Anda di halaman 1dari 15

Hubungan-hubungan ilmu politik tidak hanya terbatas pada sejarah dan filsafat,

tetapi juga
meliputi ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu politik merupakan salah satu dari
kelompok besar ilmu
sosial dan erat sekali hubungannya dengan anggota-anggota kelompok lainnya,
seperti sosiologi,
anthropologi, ilmu hukum, ekonomi, psikologi sosial dan ilmu bumi sosial. Semua
ilmu sosial
mempunyai obyek penyelidikan yang sama

TUGAS 2
PENGANTAR ILMU POLITIK

OLEH:

MICHAEL GAD SIANTURI


NIM: E071231040

PRODI: ANTROPOLOGI SOSIAL

PENDAHULUAN

Ilmu politik adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu social yang

memiliki dasar, rangka, fokus & ruang lingkup yang jelas maka dapat

dikatakatan bahwa ilmu politik masih muda usianya karna lahir pada akhir

abad ke-19. Ilmu politik merupakan keseluruhan dari pengetahuan yang

terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu the sum of coordinated

knowledge relativeto a determined subject. Dalam proses politik biasanya di

dalamnya terdapat fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga

eksistensinya.

Pada makalah ini saya akan menguraikan tentang perkembangan

ilmu politik pada masa klasik, modern, dan kontemporer. Ahli politik zaman

klasik seperti Aristoteles dan Platto dan diikuti teroritisi liberal abad ke 18

dan 19 melihat politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern

sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level)

yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar


masyarakat dan lingkungan internasional. Politik kontemporer

menggambarkan keadaan politik saat ini, idealnya mengikuti perkembangan

zaman dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini.

A. Perkembangan Ilmu Politik Pada Masa Klasik

Ilmu politik ditinjau dalam rangka lebih luas yaitu sebagai pembahasan

rasionil dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik maka ilmu politik telah

sangat tua usianya. Dan dapat dikatakan sebagai ilmu sosial tertua di dunia. Pada

taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.

Hal ini dapat kita lihat dari zaman Yunani kuno misalnya. Pemikiran

mengenai negara sudah dimulai pada tahun 450 s.M filosof-filosof pada zaman

tersebut adalah antara lain Socrates, Plato, Aristoteles, Herodotus dll. Di Asia

pada beberapa pusat kebudayaan antara lain India dan Cina, telah mewariskan

tulisan-tulisan politik yang bermutu, dari zama Cina filosof yang terkenal adalah

misalnya Confusius (Kong Fu Tzu) dan Shang Yang yang telah menulis mengenai

kenegaraan smentara menurut Dr. a.S ALTEKAR dalam bukunya “State and

Government in an Ancient India: menyatakan bahwa di India Kuno telah dikenal

ilmu-ilmu kenegaraan antara lain Rajadharma (Kewajiban Raja), Rajyasastra

(ilmu negara). Sementara di Asia Barat telah berdiri negara- negara besar seperti

Mesir Kuno, Assyria, Babylonia.


Pada sisi Lain, tahun 1576 Jean Bodin telah mengenalkan istilah politik

dengan istilah Science Politique yang ditulis dalam bukunya “Les Six Livres de la

Republique”1. Sedangkan jika ilmu politik itu dipandang sebagai salah satu

cabang dari ilmu sosial, maka ilmu politik merupakan ilmu yang masih muda

usianya, yaitu baru lahir pada abad 19 M. Bersamaan dengan perkembangan ilmu

politik ini berkembang pula ilmu-ilmu sosial lainnya seperti Sosiologi,

Antropologi, dan Psikologi.

Teori Politik Masa Klasik

1. Teori Politik Socrates

 Kepribadian politik Socrates sebagai seorang teoritikus politik yang

berupaya jujur, adil dan rasional dalam hidup kemasyarakatan dan

mengembangkan teori politik yang radikal. Na.mun keinginan dan

kecenderungan politik Socrates sebaga·i teoritikus politik membawa

kematian melalui hukuman mati oleh Mahkarnah Rakyat (MR

 Metode Socrates yang berbentuk Maieutik dan mengembangkan metode

intruksi dan definisi

 Pada sisi lain memaparkan etika yang berinntikan budi yakni orang tahu

tentang kehidupan dan pengetahuan yang luas. Padaakhirnya akan

menumbuh rasa nasionalisme.

