Anda di halaman 1dari 97

Perkembangan HAM Indonesia :

http://abangyos.wordpress.com/2008/08/21/pe
rkembangan-ham-indperonesia/
PERKEMBANGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI
MANUSIA (HAM) DI INDONESIA
Oleh : Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum.[1]

ABSTRACT
Pada saat ini HAM telah menjadi issue global, yang tidak mungkin diabaikan dengan dalih apapun
termasuk di Indonesia. Konsep dan implementasi HAM di setiap negara tidak mungkin sama, meskipun
demikian sesungguhnya sifat dan hakikat HAM itu sama. Dalam hal ini, ada tiga konsep dan model
pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-
Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana
keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian
salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu sendiri. Khusus tentang implementasi HAM di
Indonesia, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum
baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini
terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.

A. Pendahuluan
Istilah hak-hak asasi manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan
sebagai berikut : droit de l’home (Perancis) yang berarti hak manusia, human right (Inggris)
antau mensen rechten (Belanda), yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak
kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.[2]
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren
melekat dalam setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM
merupakan karunia Alloh Yang Maha Pencipta kepada hambanya. Mengingat HAM itu adalah
karunia Alloh, maka tidak ada badan apapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan
pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak
ada kekuasaan apapun yang boleh membelenggunya.[3]
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan legitimasi yuridis
untuk pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional maupun internasional. Sekalipun
tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak itu tetap eksis dalam
setiap diri manusia. Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai
yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan
manusia bersifat sekuler dan positivistik, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis
untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.[4]
Dalam perspektif sejarah hukum, setiap ada penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan dan pemanipulasian HAM oleh manusia satu
kepada manusia yang lain atau oleh penguasa kepada rakyatnya akan selalu muncul krisis
kemanusiaan. Bahkan kemudian memunculkan formula-formula atau dokumen-dokumen resmi
hak-hak asasi manusia atau sumber hukum yang memberi hak bagi bagi rakyat. Misalnya
dokumen Magna Charta di Inggris tajhun 1215 yang memberikan hak-hak bagi rakyat dan
sekaligus membatasi kekuasaan raja. Kemudian dokumen The Virginia Bill of Rights dan
declarations of Independence yang melahirkan kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776, yang
berisi jaminan kebebasan Individu terhadap kekuasaan negara. Begitu pula dokumen
Declarations des Droites L’Home et Du Cituyen di Prancis tahun 1789 yang berprinsip bahwa
manusia pada hakekatnya adalah baik dan karenanya harus hidup bebas dan bersamaan
kedudukannya dalam hukum. Di Rusia tahun 1918, juga muncul suatu dokumen yang menyebut
hak-hak dasar sosial, tetapi hak-hak dasar individu tidak disebut sama sekali. Selanjutnya
dokumen Declarations of Human Rights tahun 1948 yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang menjamin hak-hak sipil, hak-hak sosial dan hak-hak kebebasan politik.
Secara filosofis berbagai dokumen hak-hak asasi manusia tersebut terlihat adanya
perbedaan muatan nilai dan orientasi. Di Inggris menekankan pada pembatasan kekuasaan raja,
di Amerika Serikat mengutamakan kebebasan individu, di Perancis memprioritaskan
egalitarianisme persamaan kedudukan hukum, di Rusia tidak diperkenalkan hak individu tetapi
hanya mengakui hak sosial. Sementara itu Perserikatan Bangsa-Bangsa merangkum berbagai
nilai dan orientasi karena Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia di badan dunia ini sebagai
kesepakatan berbagai negara setelah mengalami revolusi Perang Dunia II, yang menelorkan
pengakuan prinsip kebebasan perseorangan, kekuasaan hukum dan demokrasi sebagaimana
diformulasikan dalam preambule Atlantik Charter 1945.[5]
Dokumen dan kesaksian sejarah tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi krisis hak
asasi manusia selalu muncul revolusi atau gejolak sosial. Seperti halnya krisis hak asasi manusia
di negara-negara komunis tahun 1990 yang menghancurkan tembok Berlin dan penghancuran
patung-patung tokoh mereka yang sebelumnya dipuja-puja. Rangkaian kesaksian sejarah tersebut
menunjukkan bahwa hak asasi manusia merupakan konstitusi kehidupan, karena hak asasi
manusia merupakan prasarat yang harus ada dalam setiap kehidupan manusia dan merupakan
bekal bagi setiap insan untuk dapat hidup sesuai fitrah kemanusiaannya.
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara mempunyai latar
belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian
sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada dasarnya sama juga. Dalam konteks itulah, tulisan
berikut ini akan mengungkapkan beberapa konsepsi dan model pelaksanaan HAM, yaitu di
negara-negara Barat yang sebagian besar menganut paham liberal kapitalis dan negara-negara
pengikut aliran komunis-sosialis serta konsepsi dan model HAM menurut ajaran Islam. Ketiga
sistem ini dapat dianggap mewakili berbagai konsepsi HAM yang ada, mengingat sebagian besar
dari mereka berkiblat dan mengacu salah satu dari ketiga sistem tersebut. Selain itu
dikemukakan pula tentang HAM dan implementasinya di Indonesia, dengan
mengupas seputar perkembangan dan penegakkan HAM di Indonesia.

B. Konsepsi dan Model Pelaksanaan HAM


Seperti diketahui, bahwa HAM itu adalah bersifat universal. Namun demikian
pelaksanaan HAM tidak mungkin disamaratakan antara satu negara dengan negara yang lain.
Masing-masing negara tentu mempunyai perbedaan konteks sosial, kultural maupun hukumnya.
Di samping itu pengalaman sejarah dan perkembangan masyarakat sangat mempengaruhi HAM
itu dilaksanakan. Keuniversalan HAM dewasa ini masih mengundang perdebatan dan perbedaan
dalam praktek penerapannya di antara masing-masing anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal
ini dapat dilihat dalam perspektif filsafat hukum atau ideologi yang melatarbelakangi norma
hukum atau negara yang bersangkutan.
Pengakuan dan potret pelaksanaan HAM di negara komunis dapat dilihat dari watak
aturan hukumnya yang tidak memberi tempat adanya hubungan hukum privat, karena segala
sesuatu dianggap dari masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat. Semua hukum menjadi
administrasi kebijakan penguasa, karena itu hukum harus mengabdi kepada politik partai.
Demikian pula pengadilan harus tunduk pada pengawasan kekuasaan poliitik partai. Kondisi
demikian antara lain tergambar dalam buku The Gulag Archipelago, karangan Alexander
Solshenitsyn yang melukiskan tentang pelecehan HAM di Rusia, di mana hukum sebagai alat
kekuasaan dan pengadilan dilakukan dibelakang pintu tertutup. Hal serupa juga terjadi pada
Fascis dan Nazi yang menonjolkan despotisme, di mana dalam diri negara merupakan hukum,
yaitu legitimasi nafsu penguasa untuk menguasai dan mendominasi hak asasi rakyat. Sedangkan
konsepsi dan pemberlakuan HAM di negara liberal kapitalis dapat dilihat dari karakter aturan
hukumnya yang berakar pada filsafat individualisme-utilitarian. Tujuan filsafat ini adalah
emansipasi individu dan orientasinya adalah menambah kesenangan individu. Hukum yang
dianggap baik adalah hukum hukum yang memanjakan kebebasan bagi setiap individu dan
memacu agar setiap individu mengejar apa yang dianggap baik bagi dirinya. Dan falsafah ini
pula yang menjadi akar dari prinsip “Laissez Faire” dalam dunia perekonomian dewasa ini.
Perekonomian dunia didorong mengarah pada mekanisme persaingan bebas yang diyakini akan
menghasilkan kebahagiaan yang maksimal bagi setiap individu. [6]
Terhadap konsepsi dan praktek-praktek di atas, seorang filosof muslim, Dr. Mohammad
Iqbal (1873-1938) pernah mengemukakan bahwa baik kapitalisme Barat dan sosialisme Marxis,
pada asasnya berdasarklan nilai-nilai kebendaan dari kehidupan serta kosong dari warisan
rukhaniyah. Sosialisme Karl Marx sebagai suatu rencana yang berdasarkan kesamaan perut
(equality of stomach) dan bukan kesamaan ruh. Demikian juga kapitalisme, imperialisme,
kolonialisme dan rasionalisme dilukiskan sebagai kegemukan jasad.[7]
Pada saat yang sama, sudah masanya PBB sebagai badan dunia mengevaluasi konsep
dasar HAM yang dipakainya serta praktek pelaksanaannya agar eksistensi keberadaannya tidak
kehilangan relevansi sosio humanisnya. Konsep HAM PBB yang hanya menonjolkan hak dan
tanpa kewajiban asasi, perlu dipertanyakan secara kritis dalam hubungannya dengan banyaknya
benturan dan konflik HAM yang banyak memakan korban jiwa dan martabat manusia, baik
secara sistemik misalnya agresi suatu negara terhadap negara lain, maupun secara evolutif
misalnya munculnya euthanasia, aborsi dan lain sejenisnya.
Konsep dan prototype realisasi kewajiban asasi dan HAM yang dilandasi nilai-nilai yang
sempurna telah dicontohkan secara faktual oleh segala bangsa di dunia, yaitu setiap tanggal 10
Dzulhijjah di kota Makkah atau saat pelaksanaan ibadah haji. Di mana segala bangsa di dunia
berkumpul dengan tujuan yang sama, pakaian yang sama, merasa berkedudukan yang sama dan
hanya tunduk kepada kekuasaan Alloh Yang Maha Esa. Namun tampaknya PBB belum rela
secara resmi untuk menarik kesimpulan dan mengambil esensi konsep yang mendasari
konstruksi hubungan kemanusiaan dan sosial yang harmonis di kota Makkah itu.
Sebenarnya itulah yang perlu ditelaah sekarang oleh masyarakat dan bangsa-bangsa di
dunia karena konsepsi dan fakta-fakta pelaksanaannya terbukti merupakan perwujudan dari suatu
konstitusi kehidupan manusia yang diajarkan dan dicontohkan oleh seorang pemimpin
masyarakat bangsa, pembela dan pengangkat martabat manusia, yaitu Nabi Muhammad SAW
(571-633). Arah dan dan landasan pembinaan martabat dan hak-hak kemanusiaannya
mempunyai kejelasan serta keharmonisan antara kewajiban asasi dan hak asasi, antara hak
individu dan hak masyarakat. Lebih dari itu, karena berdasarkan kepastian rokhani yang mampu
memaknaartikan tujuan hidup manusia, yaitu pengabdian kepada Alloh SWT.
Bertitik tolak dari konsepsi Islam tersebut pulalah lebih jauh Dr. Mohammad Iqbal
mengemukakan bahwa Islam pada hakekatnya adalah tauhid. Inti dari tauhid adalah working
idea dan cita yang fa’al inilah membuahkan Keesaan-Irtibad dan kemerdekaan. Islam
memberikan beberapa asas nyata seperti demokrasi dan kemerdekaan. Kemerdekaan pikiran dan
menyatakan pendapat, kemerdekaan beragama, keesaan, toleransi, keadilan sosial dan lain
sebagainya. Bersamaan dengan hak-hak manusia yang asasi ini, Islam juga menetapkan beberapa
kewajiban manusia yang asasi untuk mencapai kesejahteraan hidup berjamaah bagi seluruh umat
manusia.[8]
Seorang guru besar hukum dari Monash University, bernama Christopher G.
Weermantry, dalam seminar internasional tentang HAM di Jenewa bulan Desember 1988, seperti
dikutip Marjono Reksodiputro[9], secara jujur mengatakan : “Ajaran Islam datang jauh lebih
dahulu daripada negara Barat, yang inti ajarannya tentang HAM menyatakan bahwa bahwa hak-
hak dasar tidak dapat dicabut dan para penguasa melaksanakan kekuasaanya atas dasar
kepercayaan dan hanya sepanjang kehormatan penguasa itu benar. Prinsip-prinsip ini merupakan
inti dari teori politik Islam, di mana enam ratus tahun sebelum John Locke mengemukakan
teorinya di Barat”.
Kesadaran untuk menegakkan HAM, sebagaimana diisyaratkan dalam Islam bahwa
memperjuangkan dan menikmati hak asasi adalah merupakan kewajiban yang suci, seperti
ditegaskan dalam Al Qur’an Surat Al-Qashash : 77 yang artinya : “Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri Akherat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaan (kenikmatan, hak-hak) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain),
sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
muka bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Di
samping itu masih banyak ayat-ayat lain yang mengungkapkan perlunya menegakkan HAM dan
martabatnya, eperti yang tertcantum dalam Q.S. Asy-Syura : 39, QS. Ali Imran : 171, QS. An-
Nahl : 110, QS. An-Nisa : 97, QS. Ali Imran : 135, QS. An-Nisa : 107 dan sebagainya.
Hak asasi dalam perspektif Islam, terdapat dalam setiap sektor kehidupan, serta memiliki
posisi strategis dalam menegakkan dan meningkatkan kulaitas kemanusiaan. Bahkan interrelasi
antara hak asasi dan kewajiban asasi antara lain dapat ditunjukkan mempunyai nilai keutamaan
ahlak, apabila dilakukan dengan cara menegakkan keadilan atau menyampaikan perkataan yang
benar dihadapan penguasa yang menyeleweng. Dalam hubungan ini terlihat bahwa proses
penegakkan hukum dan keadilan menuntut adanya spirit amar ma’ruf nahi mungkar. Nilai
kejuangan dalam penegakkan hukum dan keadilan, antara lain karena di dalamnya banyak
godaan dan tantangan serta menuntut pengorbanan serta keikhlasan sikap dalam rangka
melindungi hak asasi manusia.[10]
Kewajiban asasi manusia menjadi prasarat utama agar dalam menjalankan hidup dan
kehidupannya memiliki keseimbangan dan ketenangan jiwa serta menjadikan hidupnya
bermakna bagi dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya serta masa depannya. Hubungan
erat antara kewajiban asasi dan hak asasi, menunjukkan adanya kesempatan pemberian bagi
individu dalam sikapnya, masyarakat dalam tradisinya, negara atau kelompok negara dalam
budaya hukumnya.
Hubungan korelasi etis antara kewajiban asasi dengan hak asasi, menuntut konsistensi
sikap agar seseorang, masyarakat atau bangsa tidak berat sebelah dalam melakukan peran diri
dan hubungan sosialnya, karena pada dasarnya seseorang, masyarakat atau bangsa tidak dapat
hidup dengan baik dan benar, kalau hanya melakukan atau menuntut hak asasinya saja tanpa
melakukan kewajiban asasi secara seimbang. Bahkan dalam konsepsi Islam, kewajiban asasi
menjadi keutamaan moral untuk didahulukan dibandingkan dengan hak asasi itu sendiri.

