Anda di halaman 1dari 7

NAMA :WAHYU ARIEF FADILAH

NIM :180710101077
MATA KULIAH :Pengantar Filsafat Hukum
KELAS :F

Bagian Pertama Pengantar Filsafat


1. Plato menyatakan bahwa filsafat dimulai dari rasa kagum, tidak ada orang yang dapat
berfilsafat kalau dia tidak bisa kagum. Jelaskan pertanyaan Plato ini!
Jawab:
Manusia adalah mahluk yang dapat kagum atau heran terhadap hal-hal yang dijumpainya. Ia
heran terhadap lingkungan hidupnya bahkan dapat heran terhadap dirinya sendiri. Manusia
dapat mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal  yang tidak diketahuinya dan dapat
menyaksikan sesuatu yang belum jelas kedudukannya. 1 Kekaguman itu timbul dari suatu
aporia,yaitu suatu kesulitan karena adanya perbincangan-perbincangan yang saling
bertentangan. Menurut Plato Filsafat itu dimulai dengan rasa kagum. Atau dengan kata lain
dikatakan bahwa tidak ada  seorangpun yang dapat berfilsafat kalau dia tidak bisa
kagum2Lebih jauh dikatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat berfilsafat kalau dia
tidak bisa kagum. Rasa kagum dibicarakan disini tidak boleh disamakan dengan ‘keingin-
tahuan’ dalam pengertian umum. Rasa kagum ini juga tidak bisa disamakan dengan kepanikan
orang yang bingung sewaktu melihat suatu mesin canggih. Rasa kagum filosofis terutama
bukanlah kekaguman terhadap hal yang canggih dan rumit, tetapi terhadap sesuatu yang
sederhana, yang tampak jelas di dalam pengalaman harian. Justru hal yang biasalah yang
paling sulit dilukiskan.3

Bagian Kedua Keadaan Alamiah dan Hukum Alam


2. Keadaan alamiah adalah kondisi masyarakat tanpa negara atau pemerintahan, kebalikan dari
masyarakat sipil. Dalam keadaan ilmiah kehidupan masyarakat diatur oleh hukum alamiah
(hukum alam). Jelaskan pandangan Thomas Hobbes dan John Locke tentang keadaan ilmiah
dan hukum alam tersebut!
Jawab:
JOHN LOCKE adalah salah seorang tokoh filsafat modern yang nama dan
pemikirannya telah banyak dikenal di berbagai belahan dunia, khususnya di kalangan para
pencinta ilmu filsafat. Dalam perkembangannya, ilmu filsafat telah mengalami dinamika
tersendiri sehingga telah melahirkan beberapa aliran seperti aliran rasionalisme,
intuisionalisme dan empirisme, dimana Locke sendiri merupakan salah seorang tokoh utama
aliran empirisme. Aliran-aliran ini muncul dikarenakan adanya kecenderungan dan pemikiran