2. Teori Politik Plato

1
Jean Bodin, Les Six Livres De L Republique, (Paris, 1576), hlm 10
 Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik.

Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia

terdiri dari tiga bagian:

1. Pikiran atau akal

2. Semangat/keberanian

3. Nafsu/keinginan berkuasa

 Idealisme Plato yang secara operasional meliputo

1. Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada

penghidupan etik.

2. Pengertian matematik.

3. Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat

inlektual dan rasional

4. Teori tentang negara ideal

5. Teori tentang asal muasal negara, tujuan negara, fungsi negara dan

bentuk negara

6. Penggolongan dari kelas dalam negara

7. Teori tentang keadilan negara

8. Teori kekuasaan Plato

3.Teori Politik Aristoteles

1. Teori politik yang bernuansa filsafat politik meliputi:

 Filsafat teoritis
 Filsafat praktek

 Filsafat produktif

2. Teori negara yang dinyatakan sebagai bentuk persekutuan hidup

yang akrab di antara warga negara untuk menciptakan persatuan

yang kukuh. Untuk itu perlu dibentuk negara kota (Polis).

3. Asal mula negara. Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa

dan lama kelamaan membentuk polis atau negara kota

4. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara

merupakan kebaikan tertinggi

5. Bentuk pemerintahan negara menurut Aristoteles diklasifikasi atas:

- 3 bentuk pemerintahan yang baik

- 3 bentuk pemerintahan yang buruk

6. Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu

hukum. Oleh itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan

kebajikan yang sempuma. Sedangkan warga negara adalah manusia

yang masih mampu berperan.

7. Revolusi dapat dilihat dari factor-faktor penyebab dan

mencegahnya

B. Perkembangan Ilmu Politik Masa Modern


Tokoh utama pada transisi ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527).

Dia-lah yang merasa jemu dengan pertengkaran-pertengakaran doktrin, dan ia

membuka jalan bagi pemikir kekuasaan yang sekuler.

Machiaveli percaya bahwa rezim-rezim masuk kedua tipe, yaitu

“kepangeranan” principalitydan “republik”. Dalam The Prince, ia memberikan

nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan mempertahankan sebuah

kepangeranan. Untuk melakukannya seorang penguasa bijak hendaknya

mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan, dan

kebaikan negara. Hanya dengan memadukan machismo, semangat keprajuritan,

dan pertimbangan politik, seseorang penguasa barulah dapat memenuhi

kewajibannya kepada negara dan mencapai keabadian sejarah (Losco dan

William, 2005: 561).2

Sebaliknya Machiavelli mengalihkan perhatiannya dalam Discourses

(Sebuah komentar tentang sejarah Roma yang ditulis Livius), menekankan tentang

penciptaan, penjagaan, dan renovasi sebuah pemerintahan republik yang

demokrasi. Perhatian utamanya adalah untuk menunjukkan bagaimana

pemerintahan-pemerintahan republik dapat mendorong stabilitas dan kebebasan

sambil menghindari pengaruh-pengaruh korupsi yang membuat lemah bagi

negara. Sebab bagi Machiavelli, kejayaan (baik pangeran maupun republik)

merupakan ambisi politik definitif yang dikejar dalam batas-batas yang ditentukan

oleh akal, kearifan, nasib baik, dan kebutuhan (Losco dan William, 2005: 562).

2
Ibid, hlm. 527.
Jika Machiavelli menandai gerakan menjauhi filsafat agama sebagai

suatu

dogma politik dan membukakan jalan kepada dua penerus cemerlang. Pertama

adalah Thomas Hobbes (1558-1674) di mana filsafat materialismenya merupakan

jembatan yang menguhubungkan ilmu pengetahuan dan mekanika, serta yang

lokgikanya sama bagus dan rapuhnya seperti logika lain yang dapat ditemukan

dalam pemikiran politik. Kedua, adalah Jean Jaques Rousseau, tokoh yang

berusaha mendefinisikan kembali kepribadian moral dalam komunitas moral

(Apter, 1996: 78-79).

Dalam buku Leviathan (1651) , Hobbes bertolak dari pengembangan

pengertian negara yang jauh berbeda dengan pengertian negara pada abad

pertengahan. Mereka terpaku asyik dengan komunitas organis orang bijaksana

merupakan kepala negara, rokhaniawan merupakan jantungnya, sementara

berbagai organ yang berguna lainnya berkelompok membentuk keluarga atau

rumahtangga dalam persaudaraan komunitas yang mencakup keseluruhan

(Gierke: 1950).