C. Perkembangan HAM di Indonesia


Berbeda dengan di Inggris dan Perancis yang mengawali sejarah perkembangan dan
perjuangan hak asasi manusianya dengan menampilkan sosok pertentangan kepentingan antara
kaum bangsawan dan rajanya yang lebih banyak mewakili kepentingan lapisan atas atau
golongan tertentu saja. Perjuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk
pertentangan kepentingan yang lebih besar, dapat dikatakan terjadi sejak masuk dan bercokolnya
bangsa asing di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Sehingga timbul berbagai perlawanan
dari rakyat untuk mengusir penjajah.
Dengan demikian sifat perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia itu
tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu
saja, melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak berarti
bahwa sebelum bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan bangsa asing, tidak pernah
mengalami gejolak berupa timbulnya penindasan manusia atas manusia. Pertentangan
kepentingan manusia dengan segala atributnya (sebagai raja, penguasa, bangsawan, pembesar
dan seterusnya) akan selalu ada dan timbul tenggelam sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia. Hanya saja di bumi Nusantara warna pertentangan-pertentangan yang ada tidak begitu
menonjol dalam panggung sejarah, bahkan sebaliknya dalam catatan sejarah yang ada berupa
kejayaan bangsa Indonesia ketika berhasil dipersatukan di bawah panji-panji kebesaran Sriwijaya
pada abad VII hingga pertengahan abad IX, dan kerajaan Majapahit sekitar abad XII hingga
permulaan abad XVI.[11]
Hingga kemudian diskursus tentang HAM memasuki babakan baru, pada saat Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan
rancangan UUD pada tahun 1945, dalam pembahasan-pembahasan tentang sebuah konstitusi
bagi negara yang akan segera merdeka, silang selisih tentang perumusan HAM sesungguhnya
telah muncul. Di sana terjadi perbedaan antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain. Pihak yang pertama menolak
dimasukkannya HAM terutama yang individual ke dalam UUD karena menurut mereka
Indonesia harus dibangun sebagai negara kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki
agar UUD itu memuat masalah-masalah HAM secara eksplisit.[12]
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, Panitya Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD 1945 sebagai
UUD negara Republik Indonesia. Dengan demikian terwujudlah perangkat hukum yang di
dalamnya memuat hak-hak dasar/asasi manusia Indonesia serta kewajiban-kewajiban yang
bersifat dasar/asasi pula. Seperti yang tertuang dalam Pembukaan, pernyataan mengenai hak-hak
asasi manusia tidak mendahulukan hak-hak asasi individu, melainkan pengakuan atas hak yang
bersifat umum, yaitu hak bangsa. Hal ini seirama dengan latar belakang perjuangan hak-hak
asasi manusia Indonesia, yang bersifat kebangsaan dan bukan bersifat individu.[13] Sedangkan
istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945
baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan
adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak
Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen
kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.[14]
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah mengalami perubahan konstitusi dari
UUD 1945 menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi
manusia yang tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS
berubah menjadi UUDS (1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal
7 sampai dengan 34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang
muatan hak asasinya banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, yaitu The Universal Declaration of human Rights tahun 1948 yang berisikan 30
Pasal.[15]
Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi
dan UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan yang mengatur
hak-hak asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD
1945. Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi
amat terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang
membuang paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpangan-
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan
antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Hal ini
mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal
masa Orde baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang melahirkan
sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad
Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun rancangan
ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.[16]
Kemudian di dalam pidato kenegaraan Presiden RI pada pertengahan bulan Agustus
1990, dinyatakan bahwa rujukan Indonesia mengenai HAM adalah sila kedua Pancasila
“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dalam kesatuan dengan sila-sila Pancasila lainnya.
Secara historis pernyataan Presiden mengenai HAM tersebut amat penting, karena sejak saat itu
secara ideologis, politis dan konseptual HAM dipahami sebagai suatu implementasi dari sila-sila
Pancasila yang merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun
demikian, secara Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua tersebut agak diabaikan sebagai
sila yang mengatur HAM, karena konsep HAM dianggap berasal dari paham individualisme dan
liberalisme yang secara ideologis tidak diterima.[17]
Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993 tanggal 7
Juni 1993. Pembentukan KOMNAS HAM tersebut pada saat bangsa Indonesia sedang giat
melaksanakan pembangunan, menunjukkan keterkaitan yang erat antara penegakkan HAM di
satu pihak dan penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal ini senada dengan deklarasi PBB tahun
1986, yang menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Keikutsertaan
rakyat dalam pembangunan bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci keseluruhan hak asasi atas
pembangunan itu sendiri. Dan menjadi tugas badan-badan pembangunan internasional dan
nasional untuk menempatkan HAM sebagai fokus pembangunan[18]
Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai
kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya
suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang
GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945.
Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat
diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung
dari tanggal 10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13
November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak
Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september
1999.[19] Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.
Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.
Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang
mengatur HAM, antara lain [20]:
a. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998.
b. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.
c. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7
Tahun 1984.
d. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
e. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang pelaksanaannya
ditangguhkan sementara.
f. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No. 29
Tahun 1999.

D. Penegakan HAM di Indonesia


Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya
negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi
hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta
dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat.
Artinya kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara
egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan
HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses
demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya
HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula
keberadaan budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor
penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam
dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD
1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-
pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan
kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.[21]
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di
Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat
tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang
sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu
juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan
perlindungan HAM.[22]
Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 meliputi
kejahatan genocide (the crime of genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against
humanity). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis
kelompok agama, dengan cara : a. membunuh anggota kelompok ; b. mengakibatkan penderitaan
fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok ; c. menciptakan kondisi
kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau
sebagiannya ; d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok ; e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain.[23] Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan
tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan,
penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid[24].
Seperti diketahui, di Indonesia telah terjadi banyak kasus yang diindikasikan sebagai
pelanggaran HAM berat, terutama kasus kekerasan struktural yang melibatkan aparat negara
(polisi dan militer) dengan akibat jatuhnya korban dari kalangan penduduk sipil. Di antara
sederetan kasus yang mendapat sorotan tajam dunia internasional, adalah kasus DOM di Aceh,
Tanjung Priuk, Timor-Timur pasca jejak pendapat, tragedi Santa Cruz, Liquisa, Semanggi dan
Trisakti . Pelanggaran-pelanggaran tersebut dinilai cukup serius dan bukanlah sebagai kejahatan
biasa, tetapi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).[25]
Munculnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat telah melahirkan kesadaran kolektif
tentang perlunya perlindungan HAM melalui instrumen hukum dan kinerja institusi penegak
hukumnya. Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat atau yang mengandung unsur adanya
pelanggaran HAM yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum, sebagai akibat dari bergulirnya
reformasi secara perlahan tapi pasti mulai diajukan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan,
dalam hal ini Pengadilan HAM, merupakan forum paling tepat untuk membuktikan kebenaran
tuduhan-tuduhan adanya pelanggaran HAM di Indonesia. Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun
1999 secara tegas menyatakan bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk
Pengadilan HAM di lingkungan Peradilan Umum. Hukum acara yang berlaku atas perkara
pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000, dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia patut disambut gembira, karena diharapkan
dapat meningkatkan citra baik Indonesia di mata internasional, bahwa Indonesia mempunyai
komitmen dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat.
Seiring dengan itu upaya penegakkan HAM di Indonesia diharapkan mengalami peningkatan
yang cukup signifikan.

E. Kesimpulan
HAM adalah persoalan yang bersifat universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Setiap
negara mempunyai sejarah perjuangan dan perkembangan HAM yang berbeda, oleh karena itu
konsepsi dan implementasi HAM dari suatu negara tidak dapat disamaratakan. Adanya HAM
menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel
dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan
menimbulkan pelanggaran HAM, dan Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas
mengenai masalah ini.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama
terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat
sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan
menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.
Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,
tetapi secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya
regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahadian, Ridwan Indra, Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1991.

Al Marsudi, Subandi, Pancasila dan UUD’ 45 alam Paradigma Reformasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.

Alkostar, Artidjo, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Penegakkan Hukum Dewasa Ini, Makalah dalam rangka
Dies Natalis UII ke 51, Yogyakarta, 1994.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.

Luthan, Salman, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan Hukum Pidana Nasional,
makalah seminar nasional kerjasama Departemen Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM, Yogyakarta,
1995.

Mahfud, Mohammad, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.

Natsir, Mohammad, Dapatkah Dipisahkan Politik dan Agama?, Mutiara, Jakarta, 1953.

Sugianto, Djoko, Hak Asasi Manusia dan Peradilan HAM, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang
Diklat MARI, 2001.

Sugondo, Lies, Perkembangan Pelaksanaan HAM di Indonesia, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang
Diklat MARI, 2001.

Suryokusumo, Sumaryo, Prosedur Penyelesaian Konflik dalam Kerangka Pelanggaran Hak Asasi Manusia,
Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang Diklat MARI, 2001.

[1] Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta


[2] Subandi Al Marsudi, Pancasila dan UUD’ 45 dalam Paradigma Reformasi, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2001, hlm. 83.
[3] Pengertian yang hampir sama juga dinyatakan dalam Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia yang diuraikan dalam lampiran ketetapan ini berupa naskah Hak Asasi Manusia pada angka I
huruf D butir 1 menyebutkan : “Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang
melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia”.
Selanjut nya dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan : “Hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum
dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
[4] Salman Luthan, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan Hukum Pidana
Nasional, makalah seminar nasional kerjasama Departemen Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM,
Yogyakarta, 1995.
[5] Artidjo Alkostar, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Penegakkan Hukum Dewasa Ini, Makalah
dalam rangka Dies Natalis UII ke 51, Yogyakarta, 1994, hlm. 3 .
[6] Artidjo Alkostar, Ibid, hlm. 4.
[7]Moh. Natsir, Dapatkah Dipisahkan Politik dan Agama?, Mutiara, Jakarta, 1953, hlm. 19.
[8] Ibid., hlm. 22.
[9] Lihat Artidjo Alkostar, Op.Cit., hlm. 11.

[10] Ibid., hlm. 16-17.


[11] Subandi Al Marsudi, Op. Cit., hlm. 90.
[12] Moh. Mahfud, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. 110.
[13] Subandi Al Marsudi, Op. Cit., hlm. 95.
[14] Ridwan Indra Ahadian, Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1991,
hlm. 15.
[15] Subandi Al Marsudi, Op. Cit., hlm. 95.
[16] Ibid., hlm. 96.
[17]Lies Sugondo, Perkembangan Pelaksanaan HAM di Indonesia, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia,
Puslitbang Diklat MARI, 2001, hlm. 129.
[18]Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1995, hlm. 164.

[19] Subandi Al Marsudi, Op. Cit., hlm. 98.


[20] Lies sugondo, Op. Cit., hlm. 146.
[21] Ibid.
[22]Djoko Sugianto, Hak Asasi Manusia dan Peradilan HAM, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia,
Puslitbang Diklat MARI, 2001, hlm. 119.
[23] Pasal 8 UU No. 26 Tahun 2000
[24] Pasal 9 UU No. 26 Thun 2000
[25] Sumaryo Suryokusumo, Prosedur Penyelesaian Konflik dalam Kerangka Pelanggaran Hak Asasi
Manusia, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang Diklat MARI, 2001, hlm. 303.
perkembangan pemikiran dan pelaksanaan ham di indonesia : http://chieva-
chiezchua.blogspot.com/2012/06/perkembangan-pemikiran-dan-
pelaksanaan.html

Diposkan oleh chieva chiezchua di 03.59

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang
bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh
manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban
asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi
manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan,
menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain

2. Rumusan masalah
1. Bagaimana perkembangan HAM di indonesia?
2. Seperti apa pemikiran HAM di indonesia?

3. Bagaimanakah Pelaksanaan HAM di indonesia?

3. Tujuan

Dengan di tulisnya makalah ini penulis bertujuan memberikan penjelasan tentang


perkembangan,pemikiran dan pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia,

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada
Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,
melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya,
melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan HAM di indonesia


Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa
(PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim untuk
memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup.Tanpa
hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.1[1]
Wacana HAM di indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di indonesia
dapat dibagi ke dalam dua periode,yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah
kemerdekaan.2[2]

a. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)

Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia
(1925),dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak
bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial
,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak perdebatan HAM yang
dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam
sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di
surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.

1[1] A. Ubaidillah dean abd rozak, pendidikan kewarganegaraan, jakarta: prenada media group
2010.

2[2] Hardjo wirogo marbngun.HAM dalam mekanisme-mekanisme perintis nasiona


lregional.bandung :Padma 1977
b. Periode setelah kemerdekaan

Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-
1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde
baru).
1. Periode 1945-1950

Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta
hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.sepanjang periode
ini,wacana HAM bisa dicirikan pada:

a. Bidang sipil politik, melalui:

 UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan pasal 24 dan
25 )

 Maklumat Pemerintah 01 November 1945

 Maklumat Pemerintah 03 November 1945

 Maklumat Pemerintah 14 November 1945

 KRIS, khususnya Bab V,Pasal 7-33

 KUHP Pasal 99

b.Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:

 UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)

 KRIS Pasal 36-40

2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini
dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan
dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam
kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM
Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:

1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.

2. Adanya kebebasan pers.

3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis

4. Kontrol parlemen atas eksekutif.

5. perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.

Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :

1. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.

2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan
dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.

3. Periode 1959-1966

Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin
(Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem
Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut Soekarno Demokrasi
Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang elah memiliki tradisinya sendiri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak
dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan
Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup.
Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-
hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama pemerintahan
Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yang berafeliasi kepada
PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui.Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap
anti pemerintah atau kontra revolusi.

4. Periode 1966-1998

Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di
Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde
baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an
hingga 1980-an.

Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai
menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai
produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM
yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:

a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusn
UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.

c. Isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.

Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi juga tidak
semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyatas arat dengan pelanggaran
HAM yang dilakukanya.Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde
Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah .

5. Periode pasca Orde Baru

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya
era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim
otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat
sebagai Wakil presiden RI.

Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan
HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam;konvensi penghapusan segala bentuk 3[3]diskriminasi rasial;konvensi tentang
penghapusan kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta
konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.

Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga di tunjukkan dengan pengesahan UU


tentang HAM,pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di gabung
dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan
HAM,penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945,pengesahan
UU tentang pengadilan HAM.

2. PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat
menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa
dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini
merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi
Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan
HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih
baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.

Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap
Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia
tidak boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia
yang belum tuntas. Diantara DPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan
Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan
berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu,
27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa
terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir
pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga
negara secara paksa, dan sebagainya.

Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin
lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga
kejelasan pelaksanaan aturan itu.

Komnas HAM sebagai harus melakukan gebrakan diantaranya :


1.Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen
internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana
Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional Konvensi Anti
Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi Internasional tentang
Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, Konvensi Internasional
Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa.
Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para Tenaga Kerja Indonesia,
pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families).
Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia 2009 – 2014.

2. Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di

Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan

kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah

politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan

sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.

3. Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban

pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala

menginformasikan kepada publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus

pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan

keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatan

aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang

terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan

publik terhadap kesungguhan pemerintah untuk melindungi, menegakkan, memajukan dan


memenuhi hak asasi manusia.

Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan
masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena
itu merupakan hak dasar setiap orang.

BAB III

KESIMPULAN

Perkembangan HAM di Indonesia telah berlangsung seiring berdirinya negara indonesia.


Pada priode sebelum kemerdekaan pemikiran HAM dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan
organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo, serikat islam, indische partij dan lain-lain.

Pada perode setelah kemerdekaan tepatnya priode 1945 sampai priode 1966 pemkiran HAM
semakin membaik karena pada priode ini dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah
pemikiran HAM pada masa ini sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di
Indonesia.Periode ini merupakan masa berakhirnyademikrasi liberal yang di gantikan oleh sistem
demokrai terpimpin.

Tahun 1998 adalah era ang paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Barusekaligus menandai berakhirnya rezim militer Indonesia dan datangnya era
baru demokrasi dan HAM.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. H.A. Efendi,Masyhur SH. MS.hak asasi manusia dalam hukum nasional dsn
internasional.jakarta: Ghalia Indonesia 1994.
2. Winarno,Dwi S.pd. M.si.paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.jakarta: Sinar Grafika
offset 2006.