1
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Hal 17.
2
Hamdan Akromullah, Kebenaran Ilmiah dalam Perspektif Filsafat Ilmu (Suatu Pendekatan Historis dalam Memahami
Kebenaran Ilmiah dan Aktualisasinya dalam Bidang Praksis), Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid,
Vol. 21, No. 1, Juli 2018, h. 60.
3
Puspo Renan Joyo, Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Slokantara, (Surabaya: CV. Jaka Media Publishing, 2020) h. 228.
yang berbeda dalam menentukan sumber dan asal usul suatu ilmu pengetahuan dia mencoba
menjelaskan bagaimana sistem kerja pemerintahan dan legitimasinya sesuai dengan argumen-
argumen di zamannya seperti keadaan alamiah, keadaan perang, ataupun mitos kontrak sosial.
Dia membayangkan kehidupan manusia tanpa sebuah pemerintahan yang disebut keadaan
alamiah dan manusia hanya dibatasi oleh hukum alam. Hukum tersebut memiliki berbagai
kelemahan yang mendorong mereka untuk masuk pada alam peperangan. Satu-satunya jalan
untuk keluar dari permasalahan ini adalah keluar dari keadaan alamiah dan menciptakan
masyarakat sipil dibawah satu pemerintahan yang berdaulat dengan kesepakatan bersama
seluruh rakyat.4
THOMAS HOBBES adalah salah satu filsuf politik yang terkemuka. Dia hidup
bersamaan dengan keadaan korup Inggris abad ke-17. Menurut Hobbes, manusia adalah
sebagai mesin-mesin yang berpikir. Kehidupan manusia sebelum terbentuknya negara
digambarkannya sebagai keadaan alamiah. Kehidupan manusia hanyalah suatu usaha terus
menerus dalam memuaskan hawa nafsu dan mencari kebahagiaan dan menghindari apa yang
tidak disukainya. Hakikat alamiah tersebut akan membawa manusia untuk saling bersaing dan
berebut kuasa. Manusia akan saling memerangi manusia lainnya. Keadaan alamiah, bagi
Hobbes, tidak seorang-pun dapat menjamin bahwa dirinya tidak akan dibunuh atau dirampok
makanannya atau pun pasangannya. Keadaan alamiah adalah keadaan perang. Tidak ada
sesuatu yang bisa mencegah orang untuk tidak membunuh, melukai, atau merampok orang
lain. Dalam hal ini menggarap lahan bukanlah hal yang penting, hal ini terjadi karena tidak
dapat dipastikan siapa yang memetik hasil panennya. Kebutuhan manusia yang utama adalah
keluar dari keadaan alamiah.5
Jadi, Menurut pandangan Thomas Hobbes yang disebut kondisi alamiah,dimana manusia
pada dasarnya memiliki kebebasan serta kemerdekaan dan hidup bersama tanpa adanya
otoritas politik. Yang berarti bahwasanya manusia bebas dari segala macam otoritas dan
kekuatan prioritas di muka bumi.6 Mengenai keadaan alamiah manusia tanpa adanya negara
atau pemerintahan, Thomas Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia sebelum
terbentuknya negara digambarkan sangat berlomba-lomba dalam memuaskan hawa nafsu dan
mencari kebahagiaan, serta menghindari apa yang tidak disukainya. Hakikat alamiah ini akan
membawa manusia untuk saling bersaing dan berebut kuasa, yang berakibat pada manusia
akan saling berperang satu dengan lainnya. Beliau juga berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga)
faktor yang membuat manusia bertarung yaitu :
(1) kecenderungan untuk meraih kebesaran diri;
(2) faktor kesetaraan manusia; dan
(3) faktor agama7

4
Ibid, h. 188-189.
5
Daya Negri Wijaya, Kontrak Sosial Menurut Thomas Hobbes Dan Jhon Locke, Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, Vol. 1,
No. 2, Desember 2016, h. 186-187.
6
Suhelmi, A. (2001). Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan
Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.. Hlm 34
7
A. Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, Dan Kekuasaan
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001). Hlm 170
Sedangkan menurut pandangan John Locke manusia sudah terlahir dengan keadaan kodrati
yang dapat hidup dengan manusia lain secara damai karena terdapat pengaturan dan hukum
alamiah yang disadari manusia serta manusia mempunyai akal sebagai pembeda mana yang
baik dan yang buruk bagi pergaulan dengan sesamanya. Tetapi kondisi seperti ini bukan berarti
selalu mulus dan tanpa masalah. John Locke sebenarnya juga bertolak dari pengandaian
keadaan alamiah manusia. Bagi Locke manusia secara alamiah adalah baik dan bebas untuk
menentukan dirinya dan menggunakan miliknya dengan tidak tergantung pada hak orang lain.
Ia percaya bahwa dalam absolute freedom tersebut tidak ada absolute chaos, dan state of war
ala Hobbes tidak sama dengan state of nature Locke berpendapat bahwa : manusia adalah
makhluk sosial, digerakkan oleh ration bukan nafsu. Manusia punya kalkulasi dengan
sembarang membunuh, dan merugikan orang lain. Ada hukum alam, di mana orang tidak
boleh mengambil lebih dari pada apa yang dibutuhkannya8