Lain halnya bagi Hobbes, tidak ada komunitas alamiah yang bertindak

sebagai kekuatan hidup yang segera terwujud, kecuali suatu ciptaan yang

“khayal”. Komunitas itu tercipta karena manusia sebagai makhluk yang memiliki

nafsu mempunyai imajinasi, kemampuan berbicara, dan terutama kemampuan

bernalar. Namun nalar bisa salah, sehingga secara abstrak masyarakat tidak dapat

bergantung padanya. Ia menganologikan “seperti ilmu hitung, manusia yang


tidak cakap, pasti keliru dan para professor sendiri-pun mungkin acapkali salah

(Hobbes, dalam Oxford, 1909).

Selain itu karena manusia juga mempunyai segala macam sifat yang

tidak begitu “terpuji” seperti; marah, sedih, serakah, maka akibatnya adalah terjadi

situasi alamiah kearah konflik, yang menimbulkan kekacauan. Untuk mencegah

kekacauan itu, pertimbangan- pertimbangan pribadi harus mengalah

kepada otoritas. Tetapi bagaimana orang dapat dibujuk untuk mengumpulkan

kekuasaan mereka dan menyerahkannya kepada penguasa? Mereka akan

melakukannya hanya bila mereka memperoleh sejumlah manfaat darinya. Manfaat

apa ? Suatu keadaan yang tertib atau teratur. Bagi Hobbes ketertiban merupakan

sasaran tertinggi, suatu hal yang dapat dipahami leh orang yang rasional dan suatu

manfaat yang nyata serta dirasakan langsung. Di sinilah peran Hobbes merupakan

orang yang pertama yang dapat mendefinisikan dan mengubah kepentingan

pribadi dalam keuntungan publik (Apte, 1996: 80).

Ia memastikan bahwa nilai yang ditentukan orang pada dirinya itu

berbeda bagi setiap orang. Memang, orang tidak dapat menentukan “harga’ diri

mereka, tetapi nilai sesungguhnya seseorang akan diukur oleh pendapat orang lain

mengenai harga diri orang tersebut. Maka dari itu kompensasi akan bervariasi,

bahkan akan menimbulkan konflik juga mengingat tiadanya asas tunggal bagi

pergantian yang disepakati bersama. Nafsu-nafsu kuat akan diikutsertakan.

Orangorang yang besar kepala, penakut, ambisius, dan masa bodoh

akan menceburkan dalam konflik yang sia-sia. Di sinilah kebijaksanaan tertinggi


adalah menyerahkan wewenang kepada kekuasaan itu. Namun alternatifnya juga

adalah kekacauan.

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan

ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya

berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada

ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.

Di atas telah disebutkan bahwa tokoh cemerlang lain pada masa

pencerahan adalah Jean Jaques Roussea, yang mewakili sudut pandang alternatif

dan memberikan kekuasaan yang besar kepada komunitas ebagai satu

keseluruhan. Tetapi antara Hobbes dan Rousseau terdapat orang lain:

1. John Locke (1632-1704) mampu berkarya dalam bidang teori politik ditulis

dalam buku Two Treatises on Civil Government.State of Nature juga merupakan

karya teori politik yang beda dengan Hobbes. John Locke menekankan bahwa

dalam State of Nature terjadi: kebingungan, ketidakpastian, ketidakaturan, tidak

ada kematian. Pada sisi lain Locke mengemukakan hak-hak alamiah sebagai

berikut: hak akan hidup, hak atas kebebasan dan kemerdekaan, hak memiliki

sesuatu. Konsep perjanjian masyarakat merupakan cara untuk membentuk negara.

Oleh karena itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga: legislatif,

eksekutif dan yudikatif dan federatif. Dalam hal bentuk negara Locke

membagi atas: Monarki, Aristokrasi dan Demokrasi. Tujuan negara yang

dikehendaki Locke yaitu untuk kebaikan umat manusia melalui kegiatan

kewajiban negara memelihara dan menjamin hak-hak asasi manusia. Dan pada

akhirnya Hobbes dan Locke memiliki perbedaan dalam hal teori perjanjian sosial.
2. Montesquieu (1689-1755) Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu

pengetahuan tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakan State of

Nature yang diartikan dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah.

Teori politik Trias Politika yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan

landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan

adanya Chek and Balance terhadap mekanisme pembagian kekuasaan. Demokrasi

yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk

memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan

berbagai unsur unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu

sebagai pencetus demokrasi liberal.