3. Ubaedillah A. Dan Abdul Rozak,pendidikan kewarganegaraan.Jakarta:prenada media group


2010

4. Hardjo, Wirogo Marbagun. HAM dalam Mekanime-mekanisme Perintis Nasional Regional.


Bandung: Padma, 1977

5. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media,2005

6. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta, Prenada Media,2008

7. Alim, Muhammad. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah dan UUD
1945.Yogyakarta: UII Press,2001.

perkembangan pemikiran dan pelaksanaan


ham di Indonesia: http://chieva-
chiezchua.blogspot.com/2012/06/perkembang
an-pemikiran-dan-pelaksanaan.html
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang
bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh
manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban
asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi
manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan,
menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain

2. Rumusan masalah

1. Bagaimana perkembangan HAM di indonesia?


2. Seperti apa pemikiran HAM di indonesia?

3. Bagaimanakah Pelaksanaan HAM di indonesia?

3. Tujuan

Dengan di tulisnya makalah ini penulis bertujuan memberikan penjelasan tentang


perkembangan,pemikiran dan pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia,
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada
Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,
melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya,
melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan HAM di indonesia

Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa


(PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim untuk
memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup.Tanpa
hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.4[1]
Wacana HAM di indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di indonesia

4[1] A. Ubaidillah dean abd rozak, pendidikan kewarganegaraan, jakarta: prenada media group
2010.
dapat dibagi ke dalam dua periode,yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah
kemerdekaan.5[2]

a. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)

Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia
(1925),dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak
bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial
,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak perdebatan HAM yang
dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam
sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di
surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.

b. Periode setelah kemerdekaan

Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-
1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde
baru).
1. Periode 1945-1950

Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta

5[2] Hardjo wirogo marbngun.HAM dalam mekanisme-mekanisme perintis nasiona


lregional.bandung :Padma 1977
hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.sepanjang periode
ini,wacana HAM bisa dicirikan pada:

a. Bidang sipil politik, melalui:

 UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan pasal 24 dan
25 )

 Maklumat Pemerintah 01 November 1945

 Maklumat Pemerintah 03 November 1945

 Maklumat Pemerintah 14 November 1945

 KRIS, khususnya Bab V,Pasal 7-33

 KUHP Pasal 99

b.Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:

 UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)

 KRIS Pasal 36-40

2. Periode 1950-1959

Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini
dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan
dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam
kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM
Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:

1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.

2. Adanya kebebasan pers.


3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis

4. Kontrol parlemen atas eksekutif.

5. perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.

Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :

1. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.

2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan
dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.

3. Periode 1959-1966

Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin
(Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem
Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut Soekarno Demokrasi
Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang elah memiliki tradisinya sendiri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak
dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan
Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup.
Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-
hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama pemerintahan
Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yang berafeliasi kepada
PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui.Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap
anti pemerintah atau kontra revolusi.
4. Periode 1966-1998

Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di
Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde
baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an
hingga 1980-an.

Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai
menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai
produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM
yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:

a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam pancasila.

b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusn
UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.

c. Isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.

Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi juga tidak
semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyatas arat dengan pelanggaran
HAM yang dilakukanya.Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde
Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah .
5. Periode pasca Orde Baru

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya
era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim
otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat
sebagai Wakil presiden RI.

Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan
HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam;konvensi penghapusan segala bentuk 6[3]diskriminasi rasial;konvensi tentang
penghapusan kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta
konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.

Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga di tunjukkan dengan pengesahan UU


tentang HAM,pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di gabung
dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan
HAM,penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945,pengesahan
UU tentang pengadilan HAM.

2. PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat
menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa
dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini
merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi
Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan
HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih
baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.

Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap
Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia
tidak boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia
yang belum tuntas. Diantara DPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan
Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan
berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu,
27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa
terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir
pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga
negara secara paksa, dan sebagainya.

Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin
lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga
kejelasan pelaksanaan aturan itu.

Komnas HAM sebagai harus melakukan gebrakan diantaranya :

1.Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen
internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana
Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional Konvensi Anti
Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi Internasional tentang
Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, Konvensi Internasional
Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa.
Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para Tenaga Kerja Indonesia,
pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families).
Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia 2009 – 2014.

2. Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di

Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan

kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah

politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan

sudah harus dipikirkan oleh pemerintah.

3. Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban

pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala

menginformasikan kepada publik mengenai status perkembangan penyelesaian kasus-kasus

pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan

keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatan

aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang

terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan

publik terhadap kesungguhan pemerintah untuk melindungi, menegakkan, memajukan dan

memenuhi hak asasi manusia.

Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan
masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena
itu merupakan hak dasar setiap orang.

BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan HAM di Indonesia telah berlangsung seiring berdirinya negara indonesia.


Pada priode sebelum kemerdekaan pemikiran HAM dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan
organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo, serikat islam, indische partij dan lain-lain.

Pada perode setelah kemerdekaan tepatnya priode 1945 sampai priode 1966 pemkiran HAM
semakin membaik karena pada priode ini dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah
pemikiran HAM pada masa ini sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di
Indonesia.Periode ini merupakan masa berakhirnyademikrasi liberal yang di gantikan oleh sistem
demokrai terpimpin.

Tahun 1998 adalah era ang paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Barusekaligus menandai berakhirnya rezim militer Indonesia dan datangnya era
baru demokrasi dan HAM.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. H.A. Efendi,Masyhur SH. MS.hak asasi manusia dalam hukum nasional dsn internasional.jakarta: Ghalia
Indonesia 1994.

2. Winarno,Dwi S.pd. M.si.paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.jakarta: Sinar Grafika offset 2006.

3. Ubaedillah A. Dan Abdul Rozak,pendidikan kewarganegaraan.Jakarta:prenada media group 2010

4. Hardjo, Wirogo Marbagun. HAM dalam Mekanime-mekanisme Perintis Nasional Regional. Bandung: Padma, 1977

5. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Prenada Media,2005

6. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta, Prenada
Media,2008

7. Alim, Muhammad. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945.Yogyakarta: UII
Press,2001.
Perkembangan HAM Di
Indonesia
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4675:perkembang
an-ham-di-indonesia-&catid=59:opini&Itemid=215
Terkait aliran sesat, banyak yang dinilai aktifitas HAM kurang kerjaan atau sebagai alat titipan
kepentingan tertentu

Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia pada masa


pemerintahanOrde Baru. Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai merupakan
pelanggaran HAM.

Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan
pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut
maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945
Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).

Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus
yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-
rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki
lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna
kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.

Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa
Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998
yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah
puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak
tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-
tangan penguasa pada waktu itu.

Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia juga menyimpan


sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil.
Semuanya berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena
institusi hokum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan
untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut.

Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih
segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak
dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen
yang melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.
Maka popularitas HAM ini semakin mendapat tempat di negeri ini. Telahpun masuk ke
dalam struktur Negara melalui pembentukkan Komisi Nasional (Komnas) HAM.

HAM dan aliran sesat

Pada perkembangannya, HAM kemudian tidak banyak bersinggungan dengan


pesoalan kekerasan atau peleyapan para aktifis. Iklim demokrasi yang lebih terbuka
bagi aspirasi membuat perubahan pola relasi antara pemerintah dan masyarakat.

Akan halnya HAM kemudian mencari bentuknya sendiri atau dengan kata lain mulai
menjamah ranah lain seperti persoalan agama. Belum lama sejumlah kalangan
menggugat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MU) tentang aliran sesat dan mengecam
pelarangan beberapa aliran sesat oleh Kejaksaan Agung RI .

Bahkan, mereka juga menuntut agar MUI dibubarkan. Karena mereka mengangap
pelarangan terhadap aliran sesat adalah tindakan pelanggaran HAM. Inilah suatu
bentuk aktifitas HAM model baru seiring perubahan iklim demokrasi di negeri ini.

Banyak yang dinilai, aktifitas para aktifis HAM ini kurang kerjaan, ada juga yang
menilai aktifitas HAM di negeri ini sebagai alat titipan kepentingan tertentu. Mereka
sengaja didanai untuk memperjuangkan kepentingan tersebut baik mereka sadari
maupun tanpa mereka sadari.

Karena jika disimak secara mendalam, pendapat mereka yang katanya membela
kebebasan dan HAM itu sangatlah lemah. Karena di sekeliling kita banyak sekali
orang-orang yang mengaku sebagai nabi baru, mengaku malaikat bahkan mengaku
sebagai tuhan. Orang-orang seperti ini tidak sekedar mengaku-ngaku tetapi
menyebarkan fahamnya itu kepada orang. Dan celakanya banyak orang yang
mempercayainya dan kemudian menjadi pengikutnya.

Tidak sedikit kemudian mereka yang membawa ajaran tersebut ternyata memperdaya
pengikutnya. Ada yang mengutip sejumlah uang, ada pula yang mencabuli para
pengikutnya tersebut. Dalam aksinya mereka kerap mengatasnamakan ajaran agama
tersentu. Maka tidak dapat disangkal lagi bahwa tindakan ini adalah tindakan
meresahkan.

Karena harus kita fahami bahwa tindakan aparat penegak hukum yang menangkap
para pimpinan aliran sesat dan pengikutnya, secara sosio-yuridis merupakan kebijakan
yang sangat tepat dan berdasar.

Hal tersebut dilakukan selain untuk mencegah terjadinya aksi-aksi anarkis, juga
merupakan amanat konstitusi. Karena ada rumusan delik dalam pasal 156 KUHP,
bahwa: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan: (a) yang
pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia , (b) dengan maksud agar orang tidak menganut
agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan yang perlu diketahui adalah bahwa dalam negara hukum (rechtstaat), bukan saja
warga negara yang harus tunduk dan taat kepada hukum, tetapi negara beserta
seluruh komponen penyelenggara negara termasuk Komnas HAM dalam menjalankan
tugas dan fungsinya untuk melindungi dan menegakkan HAM juga wajib taat kepada
hukum. Hal ini dipertegas sendiri oleh pasal 67 UU No. 39 tahun 1999 tentang
HAM: “Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada
peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional
mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia .”

Sungguh merupakan hal yang tidak dapat disangkal bahwa dalam konstitusi dan UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM telah dijamin hak setiap warga negara untuk bebas
memeluk agama dan beribadah menurut agama yang diyakininya. Akan tetapi hukum
juga yang mengatur bahwa dalam melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan itu,
tentu harus mengedepankan unsur ketertiban dan kehormatan nilai-nilai kesucian
ajaran agama/kepercayaan pihak lain.

Maka jika kita mengakui universalitas HAM disandarkan pada standar nilai dan
otoritas, maka kita boleh dinafikan adanya sistim pemeliharaan kesucian ajaran suatu
agama. Islam juga mempunyai standar nilai dan otoritas dalam menjaga kesucian dan
keagungan ajarannya yakni enam rukun iman dan lima rukun Islam. Oleh karenanya
jika ada aliran kepercayaan menatasnamakan Islam, tetapi menyimpang dari standar
nilai Islam, inilah yang disebut ajaran sesat. Merekalah orang yang melakukan
penodaan agama.

Penutup

Setidaknya ada dua asumsi yang mengemuka. Pertama HAM telah kehilangan
popularitas, makna dan momentumnya ketika masalah-masalah kekerasan terstruktur
tidak lagi banyak terjadi seiring perubahan iklim demokrasi di Indonesia . Ini kemudian
memunculkan peran baru HAM untuk menjamah sektor agama yang sebetulnya sudah
sangat salah kaprah.

Asumsi kedua adalah HAM merupakan alat yang memang sengaja dipasang di negeri
ini untuk kepentingan tertentu. Berbagai hal yang dianggap kontraproduktif bagi
kepentingan tersebut akan coba dianulir dengan menggunakan HAM sebagai alatnya.

Kedua asumsi ini sama-sama memiliki alasan. Oleh karenanya sudah sepantasnya
kita mengembalikan posisi HAM sebagaimana semenstinya. ***** (Erwin Pardede :
Penulis adalah Kepala Diklat Industri Reg.I Medan )
Perkembanan HAM Sebelum dan Sesudah Merdeka :
http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/10/perkembanan-ham-sebelum-dan-
sesudah-merdeka.html

Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia


Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan
acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir
Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001),
membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode
sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945) dan periode setelah Kemerdekaan (1945 – sekarang).

A. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908 – 1945)

1. Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi –
petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam
surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak
kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
2. Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
3. Serikat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang
layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
4. Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih
condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan
dengan alat produksi.
5. Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
6. Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
7. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk
mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan
berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan
Negara.

Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara
Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada
pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan
masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

a) Periode 1945 – 1950


Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi
secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.

Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.

b) Periode 1950 – 1959


Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh
Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan
menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima
aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan
rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat
dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan
pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

c) Periode 1959 – 1966


Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai
reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan
hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM.
Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan
gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan
HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna
melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam
piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum
yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan
bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada
anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.

Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM
( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan
HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi
internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil
yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif
menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah
satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun
1993 tertanggal 7 Juni 1993.

Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
e) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan
perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum
nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen
Internasional dalam bidang HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (
Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU),
peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.

Dewasa ini masih banyak lagi kasus kasus HAM yang ringan maupun berat, sangkin banyaknya
tidak bisa kami sebutkan dalam artikel ini.

mungkin itu sedikit dari penjelasan kami, semoga bermanfaat untuk anda :)

Ciri-Ciri Hak Asasi Manusia HAM


diatas sudah dibahas mengenai pembagian Hak Asasi Manusia dan Pengertian HAM atau Hak Asasi
Manusia (Human Rights) nah di artikel ini saya ingin membuat artikel yang berjudul Ciri-Ciri Hak
Asasi Manusia

Ciri-Ciri Hak Asasi Manusia


a. HAM merupakan sesuatu yang otomatis telah ada pada diri manusia tanpa harus membeli, meminta ataupun hasil
variasi dari orang lain karena HAM mutlak ada pada diri manusia sejaka lahir sebagai anugerah dari tuhan YME.

b. HAM berlaku untuk siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama, status sosial, assl-usul/daerah
kelahiran, warna kulit, etni, pandangan politik ataupun budaya yang dianutnya.

c. Hak asasi tidak bisa dan tidak boleh dilanggar. Karena HAM mutlak dimiliki oleh setiap orang sebagai anugerah
dari tuhan YME maka tidak boleh satu orangpun mengabaikan hak asasi orang lain apalagi untuk mempertahanan
haknya sendiri. Meskipun negara telah membuat hukum dan tatanan nilai serta norma yang telah disepakati,
manusia yang ada di dalamnya masih memiki kesempatan untuk mempertahanka haknya selama tidak melanggar
jauh dari hukum dan norma yang telah ditetapkan tersebut.

Sumber: Ciri-Ciri Hak Asasi Manusia HAM http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/01/ciri-


ciri-hak-asasi-manusia-ham.html#ixzz3GAfZDeRd
Follow us: @fajar_berkata on Twitter

pembagian Hak Asasi Manusia


diatas kita sudah mengkaji tentang Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia (Human
Rights) dan akan saya lanjutkan artikel saya yang merupakan isi dari Pembagian Hak Asasi
Manusia.
dibawah ini merupakan pembagian Hak Asasi Manusia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right


 Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
 Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
 Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
 Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang
diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right


 Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
 hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
 Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
 Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right


 Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
 Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
 Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths


 Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
 Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
 Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
 Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
 Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights


 Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
 Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di
mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right


 Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
 Hak mendapatkan pengajaran
 Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Sumber: pembagian Hak Asasi Manusia


http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/01/pembagian-hak-asasi-
manusia.html#ixzz3GAgD9DMc
Follow us: @fajar_berkata on Twitter

Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia


(Human Rights)
Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Pengertian HAM atau
Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) - Definisi atau pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia
adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak manusia lahir yang tidak dapat diganggu gugat
dan bersifat tetap. kita sebagai warga negara yang baik tentunya haruslah saling menghormati
satu sama lain dengan tidak membedakan ras, agama, golongan, jabaatan ataupun status sosial.
dibawah ini merupakan sedikit dari pembagian Hak Asasi Manusia :

Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia (Human Rights)


secara universal ham adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir sampai mati sebagai anugerah dari
tuhan YME. semua orang memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak
melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi serta
dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. setiap orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara
satu orang dengan lainnya yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu
dengan yang lainnya.

Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia (Human Rights)

HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia adalah seorang
manusia.
Jack Donnely, mendefinisikan hak asasi tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas. Hak asasi
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu
merupakan pemberian dari tuhan yang maha esa.
Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang
secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke
menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugrah
atau pemberian langsung dari tuhan YME.
secara filosofis, pandangan menurut hak asasi manusia adalah, "jika wacana publik masyarakat
global di masa damai dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu adalah hak asasi
manusia." Meskipun demikian, klaim yang kuat dibuat oleh doktrin hak asasi manusia agar terus
memunculkan sikap skeptis dan perdebatan tentang sifat, isi dan pembenaran hak asasi manusia
sampai dijaman sekarang ini. Memang, pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan "hak" itu
sendiri kontroversial dan menjadi perdebatan filosofis terus (Shaw, 2008)

diatas merupakan sedikit pengertian dari HAM, dewasa ini banyak sekali pengertian HAM
menurut beberapa pendapat, dan sampai sekarang pun HAM masih belum jelas, karena setiap
individu itu mempunyai pemikiran pemikiran masing masing tentang ham.
pelajari juga Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Pembagian hak asasi manusia.

Sumber: Pengertian HAM atau Hak Asasi Manusia (Human Rights)


http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/01/pengertian-ham-atau-hak-asasi-
manusia.html#ixzz3GAhnuGL8
Follow us: @fajar_berkata on Twitter
Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
(Internasional dan Nasional)

abstrak : para pakar eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM didasari pada lahirnya Magna
Charta, yang kemudian di ikuti dengan lahirnya Bill of Rights yang perkembangannya lebih
konkret. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American
Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Selanjutnya
pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi
melahirkan dasar The Rule of Law. Keberadaan HAM di Indonesia sebenarnya sudah lama ada,
Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam
buku-buku adat (Lontarak), namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
keyword : hak asasi manusia, sejarah perkembangan, sejarah perkembangan HAM
internasional, sejarah perkembangan HAM nasional, dan Human Rights.

 SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia
sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan
mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar
hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen.
Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu
lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai
embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret,
dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium
yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini
memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. kemudian berkembang lagi
dengan lahirnya teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu
dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John
Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan
persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration
of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir,
ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang
lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada
penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan
ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula
presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh,
berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas
mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang
dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal
6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom
of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom
from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure
to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth
is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to
commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia)
dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang
kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh
PBB pada tahun 1948.

 SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA NASIONAL

Deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10


Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah
dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis
dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-
negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan
di negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar
terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan
nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi
HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing
negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap
pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB
bukan semata-mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan
juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya.
Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke
Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya unuk
mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub
dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun,
dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di
muka bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk
semua.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi
Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain
dinyatakan dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham
dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat sendiri
berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang telah disorot sekarang,
semuanya sudah diterapkan oleh Raja-Raja dahulu, namun hal ini kurang diperhatikan karena
sebagian ahli hukum Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.
Human Rights selalu terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya
mengapa tidak disebut hak dan kewajiban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social
Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ?
Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus memperhatikan
kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita mengatakan ada hak kalau tanpa
kewajiban. Orang yang dihormati haknya berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi
saling hormat-menghormati terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak
berarti ada kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah
terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian tidak
perlu dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati hak-hak perseorangan
(anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian bahwa dalam memanfaatkan haknya
tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan masyarakat. Yang perlu dijaga ialah
keseimbangan antara hak dan kewajiban serta antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum (kepentingan masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara
kebebasan dan tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya,
tetapi tidak memperkosa hak-hak orang lain. Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM di
Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya, Universal Declaration
of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya mungkin tidak sama dengan di
negara-negara lain khususnya negara Barat yang latar belakang sejarah dan budayanya berbeda
dengan kita. Memang benar bahwa negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia) memiliki
kondisi-kondisi khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang
bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak berarti dengan
adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka prinsip-prinsip mendasar HAM yang
universal itu dapat dikaburkan apalagi diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan
"penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak mesti seragam dalam
pelaksanaan. Disamping itu, apa yang disebut dengan kondisi bukanlah sesuatu yang bersifat
statis. Artinya, suatu kondisi tertentu tidak dapat dipergunakan sebagai patokan mutlak. Kondisi
itu memiliki sifat yang berubah-ubah, dapat dipengaruhi dan diciptakan dari waktu ke waktu.

Sumber: Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia (Internasional dan Nasional)


http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/06/sejarah-perkembangan-hak-asasi-
manusia.html#ixzz3GAiBQ4b6
Follow us: @fajar_berkata on Twitter
PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA :
http://rahmiarrahman.blogspot.com/2012/12/perkembangan-hak-asasi-manusia-
di.html

PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA


DI INDONESIA

1. Sejarah Hak-Hak Asasi Manusia

Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di

cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang

bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini

sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja

John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah

perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan

perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini (Muh. Kusnardi dan

ibrahim,1981:307).

Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim (1981:308), bahwasannya perkembangan

dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628

oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja,

yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan

dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini

memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali

dengan perkembangan demokrasi.

Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu telah ada

sejak abad 13,karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan

gagasan hak asasi mausia sudah di miliki.


2. Pengertian HAM

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai

anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya,

serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:

1) Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).

2) Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.

3) Permanen dan tidak dapat dicabut.

4) Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.

3.Macam-Macam HAM

Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi

secara garis besar meliputi bidang sebagai berikut.

a. Hak asasi pribadi (personal rights)

b. Hak asasi di bidang politik (politic rights)

c. Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)

d. Hak asasi di bidang sosial budaya (social and cultural rights)

e. Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi

f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural

rights)
g. Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)

2. Peran Serta dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia di

Indonesia

Kategori pelanggaran HAM sebagai berikut.

1) Pembunuhan besar-besaran (genocide),

2) Rasialisme resmi (politik apartheid),

3) Terorisme resmi berskala besar,

4) Pemerintahan Totaliter,

5) Penolakan secara sadar,

6) Perusakan kualitas lingkungan (ecocide)

7) Kejahatan perang.

Upaya penegakan HAM merupakan kewajiban bersama. Untuk mengetahui secara pasti

tentang partisipasi perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia maka KOMNAS HAM

menekankan

1) Membantu terwujudnya peradilan kredibel;

2) Memprakarsai dan menfasilitasi pembentukan komnas HAM di daerah-daerah;

3) Mengatasi pelanggaran HAM berat;

4) Meningkatkan kemampuan para penegak hukum;

5) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat;

6) Menjamin berlanjutnya proses hokum;

7) Membuat kriteria dan indikator pelanggaran HAM


4. Hak-Hak Asasi Dalam Undang-undang Dasar 1945

Telah di jelaskan pada pembangian sebelumnya bahwa Undang-Undang Dasar 1945

terdiri dari tiga bagian yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu pembukaan, batang tubuh

yang terdiri dari Pasal 37.

A. Dalam Pembukaan

Sesungguhnya pembukaan undang-undang dasar 1945 banyak menyebutkan hak-hak

asasi sejak alinia pertama sampai alinia keempat.

- Alinea pertama pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan adanya kebebasan

untuk merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan adalah inti sari dari hak-hak asasi manusia,

- Alinea kedua : Indonesia sebagai negara yang adil

- Alinea ketiga : Dapat disimpulkan bahwa rakyat indonesia menyatakan

kemerdekaannya supaya tercapai kehidupan bangsa indonesia yang bebas.

- Alinea ke empat: berisikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam

segala bidang

B. Dalam Batang Tubuh

Undang-undang dasar 1945 mengatur hak-hak asasi manusia dalam 7 pasal ,yaitu

Pasal-Pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi. Ketujuh pasal tersebut adalah :

1. Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi manusia.

2. Pasal 28: Tentang kebebasan berserikat,berkumpul,dan mengeluarkan pikiran secara lisan

maupun tulisan.
3. Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama

4. Pasal 31: Tentang hak untuk mendapat pengajaran

5. Pasal 32: Perlindungan yang bersifat kulturil

6. Pasal 33: Tentang hak ekonomi

7. Pasal 34: Tentang kesejahteraan sosial

Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak asasi itu telah ada. Karena itu tidak

heranlah bahwasannya Negara Indonesia saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang

harus dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang

pelaksanaannya.

5. Penegakan HAM di Indonesia, Instrumen Hukum, dan Peradilan Internasional

Bangsa Indonesia menyatakan hak-hak asasinya dalam berbagai peraturan perundangan

sebagai berikut.

1. UUD 1945

2. Tap. MPR No. XXVI/MPR/1998 tentang HAM

3. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM

4. UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Indonesia mempunyai tugas pokok, yaitu

meningkatkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia. Sedangkan Pengadilan

HAM memiliki wewenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia

yang berat, termasuk yang dilakukan di luar territorial wilayah Negara RI oleh Warga Negara

Indonesia.
6. Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM Di Indonesia

Adapun aspek yang menjadi penyebab pelanggaran HAM dalam penegakan HAM tidak

mudah, antara lain sebagai berikut.

1. Belum adanya pemahaman dan kesadaran.

2. Kurang adanya kepastian hukum terhadap pelanggar HAM.

3. Adanya campur tangan dalam lembaga peradilan.

4. Kurang berfungsinya lembaga penegak hukum.

7. Instrumen Hukum dan Peradilan HAM

Dalam Piagam PBB berkali-kali diulang bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan

mendukung penghormatan secara Universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan

pokok bagi semua tanpa membedakan suku, gender, bahasa, dan agama.

Organisasi Buruh Sedunia (ILO) yang bertugas memperbaiki syarat-syarat bekerja dan

Disamping itu, ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM hidup para buruh. Badan

yang kedua adalah UNESCO yang mempunyai tugas meningkatkan kerja sama antarbangsa

melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Pada tanggal 16 desember 1966, disahkan Covenant on Economic, Social, and Cultural

Rights dan Internasional Covenant on Civil and Political Rights. Pejanjian Internasional

mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang mulai berlaku sejak tanggal 3 Januari 1976.

Perjanjian ini berupaya meningkatkan dan melindungi tiga kategori hak, yaitu sebagai berikut.

1. Hak untuk bekerja.

2. Hak atas perlindungan social.


3. Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan kebudayaan dan kemajuan

ilmu pengetahuan.

Pejanjian ini juga melarang perampasan sewenang-wenang atas kehidupan, penyiksaan,

perlakuan atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat, perbudakan, kerja paksa,

penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan lain-lainnya.

KESIMPULAN

Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia itu baru muncul pada

abad Ke-13, dan tetapi setelah ditanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh Raja

John Lackland, maka seringkali peristiwa itu dicatat sebagai penilaian dari sejarah perjuangan

hak-hak asasi manusia itu.

Adapun yang dimaksud dengan HAM (Hak Asasi Manusia) itu sendiri adalah hak-hak

dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang di bawah sejak lahir.

DAFTAR PUSTAKA

Kusnardi, Muhammad Ibrahim.1984. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Pusat

Studi Hukum Tata Negara UI Dan C.V. Sinar Bakti.

Budi, Arjdo Miriam, 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Granmedia Pustaka

Utama.
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) :
http://www.zonasiswa.com/2014/07/sejarah-
hak-asasi-manusia-ham.html
Sejarah Hak Asasi Manusia dimulai dari gagasan hak asasi manusia. Gagasan hak
asasi manusia muncul sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa yang
memerintah secara otoriter. Munculnya penguasa yang otoriter mendorong orang yang
tertekan hak asasinya untuk berjuang menyatakan keberadaannya sebagai makhluk
bermartabat. Nah, Zona Siswa pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM). Semoga bermanfaat. Check this out!!!

A. Sejarah HAM di Dunia

Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada
abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang
melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah
perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat,
yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.

1. Magna Charta (1215)


Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna
Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya
pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya
pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak
tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.

2. Revolusi Amerika (1776)


Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut
Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika
Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.

3. Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri
(Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits
de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan
oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty),
kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).

4. African Charter on Human and People Rights (1981)


Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU)
mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara
Afrika secara tegas berkomitment untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dari
Afrika, untuk mengkoordinasikan dan mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Afrika.

5. Cairo Declaration on Human Right in Islam (1990)


Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari
negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang
memberikan gambaran umum pada Islam tentang hak asasi manusia dan menegaskan
Islam syariah sebagai satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya untuk
menjadi pedoman umum bagi negara anggota OKI di bidang hak asasi maunsia.

6. Bangkok Declaration (1993)


Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan negara-negara Asia pada tahun 1993.
Dalam konferensi ini, pemerintah negara-negara Asia telah mengegaskan kembali
komitmennya terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Mereka menyatakan pandangannya saling ketergantungan dan dapat dibagi
hak asasi manusia dan menekankan perlunya universalitas, objektivitas, dan
nonselektivitas hak asasi manusia.

7. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993


Deklarasi ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara
anggota PBB di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi
Wina. Hasilnya adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak
pembangunan. Deklarasi ini sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi
HAM, yaitu bentuk evaluasi serta penyesuaian yang disetuju semua anggota PBB,
termasuk Indonesia.

B. Sejarah HAM di Indonesia


Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki
penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya
penegakan hak asasi manusia. Manusia dengan teganya merusak, mengganggu,
mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan semena-
mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk melindungi harkat dan martabat
kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia, hak asasi manusia
dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.

1. Pada masa prakemerdekaan


Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang
Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah
Raden Ajeng Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40
tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.

2. Pada masa kemerdekaan

 Pada masa orde lama


Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang
BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD
1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman.
Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur
dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam
Konstitusi RIS dan UUDS 1950.

 Pada masa orde baru


Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi
terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang
bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui
secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993.
Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi
politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula
berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya
gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.

 Pada masa reformasi


Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan
komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era
reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim
kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu
meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting
dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi
Undang-Undang No. 12 tahun 2005.

Perkembangan ham di indonesia :


http://www.slideshare.net/ariefselaluberusaha/perkembangan-ham-di-
indonesia

 1. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA Arief HidayatmAfendi


 2. PeriodisasiProf. Dr. Bagir Manan dalam bukunya Perkembangan Pemikiran dan
Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi pemikiran HAM dalam dua periode,
yaitu1 . Periode sebelum kemerdekaan (1908-1956) dan2 . Periode setelah kemerdekaan.
 3. 1. Periode sebelum kemerdekaanPerkembangan pemikiran HAM dalam periode ini
dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai berikut:• Budi Oetomo,
pemikirannya, “hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”.• Perhimpunan
Indonesia, pemikirannya, “hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination).• Sarekat Islam, pemikirannya, “hak penghidupan yang layak dan bebas
dari penindasan dan diskriminasi rasial”.• Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “hak
sosial dan berkaitan dengan alat-alat produksi”.• Indische Party, pemikirannya, “hak
untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan yang sama”.• Partai Nasional Indonesia,
pemikirannya, “hak untuk memperoleh kemerdekaan”.• Organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia, pemikirannya meliputi:• (1) Hak untuk menentukan nasib sendiri,• (2) Hak
untuk mengeluarkan pendapat,• (3) Hak untuk berserikat dan berkumpul,• (4) Hak
persamaan di muka hukum,• (5) Hak untuk turut dalam penyelenggaraan negar
 4. 2. Periode sesudah kemerdekaan (2.1. Periode 1945-1950)Pemikiran HAM pada
periode ini menekankan pada hak-hak mengenai:• (1) Hak untuk merdeka (self
determination),• (2) Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan,• (3) Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
 5. 2.2. Periode 1950-1959HAM pada periode ini lebih memberi ruang hidup bagi
tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain:• (1) Partai politik dengan beragam
ideologinya• (2) Kebebasan pers yang bersifat liberal• (3) Pemilu dengan sistem
multipartai• (4) Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah• (5) Wacana pemikiran
HAM yang kondusif karena pemerintah memberi kebebasan
 6. 2.3. Periode 1959-1966Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang
kebebasan dari pemerintah atau dengan kata lain pemerintah melakukan pemasungan
HAM, yaitu hak sipil, seperti hak utnuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikrian
dengan tulisan. Sikap pemerintah bersifat restriktif (pembatasan yang ketat oleh
kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara. Salah satu penyebabnya
adalah karena periode ini sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi sistem
demokrasi terpimpin.
 7. 2.4. Periode 1966-1998• Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga
kurun waktu yang berbeda. Kurun waktu yang pertama tahun 1967 (awal pemerintahan
Presiden Soeharto), berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan
adanya hak uji materiil (judicial review) yang diberikan kepada Mahkamah Agung.
 8. Kedua, kurun waktu tahun 1970-1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM
dengan sikap defensif (bertahan), represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan produk
hukum yang bersifat restriktif (membatasi) terhadap HAM. Alasan pemerintah adalah
bahwa HAM merupakan produk pemikiran Barat dan tidak sesuai dnegan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
 9. Ketiga, kurun waktu tahun 1990-an, pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat wacana
saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM, seperti Komnas HAM
berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993. Selain itu, pemerintah
memberikan kebebasan yang sangat besar menurut UUD 1945 amandemen,
 10. 2.5. Periode 1998-sekarangPada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi
dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan
menetapkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya,
pemerintah memberi perlindungan yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam
semua aspek, yaitu aspek hak politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, hukum, dan
pemerintahan.

4. perkembangan ham di Indonesia: http://www.slideshare.net/gnastia/4-


perkembangan-ham-di-indonesia

 1. HAK-HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA  Hak-hak Asasi Manusia tidak


dapat dipisahkan dengan hakikat kodrat manusia. Oleh karenanya hak-hak asasi manusia
senantiasa berhubungan dengan asasi manusia karena sifatnya sebagai makhluk individu
dan sosial.  Rumusan tentang hak-hak asasi manusia termuat dalam Undang-undang
Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945, yaitu dalam naskah Pembukaan UUD
1945 alinea pertama “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”.
 2.  Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea ke-4 dinyatakan: “Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa
...”.  Beberapa Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam UUD 1945 hasil amandemen
2002 termuat dalam Bab XA, pasal 28A sampai dengan pasal 28J.
 3.  Dalam perjalanan sejarah kenegaraan Indonesia perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia mengalami kemajuan.  Antara lain:  dibentuknya KOMNAS HAM; 
diwujudkannya dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
 4. PENGAKUAN ATAS MARTABAT DAN HAK-HAK YANG SAMA SEBAGAI
MANUSIA HIDUP DI DUNIA  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948
Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi manusia yang telah disetujui oleh Resolusi
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 10 Desember 1948.
 5.  Hak Asasi Manusia di Indonesia Tahun 1999 Undang-undang Republik Indonesia
No. 39 Tahun 1999  Pengertian Pokok Hak Asasi Manusia  Penjelasan beberapa istilah
dalam Hak Asasi Manusia ○ Hak Asasi Manusia ○ Kewajiban dasar manusia ○
Diskriminasi ○ Penyiksaan ○ Anak ○ Pelanggaran hak asasi manusia ○ Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia  Asas-asas Dasar  Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar
Manusia
 6.  Penghargaan Hak Manusia dan Perlindungan Hukum  Hak Memperoleh Keadilan 
Hak Atas Kebebasan Pribadi  Hak Atas Rasa Aman  Hak Atas Kesejahteraan  Hak
Turut Serta Dalam Pemerintahan  Hak Wanita  Hak Anak  Kewajiban Dasar Manusia
 Kewajiban dan Tanggungjawab Pemerintah  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM)  Partisipasi Masyarakat  Pengadilan Hak Asasi Manusia
 7. PENGHARGAAN DAN PENGHORMATAN ATAS HAK-HAK MANUSIA
DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM  Pengadilan Hak Asasi Manusia Undang-
undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2000 tentang Pengailan Hak Asasi Manusia 
Pengertian Pokok Pengadilan Hak Asasi Manusia  Beberapa Istilah Pengadilan Hak
Asasi Manusia ○ Hak Asasi Manusia ○ Pelanggaran Hak Asasi Manusia ○ Pengadilan
HAM ○ Penyelidikan
 8.  Kedudukan dan tempat kedudukan pengadilan HAM  Lingkungan kewenangan 
Hukum Acara Pengadilan HAM  Penahanan  Penyelidikan  Penyidikan 
Pemeriksaan di sidang pengadilan  Acara Pemeriksaan  Ketentuan Pidana 
Pengadilan HAM Ad hoc
 9.  Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Undang-undang republik
Indonesia no. 9 Tahun 1998 tentan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum
 Pengertian pokok kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum  Beberapa
istilah dalam UU No. 9 tahun 1998 ○ Kemerdekaan menyampaikan pendapat ○ Di muka
umum ○ Unjuk rasa atau demonstrasi ○ Pawai ○ Rapat umum ○ Mimbar bebas ○ Warga
negara ○ Polri
 10.  Asas dan tujuan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum  Hak dan
kewajiban  Bentuk-bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum  Sanksi
yang diberikan.
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan ham :
http://www.slideshare.net/trianysyafrilia/perlindungan-dan-penegakan-
ham?related=1

 1. PERLINDUNGANDAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA TRIANY


SYAFRILIA 2EA21 19210684UNIVERSITAS GUNADARMA
 2. KATA PENGANTAR P u j i d a n s yu k u r k i t a p a n j a t k a n k e h a d i r a t A l l
a h S W T ,k a r e n a dengan limpahan karunia dan nikmat-Nya saya dapatmenyelesaikan
makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurahp a d a N a b i a k h i r z
a m a n Muhammad SAW, kepada paraS a h a b a t n ya , k e l u a r g a , s e r t a s a m p a
i k e p a d a k i t a selaku umatnya.Amin. Makalah bertema “Ketahanan Nasional ” ini
kami buat untuk memenuhitugas SoftSkill yang diberikan dosen mata kuliah
“PendidikanKewarganegaraaan”. Dan semoga, selain memenuhi tugas tersebut,makalah
ini dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan sayakhususnya. Kritik
dan saran sangat saya harapkan dalam upaya perbaikandalam m e m b u a t m a k a l a h .
K a r e n a s a n g a t s a ya s a d a r i p e m b u a t a nm a k a l a h i n i m a s i h b a n ya k
kekurangan. Bekasi, Mei 2012 Triany Syafrilia
 3. DAFTAR ISIA. HAKEKAT HAK ASASI MAUSIA
...................................................................1B. HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
...........................................................2 1. Beberapa Ketentuan Hukum atau Instrumen
HAM .......................................2 2. Latar Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM
.....................................3 3. Kelembagaan HAM
.......................................................................................3C. KASUS PELANGGARAN
DAN UPAYA PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA
...........................................................................................................6 1. Penggolongan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia ............................................6 2. Faktor Penyebab
Terjadinya Pelanggaran HAM ...........................................6 3. Menanggapi Kasus-kasus
Pelanggaran HAM di Indonesia ...........................7 4. Contoh Kasus Pelanggaran HAM
dan Upaya Penegakannya ........................8D. MENGHARGAI UPAYA
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA .........8E. MENGHARGAI UPAYA
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA ................10
Kesimpulan..........................................................................................................14 Daftar
Pustaka.....................................................................................................15
 4. PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA Ketika kalian
mempelajari mengenai nilai, norma yang berlaku dalamkehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tentunya kalian masih ingatbahwa hak asasi manusia (HAM)
merupakan nilai dan norma yang sangat pentingbagi kehidupan manusia di dunia ini.
Dengan adanya perlindungan dan penegakanHAM, maka kehidupan manusia yang
beradab dan sejahtera dapat diwujudkan.Dengan mempelajari materi "Perlindungan dan
Penegakan Hak Asasi Manusia",kalian diharapkan memiliki kompetensi: menguraikan
hakekat, hukum dankelembagaan HAM, mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya
penegakanHAM, menghargai upaya perlindungan HAM, menghargai upaya
penegakkanHAM.A. HAKEKAT HAK ASASI MAUSIA Manusia adalah mahkluk
ciptaan Tuhan yang paling mulia, dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia,
mempunyai budi dan karsa yang merdeka sendiri. Semua manusia sebagai manusia
memiliki martabat dan derajat yang sama, dan memiliki hak-hak yang sama pula. Derajat
manusia yang luhur berasal dari Tuhan yang menciptakannya. Dengan demikian semua
manusia bebas mengembangkan dirinya sesuai dengan budinya yang sehat. Sebagai
mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki hak-hak yang sama sebagai manusia.
Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak
asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya,
maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak asasi manusia (HAM)
adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan,
dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Dengan mendasarkan pada pengertian
HAM di atas, maka HAM memiliki landasan utama, yaitu: 1. Landasan langsung yang
pertama, yaitu kodrat manusia; 2. Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu Tuhan yang
menciptakan manusia.
 5. B. HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 1. Beberapa Ketentuan Hukum atau
Instrumen HAM John Locke, pemikir politik dari Inggris, menyatakan bahwa semua
orang diciptakan sama dan memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat dilepaskan. Hak
alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak milik dan hak kebahagiaan.
Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep HAM yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan HAM di berbagai belahan dunia. Pengakuan hak asasi manusia
(HAM) secara konstitusional ditetapkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1776
dengan "Unanimous Declaration of Independence", dan hal ini dijadikan contoh bagi
majelis, nasional Perancis ketika menerima deklarasi hak-hak manusia dan warga negara
(Declaration des Droits de lhomme et de Citoyen) 26 Agustus 1789. Badan dunia yaitu
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) juga memperkenalkan pengertian hak asasi manusia
yang bisa kita dapatkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Right/ UDHR). Deklarasi Universal merupakan pernyataan umum
mengenai martabat yang melekat dan kebebasan serta persamaan manusia yang harus ada
pada pengertian hak asasi manusia. Dalam UDHR pengertian HAM dapat ditemukan
dalam Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia
merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak-hak
yang sama dan tak teralihkan dari semua anggota keluarga manusia ialah dasar dari
kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya Deklarasi Universal HAM
itulah secara internasional HAM telah diatur dalam ketentuan hukum sebagai instrumen
internasional. Ketentuan hukum HAM atau disebut juga Instrumen HAM merupakan alat
yang berupa peraturan perundang - undangan yang digunakan dalam menjamin
perlindungan dan penegakan HAM. Instrumen HAM terdiri atas instrumen nasional
HAM dan instrumen internasional HAM. Instrumen nasional HAM berlaku terbatas pada
suatu negara, sedangkan instrumen internasional HAM menjadi acuan negara - negara di
 6. dunia dan mengikat secara hukum bagi negara yang telah mengesahkannya
(meratifikasi).2. Latar Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM Bagaimana latar
belakang lahirnya instrumen nasional HAM atau perundang undangan nasional HAM?
Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum perubahan/amandemen) menurut
Kuntjara Purbopranoto belum disusun secara sistematis dan hanya empat pasal yang
memuat ketentuan - ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun
demikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian, karena susunan pertama UUD
1945 adalah merupakan inti-inti dasar kenegaraan. Dari keempat pasal tersebut, terdapat
5 (lima) pokok mengenai hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD
1945, yaitu: a. Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di
muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1) ; b. Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2); c. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang
- undang (Pasal 28); d. Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin
oleh Negara (Pasal 29 ayat 2); e. Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).3. Kelembagaan
HAM Dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM telah dibentuk lembaga -
lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga - lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan HAM. Uraian masing -
masing sebagai berikut. a. Komnas HAM Komisi Nasional (Komnas) HAM pada
awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini
merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional
tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di
 7. Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI ; Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM (Bab VIII, pasal 75
s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan
dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan: 1) membantu
pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia. 2)
meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya
pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan
fungsi sebagai berikut : 1) Fungsi pengkajian dan penelitian. 2) Fungsi penyuluhan 3)
Fungsi pemantauan 4) Fungsi mediasib. Pengadilan HAM Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di
daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus terhadap
pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnis, dan
agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ; membunuh, tindakan
yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat
kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan
secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan yang
dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
 8. c. Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional
perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era
reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada
masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya:
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman,
kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang
mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI
dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.d. Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan
pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah terjadinya dan
menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat
independen dan bertujuan : a. Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan
terhadap perempuan. b. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan
bentuk kekerasan terhadap perempuan. c. Meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi
perempuan.e. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi
dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsilialisi. Keberadaan Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi (KKR) untuk : 1)
Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar Pengadilan HAM
ketika penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan pengadilan
HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan.
 9. 2) Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk
menyelesaikan di luar pengadilan HAM. f. LSM Pro-demokrasi dan HAM Disamping
lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga
mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan masyarakat terutama
dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Govermental
Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang
demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering disebut LSM
Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI (Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), PBHI (Perhimpunan
Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia).C. KASUS PELANGGARAN DAN UPAYA
PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA 1. Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia : a. Pembunuhan besar-besaran (genocide) b. Rasialisme resmi c. Terorisma
resmi berskala besar d. Pemerintah totaliter e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. f. Perusakan kualitas lingkungan g. Kejahatan-
kejahatan perang/ Penggolongan pelanggaran HAM diatas merupakan contoh
pelanggaran HAM yang berat dikemukakan Richard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun
1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat adalah : b. Pembunuhan masal
(genocide); c. Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan; d.
Penyiksaan; e. Penghilangan orang secara paksa; f. Perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematis.
 10. 2. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM Mengapa pelanggaran hak asasi
manusia sering terjadi di Indonesia, meskipun seperti telah dikemukakan di atas telah
dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya lembaga penegakan hak asasi
manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor penyebabnya kompleks.
Faktor - faktor penyebabnya antara lain: a. masih belum adanya kesepahaman pada
tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universal
(universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham HAM
tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam pelaksanaannya
(partikularisme); b. adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan
mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan kolektivisme); c.
kurang berfungsinva lembaga - lembaga penegak hukum (polisi, jaksa dan pengadilan);
dan d. pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun militer.3.
Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia Kasus-kasus pelanggaran
HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di depan membawa berbagai akibat.
Akibat itu, misalnya menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia sangat menderita dan
mengancam integrasi nasional. Bagaimana kita menanggapi kasus kasus pelanggaran
HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang baik harus ikut serta secara aktif
(berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan
negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu tanggapan yang dapat
dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap pelanggaran HAM.
Alasannya: a. dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik yakni bertentangan
dengan nilai - nilai kemanusiaan; b. dilihat dari segi hukum, bertentangan dengan prinsip
hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati dan mematuhi instrumen
HAM;
 11. c. dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan bagi setiap orang untuk
melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat dari kendala ini, maka
pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan. 4. Contoh Kasus Pelanggaran
HAM dan Upaya Penegakannya Kasus pelanggaran HAM dapat terjadi di lingkungan apa
saja, termasuk di lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka di lingkungan
sekolah antara lain perlu dikembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati,
persaudaraan dan menghindarkan dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan kekerasan
atau perbuatan tercela yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan nilai-nilai budaya
lokal yang sangat mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan menganut budaya
"Siriq". Budaya ini mengedepankan sikap sipakatau atau saling menghormati serta malu
berbuat tidak wajar di depan umum. Upaya penegakan terhadap kasus pelanggaran HAM
tergantung pada apakah pelanggaran HAM itu masuk kategori berat atau bukan. Apabila
berat. maka penyelesaiannya melalui Peradilan HAM, namun apabila pelanggaran HAM
bukan berat melalui Peradilan Umum. Kita sebagai manusia dan sekaligus sebagai warga
negara yang baik, bila melihat atau mendengar terjadinva pelanggaran HAM sudah
seharusnya memiliki kepedulian. Meskipun pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian
atau keluarga kalian. Kita sebagai sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban
pelanggaran HAM atas sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki - laki, berbeda
agama, suku dan daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke - Papua
menvatakan “IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI" (satu hati satu tujuan) Kepedulian kita
terhadap penegakan HAM merupakan amanah dan nilai Panicasila yakni kemanusiaan
yang adil dan beradab yang sama- sama kita junjung tinggi, karena akan dapat
menghantarkan sebagai bangsa yang beradab. Oleh karena itu sikap tidak peduli harus
dihindari.D. MENGHARGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
Upaya perlindungan HAM penekanannya pada berbagai tindakan pencegahan terhadap
terjadinya pelanggaran HAM. Perlindungan HAM terutama melalui pembentukan
instrumen hukum dan kelembagaan HAM.
 12. Juga dapat melalui berbagai faktor yang berkaitan dengan upaya pencegahanHAM
yang dilakukan individu maupun masyarakat dan negara. Negara-lah yang memiliki tugas
utama untuk melindungi warganegaranya termasuk hak- hak asasinya. Sebagaimana hal
ini dinyatakan dalamPembukaan UUD 1945, yang pada intinya tujuan NKRI adalah :
(1)melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;(2)
memajukan.kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4)ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Kapan jaminan perlindungan HAM dinyatakan telah di
laksanakan?Meskipun di Indonesia telah ada jaminan secara konstitusional maupun
telahdibentuk lembaga untuk penegakanya, tetapi belum menjamin bahwa hakasasi
manusia dilaksanakan dalam kenyataan kehidupan sehari - hari ataudalam pelaksanaan
pembangunan. Lukman Soetrisno seorang sosiolog,mengajukan indikator bahwa suatu
pembangunan telah melaksanakan hak -hak asasi manusia apabila telah menunjukkan
adanya indikator-indikator,sebagai berikut1. dalam bidang politik berupa kemauan
pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam
masyarakat;2. dalam bidang sosial berupa perlakuan yang sama oleh hukum antara wong
cilik dan priyayi dan toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau latar belakang
agama dan ras warga negara Indonesia, dan3. dalam bidang ekonomi dalam bentuk tidak
adanya monopoli dalam sistem ekonomi yang berlaku. Dalam bentuk kegiatan seperti apa
menghargai upaya perlindunganHAM? Menghargai upaya perlindungan HAM dapat
diwujudkan dalamberbagai kegiatan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
Berbagaikegiatan yang dapat dimasukan dalam upaya perlindungan HAM antara lain:1.
Kegiatan belajar bersama. berdiskusi untuk mernahami pengertian HAM;2. Mempelajari
peraturan perundang - undangan mengenai HAM maupun peraturan hukum pada
umumnya, karena peraturan hukum yang umum pada dasarnya juga telah memuat
jaminan perlindungan HAM;
 13. 3. Mempelajari tentang peran lembaga - lembaga perlindungan HAM, seperti Komnas
HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), LSM, dan seterusnya; 4.
Memasyarakatkan tentang pentingnya memahami dan melaksanakan HAM, agar
kehidupan bersama menjadi tertib, damai dan sejahtera kepada lingkungan masing-
masing; 5. Menghormati hak orang lain, baik dalam keluarga, kelas, sekolah, pergaulan,
maupun masyrakat; 6. 6. Bertindak dengan mematuhi peraturan yang berlaku di keluarga,
kelas, sekolah. OSIS, masyarakat, dan kehidupan bernegara; 7. Berbagai kegiatan untuk
mendorong agar negara mencegah berbagai tindakan anti pluralisme (kemajemukan etnis,
budaya, daerah, dan agama); 8. Berbagai kegiatan untuk mendorong aparat penegak
hukum bertindak adil; 9. Berbagai kegiatan yang mendorong agar negara mencegah
kegiatan yang dapat menimbulkan kesengsaraan rakyat untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.E. MENGHARGAI
UPAYA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA Upaya penegakan HAM melalui jalur
Pengadilan H, M, mengikuti ketentuan-ketentuan antara lain, sebagai berikut : 1.
Kewenangan memeriksan dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di
bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. 2. Terhadap pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan UURI No.26 Tahun 2000,
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc. Pembentukan Pengadilan HAM ad
hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan waktu perbuatan tertentu (locus dan
tempos delicti ) yang terjadi sebelum diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000. 3. Agar
pelaksanaan Pengadilan HAM bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranva dilakukan
majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas
2 orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc
(diangkat di luar hakim karir).
 14. Kesimpulan(1) Hakekat HAM, (2) Instrumen hukum HAM, juga didalamnya
diuraikanmengenai latar belakang lahirnya perundang-undangan HAM nasional,
baikbelakang lahirnya perundang-undangan HAM nasional, baik menyangkut ideyang
mendasarinya maupun dorongan dari faktor domestik maupuninternasional; (3)
Kelembaga HAM dan peranannya di Indonesia, baik lembagayang didirikan oleh
pemerintah maupun masyarakat, baik yang berperan untukmelakukan kajian dan
penelitian, pendidikan, penyelidikan, mediasi, penyedikandan peradilan HAM; (4) Kasus
penelitian, pendidikan, penyelidikan, mediasi,penyedikan, dan peradilan HAM; (4)
Kasus-kasus pelanggaran HAM dan upayapenegakan HAM baik yang dilakukan melalui
peradilan HAM maupunpartisipasi warga negara; Kasus-kasus pelanggarn HAM, baik
yang dilakukanoleh aparat pemerintah maupun masyarakat dan sikap apa yang
sebaiknyadikembangkan oleh warga negara ketika menghadapi kasus-kasus
pelanggaranHAM. (5) Menghargai upaya perlindungan HAM; dan (6) Menghargai
upayapenegakan HAM.
 15. Daftar PustakaCranston, Maurice.(1972). Hak-hak asasi Manusia MasaSekarang.
Jakarta: Gramedia.Direktorat PLP.(2004). Hak Asasi Manusia. BahanPelatihan
Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP.Jakarta : Depdiknas Dikdasmen Direktorat
PLP.Direktorat PSMP (2006). Perlindungan dan PenegakanHAM. Naskah Buku Siswa.
Jakarta: Depdiknas DikdasmenDirektorat PSMP (Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama).Effendy, A.Masyhur. (1997). Membangun Kesadaran Hamdalam Praktek
Masyarakat Modern, dalam Jurnal DinamikaHAM, Vol.1, No. 01 Mei – Oktober 1997.
Jakarta: PusatStudi Hak Asasi Manusia Universitas SurabayaBekerjasama dengan
Gramedia Pustaka Utama.