3. Berhubungan dengan pandangan Thomas Hobbes dan John Locke mengenai keadaan
ilmiah dan hukum alam tersebut, jelaskan pula pandangan mereka (Thomas Hobbes dan John
Locke) tentang kebutuhan adanya negara atau pemerintahan!
Jawab:
Manusia sangat membutuhkan kekuasaan bersama untuk menghindari pertumpahan darah.
Kebersamaan tersebut (kontrak atau perjanjian sosial) mendorong manusia untuk membentuk
sebuah negara atau kedaulatan.9 Thomas Hobbes terasa menyadari bahwa manusia setara
namun bersifat individual. Mereka menyepakati agar negara memaksa mereka menjadi
makhluk sosial. Penguasa diberikan otoritas untuk menciptakan pembedaan dalam masyarakat.
Selain itu, ketika mereka telah bersepakat maka Segala hak mereka berakhir dan harus menaati
semua aturan penguasa. Dengan kata lain, masyarakat melalui negara memiliki peran yang
fundamental dalam mengatur interaksi antar manusia. Prinsip Hobbes dalam membangun
negara didasarkan pada kekuasaan mutlak (penguasa berkuasa atas kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif).10 Kemudian, merangkum asumsi filsafat negara Hobbes, dalam: “(1)
negara harus kuat tanpa tanding sehingga dapat memastikan ketaatan para anggota masyarakat
terhadap peraturanperaturannya; dan (2) negara harus menetapkan suatu tatanan hukum bahwa
setiap orang yang tidak menaatinya akan dihukum mati” Menariknya, penguasa bukan
didasarkan pada legitimasi illahi tetapi dari rakyat.

Dalam teorinya John Locke pada umumnya dipandang sebagai upaya untuk memadukan
antara konsep pemerintahan yang terbatas yang berpegang pada prinsip tidak bisa
menghilangkan hak-hak individu dan pemerintah tidak boleh mencabut atau
menghilangkannya.11

8
Zulfan, Pemikiran Politik Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau tentang Perjanjian Sosial, Jurnal Serambi
Akademica, Volume VI, No. 2, November 2018, Hal 32
9
Suhelmi, A. (2001). Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan
Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 176.
10
Magnis-Suseno, F. (1995). Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 11.
11
Miftah Thoha, Birokrasi & Dinamika Kekuasaan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 119.
Asumsi pemikiran Locke tersebut ternyata sejalan dengan pandangan Rousseau yang
mengemukakan bahwa pemerintah itu merupakan institusi yang seharusnya bisa memuaskan
kepentingan individu dan mewujudkan kedamaian, penuh kasih sayang, dan simpati.
Pemerintah menurut pandangan Rousseau bukan merupakan institusi yang bisa merampas hak-
hak individu untuk mencapai kesejahteraan pribadi, kebebasan, dan bebas dari kebodohan,
melainkan suatu produk dari institusi yang melindungi kesejahteraan pribadi.12
Bagian Kelima Pengkajian Ilmu Hukum
9. Selain doktrin otonomi hukum, dalam pengkajian hukum juga terdapat pandangan hukum
sebagai sistem autopoiesis (law as an autopoietic System) dengan tokohnya Niklas Luhman
dan Gunther Teubner. Jelaskan pandangan dua tokoh tersebut tentang hukum sebagai sistem
autopoiesis!
Jawab:
Kata ‘autopoiesis’ berasal dari kata Yunani autos (sendiri) dan poiein
(membuat), maka artinya ‘menciptakan diri’, ‘menghasilkan diri’, atau ’organisasi diri’. Ide itu
terentang sejak metafisika Aristoteles, Leibniz tentang monade, hingga Kant sebagai sistem
teologis alam. Makhluk hidup adalah suatu sistem autopoiesis, yakni bahwa sistem ini hidup
dan menghasilkan serta mempertahankan dirinya dengan menciptakan komponen-
komponennya sendiri.13 Tujuan sistem ini adalah dirinya sendiri, maka disebut berciri ‘self
referential’. “Hidup”, demikian Luhmann, “tak lain daripada sebuah metafor bagi apa yang
disebut autopoiesis”. Hukum sebagai sistem sosial merupakan reduksi dari kompleksitas dan
tak beraturan dari lingkungan tempat ia bernaung, agar dapat membedakan dirinya dan
mempertahankan keberlangsungan hidupnya, hukum menciptakan logika berpikirnya yang
khas, namun meski demikian ia tak pernah cukup diri, hukum sebagai sistem sosial mengambil
juga dari sistem lain yang justru karena sifat kemandirian tersebutlah ia dapat berkomunikasi
dengan lingkungan.14 Sistem-sistem mekanistis itu berciri allopoietis.
Luhmann melakukan terobosan dengan mengadopsi konsep autopoiesis itu sebagai
ciri-ciri sistem sosial. Bahkan menurutnya, kesadaran atau sistem psikis adalah juga sistem
autopoiesis. Jika dikatakan bahwa sistem-sistem sosial itu autopoiesis bukan berarti bahwa
sistem-sistem sosial seperti birokrasi, partai politik, pemerintah, agama, perusahaan, dst tidak
membutuhkan apa-apa dari lingkungannya dan mencukupi diri mereka sendiri. Ciri autopoiesis
berarti bahwa sistem-sistem sosial menghasilkan keutuhan mereka sendiri dan komponen-
komponen yang menghasilkann keutuhan itu. Sistem sosial juga merupakan reduksi atas
kompleksitas lingkungannya, suatu negentropi, maka selalu terjadi interaksi antara sistem ini
dan lingkungannya

Bagian Keenam Perdebatan Status Keilmuan Ilmu Hukum


10. Status ilmu hukum sebagai ilmu menjadi perdebatan di kalangan para jurist. Sebagian
menyangkal bahwa ilmu hukum adalah ilmu sedangkan bagian lain menolak pandangan
tersebut. Jelaskan pandangan J.H. von Kirchmann, A.V. Lundstedt, Hugo de Groot,

12
Miftah Thoha, Birokrasi & Dinamika Kekuasaan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 120.
13
Niklas Luhmann. Social as a Social System. Oxford University Press. New York. 2004.
14
hlm 74 Luhmann mengatakan “Consequently, the legal system operates in the form of communication under the
protection of boundaries that are drawn by society”
Morris R. Cohen, Howard T. Markey, dan Robert Cooper sebagai kelompok yang
menyatakan bahwa ilmu hukum bukan ilmu dan D.F. Scheltens serta Patrick Lockerby
sebagai kelompok yang berpendapat bahwa ilmu hukum adalah ilmu!
Jawab:
Menurut pandangan sekelompok jurist terkait ilmu hukum bukan ilmu dasarnya didasarkan
pada prespektif ilmu bahwasannya ilmu hukum bukan merupakan ilmu yang menggunakan
suatu penelitian bilangan empiris melainkan ilmu hukum memiliki suatu syarat nilai dari
kebenaran kehendak yang diperoleh adalah kebenaran normatif. Sedangakan bagi para jurist
yang mengatakan ilmu hukum sebagai ilmu adalah mereka yang mendasarkan ilmu hukum
pada suatu proses serta produk yang mana maksa suatu proses adalah suatu ilmu yang merujuk
pada pengetahuan manusia untuk meggunakan akal budinya dalam menghasilkan sistem yang
beraturan dan tersusun rapi, lalu produk sendiri dianggap sebagai ilmu pengetahua yang
terssun beraturan dan sistematis.15

Bagian Ketujuh Demokrasi


11. Demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu
negara meskipun ada yang mengkritik bahkan menolaknya. Berhubungan dengan demokrasi
uraikan pandangan Jonathan Wolff tentang demokrasi representatif dan demokrasi langsung!
Jawab:
Menurut Jonathan Wolff, Demokrasi langsung  adalah pemilih akan memberi hak suaranya
untuk melawan hukum atau kebijakan, bukan untuk kandidat. Idealnya, setiap terjadi suatu
masalah yang besar akan diajukan sebelum dilakukannya pemilihan yaitu melalui
referendum16Sedangkan demokrasi representatif menurut Jonathan Wolff adalah sistem yang
mana warga sendiri yang akan memilih untuk mentukan siapa yang akan mewakili mereka di
pemerintahan dan yang membuat undang – undang adalah perwakilan yang sudah dipilih

12. Demokrasi tidak diterima oleh semua filsuf, Plato salah satunya yang menentang. Jelaskan
pandangan Plato yang menolak demokrasi serta apa solusi yang ditawarkannya yang
menurutnya lebih baik daripada demokrasi!
Jawab:
Plato adalah salah satu filsuf yang menentang atau menolak adanya demokrasi. Plato
mengawali diskusi dengan pertanyaan dasar, “apakah demokrasi dapat menjamin kebebasan
dan kebebasan berbicara ? Apakah benar dalam negara demokrasi setiap orang bebasa
melakukan apa yang ia inginkan ? jika ya, mengapa demokrasi gagal menjadikan setiap
manusia menjadi dirinya sendiri?”.
Pemikiran pemikiran klasik (Plato) bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang tepat untuk
digunakan sebagai bentuk pemerintahan karena demokrasi adalah pemerintahan yang dipegang
oleh rakyat jelata. Plato menawarkan beberapa hal selain demokrasi dimana dia
mengurutkannya yang dimulai dari aristokrasi (pemerintahan dipegang oleh kaum
cendekiawan), timokrasi (pemerintahan dipegang oleh orang-orang yang ingin mencapai

15
Philipus M Hadjon dan Tatik Sri Djatmiati,Argumentasi Hukum,(Yogyakarta : Indeks 2005), h.1
16
Wolff, Robert Paul. In Defense of Anarchism: Menuju Dunia Tanpa Negara, diterjemahkan oleh Frans Koa. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2003.
kemasyhuran dan kehormatan), oligarki (pemerintahan dipegang oleh golongan hartawan,
demokrasi, dan tirani (pemerintahan dipegang oleh rakyat jelata)17.

DAFTAR PUSTAKA
17
Tomy Michael, ESENSI ETIKA DALAM NORMA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN, DIH, Jurnal Ilmu
Hukum Agustus 2015, Vol. 11, No. 22,. Hal 70
1.Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat (Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Hal 17.
2.Hamdan Akromullah, Kebenaran Ilmiah dalam Perspektif Filsafat Ilmu (Suatu Pendekatan
Historis dalam Memahami Kebenaran Ilmiah dan Aktualisasinya dalam Bidang Praksis),
Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid, Vol. 21, No. 1, Juli 2018, h. 60.
3.Puspo Renan Joyo, Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Slokantara, (Surabaya: CV. Jaka
Media Publishing, 2020) h. 228.
4.Daya Negri Wijaya, Kontrak Sosial Menurut Thomas Hobbes Dan Jhon Locke, Jurnal
Sosiologi Pendidikan Humanis, Vol. 1, No. 2, Desember 2016, h. 186-187.
5.Suhelmi, A. (2001). Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.. Hlm 34
6.A. Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyarakat, Dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001). Hlm 170
7.Zulfan, Pemikiran Politik Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau tentang Perjanjian
Sosial, Jurnal Serambi Akademica, Volume VI, No. 2, November 2018, Hal 32
8.Suhelmi, A. (2001). Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 176.
9.Magnis-Suseno, F. (1995). Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 11.
10.Miftah Thoha, Birokrasi & Dinamika Kekuasaan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h.
119.
11.Miftah Thoha, Birokrasi & Dinamika Kekuasaan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h.
120.
12.Niklas Luhmann. Social as a Social System. Oxford University Press. New York. 2004.
13.hlm 74 Luhmann mengatakan “Consequently, the legal system operates in the form of
communication under the protection of boundaries that are drawn by society”
14.Philipus M Hadjon dan Tatik Sri Djatmiati,Argumentasi Hukum,(Yogyakarta : Indeks
2005), h.1
15.Wolff, Robert Paul. In Defense of Anarchism: Menuju Dunia Tanpa Negara, diterjemahkan
oleh Frans Koa. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.
16.Tomy Michael, ESENSI ETIKA DALAM NORMA PEMBERHENTIAN PRESIDEN
DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN, DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2015, Vol. 11, No. 22,.
Hal 70

Anda mungkin juga menyukai