Pada zaman pencerahan, ide tentang kedaulatan memperoleh kekuatan legal dan moral
sebagai deskripsi utama tentang makna dan kekuasaan sebuah negara. Secara khusus,
kontrak sosial sebagai sebuah mekanisme pembentukan kedaulatan dianjurkan dan secara
luas diterima secara khusus di Amerika Serikat dan Perancis.
Thomas Hobbes menciptakan versi modern pertama dari teori kontrak sosial, dengan
beragumen bahwa untuk mengatasi kualitas hidup yang buruk dan jahat tanpa kerja sama
antara manusia, orang harus bergabung dalam sebuah persemakmuran dan menyerahkan
diri pada sebuah “Kekuasaan yang berdaulat (Sovereign Power), yang mampu memaksa
mereka untuk bertindak demi kebaikan bersama.
Argumen ini menarik perhatian banyak pendukung kedaulatan.
Konflik antara Raja dan pendukung-pendukungnya yang mengutamakan otoritas
tradisional monarki dengan Parlemen, yang dipimpin oleh Oliver Cromwell, yang
menuntut kekuasaan lebih bagi institusi Parlemen.
Hobbes menolak teori hak ilahi seorang (Filmer): otoritas ditanam ke dalam diri raja oleh
Allah dan bahwa otoritas tersebut bersifat absolut. Dan juga menolak pandangan
demokratis awal, yang diperkenalkan oleh Parlemen, yaitu bahwa kekuasaan hendaknya
disyeringkan antara Parlemen dan Raja.
Posisi Hobbes Radikal dan Konservatif
Radikal: otoritas dan kewajiban politik didasarkan pada interese pribadi individu-individu yang
sederajat. Tidak tidak ada satu individu yang diberi otoritas mendasar untuk memerintah yang
lain
Konservatif: raja harus diberikan otoritas absolut jika komunitas mau bertahan.
Untuk memahami pemikiran Hobbes kita harus menganalisis konsepnya tentng psikologi
sosial dan kontrak sosial
Psikologi Sosial
Penemuan ilmiah yang mempengaruhi Hobbes dalam meneliti kodrat manusia: universum
dapat digambarkan dan diprediksi sesuai dengan hukum alam. Segala sesuatu dalam alam
dihasilkan oleh materi yang bergerak. Hal ini berlaku juga pada manusia.
Perilaku manusia yang berskala besar dapat digambarkan sebagai efek dari perilaku-perilaku tertentu
yang berskala kecil.
Perilaku seperti berjalan, berbicara, dll. dihasilkan oleh tindakan-tindakan lain dalam diri manusia itu
sendiri.
Tindakan-tindakan manusia disebabkan oleh adanya interaksi antara bagian-bagian yang menciptakan
rangkaian sebab-akibat dan yang pada akhirnya memunculkan perilaku manusia yang dapat diobservasi
secara langsung.
Manusia merupakan mesin organik yang kompleks, yang merespons rangsangan dari dunia
secara mekanistis dan sesuai dengan hukum universal dari kodrat manusia.
Kualitas mekanistis psikologi manusia menunjukkan adanya klaim-klaim
normatif tentang kondrat manusia yang subyektif.
Cinta
dan benci, misalnya, hanyalah kata-kata yang kita gunakan untuk
menggambarkan barang-barang yang kepadanya kita semua terdorong.
Termbaik dan buruk tidak mempunyai makna apapun juga selain untuk
menggambarkan hasrat dan keengganan kita.
Term moral tidak menggambarkan kondisi obyektif, tetapi merupakan refleksi atas
perasaan dan preferensi individual.
Dalam konteks ini, Hobbes menggambarkan kodrat manusia yang secara
kodrati self-centered atau selfish. Semua manusia mengejar hanya apa yang
mereka anggap sebagai interese terbaik untuk mereka secara individual.
Psikologi sosial: kondisi manusia dan bagaimana manusia hidup bersama atau berinteraksi
satu sama lain.
Dalam analisis tentang tujuan hidup dan perilaku manusia, ditemukan bahwa sesuai
dengan kondisi manusia, kita membutuhkan—di atas segala-galanya—kekuasaan
sebagai sarana untuk memuaskan keinginan kita.
Kekuasaan individual merupakan sesuatu yang baik karena berada di balik semua
pencaharian manusia.
Ada banyak tujuan yang dicari manusia, tetapi semuanya dapat direduksi kepada
“semacam pencaharian akan kekuasaan.”
Ketika orang mencari kekayaan, mereka sesungguhnya sedang mencari kekuasaan karena dengan
kekayaan mereka bisa memiliki kuasa atas tema dan juga hamba.
Pencaharian akan nobilitas, reputasi, keramahtamahan, martabat, kemenangan, dan lain sebagainya
dapat direduksikan kepada pencaharian akan kekuasaaan.
Kekuasaan menjadi sarana utama dengannya kita mencapai apa yang kita
inginkan dan keinginan tersebut ada selama hidup kita dan tidak pernah
terpuaskan.
Pencaharian kekuasaan adalah sesuatu yang berlanjut terus (the quest for
power is perpetual). Hobbes menulis:
Supaya sebuah institusi atau negara diotorisasikan untuk bertindak, sebuah transfer
otoritas dari orang-orang yang memiliki hak bertindak merupakan keharusan. Hobbes
mengatakan:
Orang-orang buatan atau artifisial akan memiliki kata-kata dan tindakan-
tindakan mereka yang dimiliki lewat orang-orang yang mereka wakilkan.
Pemerintah (pribadi artifisial) diberi kuasa penuh untuk bertindak atas nama orang yang
memberikan kuasa dan karena itu tindakan apapun juga yang mereka lakukan dimiliki
oleh orang yang diwakili.
Di sini Hobbes berbicara tentang representasi, yang berlangsung ketika semua secara
resmi mengotorisasi dan diwajibkan lewat pemilikan tindakan dari pribadi artifisial agar
menjamin kesatuan yang sempurna.
Banyak orang dijadikan satu pribadi. Mereka semua diwakili oleh satu pribadi
lewat persetujuan dari masing-masing orang.
Masing-masing orang berjanji satu sama lain untuk memberikan hak-hak
alamiah untuk memerintah diri sendiri kepada pribadi atau sekelompok yang
ditunjuk untuk memimpin. “Hal itu seolah-olah masing-masing orang
hendaknya berkata kepada yang lain, saya mengotorisasikan dan menyerahkan
hak untuk memerintah diri sendiri kepada orang tertentu atau kepada
sekelompok orang dengan cara yang sama.
Hal ini terjadi dalam kebersamaan sehingga terpusat pada satu orang yang
disebutnya sebuah commonwealth. Sebuah persemakmuran terbentuk ketika
setiap orang sepakat untuk menyerahkan haknya dan secara mayoritas
menentukan siapa yang memerintah.
Perjanjian hanya antara pribadi yang satu dengan yang lainnya dan bukannya antara penguasa dengan
mayoritas. Tidak ada kontrak antara penguasa dengan pribadi atau sekelompok orang.
Sekali mereka mentransfer hak untuk memerintah diri mereka kepada seorang penguasa dan selanjutnya
mereka menjadi subyek yang diperintah, mereka tidak bisa membuat sebuah perjanjian baru antara mereka,
atau setia kepada orang lain tanpa izin penguasa.
Karena penguasa bukan sebuah partai yang terikat kontrak, tidak akan terjadi pelanggaran perjanjian dari
pihak penguasa, akibatnya tak seorang pun subyek dapat dibebaskan dari kondisinya.
Jika ada orang yang menarik persetujuanya dari perjanjian, orang tersebut menjadikan dirinya ada dalam
“kondisi perang” seperti sebelum menggabungkan diri ke dalam perjanjian. Orang tersebut tidak dilindungi
prinsip keadilan dan karena itu dapat dihancurkan oleh siapapun juga.
Orang juga tidak boleh menuduh penguasa bertindak tidak adil karena
keadilan berarti apa yang dikehendaki oleh penguasa. Penguasa merupakan
hakim tunggal untuk memutuskan apa yang penting demi kedamaian dan
keamanan subyek, dan termasuk dalam keputusan untuk menentukan doktrin-
doktrin yang boleh diajarkan.
Persetujuan dan kontrak menghasilkan otoritas, yang memiliki anatomi yang
sama di manapun juga ditemukan yaitu “seseorang mengotorisasi lewat
persetujuan bebas”.
Semua otoritas dan kekuasaan ada dalam tangan penguasa yang disebutnya
“mortal God.” Penguasa adalah legislator yang paling tinggi dan dirinya
sendiri tidak diikat oleh hukum karena hukum tidak lebih daripada apa yang
dia deklarasikan.
Hukum sipil dan hukum alam sama saja.
Karena hukum alam bukanlah sebutan yang tepat untuk hukum tetapi
kualitas yang mendorong manusia kepada kedamaian dan ketaatan.
Tidak ada konflik antara hukum sipil dan hukum alam. Keduanya
mempunyai tujuan yang sama dan keduanya mengandung satu sama lain
dan sederajat.
Hobbes mendirikan sebuah sistem politik yang secara ilmiah berbasiskan
keinginan sentral memelihara diri sendiri. Dengan persetujuan terhadap
sebuah perjanjian dan memberikan otoritas kpeada penguasa, kita
menciptakan, oleh kehendak sendiri, sebuah negara buatan “artificial civitas”.