C. Perkembangan Ilmu Politik Masa Kontemporer

Ilmu politik kontemporer berakar terutama pada abad ke-19, ketika

pertumbuhan pesat ilmu-ilmu alam merangsang antusiasme untuk menciptakan

sistem baru.ilmu sosial . Menangkap semangat optimisme ilmiah iniAntoine-

Louis-Claude, Comte Destutt de Tracy (1754–1836), yang pada tahun 1790-an

menciptakan istilah idéologie (“ideologi”) untuk “ilmu gagasan”, yang ia yakini

dapat menyempurnakan masyarakat. Yang juga penting bagi

gerakan empiris adalah sosialis utopis PerancisHenri de Saint-Simon (1760–

1825), pendiri sosialisme Kristen , yang pada tahun 1813 menyatakan

bahwa moral dan politik dapat menjadi “ilmu-ilmu positif —yaitu, disiplin

ilmu yang otoritasnya tidak bertumpu pada prasangka subyektif melainkan pada
bukti obyektif. Saint-Simon berkolaborasi dengan ahli matematika dan filsuf

Perancis Auguste Comte (1798–1857), yang dianggap oleh banyak orang

sebagai pendiri sosiologi , pada penerbitan Rencana Operasi Ilmiah yang

Diperlukan untuk Reorganisasi Masyarakat (1822), yang menyatakan bahwa

politik akan menjadi fisika sosial dan menemukan hukum ilmiah tentang

kemajuan sosial. Meskipun “positivisme Comtean,” dengan antusiasmenya

terhadap studi ilmiah tentang masyarakat dan penekanannya pada penggunaan

hasil-hasil studi tersebut untuk perbaikan sosial, masih hidup dalam psikologi ,

ilmu politik kontemporer hanya menunjukkan sedikit jejak optimisme Comte.

Pendekatan ilmiah terhadap politik berkembang selama abad ke-19

melalui dua jalur berbeda yang masih membagi disiplin ilmu tersebut . Pada tahun

1830-an sejarawan dan politikus PerancisAlexis de Tocqueville(1805–

59)dengancemerlang menganalisis demokrasi di Amerika , menyimpulkan bahwa

demokrasi berhasil karena orang Amerika telah mengembangkan “seni berserikat”

dan merupakan pembentuk kelompok egaliter. Penekanan Tocqueville pada nilai-

nilai budaya sangat kontras dengan pandangan para ahli teori sosialis JermanKarl

Marx (1818–1883) dan Friedrich Engels (1820–95), yang mengemukakan teori

materialistis dan ekonomi tentang negara sebagai instrumen dominasi kelas yang

memiliki alat produksi. Menurut Marx dan Engels, nilai-nilai dan budaya yang

berlaku mencerminkan selera dan kebutuhan elit penguasa; negara, menurut

mereka, hanyalah “komite pengarah kaum borjuis .” Dengan menegaskan apa

yang mereka anggap sebagai hukum sejarah ilmiah yang tidak dapat diubah ,

mereka berpendapat bahwa negara akan segera digulingkan oleh kelas pekerja
industri (proletariat ) , yang akan melembagakan sosialisme , suatu bentuk

pemerintahan yang adil dan egaliter (lihat juga komunisme).

D. Kesimpulan

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan.

Politik merupakan usaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Bahwa

politik dalam suatu Negara (state)berkaitan dengan masalah

kekuasaan (power),pengambilan keputusan (decision making),kebijakan

publik (public policy), dan alokasi atau distribusi. Ringkas perkembangan

ilmu politik dapat kita pahami yang dimulai dengan perkembangan pada masa

klasik kemudian masa modern dan kemudian masa kontemporer. Ilmu politik

melalui banyak perkembangan dari abad ke abad, dan sampe abad ini ilmu politik

sebagai salah satu displin dari ilmu-ilmu social dan telah banyak mengalami

perkembangan sangat pesat sejak kelahirannya.


Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama


Jakarta, 1993

Losco, Joseph & William, Leonard, Political Theory (Volume I); Kajian Klasik
dan Kontemporer --- Pemikiran Thucydidies – Machiavelli---, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Lubis, Maksum S, 2008. Teori Politik. Diakses 7 September 2023 dari website
https://repositori.uma.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13186/1/Diktat_M
aksum%20Syahri_Teori%20Politik.pdf

Anda mungkin juga menyukai