Anda di halaman 1dari 4

 Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan

melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara


mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua penduduknya agar menaati
undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan kedalam – internal
sovereignty). Disamping itu,negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap
serangan-serangan dari negara lain dan mempertahankan kedaulatan ke luar(external
sovereignty). Untuk itu negara menuntut loyalitas yang mutlak dari warga negaranya.
Kedaulatan merupakan suatu konsep yuridis, dan konsep kedaulatan ini tidak selalu
sama dengan komposisi dan letak dari kekuasaan politik. Kedaulatan yang bersifat
mutlak sebenarnya tidak ada, sebab pemimpin kenegaraan (raja atau diktator) selalu
terpengaruh oleh tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi penyelenggaraan
kekuasaan secara mutlak. Apalagi kalau menghadapi masalah dalam hubungan
internasional, perjanjian-perjanjian internasional pada dasarnya membatasi kedaulatan
sesuatu negara.

 Jawaban
1. Thomas Hobbes

Dengan penggambaran yng sangat dramatis Hobbes mengandaikan bahwa


manuisa tidak sejak semula berhakikat sosial. Sebelum negara didirikan, manuisa
hidup dalam keadaan pra masyrakat, yang dalam literatur filsafat disebut “keadaan
alamiah” (state of nature). Setiap individu bagi individu lain merupakan ancaman
potensial dan karena itu dimusuhi.. Manusia itu selalu hidup dalam keadaan
ketakutan, yaitu takut akan diserang oleh manusia lainnya yang lebih kuat keadaan
jasmaninya. Untuk melindungi diri secara efektif, tindakan yang secara preventif
melumpuhkan atau meniadakan musuh potensial akan di ambil. Mau tak mau manusia
mesti bersikap bagaikan serigala terhadap manuia lain: Homo Homini lupus. Keadaan
inilah yang dikenal sebagai bellum omnium contra omnes (perang anatara semua
melawan semua).

Karena itu lalu diadakan perjanjian masyarakat dan dalam perjanjian itu raja
(Negara) tidak diikutsertakan. Jadi perjanjian itu diadakan antara rakyat dengan rakyat
sendiri. Setelah diadakan perjanjian masyarakat, dimana individu-individu
menyerahkan haknya (hak-hak asasinya) kepada suatu kolektifitas yaitu suatu
kesatuan dari individu-individu yang diperolehnya melalui pactum uniones, maka
disini kolektivitas itu menyerahkan hak-haknya atau kekuasaannya kepada raja dalam
pactum subjektiones tanpa syarat apa pun. raja sama sekali ada diluar perjanjian, dan
oleh karenanya raja mempunyai kekuasaan yang mutlak setelah hak-hak rakyat
diserahkan kepadanya (monarchie absolut).

Bagi Hobbes hanya terdapat satu macam perjanjian yakni pactum subjektionis
atau perjanjian pemerintah dengan jalan mana segenap individu berjanji menyerahkan
semua hak-hak kodrat mereka yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah,
kepada seorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan
mereka. Akan tetapi, perjanjian saja belum cukup. Orang atau sekelompok orang yang
ditunjuk itu harus diberikan pula kekusaan. Negara harus diberikan kekuasaan yang
mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi dan disaingi oleh kekuasaan
apapun. Schmid mengurai pikiran Hobbes ini sebagai berikut.
“Sang daulat tak mungkin melanggar perjanjian, karena ia tidak mengikat
perjanjian itu, jadinya ia tidak melepaskan hak-haknya. Karena itu ia tak mungkin
bertindak tidak adil terhadap rakyatnya. Memang ia dapat bertindak tidak
sepatutnya, tetapi ia tak mungkin bertindak berlawanan dengan hukum. Jadi
rakyatnya pun tak dapat menuduh bahwa ia telah berbuat demikian atau telah
melanggar perjanjian, selebihnya rakyat juga tak dapat menyatakan kehendak
mereka untuk melakukan perlawanan. Kedaulatan ialah kekuasaan tanpa batas
untuk kepentingan tujuan-tujuan negara.”

2. Jean Jacques Rousseau


Jika Hobbes hanya mengenal pactum subjektionis dan locke mengombinasikan
dua jenis perjanjian masyarakat, maka rousseau hanya mengenal satu jenis
perjanjian saja, yaitu pactum unionis, perjanjian masyarakat yang sebenarnya.
Rousseau tidak mengenal pactum subjektionis yang membentuk pemerintah
yang ditaati. Pemerintah tidak mempunyai dasar kontaraktual. Hanya organisasi
politiklah yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan organisasi
itu dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui
kemauan umumnya, berdasarkan konstruksi perjanjian masyarakat seperti itu,
Rousseau menghasilkan bentuk negara yang kedaulatannya berada dalam tangan
rakyat melalui kemauan umumnya. Rousseau adalah salah seorang peletak dasar
paham kedaulatan rakyat atau untuk menyesuaikannya dengan keadaan pada waktu
ini, ajaran Rousseau menghasilkan jenis negara yang demokratis, dimana rakyat
berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanya merupakan wakil-wakil rakyat.
Dalam paham Rousseau, kedaulatan rakyat mengimplikasikan dua anggapan.
Pertama, penolakan terhadap segala wewenang diatas rakayat yang tidak dari
rakyat. Kedua, tuntutan, agar segala kekuasaan yang ada mesti identik dengan
kehendak rakyat, jadi negara tidak berhak untuk meletakkan kewajiban atau
pembatasan apapun pada rakayat. Rakyat berwenang penuh untuk menentuakan
dirinya sendiri, maka tidak ada pihak apapun yang mempunyai wewenang terhadap
rakyat.

3. John Locke
Seperti Hobbes, begitu pula Locke bertolak dari fiksi suatu keadaan alamiah
manusia (state of nature) yang mendahului eksistensi negara. Dasar kontraktual
dari negara dikemukakan oleh Locke sebagai peringatan, bahwa kekuasaan
penguasa tidak pernah mutlak, tetapi selalu terbatas. Karena dalam mengadakan
perjanjian dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak
menyerah seluruh hak-hak alamiah mereka. Ada hak-hak alamiah yang merupakan
hak-hak asasi yang tidak dapat dilepaskan, juga tidak oleh individu itu sendiri. Dan
penguasa yang diserahi tugas mengatur hidup individu dalam ikatan kenegaraan
harus menghormati hak-hak asasi itu.
Menurut Locke, pertama individu dengan individu lainnya mengadakan suatu
perjanjian masyarakat untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara.
Pembentukan negara adalah frase pertama dan dilakukan dengan suatu pactum
unionis.
Selanjutnya locke menyatakan, bahwa suatu permufakatan yang dibuat
berdasarkan suara terbanyak dapat dianggap sebagai tindakan seluruh masyarakat
itu, karena persetujuan individu-individu untuk membentuk negara, mewajibkan
individu-individu lain untuk menaati negara yang dibentuk dengan suara terbanyak
itu. Negara tersebut tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak
lainnya yang tidak dapat diasingkan. Dengan demikian Locke menambah pactum
unionis dengan suatu pactum subjektionis.
Menurut Locke paham perjanjian asali (original compact) mempunyai
implikasi yang penting. Yang pertama, ialah bahwa “kekuasaan politis
pemerintahan negara bukan lain halnya kekuasaan para warga negara yang bersatu
membentuk tubuh politis, kekuasaan mana mereka percayakan kepada orang-orang
politis masyarakat”. Jadi segala kekuasaan yang dimiliki negara dimilikinya
karena, dan sejauh, didelegasikan oleh para warga negara. Wewenang negara
adalah seluas keluasan hak-hak yang di serahkan kepadanya oleh para warga
negara. Jadi kekuasaan negara secara hakiki terbatak dan tidak mutlak. Wewenang
negara bukan lasung dari allah melainkan dari para warga masyarakat.
Kedua, motivasi manusia untuk mendirikan negara, yaitu menjamin hak-hak
asasinya, terutama miliknya, menjadi tujuan negara. Maka kewajiban uatama
negara adalah untuk melindungi kehidapan dan hak milik para warga negara.
Hanya demi tujuan itulah para warga negara meninggalkan kebebasan mereka
dalam keadaan alamiah yang penuh ketakutan itu.

Anda mungkin juga menyukai