Upaya penegakan hak asasi manusia di indonesia


http://www.slideshare.net/hansonsiagian/upaya-penegakan-hak-asasi-manusia-di-indonesia

 1. Hakekat hak asasi manusia Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia,
dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang
merdeka sendiri. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia
berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak
asasi manusia (HAM) adalah hak--hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia
yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Landasan utama
HAM, yaitu : ♫ Landasan langsung yang pertama kodrat manusia; ♫ Landasan kedua
yang lebih dalam Tuhan yang menciptakan manusia.
 2. Latar Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM di INDONESIA
 3. Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) Kuntjara
Purbopranoto, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5
(lima) pokok mengenai hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD
1945, yaitu:  Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di
muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1) ;  Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2);  Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang
- undang (Pasal 28);  Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin
oleh Negara (Pasal 29 ayat 2);  Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).
 4. Kelembagaan HAM
 5. HAM (I) Komisi Nasional (KOMNAS) HAM
 6. Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50
Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat
maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di
Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI ; Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM (Bab VIII, pasal 75 s/d. 99)
maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan
UURI Nomor 39 Tahun 1999.
 7. Tujuan Komnas HAM :  membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia.  meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia guna berkembangnya pribadi  manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut,
Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut :  Fungsi pengkajian dan penelitian.
 Fungsi penyuluhan  Fungsi pemantauan  Fungsi mediasi
 8. ( II ) Pengadilan HAM
 9. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan
umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ;
membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan
kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
 10. ( III ) Komisi Nasional Perlindungan Anak & Komisi Perlindungan Anak Indonesia
 11. Ilustrasi & Gambar Kekerasan Terhadap Anak ……
 12. Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional
perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era
reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada
masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya:
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman,
kekerasan, pe nganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang
mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI
dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.
 13. Kekerasan terhadap anak dapat menghancurkan karakter baik dalam anak …. Oleh
karena itu….. Marilah Kita Lindungi Anak- Anak penerus bangsa ….. Jangan biarkan
anak-anak bangsa hancur dan hidup dalam ketakutan
 14. ( IV ) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
 15. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres
Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah
sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan :  Menyebarluaskan
pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.  Mengembangkan kondisi
yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.  Meningkatkan
upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
hak asasi perempuan
 16. Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
 17. ( V ) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
 18. Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun
2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi. Keberadaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsilialisi (KKR) untuk :  Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM
berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat
pengadilan HAM dan pengadilan HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan. Sarana mediasi
antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar
pengadilan HAM.
 19. ( VI ) LSM Pro - Demokrasi dan HAM
 20. Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah,
masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan
masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO
(Non Govermental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan
kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering
disebut LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI
(Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat),
PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia).
 21. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia &
 22. Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia 1.
 23.  Pembunuhan besar-besaran (genocide)  Rasialisme resmi  Terorisma resmi
berskala besar  Pemerintah totaliter  Penolakan secara sadar untuk memenuhi
kebutuhan- kebutuhan dasar manusia.  Perusakan kualitas lingkungan  Kejahatan-
kejahatan perang/ Penggolongan pelanggaran HAM diatas merupakan contoh
pelanggaran HAM yang berat dikemukakan Richard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun
1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat adalah :  Pembunuhan masal
(genocide);  Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan; 
Penyiksaan;  Penghilangan orang secara paksa;  Perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematis.
 24. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM 2.
 25. Mengapa pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi di Indonesia, meskipun seperti
telah dikemukakan di atas telah dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya
lembaga penegakan hak asasi manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor
penyebabnya kompleks. Faktor - faktor penyebabnya antara lain: masih belum adanya
kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang
HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa
memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam
pelaksanaannya (partikularisme);  adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang
akan mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan
kolektivisme);  kurang berfungsinva lembaga - lembaga penegak hukum (polisi, jaksa
dan pengadilan); dan  pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil
maupun militer.
 26. Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia 3.
 27. Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di
depan membawa berbagai akibat. Akibat itu, misalnya menjadikan masyarakat dan
bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional. Bagaimana kita
menanggapi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang
baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu
tanggapan yang dapat dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap
pelanggaran HAM. Alasannya: 1. dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik
yakni bertentangan dengan nilai - nilai kemanusiaan; 2. dilihat dari segi hukum,
bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati
dan mematuhi instrumen HAM; 3. dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan
bagi setiap orang untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat
dari kendala ini, maka pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.
 28. Contoh Kasus Pelanggaran HAM dan Upaya Penegakannya 4.
 29. Kasus pelanggaran HAM dapat terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di
lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara
lain perlu dikembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan
menghindarkan dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan
tercela yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat
mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan menganut budaya "Siriq". Budaya ini
mengedepankan sikap sipakatau atau saling menghormati serta malu berbuat tidak wajar
di depan umum. Upaya penegakan terhadap kasus pelanggaran HAM tergantung pada
apakah pelanggaran HAM itu masuk kategori berat atau bukan. Apabila berat. maka
penyelesaiannya melalui Peradilan HAM, namun apabila pelanggaran HAM bukan berat
melalui Peradilan Umum. Kita sebagai manusia dan sekaligus sebagai warga negara yang
baik, bila melihat atau mendengar terjadinva pelanggaran HAM sudah seharusnya
memiliki kepedulian. Meskipun pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian atau keluarga
kalian. Kita sebagai sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban pelanggaran HAM
atas sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki - laki, berbeda agama, suku dan
daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke - Papua menvatakan “IZAKOD
BEKAI IZAKOD KAI" (satu hati satu tujuan) Kepedulian kita terhadap penegakan HAM
merupakan amanah dan nilai Panicasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab yang
sama- sama kita junjung tinggi, karena akan dapat menghantarkan sebagai bangsa yang
beradab. Oleh karena itu sikap tidak peduli harus dihindari.
 30. MENGHARGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
 31. Lukman Soetrisno seorang sosiolog, mengajukan indikator bahwa suatu
pembangunan telah melaksanakan hak - hak asasi manusia apabila telah menunjukkan
adanya indikator-indikator, sebagai berikut : 1. dalam bidang politik berupa kemauan
pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam
masyarakat; 2. dalam bidang sosial berupa perlakuan yang sama oleh hukum antara wong
cilik dan priyayi dan toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau latar belakang
agama dan ras warga negara Indonesia, dan 3. dalam bidang ekonomi dalam bentuk tidak
adanya monopoli dalam sistem ekonomi yang berlaku. Dalam bentuk kegiatan seperti apa
menghargai upaya perlindungan HAM? Menghargai upaya perlindungan HAM dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
 32. Upaya perlindungan HAM penekanannya pada berbagai tindakan pencegahan
terhadap terjadinya pelanggaran HAM. Perlindungan HAM terutama melalui
pembentukan instrumen hukum dan kelembagaan HAM. Juga dapat melalui berbagai
faktor yang berkaitan dengan upaya pencegahan HAM yang dilakukan individu maupun
masyarakat dan negara. Negara-lah yang memiliki tugas utama untuk melindungi warga
negaranya termasuk hak- hak asasinya. Sebagaimana hal ini dinyatakan dalam
Pembukaan UUD 1945, yang pada intinya tujuan NKRI adalah : (1) melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan.kesejahteraan
umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kapan jaminan
perlindungan HAM dinyatakan telah di laksanakan? Meskipun di Indonesia telah ada
jaminan secara konstitusional maupun telah dibentuk lembaga untuk penegakanya, tetapi
belum menjamin bahwa hak asasi manusia dilaksanakan dalam kenyataan kehidupan
sehari - hari atau dalam pelaksanaan pembangunan.
 33. Berbagai kegiatan yang dapat dimasukan dalam upaya perlindungan HAM antara
lain: a) Kegiatan belajar bersama. berdiskusi untuk mernahami pengertian HAM; b)
Mempelajari peraturan perundang - undangan mengenai HAM maupun peraturan hukum
pada umumnya, karena peraturan hukum yang umum pada dasarnya juga telah memuat
jaminan perlindungan HAM; c) Mempelajari tentang peran lembaga - lembaga
perlindungan HAM, seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak
(KNPA), LSM, dan seterusnya; d) Memasyarakatkan tentang pentingnya memahami dan
melaksanakan HAM, agar kehidupan bersama menjadi tertib, damai dan sejahtera kepada
lingkungan masing--masing; e) Menghormati hak orang lain, baik dalam keluarga, kelas,
sekolah, pergaulan, maupun masyrakat; f) Bertindak dengan mematuhi peraturan yang
berlaku di keluarga, kelas, sekolah. OSIS, masyarakat, dan kehidupan bernegara; g)
Berbagai kegiatan untuk mendorong agar negara mencegah berbagai tindakan anti
pluralisme (kemajemukan etnis, budaya, daerah, dan agama); h) Berbagai kegiatan untuk
mendorong aparat penegak hukum bertindak adil; i) Berbagai kegiatan yang mendorong
agar negara mencegah kegiatan yang dapat menimbulkan kesengsaraan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan dan
pendidikan.
 34. Upaya penegakan HAM melalui jalur Pengadilan HAM mengikuti ketentuan-
ketentuan antara lain, sebagai berikut : 1) Kewenangan memeriksan dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak
berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. 2)
Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan
UURI No.26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan
telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan
waktu perbuatan tertentu (locus dan tempos delicti ) yang terjadi sebelum
diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000. 3) Agar pelaksanaan Pengadilan HAM
bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranva dilakukan majelis hakim Pengadilan HAM
yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas 2 orang hakim dari Pengadilan
HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc (diangkat di luar hakim karir).
 35. Kesimpulan Upaya penegakan HAM baik dilakukan melalui peradilan HAM maupun
partisipasi warga negara ( masyarakat, siswa/i, lembaga masyarakat ) dengan kerja sama
yang baik dengan lembaga penengak HAM; Kasus-kasus pelanggaran HAM, sebaiknya
ditindak oleh aparat pemerintah maupun masyarakat dan sikap yang tegas yang sebaiknya
dikembangkan oleh warga negara ketika menghadapi kasus-kasus pelanggaran HAM.

Perkembangan ham di indonesia


http://www.slideshare.net/ariefselaluberusaha/perkembangan-ham-di-indonesia

1. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA Arief HidayatmAfendi

 2. PeriodisasiProf. Dr. Bagir Manan dalam bukunya Perkembangan Pemikiran dan


Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi pemikiran HAM dalam dua periode,
yaitu1 . Periode sebelum kemerdekaan (1908-1956) dan2 . Periode setelah kemerdekaan.
 3. 1. Periode sebelum kemerdekaanPerkembangan pemikiran HAM dalam periode ini
dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai berikut:• Budi Oetomo,
pemikirannya, “hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”.• Perhimpunan
Indonesia, pemikirannya, “hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self
determination).• Sarekat Islam, pemikirannya, “hak penghidupan yang layak dan bebas
dari penindasan dan diskriminasi rasial”.• Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “hak
sosial dan berkaitan dengan alat-alat produksi”.• Indische Party, pemikirannya, “hak
untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan yang sama”.• Partai Nasional Indonesia,
pemikirannya, “hak untuk memperoleh kemerdekaan”.• Organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia, pemikirannya meliputi:• (1) Hak untuk menentukan nasib sendiri,• (2) Hak
untuk mengeluarkan pendapat,• (3) Hak untuk berserikat dan berkumpul,• (4) Hak
persamaan di muka hukum,• (5) Hak untuk turut dalam penyelenggaraan negar
 4. 2. Periode sesudah kemerdekaan (2.1. Periode 1945-1950)Pemikiran HAM pada
periode ini menekankan pada hak-hak mengenai:• (1) Hak untuk merdeka (self
determination),• (2) Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan,• (3) Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
 5. 2.2. Periode 1950-1959HAM pada periode ini lebih memberi ruang hidup bagi
tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain:• (1) Partai politik dengan beragam
ideologinya• (2) Kebebasan pers yang bersifat liberal• (3) Pemilu dengan sistem
multipartai• (4) Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah• (5) Wacana pemikiran
HAM yang kondusif karena pemerintah memberi kebebasan
 6. 2.3. Periode 1959-1966Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang
kebebasan dari pemerintah atau dengan kata lain pemerintah melakukan pemasungan
HAM, yaitu hak sipil, seperti hak utnuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikrian
dengan tulisan. Sikap pemerintah bersifat restriktif (pembatasan yang ketat oleh
kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara. Salah satu penyebabnya
adalah karena periode ini sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi sistem
demokrasi terpimpin.
 7. 2.4. Periode 1966-1998• Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga
kurun waktu yang berbeda. Kurun waktu yang pertama tahun 1967 (awal pemerintahan
Presiden Soeharto), berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan
adanya hak uji materiil (judicial review) yang diberikan kepada Mahkamah Agung.
 8. Kedua, kurun waktu tahun 1970-1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM
dengan sikap defensif (bertahan), represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan produk
hukum yang bersifat restriktif (membatasi) terhadap HAM. Alasan pemerintah adalah
bahwa HAM merupakan produk pemikiran Barat dan tidak sesuai dnegan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
 9. Ketiga, kurun waktu tahun 1990-an, pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat wacana
saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM, seperti Komnas HAM
berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993. Selain itu, pemerintah
memberikan kebebasan yang sangat besar menurut UUD 1945 amandemen,
 10. 2.5. Periode 1998-sekarangPada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi
dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan
menetapkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya,
pemerintah memberi perlindungan yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam
semua aspek, yaitu aspek hak politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, hukum, dan
pemerintahan.
Ham di Indonesia:
http://www.slideshare.net/maularizkun/ha
m-di-indonesia
 1. (Hak Asasi Manusia) Oleh Kelompok 3 X - IS 1
 2. Anggota Kelompok 3 :  Maula Rizal Setiawan ( X-IPS 1 / 16 )  Nanda Azizah
Aprillia ( X-IPS 1 / 19 )  Wikan Saktianto ( X-IPS 1 / 31 )
 3. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
 4. Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang
secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat
mutlak). Menurut John Locke : Menurut Prof. Koentjoro Poerbo Pranoto(1976), hak asasi
manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Prof.
Koentjoro Poerbo Pranoto :
 5. Menurut Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan
pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are
inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya
HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa
hak itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia Menurut Prof. Darji Darmodiharjo,
S. H. mengatakan : hak – hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang
dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu
menjadi dasr dari hak dan kewajiban – kewajiban yang lain. Jan Materson : Prof. Darji
Darmodiharjo, S. H. :
 6.  Hak Asasi Pribadi ( Personal Right )  Hak Asasi Politik ( Political Right )  Hak
Asasi Hukum ( Legal Equality Right )  Hak Asasi Ekonomi ( Property Right )  Hak
Asasi Peradilan ( Procedural Right )  Hak asasi sosial budaya ( Social Culture Right)
 7. • Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat • Hak
kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat • Hak kebebasan memilih dan aktif
di organisasi atau perkumpulan • Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan
menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
 8. • Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan • Hak ikut serta dalam
kegiatan pemerintahan • Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan
organisasi politik lainnya • Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
 9. • Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan • Hak untuk
menjadi pegawai negeri sipil / pns • Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
 10.  Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli  Hak kebebasan mengadakan
perjanjian kontrak  Hak kebebasan menyelenggarakan sewa- menyewa, hutang-piutang,
dll  Hak kebebasan untuk memiliki susuatu  Hak memiliki dan mendapatkan
pekerjaan yang layak
 11. • Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan • Hak persamaan atas perlakuan
penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
 12. • Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan • Hak mendapatkan
pengajaran • Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
 13. Tokoh-Tokoh HAM Di Indonesia Munir Said Thalib Yap Thiam Hien Abdul Hakim
Garuda Nusantara
 14. Munir Said Thalib Dengan nama lengkap Munir Said Thalib, (alm) Munir lahir di
Malang, Jawa Timur pada 8 Desember 1965 dan meninggal pada 7 September 2004 di
pesawat Garuda Jakarta-Amsterdam yang transit di Singapura. Ia meninggal karena
terkonsumsi racun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi
masternya di bidang hukum. Pria keturunan Arab lulusan Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya ini merupakan seorang aktivis dan pejuang HAM Indonesia. Ia dihormati oleh
para aktivitis, LSM, hingga dunia internasional. Tanggal 16 April 1996, Munir
mendiriikan Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) serta menjadi
Koordinator Badan Pekerja di LSM ini. Di lembaga inilah nama Munir mulai bersinar,
saat dia melakukan advokasi terhadap para aktifis yang menjadi korban penculikan rejim
penguasa Soeharto. Perjuangan Munir tentunya tak luput dari berbagai teror berupa
ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Usai
kepengurusannya di KontraS, Munir ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi
Manusia Indonesia, Imparsial, di mana ia menjabat sebagai Direktur Eksekutif.
 15. Saat menjabat Koordinator KontraS namanya melambung sebagai seorang pejuang
bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktifis
yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus yang dipimpin oleh Prabowo
Subianto (Ketum GERINDRA). Setelah Suharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan
pencopotan Danjen Kopassus (waktu itu) Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota
Tim Mawar. Atas perjuangannya yang tak kenal lelah, dia pun memperoleh The Right
Livelihood Award di Swedia (2000), sebuah penghargaan prestisius yang disebut sebagai
Nobel alternatif dariYayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull,
Stockholm, Swedia di bidang pemajuan HAM dan Kontrol Sipil terhadap Militer di
Indonesia. Sebelumnya, Majalah Asiaweek (Oktober 1999) menobatkannya menjadi
salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dan Man of The
Year versi majalah Ummat (1998).
 16. Yap Thiam Hien Yap Thiam Hien (lahir di Koeta Radja, Aceh, 25 Mei 1913 – wafat
di Brusel, Belgia, 25 April 1989 pada umur 75 tahun) adalah seorang pengacara
Indonesia keturunan Tionghoa. Ia mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi
menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Namanya diabadikan sebagai nama
sebuah penghargaan yang diberikan kepada orang- orang yang berjasa besar bagi
penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
 17. Abdul Hakim Garuda Nusantara Hampir sepanjang karier dia mengabdi dalam bidang
advokasi dan hak asasi manusia. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) terpilih menjadi Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) periode 2002-20007). Pria bernama lengkap Abdul Hakim Garuda
Nusantara kelahiran Pekalongan, 12 Desember 1954, ini bertekad mewujudkan misi
Komnas HAM. Abdul Hakim adalah Ketua Komnas HAM kelima. Sebelumnya adalah
Ali Said, Munawir Sjadzali, Marzuki Darusman, dan Djoko Soegianto. Bedanya,
terpilihnya Abdul Hakim sebagai anggota dan Ketua Komnas HAM adalah berdasarkan
pilihan DPR sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999. Sedang empat
ketua sebelumnya, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 50/1993.
 18.  http://hanssuciawan.blogspot.com/2011/04/t okoh-ham-di-indonesia.html 
http://unknown- mboh.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan- macam-macam-ham-
hak.html
 19. TERIMA KASIH

konsep hak, HAM dan kewajiban dalam UUD


45 http://www.slideshare.net/indraaciiepoethreeboeland/konsep-hak-
ham-dan-kewajiban-dalam-uud-45

 1. Pendidikan Kewarganegaraan Konsep Hak, Kewajibandan HAM dalam UUD 1945


Oleh :1. Yoga Pria Kurnia (1401412586)2. Shofiy Nur Sayekti (1401412588)3. Khoirun
Nesa (1401412607)
 2. Pengertian Hak dan Kewajiban Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak
memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan,
kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan,
dsb), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Contoh: Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum Sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus
dilaksanakan). Contoh: mejalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya
 3. Sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 maka kita harus melaksankan hak dan
kewajiban kita sebagai warga negara dengan tertib,yang meliputi: Hak dan kewajiban
dalam bidang politik Hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya Hak dan
kewajiban dalam bidang hankam Hak dan kewajiban dalam bidang ekonomi
 4. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari Droits
de l’homme (Perancis), Human rights (Inggris) , dan Mensen rechten (Belanda). Dalam
Tap MPR No.XVII/1998,hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati,universal dan abadi sebagai anugrah Tuhan YME. Menurut UU
39 Tahun 1999 HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
 5.  Secara umum hak asasi manusia dipahami sebagai hak yang paling dasar yang
dimiliki manusia sejak lahir, sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan bukan
pemberian pemerintah, maupun pemberian masyarakat. Sebagai contoh, hak untuk hidup,
kebebasan berbicara & berpendapat, hak beragama, hak kebebasan. Dan hak-hak tersebut
tidak dapat di abaikan atau di rampas oleh siapapun.
 6. Terdapat 5 HAM yang telah mendapat pengakuan dari masyarakat dunia, yaitu :1.
Kebebasan berbicara, berpendapat dan pers2. Kebebasan beragama3. Kebebasan
berkumpul dan berserikat4. Hak atas perlindungan yang sama didepan hukum.5. Hak atas
pendidikan dan penghidupan yang layak.
 7.  Derogablerights adalah hak asasi manusia yang dalam kondisi yang sangat memaksa
dapat di kesampingkan,seperti kebebasan berbicara dan mengeluarkan
pendapat,kebebasan berorganisasi dan sebagainya. Nonderogable rights adalah hak
asasi manusia yang dalam kondisi apapun yidak boleh di kesampingkan,seperti
kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan ibadah.
 8. KONSEP HAM DALAM UUDIstilah Hak Asasi Manusia (HAM) dapat ditemukan
padabagian pembukaan UUD 1945 alinea pertama dan padabagian batang tubuh UUD
1945 mulai pasal 27 sampadengan pasal 31. Pembukaan UUD 1945 antara
lainmenyatakan sebagai berikut : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
 9. Jaminan HAM dalam UUDdapat dibagi atas 5 dimensi
 10. 3. Hak atas perlindungan dan kedudukan yang sama di depan hukum diatur dalam
pasal 27 ayat 1. “Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum pemerintahan itu dengan tidak ada
pengecualiannya.”
 11. 4. Hak atas penghidupan yang layak diatur dalam pasal 27 ayat 2 “Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi manusia”5. Hak atas
pendidikan diatur dalam pasal 31 a. Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran b. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur dengan undang-undang.
 12. TERIMA KASIH

Makalah Perkembangan HAM di Indonesia


http://hidayahnurul93.wordpress.com/2011/11/28/makalah-
perkembangan-ham-di-indonesia/
BAB 1

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang Masalah


Istilah hak-hak asasi manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan sebagai
berikut : droit de l’home (Perancis) yang berarti hak manusia, human right (Inggris) antau
mensen rechten (Belanda), yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak kemanusiaan
atau hak-hak asasi manusia.

Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat
dalam setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM merupakan
karunia Alloh Yang Maha Pencipta kepada hambanya. Mengingat HAM itu adalah karunia
Alloh, maka tidak ada badan apapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya.
Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada
kekuasaan apapun yang boleh membelenggunya

Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan legitimasi yuridis untuk
pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional maupun internasional. Sekalipun tidak ada
perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak itu tetap eksis dalam setiap diri
manusia. Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling
hakiki dalam kehidupan manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat
sekuler dan positivistik, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan
dalam mengatur kehidupan manusia

Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara mempunyai latar
belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian
sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada dasarnya sama juga.

1. B. Identifikasi Masalah

Makalah ini akan mengidentifikasikan beberapa hal yang berkaitan tentang perkembangan HAM
di Indonesia, yaitu :

1. Pembentukan HAM di Indonesia


2. Perkembangan HAM di Indonesia
3. Penegakan HAM di Indonesia

1. C. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam masalah ini tidak terlalu luas dan Lebih terfokus pada masalah dan
tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah
hanya pada ruang lingkup perkembangan HAM di Indonesia.

1. D. Pembahasan
Dalam pembuatan makalah pendidikan kewarganegaraan ini Kami menggunakan metode sebagai
berikut :

1. Metode Penelitian Kepustakaan

Dalam pemenuhan materi makalah ini,maka penulis memakai beberapa penelitian yaitu melalui
kepustakaan,pengumpulan data,dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.

BAB II

ISI

1. A. Pembentukan HAM di Indonesia

Berbeda dengan di Inggris dan Perancis yang mengawali sejarah perkembangan dan perjuangan
hak asasi manusianya dengan menampilkan sosok pertentangan kepentingan antara kaum
bangsawan dan rajanya yang lebih banyak mewakili kepentingan lapisan atas atau golongan
tertentu saja. Perjuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk pertentangan
kepentingan yang lebih besar, dapat dikatakan terjadi sejak masuk dan bercokolnya bangsa asing
di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Sehingga timbul berbagai perlawanan dari rakyat
untuk mengusir penjajah.

