Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATA KULIAH

DEMOKRASI DAN SISTEM POLITIK LOKAL


PASCASARJANA ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
MUHAMMAD SIBGATULLAH AGUSSALIM/E052221006
aguspamus21@gmail.com/085241056162

SISTEM POLITIK SUKU TOLAKI


A. Pendahuluan
Kehidupan masyarakat dalam politik yang begitu kompleks menjadikan kita untuk
senantiasa kritis dan tidak apatis terhadap kegiatan politik yang ada. Tanpa adanya
perhatian yang baik terhadap kehidupan politik akan membawa kita pada kondisi yang
tidak teratur dan ideal sebagaimana apa yang telah dicita-citakan secara Bersama. Dengan
politik, masyarakat akan tahu apa yang akan dituju dan mengerti bagaimana langkah dan
upaya yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
Politik bisa kita lihat sebagai seni, karena di dalamnya terdapat manajemen dan
kreatifitas manusia untuk mengatur sebuah kekuasaan. Melalui kekuasaan segala
kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Hanya dengan kekuasaan pola kehidupan bermsyarakat itu dapat di atur, tanpa keteraturan
tujuan masyarakat, bangsa, dan negara tidak akan bisa dicapai dengan baik.
Hal demikian menandakan bahwa politik merupakan bagian yang inheren dalam
sebuah masyarakat bahkan manusia itu sendiri secara individual. Jadi tidak ada aktifitas
kehidupan manusia yang tidak terlepas dari Politik. Politik hadir sejak manusia itu dapat
mengaktualkan segala potensi daya nalarnya untuk menghasilkan sebuah karya dan
peradaban.
Di Indonesia peradaban masyarakatnya sudah sangat maju yang dibuktikan dari segala
kondisi masyarakat yang menghasilkan sebuah struktur keunikan budaya hingga budaya
politik. Budaya politik dihasilkan dari sebuah struktur nilai yang ada dalam masyarakat
mulai dari masyarakat urban, desa, dan suku tertentu. Seperti yang kita dapat saksikan
budaya politik noken pada suku yang ada di papua pegunungan di provinsi Papua Tengah.
Budaya politik Noken merupakan sistem pemilihan kepala daerah yang sistem
pemilihannya di atur oleh pimpinan/kepala suku untuk mencoblos calon kepala daerahnya
dan pilihannya itu dianggap sudah mewakili pilihan bagi warga sukunya dan itu dianggap
sah dan terlegitimasi.
Untuk menganalisis suatu pola politik yang ada di masyarkat dibutuhkan suatu
pendekatan Sistem untuk melihat secara jelas kegiatan-kegiatan politik macam apa saja
yang dilakukan oleh masyarakat tertentu (Budiarjo, 1992).
Pada paper tugas ini penulis akan menguraikan sistem politik yang ada di masyarakat
suku Tolaki yang bermukim di provinsi Sulawesi Tenggara karena sesuai dengan domisili
dari penulis tepatnya di kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Dan uraian
tersebut akan di bahas pada beberapa pembahasan yakni pengertian sistem politik,
demografi suku tolaki, dan sistem politik suku Tolaki.
B. Sistem Politik
Dalam berjalannya suatu pemerintahan di sistem demokrasi memerlukan suatu
perangkat otoritatif yang akan menjalankan pola kekuasaan itu berjalan dengan baik.
Sistem demokrasi yang dimana kedaulatan rakyat yang menjadi orientasi utama untuk
membentuk sebuah struktur kekuasaan. Untuk menjamin kekuasaan dan kedaulatan rakyat
itun pada sistem pemerintahannya maka diperlukan sebuah sistem politik. Sistem politik
merupakan sistem interaksi dalam masyarakat yang diambil dari seluruh perilaku sosial
dan dialokasikan secara otoritatif kepada seluruh lapisan masyarakat (Easton, 1984).
Ada empat ciri sistem politik yang dapat membedakan sistem politik dengan sistem
yang lain (Mas`oed dan MacAndrews, 1991). Pertama, ciri identifikasi. Kita harus dapat
mengidentifikasikan sistem politik untuk dapat membedakannya dengan yang lainnya.
Dalam identifikasi ini, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu unit-unit
dalam sistem politik dan pembatasan. Dalam politik, unit-unitnya berupa tindakan politik.
Adapun mengenai pembatasan, ini perlu diperhatikan ketika kita membicarakan sistem
politik dengan lingkungan. Kedua, input dan output. Untuk dapat menjamin bekerjanya
sistem politik diperlukan input yang rutin, tetap, dan ajeg. Tanpa adanya input, sistem
politik tidak akan bekerja. Lebih dari itu, tanpa output kita tidak akan dapat
mengidentifikasi pekerjaan yang telah dihasilkan oleh sistem politik.
Ketiga, diferensiasi dalam sistem politik. Sebagaimana dalam tubuh manusia, kita
tidak akan menemukan suatu unit mengerjakan hal yang sama dalam waktu yang sama
pula. Anggota dalam sistem politik, paling tidak mengenal pembagian kerja minimal yang
memberikan suatu struktur tempat berlangsungnya kegiatan tersebut. Dalam politik, kita
akan menemukan beragam tindakan politik dengan perannya masing-masing, misalnya
legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, sampai dengan kelompok kepentingan dan
kelompok penekan. Keempat, integrasi dalam sistem. Integrasi dalam sistem politik
sebagai salah satu usaha untuk mengatur kekuatan-kekuatan dan kegiatan-kegiatan dalam
sistem politik. Intregrasi dalam sistem politik ini dimungkinkan oleh adanya kesadaran
dari anggota sistem politik untuk menjaga keberadaan dari sistem politik itu sendiri
sehingga muncul suatu mekanisme yang bisa mengintegrasikan bahkan memaksa para
anggotanya untuk bekerja sama walaupun dalam kadar yang minimal sehingga mereka
dapat membuat keputusan yang otoritatif.

Alur sistem politik.


Unsur-unsur yang terdapat dalam sistem politik secara umum adalah input, konversi
(proses), output, feedback, dan lingkungan (Easton, 1992). Dari gambar di atas dapat
dilihat bagaimana sistem politik dapat bekerja. Adanya input yang berupa tuntutan dan
dukungan, kemudian dilanjutkan dengan konversi dan pada akhirnya menjadi output,
berupa keputusan atau kebijakan. Setelah menjadi output, ada umpan balik melalui
lingkungan yang kemudian akan kembali lagi mempengaruhi input.
C. Suku Tolaki
Tolaki adalah salah satu suku yang hadir di Sulawesi Tenggara.mendiami daerah yang
berada di sekitar kabupaten Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe.
Dahulu, penduduk Tolaki umumnya adalah penduduk nomaden yang handal, hidup dari hasil
berburu dan meramu yang dilakukan secara gotong-royong. Hal ini ditandai dengan bukti sejarah
dalam wujud norma budaya istiadat memakan sagu, yang hingga kini belum dibudidayakan atau
dengan kata lain sedang diperoleh asli dari alam. Masakan asli Suku Tolaki sebelum beras adalah
dalam wujud sajian sinonggi.
Raja Konawe yang terkenal adalahHaluoleo (delapan hari).
Penduduk Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunan
Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun sampai masa ini
belum hadir penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal tersebut. Kini penduduk Tolaki
umumnya hidup berladang dan bersawah, maka ketergantungan terhadap air sangat
penting sebagai kelangsungan pertanian mereka. untunglah mereka memiliki sungai
terbesar dan terpanjang di provinsi ini. Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang
membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju Selat Kendari.
Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara,
yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari,
Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa
daerah kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi bagian Tenggara. Secara
geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara, mendiami
beberapa daerah yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe
Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur.
Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan mereka terdapat satu simbol
peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau persoalan yang
mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka disebut Kalosara. Kebudayaan
Tolaki ini yang lahir dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi
ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan dalam bermasyarakat.
Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur lainnya
yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi pegangan (Koentjaningrat, 2000),
adapun filosofi kebudayaan masyarakat Tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau
perumpamaan, antara lain sebagai berikut : (a). Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia
dengan terhadap putusan lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih
memilih menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam
hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat Tolaki, misalnya
dalam masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati
dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan
masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi. (b). Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu
merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat Tolaki yang setiap saat,
dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa
dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah jika
dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan
sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi
masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk selalu
meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi yang terdepan. (c). Budaya
Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan budaya untuk
selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling hormat-menghormati
sesama manusia.
Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk
perumpamaan antara lain sebagai berikut: (1). “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono
Merou Ihanuno” Artinya : Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka
pasti orang lain akan banyak sopan kepadanya. (2). “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano
Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”Artinya: Barang siapa yang patuh pada hukum adat
maka ia pasti dilindungi dan dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh
kepada hukum adat maka ia akan dikenakan sanksi/hukuman. (3). “Inae Kona Wawe Ie
Nggo Modupa Oambo”Artinya: Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan
mendapatkan kebaikan. (d). Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya
bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam
menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara
adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-
membantu. (e). Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati
diri sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu”
(budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat sifat
mandiri, kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki.
D. Sistem Politik Suku Tolaki
Sistem politik suku Tolaki dapat diserap dari sistem sosial yang berlaku di
masyarakatanya. Kalosara menjadi basis legitimasi utama dalam pengambilan keputusan
dalam suku Tolaki. Kalosara bukan hanya menjadi nilai budaya dan adat adat melainkan
dapat dijadikan sebagai sistem kekuasaan yang berlaku dalam sistem kehidupan
masyarakatnya. Bahkan Kalosara ini memiliki derajat yang lebih tinggi daripada
kekuasaan raja saat ini. Karena saat ini Raja hanya dianggap sebagai symbol budaya
bukan menjadi symbol kekuasaan. Simbol kekuasaan terletak pada Kalosara karena
didalamnya termuat berbagai macam muatan nilai luhur, etis, kedamaian, dan juga
kedaulatan masyarakat.
Jika di anlisis dengan menggunakan pendekatan sistem David Easton, Sistem Politik
Suku Tolaki dapat di uraikan sebagai berikut,
1. Kalo’ sebagai ide dalam kebudayaan dan sebagai kenyataan dalam kehidupan orang
Tolaki. Kalo pada tingkat nilai budaya adalah sistem nilai yang berfungsi
mewujudkan ide-ide yang mengkonsepsikan hal yang paling bernilai bagi Masyarakat
Tolaki, adalah apa yang disebut medulu (persatuan dan kesatuan), ate pute penao
moroha (kesucian dan keadilan), morini monapa (kemakmuran dan kesejahteraan).
Budaya ini dapat dimaknai sebagi Input pada sistem politik. Diddalamnya terkandung
muatan-muatan nilai ideal masyarakat yang hendak dilaksanakan atau dicapai. Dan
tahap lanjutnya akan di bahas dan integrasikan bersama dalam bentuk budaya O’sara.
2. O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga adat), masyarakat
Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan secara adat sebelum
dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial
yang timbul dalam masyarakat Tolaki. Budaya ini dapat dimaknai sebagai proses atau
konversi pada sebuah sistem politik. Karena pada kegiatannya termuat proses
pangartikulasian pendapat, masalah, dan kepentingan. Hasil keputusan-keputusan
yang dihasilkan dari musyawarah berisikan keinginan, kebutuhan, hingga tuntutan
dan dukungan oleh masyarakat sesuai dengan kondisi yang terjadi di lingkup
masyarakatnya. Dan hasil musyawarah tersebut nantinya akan disampaikan kepada
pemerintah sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk perumusan kebijakan
atau output kebijakan.
3. Untuk proses Output pada sistem politiknya bisa dimaknai melalui nilai fiolosofis
masyarakat suku Tolaki yakni, “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou
Ihanuno” Artinya : Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti
orang lain akan banyak sopan kepadanya. Maknanya dalam kehidupan politik
masyarakat jika kebijakan yang dihasilkan telah sesuai dengan permintaan dan
tuntutuan masyarakat maka pemerintah akan didukung dengan baik oleh masyarkat.
Dan sebaliknya apabila hasil kebijakan yang diberikan oleh pemerintah dianggap
tidak sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat maka akan terjadi penuntutan
masyarakat yang diproses dan dikembalikan pada poses konversi/budaya O’sara
untuk Kembali di musyawarahkan.
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. (1992). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Easton, David. (1984). Kerangka Kerja Analisis Sistem Politik. Jakarta: Bina Aksara.

Easton, David. (1992). Aproaches to The Study of Politics. New York: Macmillan Publishing
Company.

Koentjaningrat, (2000). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama.

Mas`oed, Mohtar dan Colin MacAndrews. (1991). Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai