Anda di halaman 1dari 32

Kedaulatan Negara

Konsep tentang Kedaulatan Negara


 Negara adalah tempat kekuasaan tertinggi, tetapi tanpa kedaulatan, sebuah komunitas
tidak bisa ada sebagai sebuah negara.
 Apakah kedaulatan merupakan sesuatu yang mutlak ada dalam sebuah negara? TIDAK
 Tidak ada sebuah negara pun yang secara penuh mengontrol nasibnya sendiri
 Tidak satu pun kekuasaan yang eksist tanpa diimbangi oleh kekuasaan-kekuasaan
eksternal lainnya.
 Eksistensi sosial melampaui batas nasional yang membuat konsep tentang negara dan
kedaulatan menjadi relatif.
 Kedaulatan penting agar kita fokus pada sumber tertinggi kekuasaan.
 Secara historis, term kedaulatan dihubungkan dengan pribadi yang adalah
kepala negara, seperti pada monarki, sebagai pengejawantahan kehendak
kolektif dari seluruh komunitas.
 Dalam konteks ini, kedaulatan dimengerti secara literer sebagai “the state is
me”. Tetapi, kekuasaan absolut kaiser ada karena adanya persetujuan dari warga
negara. Karena itu, yang berdaulat itu warga negara buka Kaiser. Mereka,
bukan dia, berdaulat.
 Jacques Maritain:
 Tak seorang pun yang berdaulat karena Allah adalah sumber dari semua kekuasaan dan
karena pelaksaaan dari kekuasaan manusia sesuai dengan hukum moral yang ada dalam
kodrat manusia.
 Kekuasaan politis manusia hendaknya dipertanggungjawabkan kepada sumber kekuasaan
yang transenden.
 Maritain menulis:
Dalam sfer politik dan berhubungan dengan orang yang
bertanggungjawab membimbing masyarakat ke arah destini duniawi tidak ada
kegunaan dari konsep tentang kedaulatan. Karena, dalam analisis terakhir,
tidak ada kekuasaan duniawi yang merupakan gambaran Allah dan
wakil bagi Allah. Allah adalah sumber otoritas.
 Ada dua poin penting terkait dengan kedaulatan:
 Factual: ada keterbatasan faktual atas setiap kekuasan politik manusia, karena
tidak ada kekuasaan total dalam dunia, di mana selalu ada kompetisi. Di sebuah
negara yang paling absolut dan totaliter pun selalu ditemukan adanya
keterbatasan.
 Normati: kedaulatan tidak boleh berimplikasi etis dan teologis di mana
kekuasaan manusia tidak boleh dijadikan subyek kritik moral.
Pertanggungjawaban tertinggi negara adalah persoalan etis dan teologis dan
jawaban etis dan teologis yang berbeda-beda akan diberikan kepada kedaulatan.
Definisi dan Tipe-Tipe Kedaulatan
 Semua negara di dunia merupakan negara berdaulat karena memiliki hak dan
kekuasaan penuh atas dirinya sendiri. Setiap negara berhak mengatur atau
mengurus negaranya sendiri tanpa ada campur tangan atau interferensi dari
negara atau kekuatan lain.
 Dalam politik, kedaulatan merupakan sebuah term substantif yang menunjuk
pada sebuah otoritas tertinggi yang dimiliki oleh satu badan atau negara atas
beberapa komunitas.
 Konsep tentang kedaulatan telah didiskusikan dan diperdebatkan sepanjang
sejarah. Definisi, konsep dan aplikasinya telah berubah, terutama selama
zaman pencerahan.
 Stephen D. Krasner: empat cara memahami kedaulatan:
 Kedaulatan domestic: kontrol aktual atas sebuah negara yang dilaksanakan oleh
sebuah otoritas yang diorganisasikan dalam negara.
 Kedaulatan interdependensi: kontrol aktual melewati batas-batas negara.
 Kedaulatan legal internasional: pengakuan formal oleh negara-negara berdaulat yang
lain.
 Kedaulatan Westphalian: tidak ada otoritas yang lain atas negara selain daripada
otoritas domestik.
 Model westphalian: sebuah sistem global yang didasarkan pada prinsip
hukum internasional bahwa setiap negara memiliki kedaulatan eksklusif atas
wilayah dan urusan-urusan domestiknya dan juga atas prinsip tidak
mencampuri urusan domestic masing-masing negara.
 Term westphalia diambil dari Perjanjian Westphalia yang dibuat pada tahun
1648 untuk mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa.
 Tidak pernah ada makna kedaulatan yang disepakati secara universal. Tetapi,
ada karakter umum yang bisa dideteksi dalam berbagai model kedaulatan
yang dipraktekkan di berbagai negara di dunia.
 Pertama, keabsolutan. Kekuasaan seorang penguasa memiliki kedaulatan
absolut ketika kekuasaan tersebut tidak dibatasi oleh konstitusi, oleh hukum
atau oleh kebiasaan. Tidak ada hukum atau kebijakan yang berada di luar
kontrolnya. Yang membatasi kedaulatan adalah:
 Hukum internasional,
 Kebijakan dan tindakan negara-negara tetangga
 Kerjasama dan respek terhadap penduduk,
 Sarana-sarana pelaksanaan dan sumber-sumber daya untuk membentuk kebijakan
 Kedua, eksklusivitas: elemen kunci dalam pengertian legalistis kedaulatan.
Secara khusus, derajat dengannya keputusan yang dibuat oleh sebuah entitas
berdaulat bisa ditentang oleh otoritas yang lain. Sosiolog Jerman, Max Weber
mengusulkan bahwa kedaulatan merupakan monopoli komunitas atas
penggunaan paksaan yang sah. Karena itu setiap kelompok yang mengklaim
hak yang sama harus dianggap tidak sah.
 Ketiga, de jure dan de facto. De Jure atau secara legal, kedaulatan berurusan
dengan hak untuk melaksanakan kontrol atas sebuah teritori. De facto, secara
aktual, kedaulatan berkaitan dengan entahkah kontrol sesungguhnya secara
aktual eksis. Kerjasama dan respek terhadap penduduk, kontrol atas sumber
daya atau berpindah ke dalam sebuah area, sarana pelaksanaan dan keamanan,
dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai fungsi negara
merepresentasikan ukuran-ukuran de facto dari kedaulatan.
Teori Kedaulatan Negara Jean Bodin

 Selama abad pertengahan kedaulatan ada sebagai hak-hak de jure kaum


kerajaan dan juga de facto dalam kemampuan individu untuk membuat
pilihan mereka sendiri dalam hidup.
 Ada tiga kendala utama kedaulatan pada abad pertengahan antara lain:
 Dominasi hukum ilahi dan hukum alam atas hukum positif;
 Adanya konflik gereja dan negara;
 Masih kuatnya gagasan tentang pemerintahan gabungan dalam bentuk feodalisme.
 Tema kedaulatan muncul kembali pada zaman reformasi, pada akhir abad ke-
16 ketika feodalisme diganti dengan negara nasional (nation-state). Ini
menandai berakhirnya tradisi persatuan Eropa karena negara-negara
berkembang dan bersaing satu sama lain.
 Akibatnya:pemikiran politik terbingkai dalam unit politik baru yang disebut
dengan negara-bangsa yang memodifikasi watak negara secara radikal dan
memunculkan absolutisme. Hal tersebut memunculkan konflik antara negara
yang menciptakan kekacauan.
 Sebagaireaksi terhadap kekacauan perang agama di Perancis, Jean Bodin
menghadirkan teori tentang kedaulatan yang menginginkan otoritas sentral
yang kuat dalam monarki (kerajaan).
 Konsep Jean Bodin tentang negara: “Pemerintahan yang tertata dengan baik
dari beberapa keluarga demi kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan
yang berdaulat.”
 Ada empat unsur utama :
 Tatanan yang benar: pemerintahan yang dibangun sesuai dengan hukum alam.
 Keluarga: Negara identic dengan keluarga. Otoritas ayah ditaati karena sangat penting dalam
mengatur seluruh anggota keluarga. Dia menerapkan disiplin untuk mengekang dorongan
jahat anggota keluarga. Sama halnya, penguasa negara harus memiliki otoritas agar
menanamkan ketaatan dalam diri warga negara demi stabilitas negara. Penguasa berkuasa
penuh atas warganya.
 Kekuasaan yang berdaulat.
 Tujuan bersama.
Kedaulatan
Kedaulatan:
Elemen pembeda negara dari semua bentuk asosiasi manusia lain.
Kekuasaan yang berdaulat menyatukan semua anggota.
Prinsip-prinsip kedaulatan Bodin:
Suatu otoritas yang mutlak dan tertinggi yang tidak tunduk pada
kekuasaan manusia lain harus ada dalam lembaga politik.
Kedaulatan didefinisikan sebagai “kekuasaan absolut dan abadi yang
diletakkan pada negara persemakmuran.
Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi di atas warga negara
dan tidak dibatasi oleh hukum
 Tanda kedaulatan:
 Raja membuat hukum yang mengikat semua dan hukum tersebut dibuat tanpa
persetujuan dari siapapun.
 Penguasa bebas dari hukum buatan manusia yang merupakan esensi dari kedaulatan
absolut.
 Rakyat sebagai badan politik secara mutlak melepaskan kekuasaannya yang berdaulat
dengan tujuan untuk menyerahkan kepada penguasa dan menjadikannya sebagai
pemilik kekuasaan tersebut. Bertolak dari pelepasan total ini, penguasa mempunyai
kedudukan di atas dan mengatasi semua tatanan politik.
 Teori kedaulatan Bodin merupakan ekspresi dari kekuasaan absolut dan tidak
terbatas dalam negara dan karena itu idenya sering kali dikaitkan dengan ide
tentang absolutism negara.
 Idebahwa pendapat Bodin mengarah kepada absolutism negara keliru karena
dua alasan berikut ini:
 Pertama, Bodin mengakui, jika kekuasaan absolut digunakan dalam arti bebas dari
semua hukum, maka tidak ada raja di dunia ini yang dianggap penguasa sejati karena
semua raja tunduk pada hukum (ilahi, alam atau positif). Seorang penguasa diwajibkan
untuk memperhatikan peraturan-peraturan dasar tertentu yang ditarik dari hukum ilahi,
hukum alam atau akal budi, dan hukum yang umum untuk semua bangsa (ius gentium).
Atau, penguasa dibatasi oleh hukum tertinggi yang dianggap sebagai pengikat semua
manusia.
 Kedua, Bodin menganjurkan model sistem pemerintahan aristokrasi dan demokrasi. Dalam
sistem pemerintahan seperti ini, sekalipun penguasa tidak diwajibkan untuk taat, tetapi dia
dinasihati untuk:
 Memanggil sidang senat demi memperoleh nasihat
 Mendelegasikan beberapa kekuasaan kepada magistrates (hakim) untuk melaksanakan tuga-
tugas pengadilan dan untuk berkomunikasi dengan masyarakat atau warga negara.
Absolutisme Negara Thomas Hobbes

 Pada zaman pencerahan, ide tentang kedaulatan memperoleh kekuatan legal dan moral
sebagai deskripsi utama tentang makna dan kekuasaan sebuah negara. Secara khusus,
kontrak sosial sebagai sebuah mekanisme pembentukan kedaulatan dianjurkan dan secara
luas diterima secara khusus di Amerika Serikat dan Perancis.
 Thomas Hobbes menciptakan versi modern pertama dari teori kontrak sosial, dengan
beragumen bahwa untuk mengatasi kualitas hidup yang buruk dan jahat tanpa kerja sama
antara manusia, orang harus bergabung dalam sebuah persemakmuran dan menyerahkan
diri pada sebuah “Kekuasaan yang berdaulat (Sovereign Power), yang mampu memaksa
mereka untuk bertindak demi kebaikan bersama.
 Argumen ini menarik perhatian banyak pendukung kedaulatan.
 Konflik antara Raja dan pendukung-pendukungnya yang mengutamakan otoritas
tradisional monarki dengan Parlemen, yang dipimpin oleh Oliver Cromwell, yang
menuntut kekuasaan lebih bagi institusi Parlemen.
 Hobbes menolak teori hak ilahi seorang (Filmer): otoritas ditanam ke dalam diri raja oleh
Allah dan bahwa otoritas tersebut bersifat absolut. Dan juga menolak pandangan
demokratis awal, yang diperkenalkan oleh Parlemen, yaitu bahwa kekuasaan hendaknya
disyeringkan antara Parlemen dan Raja.
 Posisi Hobbes Radikal dan Konservatif
 Radikal: otoritas dan kewajiban politik didasarkan pada interese pribadi individu-individu yang
sederajat. Tidak tidak ada satu individu yang diberi otoritas mendasar untuk memerintah yang
lain
 Konservatif: raja harus diberikan otoritas absolut jika komunitas mau bertahan.
 Untuk memahami pemikiran Hobbes kita harus menganalisis konsepnya tentng psikologi
sosial dan kontrak sosial
Psikologi Sosial
 Penemuan ilmiah yang mempengaruhi Hobbes dalam meneliti kodrat manusia: universum
dapat digambarkan dan diprediksi sesuai dengan hukum alam. Segala sesuatu dalam alam
dihasilkan oleh materi yang bergerak. Hal ini berlaku juga pada manusia.
 Perilaku manusia yang berskala besar dapat digambarkan sebagai efek dari perilaku-perilaku tertentu
yang berskala kecil.
 Perilaku seperti berjalan, berbicara, dll. dihasilkan oleh tindakan-tindakan lain dalam diri manusia itu
sendiri.
 Tindakan-tindakan manusia disebabkan oleh adanya interaksi antara bagian-bagian yang menciptakan
rangkaian sebab-akibat dan yang pada akhirnya memunculkan perilaku manusia yang dapat diobservasi
secara langsung.
 Manusia merupakan mesin organik yang kompleks, yang merespons rangsangan dari dunia
secara mekanistis dan sesuai dengan hukum universal dari kodrat manusia.
 Kualitas mekanistis psikologi manusia menunjukkan adanya klaim-klaim
normatif tentang kondrat manusia yang subyektif.
 Cinta
dan benci, misalnya, hanyalah kata-kata yang kita gunakan untuk
menggambarkan barang-barang yang kepadanya kita semua terdorong.
 Termbaik dan buruk tidak mempunyai makna apapun juga selain untuk
menggambarkan hasrat dan keengganan kita.
 Term moral tidak menggambarkan kondisi obyektif, tetapi merupakan refleksi atas
perasaan dan preferensi individual.
 Dalam konteks ini, Hobbes menggambarkan kodrat manusia yang secara
kodrati self-centered atau selfish. Semua manusia mengejar hanya apa yang
mereka anggap sebagai interese terbaik untuk mereka secara individual.
 Psikologi sosial: kondisi manusia dan bagaimana manusia hidup bersama atau berinteraksi
satu sama lain.
 Dalam analisis tentang tujuan hidup dan perilaku manusia, ditemukan bahwa sesuai
dengan kondisi manusia, kita membutuhkan—di atas segala-galanya—kekuasaan
sebagai sarana untuk memuaskan keinginan kita.
 Kekuasaan individual merupakan sesuatu yang baik karena berada di balik semua
pencaharian manusia.
 Ada banyak tujuan yang dicari manusia, tetapi semuanya dapat direduksi kepada
“semacam pencaharian akan kekuasaan.”
 Ketika orang mencari kekayaan, mereka sesungguhnya sedang mencari kekuasaan karena dengan
kekayaan mereka bisa memiliki kuasa atas tema dan juga hamba.
 Pencaharian akan nobilitas, reputasi, keramahtamahan, martabat, kemenangan, dan lain sebagainya
dapat direduksikan kepada pencaharian akan kekuasaaan.
 Kekuasaan menjadi sarana utama dengannya kita mencapai apa yang kita
inginkan dan keinginan tersebut ada selama hidup kita dan tidak pernah
terpuaskan.
 Pencaharian kekuasaan adalah sesuatu yang berlanjut terus (the quest for
power is perpetual). Hobbes menulis:

Ada inklinasi umum untuk manusia, keinginan yang abadi/selama-lamanya/perpetual


dan tak henti-hentinya bagi kekuasaan demi kekuasaan, yang berakhir pada saat
kematian. Dan penyebab dari keinginan ini bukanlah selamanya bahwa manusia
mengharapkan sesuatu yang lebih menyenangkan dari apa yang ia telah
miliki….tetapi karena dia tidak dapat menjamin kekuasaan dan sarana untuk hidup
baik, yang telah ada tanpa pencaharian lebih
Kontrak Sosial

 Daripremis-premis tentang kodrat manusia dan psikologi sosial di atas,


Hobbes membentuk sebuah argumen provokatif tentang mengapa kita
hendaknya rela menyerahkan diri kita kepada otoritas politik.
 Dia membayangkan pribadi-pribadi dalam sebuah situasi sebelum
terbentuknya komunitas politik, yaitu state of nature (keadaan alamiah).
 Manusia secara kodrati selfish atau mementingkan diri sendiri.
 Manusia juga secara kodrati sederajat atau sama secara fisik dan mental.
 Fakta kesamaan antara manusia mengakibatkan:
 Ada kesamaan dalam keinginan: kita bisa mengingini hal yang sama. Akibatnya, kita
semua musuh satu sama lain, khususnya ketika dua atau lebih orang menginginkan
sesuatu yang sama-sama mereka sukai.
 Semua orang ingin untuk dihargai dan bereaksi terhadap segala upaya untuk
merendahkan martabat mereka.
 Di mana tidak ada kekuasaan yang mampu mengatasi semuanya, kondisi manusia tidak
stabil dan pertikaian tidak dapat dihindarkan.” Terjadilah konflik.
 Penyebab utama perselisihan atau konflik antara manusia adalah adanya
kompetisi yang membuat manusia menyerbu orang lain untuk mendapatkan
sesuatu. Kekerasan digunakan untuk menjadikan diri mereka tuan atas orang
lain. Kekerasan digunakan sebagai senjata.
 Kondisi alamiah manusia sebelum pembentukan sebuah civil society:
 Semua berusaha untuk meningkatkan keinginan, mempertahankan apa yang mereka
miliki dan memelihara reputasi mereka sendiri.
 Kondisi alamiah (state of nature) seperti ini sebagai kondisi perang atau konflik (state
of war): “sebuah kondisi atau kecenderungan dari waktu ke waktu untuk perang setiap
orang melawan setiap orang”
 Inilah
kondisi bellum omnium contra omnes, the war of all against all, perang semua
melawan semua.
 Dalam situasi perang melawan satu sama lain, tidak ada keadilan dan
ketidakadilan, kebenaran dan kesalahan. Yang ada hanyalah kekuatan dan
penipuan. Hal itu berlangsung terus sampai manusia menggabungkan diri
dalam suatu komunitas, di mana keadilan mungkin ada karena “di mana tidak
ada kekuasaan bersama, tidak ada hukum; di mana tidak ada hukum, tidak ada
ketidakadilan.”
 Jadi keadaan alamiah sangat brutal.
 Setiap pribadi selalu dalam keadaan takut kehilangan hidupnya.
 Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk memastikan pemuasan
kebutuhan atau keinginan mereka dalam waktu yang lama.
 Tidakada kerja sama dalam waktu yang lama karena keadaan alamiah dapat
digambarkan sebagai keadaan ketidakpercayaan satu sama lain.
 keadaan alamiah merupakan situasi paling buruk yang ditemukan manusia.
Itulah keadaan perang yang tetap dan tak terhindarkan.
 Harapandalam keadaan alamiah: AKAL BUDI yang memungkinkan
manusia menemukan jalan keluar dari keadaan seperti itu dengan mengakui
hukum-hukum alam, yang menunjukan kepada mereka sarana dengannya
mereka melarikan diri dari keadaan alamiah dan menciptakan sebuah
masyarakat madani.
 Hukum alam yang pertama dan paling penting memerintahkan bahwa setiap
manusia hendaknya rela untuk mengejar kedamaian ketika orang lain rela
melakukan hal yang sama. Sebagai orang yang berakal sehat dan mengakui
rasionalitas aturan dasar akal budi, manusia dapat diharapkan untuk
membangun sebuah Kontrak Sosial yang memungkinkan mereka untuk
memiliki sebuah model hidup yang berbeda dari model yang tersedia dalam
keadaan alamiah.
 Kedua, mereka harus menyerahkan otoritas dan kekuasaan untuk
melaksanakan kontrak kepada seseorang atau sekelompok orang. Untuk
memastikan pelarian diri mereka dari keadaan alamiah, mereka harus sepakat
untuk hidup bersama di bawah hukum umum dan menciptakan sebuah
mekanisme pelaksanaan kontrak sosial dan hukum yang membentuk kontrak
tersebut.
 Karena kedaulatan diberikan dengan otoritas dan kekuasaan untuk
menerapkan hukum bagi yang melanggar kontrak, maka manusia yang
berakal budi yang baik (sekalipun mementingkan diri sendiri), bakal
menyesuaikan diri mereka dengan moralitas umum dan secara khusus
dengan keadilan.
 Komunitas menjadi mungkin karena, adanya sebuah pribadi artifisial dan
konvensional yang superior dan berkuasa, yang dapat memaksa mereka
untuk bekerja sama.
 Seorang penguasa (sovereign) bisa sangat sangat kejam, tetapi hidup di
bawah penguasa kejam seperti itu masih jauh lebih baik daripada hidup
dalam keadaan alamiah.
 Dan, sekalipun penguasa (Sovereign) sangat buruk dalam mengatur urusan
negara dan mengatur hidup mereka sendiri, orang tidak dibenarkan untuk
melawan kekuasaannya karena itulah satu-satunya hal yang berada di antara
kita dan itulah satu-satunya yang memungkinkan kita untuk menghindari
keadaan alamiah yang lebih kejam atau buruk.
Absolutisme Negara

 Supaya sebuah institusi atau negara diotorisasikan untuk bertindak, sebuah transfer
otoritas dari orang-orang yang memiliki hak bertindak merupakan keharusan. Hobbes
mengatakan:
Orang-orang buatan atau artifisial akan memiliki kata-kata dan tindakan-
tindakan mereka yang dimiliki lewat orang-orang yang mereka wakilkan.
 Pemerintah (pribadi artifisial) diberi kuasa penuh untuk bertindak atas nama orang yang
memberikan kuasa dan karena itu tindakan apapun juga yang mereka lakukan dimiliki
oleh orang yang diwakili.
 Di sini Hobbes berbicara tentang representasi, yang berlangsung ketika semua secara
resmi mengotorisasi dan diwajibkan lewat pemilikan tindakan dari pribadi artifisial agar
menjamin kesatuan yang sempurna.
 Banyak orang dijadikan satu pribadi. Mereka semua diwakili oleh satu pribadi
lewat persetujuan dari masing-masing orang.
 Masing-masing orang berjanji satu sama lain untuk memberikan hak-hak
alamiah untuk memerintah diri sendiri kepada pribadi atau sekelompok yang
ditunjuk untuk memimpin. “Hal itu seolah-olah masing-masing orang
hendaknya berkata kepada yang lain, saya mengotorisasikan dan menyerahkan
hak untuk memerintah diri sendiri kepada orang tertentu atau kepada
sekelompok orang dengan cara yang sama.
 Hal ini terjadi dalam kebersamaan sehingga terpusat pada satu orang yang
disebutnya sebuah commonwealth. Sebuah persemakmuran terbentuk ketika
setiap orang sepakat untuk menyerahkan haknya dan secara mayoritas
menentukan siapa yang memerintah.
 Perjanjian hanya antara pribadi yang satu dengan yang lainnya dan bukannya antara penguasa dengan
mayoritas. Tidak ada kontrak antara penguasa dengan pribadi atau sekelompok orang.
 Sekali mereka mentransfer hak untuk memerintah diri mereka kepada seorang penguasa dan selanjutnya
mereka menjadi subyek yang diperintah, mereka tidak bisa membuat sebuah perjanjian baru antara mereka,
atau setia kepada orang lain tanpa izin penguasa.
 Karena penguasa bukan sebuah partai yang terikat kontrak, tidak akan terjadi pelanggaran perjanjian dari
pihak penguasa, akibatnya tak seorang pun subyek dapat dibebaskan dari kondisinya.
 Jika ada orang yang menarik persetujuanya dari perjanjian, orang tersebut menjadikan dirinya ada dalam
“kondisi perang” seperti sebelum menggabungkan diri ke dalam perjanjian. Orang tersebut tidak dilindungi
prinsip keadilan dan karena itu dapat dihancurkan oleh siapapun juga.
 Orang juga tidak boleh menuduh penguasa bertindak tidak adil karena
keadilan berarti apa yang dikehendaki oleh penguasa. Penguasa merupakan
hakim tunggal untuk memutuskan apa yang penting demi kedamaian dan
keamanan subyek, dan termasuk dalam keputusan untuk menentukan doktrin-
doktrin yang boleh diajarkan.
 Persetujuan dan kontrak menghasilkan otoritas, yang memiliki anatomi yang
sama di manapun juga ditemukan yaitu “seseorang mengotorisasi lewat
persetujuan bebas”.
 Semua otoritas dan kekuasaan ada dalam tangan penguasa yang disebutnya
“mortal God.” Penguasa adalah legislator yang paling tinggi dan dirinya
sendiri tidak diikat oleh hukum karena hukum tidak lebih daripada apa yang
dia deklarasikan.
 Hukum sipil dan hukum alam sama saja.
 Karena hukum alam bukanlah sebutan yang tepat untuk hukum tetapi
kualitas yang mendorong manusia kepada kedamaian dan ketaatan.
 Tidak ada konflik antara hukum sipil dan hukum alam. Keduanya
mempunyai tujuan yang sama dan keduanya mengandung satu sama lain
dan sederajat.
 Hobbes mendirikan sebuah sistem politik yang secara ilmiah berbasiskan
keinginan sentral memelihara diri sendiri. Dengan persetujuan terhadap
sebuah perjanjian dan memberikan otoritas kpeada penguasa, kita
menciptakan, oleh kehendak sendiri, sebuah negara buatan “artificial civitas”.

Anda mungkin juga menyukai