Dengan demikian sifat perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia itu tidak bisa
dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja,
melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak berarti bahwa
sebelum bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan bangsa asing, tidak pernah mengalami
gejolak berupa timbulnya penindasan manusia atas manusia. Pertentangan kepentingan manusia
dengan segala atributnya (sebagai raja, penguasa, bangsawan, pembesar dan seterusnya) akan
selalu ada dan timbul tenggelam sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Hanya saja
di bumi Nusantara warna pertentangan-pertentangan yang ada tidak begitu menonjol dalam
panggung sejarah, bahkan sebaliknya dalam catatan sejarah yang ada berupa kejayaan bangsa
Indonesia ketika berhasil dipersatukan di bawah panji-panji kebesaran Sriwijaya pada abad VII
hingga pertengahan abad IX, dan kerajaan Majapahit sekitar abad XII hingga permulaan abad
XVI

Hingga kemudian diskursus tentang HAM memasuki babakan baru, pada saat Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan rancangan UUD
pada tahun 1945, dalam pembahasan-pembahasan tentang sebuah konstitusi bagi negara yang
akan segera merdeka, silang selisih tentang perumusan HAM sesungguhnya telah muncul. Di
sana terjadi perbedaan antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin di pihak lain. Pihak yang pertama menolak dimasukkannya HAM terutama
yang individual ke dalam UUD karena menurut mereka Indonesia harus dibangun sebagai negara
kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki agar UUD itu memuat masalah-masalah
HAM secara eksplisit

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agustus 1945, Panitya Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD 1945 sebagai
UUD negara Republik Indonesia. Dengan demikian terwujudlah perangkat hukum yang di
dalamnya memuat hak-hak dasar/asasi manusia Indonesia serta kewajiban-kewajiban yang
bersifat dasar/asasi pula. Seperti yang tertuang dalam Pembukaan, pernyataan mengenai hak-hak
asasi manusia tidak mendahulukan hak-hak asasi individu, melainkan pengakuan atas hak yang
bersifat umum, yaitu hak bangsa. Hal ini seirama dengan latar belakang perjuangan hak-hak
asasi manusia Indonesia, yang bersifat kebangsaan dan bukan bersifat individu.

Sedangkan istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam
UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat
ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan
hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau
amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah mengalami perubahan konstitusi dari UUD 1945
menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi manusia yang
tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS berubah menjadi
UUDS (1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal 7 sampai dengan
34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang muatan hak asasinya
banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu
The Universal Declaration of human Rights tahun 1948 yang berisikan 30 Pasal.

Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi dan
UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-
hak asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD
1945. Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi
amat terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang
membuang paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpangan-
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan
antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Hal ini
mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal
masa Orde baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang melahirkan
sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad
Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun rancangan
ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.

Kemudian di dalam pidato kenegaraan Presiden RI pada pertengahan bulan Agustus 1990,
dinyatakan bahwa rujukan Indonesia mengenai HAM adalah sila kedua Pancasila “Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab” dalam kesatuan dengan sila-sila Pancasila lainnya. Secara historis
pernyataan Presiden mengenai HAM tersebut amat penting, karena sejak saat itu secara
ideologis, politis dan konseptual HAM dipahami sebagai suatu implementasi dari sila-sila
Pancasila yang merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun
demikian, secara Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua tersebut agak diabaikan sebagai
sila yang mengatur HAM, karena konsep HAM dianggap berasal dari paham individualisme dan
liberalisme yang secara ideologis tidak diterima.

Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993.
Pembentukan KOMNAS HAM tersebut pada saat bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan
pembangunan, menunjukkan keterkaitan yang erat antara penegakkan HAM di satu pihak dan
penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal ini senada dengan deklarasi PBB tahun 1986, yang
menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Keikutsertaan rakyat dalam
pembangunan bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci keseluruhan hak asasi atas pembangunan
itu sendiri. Dan menjadi tugas badan-badan pembangunan internasional dan nasional untuk
menempatkan HAM sebagai fokus pembangunan.

Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai
kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya
suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang
GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945.

Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan
dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal
10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988,
telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999.

Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.

Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang
mengatur HAM, antara lain:

1. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5 Tahun 1998.


2. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun 1958.
3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita, melalui UU No. 7
Tahun 1984.
4. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
5. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997, yang
pelaksanaannya ditangguhkan sementara.
6. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999, melalui UU No.
29 Tahun 1999.

1. B. Perkembangan HAM di Indonesia


1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )

 Boedi Oetomo

Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada
pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.

 Perhimpunan Indonesia

Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.

 Sarekat Islam

Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan deskriminasi rasial.

 Partai Komunis Indonesia

Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat
sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.

 Indische Partij

Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.

 Partai Nasional Indonesia

Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.

 Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia

Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan
nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut
dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan
dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang
BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

1. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )


1. Periode 1945 – 1950

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi
secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.

b. Periode 1950 – 1959

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh
Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan
menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima
aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan
rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat
dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan
pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

1. Periode 1959 – 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai
reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan
hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
1. Periode 1966 – 1998

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM.Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM.
Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan
gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan
HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna
melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam
piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami
kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada
periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM
adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan
deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan
bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan.

Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari pihak pemerintah mengalami
kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini
terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di
Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an
Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah
dari represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan
HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan
menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

1. Periode 1998 – sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan
perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum
nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument
Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (
Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang–undangan lainnya.

1. C. Penegakan HAM di Indonesia

Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara
hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum
HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya
para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya
kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter.
Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal
itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang
lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu
memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya
hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant)
yang mendukung tegaknya HAM.

Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan
bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD
1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-
pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan
kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.

Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia
bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut
terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang
sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu
juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan
perlindungan HAM

Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 meliputi kejahatan
genocide (the crime of genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan(crime against humanity).
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama, dengan cara :

 Membunuh anggota kelompok.


 Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota
kelompok.
 Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagiannya.
 Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
 Memindahkan secara paksaan anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan,
penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid

Munculnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat telah melahirkan kesadaran kolektif tentang
perlunya perlindungan HAM melalui instrumen hukum dan kinerja institusi penegak hukumnya.
Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat atau yang mengandung unsur adanya pelanggaran
HAM yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum, sebagai akibat dari bergulirnya reformasi
secara perlahan tapi pasti mulai diajukan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan, dalam hal
ini Pengadilan HAM, merupakan forum paling tepat untuk membuktikan kebenaran tuduhan-
tuduhan adanya pelanggaran HAM di Indonesia. Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999
secara tegas menyatakan bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk
Pengadilan HAM di lingkungan Peradilan Umum. Hukum acara yang berlaku atas perkara
pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000, dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia patut disambut gembira, karena diharapkan dapat
meningkatkan citra baik Indonesia di mata internasional, bahwa Indonesia mempunyai komitmen
dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Seiring dengan
itu upaya penegakkan HAM di Indonesia diharapkan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.

BAB III

PENUTUP

1. A. Kesimpulan

HAM adalah persoalan yang bersifat universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Setiap negara
mempunyai sejarah perjuangan dan perkembangan HAM yang berbeda, oleh karena itu konsepsi
dan implementasi HAM dari suatu negara tidak dapat disamaratakan. Adanya HAM
menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel
dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan
menimbulkan pelanggaran HAM, dan Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas
mengenai masalah ini.

Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama terjadi
setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai
pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan
menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.
Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi
secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya
regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi.

1. B. Saran

Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya di
bangsa yang berumur 63 tahun ini belum bisa sepenuhnya menancapkannya. Walau masih
bangsa muda dibandingkan dengan Negara-negara barat, namun waktu seperti itu bukanlah
sempit bagi pemerintah kita untuk mewujudkannya. Namun mari kembali lagi pada
kenyataannya. Bangsa Indonesia belum menjamin HAM warganya.

HAM sendiri sebenarnya sudah tertuang dalam UUD 1945, namun pada kenyataannya antara
penerapan dan teori sangat jauh perbedaannya. Walaupun, HAM itu sudah diatur secara
mendetail dalam UUd, tapi pelanggaran pelanggaran HAM masih seringkali terjadi di Negara
kita. Maka dari itu sebaiknya Pemerintah memperhatikan hal ini, jangan membiarkan UUD
hanya sebagai sebuah pajangan saja. Pemerintah harus mencari jalan agar UUD benar-benar
berfungsi sebagai dasar negara kita dan sebagai acuan dalam menjalankan kehidupam sehari-
hari, khususnya dalam penerapan penegakan HAM itu sendiri.

Untuk itu butuh keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM di Indonesia.
Tentu saja itu tidak cukup, hanya pemerintah namun,partisipasi dan kerja sama warga nemasih
sangat dibutuhkan kerjasama warna Negara Indonesia yang semoga baik-baik saja. Kemudian
secara sinergi merongrong Negara Indonesia yang adil.

Sejarah Perkembangan HAM di Dunia


http://kitabsejarah.blogspot.com/2014/03/seja
rah-perkembangan-ham-di-dunia.html
Sejarah perkembangan HAM pada hakikatnya muncul karena keinsyafan manusia terhadap
harga diri, harkat, dan martabat kemanusiaannya sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari
penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidakadilan, dan kezaliman yang hampir melanda seluruh
umat manusia. Di lihat dari sejarahnya, istilah hak asasi manusia (HAM) secara monumental
lahir sejak keberhasilan Revolusi Prancis tahun 1789 dalam Declaration des Droits de L'homme
et du Citoyen, artinya hak-hak asasi manusia dan warga negara Prancis. Dalam revolusi tersebut
terkenal semboyan liberte, egalite, dan fraternite. Secara substansial, hak asasi manusia sudah
diperjuangkan manusia sejak berabad-abad sebelum masehi. Sejarah perkembangan hak asasi
manusia dapat dilihat sebagai berikut:

Ilustrasi

Tahun 2500 SM-1000 SM

 Perjuangan Nabi Ibrahim melawan kezaliman Raja Namruds.


 Nabi Musa memerdekakan bangsa Yahudi dari perbudakan Raja Firaun agar terbebas
dari kesewenang-wenangan.
 Hukum Hamurabi pada masyarakat Babilonia yang menetapkan ketentuan-ketentuan
hukum yang menjamin keadilan bagi warganya.

Tahun 600 SM di Athena (Yunani)

Solon telah menyusun undang-undang yang menjamin keadilan setiap warganya. Untuk itu, ia
membentuk Hekiaea, yaitu mahkamah keadilan untuk melindungi orang-orang miskin dan
majelis rakyat atau Eklesia. Karena gagasan inilah, Solon dianggap sebagai Bapak Pengajar
Demokrasi. Perjuangan Solon didukung oleh seorang tokoh negarawan Athena.

Tahun 527 SM - 322 SM

 Kaisar Romawi Flavius Anacius Justinianus, menciptakan peraturan hukum modern yang
terkodifikasi, yaitu Corpus Luris sebagai jaminan atas keadilan dan hak asasi manusia.
 Pada masa kebangkitan, Yunani telah banyak melahirkan filsuf terkenal dengan visi hak
asasi seperti Socrates dan Plato sebagai peletak dasar diakuinya hak asasi manusia serta
Aristoteles yang mengajarkan tentang pemerintahan berdasarkan kemauan dan cita-cita
mayoritas warganya.

Tahun 30 SM - 632 M

 Kitab suci Injil yang dibawa Nabi Isa Almasih, sebagai peletak dasar etika Kristiani dan
ide pokok tingkah laku manusia agar senantiasa hidup dalam cinta kasih terhadap Tuhan
atau sesama manusia.
 Kitab suci Alquran yang diturunkan Nabi Muhammad SAW, banyak mengajarkan
tentang toleransi, berbuat adil, tidak boleh memaksa, bijaksana, menerapkan kasih
sayang, dan sebagainya.

Tahun 1215

Magna Charta merupakan piagam pertama tentang hak asasi manusia di dunia. Magna Charta
lahir di Inggris. Magna Charta merupakan dokumen yang berisi hak-hak kalangan bangsawan
yang diberikan Raja John. Ketentuan tersebut sekaligus memberikan batasan-batasan
kewenangan raja yang sebelumnya memiliki kekuasaan absolut. Sebelumnya raja memiliki
kekuasaan membuat hukum sementara dia sendiri tidak terikat terhadap hukum tersebut. Setelah
lahirnya Magna Charta kekuasaan raja menjadi tidak mutlak dan dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka hukum. Proses lahirnya piagam ini didorong oleh adanya gerakan
rasionalisme dan humanisme di Eropa secara revolusioner di bidang hukum, hak asasi, dan
ketatanegaraan. Pelopor gerakan revolusi tersebut antara lain adalah John Locke dan Thomas
Aquino.

Tahun 1679

Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Hobeas Corpus Act, yang isinya jaminan kebebasan
warga negara dan mencegah pemenjaraan yang sewenang-wenang terhadap rakyat.

Tahun 1689

Lahir piagam Bill of Rights di Britania Raya, yaitu berisi undang-undang tentang hak-hak asasi
dan kebebasan warga negara.
Tahun 1776

Declaration of Independence di Amerika, yaitu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara


aklamasi oleh tiga belas negara bagian. Deklarasi ini merupakan piagam hak asasi manusia
karena mengandung pernyataan, "bahwa semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta".

 Bahwa semua manusia dianugerahi oleh pencipta-Nya hak hidup, kemerdekaan, dan
kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
 Amerika Serikat sebagai negara pertama yang mencantumkan hak asasi manusia dalam
konstitusi(secara resmi dimuat dalam Constitution of USA 1787).
 Naskah proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence)
diciptakan oleh Thomas Jefferson.

Tahun 1789

Lahir piagam Declaration des Droits de L'homme et du Citoyen, yaitu piagam pernyataan hak
asasi manusia dan warga negara sebagai hasil dari Revolusi Prancis di bawah kepemimpinan
Jenderal Laffayette.

 Revolusi Prancis bersemboyan liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite


(persaudaraan).
 Revolusi ini diprakarsai oleh pemikir-pemikir besar Prancis, seperti J. J. Rousseau,
Voltaire, dan Montesquieu.
 Piagam hak asasi ini baru masuk konstitusi Prancis tahun 1791.

Tahun 1918

Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Rights of Determination. Naskah ini diusulkan oleh
Presiden Theodore Woodrow Wilson yang memuat 14 pasal dasar untuk perdamaian yang adil.

Tahun 1941

Atlantic Charter yang lahir pada saat berkobarnya Perang Dunia II dengan pelopornya F. D.
Roosevelt, mengusulkan empat kebebasan (The Four Freedoms) sebagai penyangga hak asasi
manusia yang paing pokok dan mendasar. Isi dari The Four Freedoms ini antara lain:
 Kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat (freedom for speak and
expression).
 Kebebasan untuk beragama (freedom for religion).
 Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
 Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Tahun 1948

Hak asasi manusia sedunia dideklarasikan PBB pada 10 Desember 1948 yaitu Universal
Declaration of Human Rights. Piagam ini disusun oleh panitia khusus yang dibentuk PBB
dengan nama Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1946.

Convenant of Human Rights (1966)

Piagam HAM PBB yang telah diratifikasi oleh negara-negara anggota ini berisi:

 The International on Civil And Political Rights yaitu hak asasi manusia sipil dan politik
PBB.
 The International Convenant of Economic, Social, and Cultural Rights yaitu hak asasi di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya PBB.

Sekian uraian tentang Sejarah Perkembangan HAM di Dunia, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai