mempelajari dan mengumpulkan informasi. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Moleong, 2007:155)
1. Wawancara adalah cara pengumpulan data yang dalam pelaksanaannya mengadakan
proses tanya jawab terhadap orang-orang yang erat kaitannya dengan permasalahan,
baik secara tertulis maupun lisan guna memperoleh keterangan atas masalah yang
diteliti.
2. Observasi
Menurut Ngalim Purwanto (Basrowi dan Suwandi 2008: 93) observasi adalah metode
atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai
tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung. Metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung
keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang
permasalahan yang diteliti.
3. Dokumentasi
Yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai
sumber yang terkait dengan penelitian, proses berlangsungnya penelitian dan berbagai
referensi lain yang dibutuhkan.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dipahami dengan
mudah, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Miles and Hubermen (Sugiyono,
2011:246-252) mengungkapkan komponen dalam analisis data, yaitu :
1. Reduksi Data (Data reduction) Melakukan pengumpulan terhadap informasi penting
yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data dikelompokkan sesuai topik
masalah. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data (Display) Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori. Untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan penyajian data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah di fahami tersebut.
3. Verifikasi Data (Verivication) Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
Lokasi /Objek Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di DPD PKS Kabupaten Cianjur. Alasan peneliti memilih penelitian
di DPD PKS Kabupaten Cianjur, dan waktunya selama data terkumpul dengan maksimal waktu
3 bulan lamanya dimulai dari bulan November 2019

Anda mungkin juga menyukai