http://abangyos.wordpress.com/2008/08/21/pe
rkembangan-ham-indperonesia/
PERKEMBANGAN DAN PENEGAKAN HAK ASASI
MANUSIA (HAM) DI INDONESIA
Oleh : Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum.[1]
ABSTRACT
Pada saat ini HAM telah menjadi issue global, yang tidak mungkin diabaikan dengan dalih apapun
termasuk di Indonesia. Konsep dan implementasi HAM di setiap negara tidak mungkin sama, meskipun
demikian sesungguhnya sifat dan hakikat HAM itu sama. Dalam hal ini, ada tiga konsep dan model
pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-masing di negara-negara Barat, Komunis-
Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana
keduanya berjalan secara paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian
salah satunya akan menimbulkan pelanggaran HAM itu sendiri. Khusus tentang implementasi HAM di
Indonesia, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum
baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini
terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.
A. Pendahuluan
Istilah hak-hak asasi manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan
sebagai berikut : droit de l’home (Perancis) yang berarti hak manusia, human right (Inggris)
antau mensen rechten (Belanda), yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak
kemanusiaan atau hak-hak asasi manusia.[2]
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren
melekat dalam setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM
merupakan karunia Alloh Yang Maha Pencipta kepada hambanya. Mengingat HAM itu adalah
karunia Alloh, maka tidak ada badan apapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan
pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak
ada kekuasaan apapun yang boleh membelenggunya.[3]
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan legitimasi yuridis
untuk pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional maupun internasional. Sekalipun
tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak itu tetap eksis dalam
setiap diri manusia. Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai
yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan
manusia bersifat sekuler dan positivistik, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis
untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.[4]
Dalam perspektif sejarah hukum, setiap ada penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi terhadap perampasan, perkosaan dan pemanipulasian HAM oleh manusia satu
kepada manusia yang lain atau oleh penguasa kepada rakyatnya akan selalu muncul krisis
kemanusiaan. Bahkan kemudian memunculkan formula-formula atau dokumen-dokumen resmi
hak-hak asasi manusia atau sumber hukum yang memberi hak bagi bagi rakyat. Misalnya
dokumen Magna Charta di Inggris tajhun 1215 yang memberikan hak-hak bagi rakyat dan
sekaligus membatasi kekuasaan raja. Kemudian dokumen The Virginia Bill of Rights dan
declarations of Independence yang melahirkan kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776, yang
berisi jaminan kebebasan Individu terhadap kekuasaan negara. Begitu pula dokumen
Declarations des Droites L’Home et Du Cituyen di Prancis tahun 1789 yang berprinsip bahwa
manusia pada hakekatnya adalah baik dan karenanya harus hidup bebas dan bersamaan
kedudukannya dalam hukum. Di Rusia tahun 1918, juga muncul suatu dokumen yang menyebut
hak-hak dasar sosial, tetapi hak-hak dasar individu tidak disebut sama sekali. Selanjutnya
dokumen Declarations of Human Rights tahun 1948 yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang menjamin hak-hak sipil, hak-hak sosial dan hak-hak kebebasan politik.
Secara filosofis berbagai dokumen hak-hak asasi manusia tersebut terlihat adanya
perbedaan muatan nilai dan orientasi. Di Inggris menekankan pada pembatasan kekuasaan raja,
di Amerika Serikat mengutamakan kebebasan individu, di Perancis memprioritaskan
egalitarianisme persamaan kedudukan hukum, di Rusia tidak diperkenalkan hak individu tetapi
hanya mengakui hak sosial. Sementara itu Perserikatan Bangsa-Bangsa merangkum berbagai
nilai dan orientasi karena Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia di badan dunia ini sebagai
kesepakatan berbagai negara setelah mengalami revolusi Perang Dunia II, yang menelorkan
pengakuan prinsip kebebasan perseorangan, kekuasaan hukum dan demokrasi sebagaimana
diformulasikan dalam preambule Atlantik Charter 1945.[5]
Dokumen dan kesaksian sejarah tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi krisis hak
asasi manusia selalu muncul revolusi atau gejolak sosial. Seperti halnya krisis hak asasi manusia
di negara-negara komunis tahun 1990 yang menghancurkan tembok Berlin dan penghancuran
patung-patung tokoh mereka yang sebelumnya dipuja-puja. Rangkaian kesaksian sejarah tersebut
menunjukkan bahwa hak asasi manusia merupakan konstitusi kehidupan, karena hak asasi
manusia merupakan prasarat yang harus ada dalam setiap kehidupan manusia dan merupakan
bekal bagi setiap insan untuk dapat hidup sesuai fitrah kemanusiaannya.
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara mempunyai latar
belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian
sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada dasarnya sama juga. Dalam konteks itulah, tulisan
berikut ini akan mengungkapkan beberapa konsepsi dan model pelaksanaan HAM, yaitu di
negara-negara Barat yang sebagian besar menganut paham liberal kapitalis dan negara-negara
pengikut aliran komunis-sosialis serta konsepsi dan model HAM menurut ajaran Islam. Ketiga
sistem ini dapat dianggap mewakili berbagai konsepsi HAM yang ada, mengingat sebagian besar
dari mereka berkiblat dan mengacu salah satu dari ketiga sistem tersebut. Selain itu
dikemukakan pula tentang HAM dan implementasinya di Indonesia, dengan
mengupas seputar perkembangan dan penegakkan HAM di Indonesia.
E. Kesimpulan
HAM adalah persoalan yang bersifat universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Setiap
negara mempunyai sejarah perjuangan dan perkembangan HAM yang berbeda, oleh karena itu
konsepsi dan implementasi HAM dari suatu negara tidak dapat disamaratakan. Adanya HAM
menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel
dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan
menimbulkan pelanggaran HAM, dan Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas
mengenai masalah ini.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama
terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat
sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan
menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.
Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,
tetapi secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya
regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadian, Ridwan Indra, Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1991.
Al Marsudi, Subandi, Pancasila dan UUD’ 45 alam Paradigma Reformasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.
Alkostar, Artidjo, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Penegakkan Hukum Dewasa Ini, Makalah dalam rangka
Dies Natalis UII ke 51, Yogyakarta, 1994.
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Luthan, Salman, Proyeksi Harmonisasi Konvensi Menentang Penyiksaan Dengan Hukum Pidana Nasional,
makalah seminar nasional kerjasama Departemen Hukum Internasional FH UII dengan ELSAM, Yogyakarta,
1995.
Mahfud, Mohammad, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999.
Natsir, Mohammad, Dapatkah Dipisahkan Politik dan Agama?, Mutiara, Jakarta, 1953.
Sugianto, Djoko, Hak Asasi Manusia dan Peradilan HAM, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang
Diklat MARI, 2001.
Sugondo, Lies, Perkembangan Pelaksanaan HAM di Indonesia, Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang
Diklat MARI, 2001.
Suryokusumo, Sumaryo, Prosedur Penyelesaian Konflik dalam Kerangka Pelanggaran Hak Asasi Manusia,
Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Puslitbang Diklat MARI, 2001.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang
bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh
manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban
asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi
manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan,
menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain
2. Rumusan masalah
1. Bagaimana perkembangan HAM di indonesia?
2. Seperti apa pemikiran HAM di indonesia?
3. Tujuan
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya
Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada
Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia,
melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya,
melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup
bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia
(1925),dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak
bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial
,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak perdebatan HAM yang
dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam
sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di
surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
1[1] A. Ubaidillah dean abd rozak, pendidikan kewarganegaraan, jakarta: prenada media group
2010.
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-
1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde
baru).
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta
hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.sepanjang periode
ini,wacana HAM bisa dicirikan pada:
UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan pasal 24 dan
25 )
KUHP Pasal 99
UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini
dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan
dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam
kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM
Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :
1. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.
2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan
dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin
(Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem
Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut Soekarno Demokrasi
Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang elah memiliki tradisinya sendiri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak
dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan
Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup.
Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-
hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama pemerintahan
Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yang berafeliasi kepada
PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui.Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap
anti pemerintah atau kontra revolusi.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di
Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde
baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an
hingga 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai
menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai
produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM
yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusn
UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c. Isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi juga tidak
semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyatas arat dengan pelanggaran
HAM yang dilakukanya.Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde
Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah .
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya
era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim
otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat
sebagai Wakil presiden RI.
Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan
HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam;konvensi penghapusan segala bentuk 3[3]diskriminasi rasial;konvensi tentang
penghapusan kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta
konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.
Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat
menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa
dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini
merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi
Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan
HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih
baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.
Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap
Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia
tidak boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia
yang belum tuntas. Diantara DPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan
Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan
berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu,
27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa
terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir
pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga
negara secara paksa, dan sebagainya.
Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin
lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga
kejelasan pelaksanaan aturan itu.
2. Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di
Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan
kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah
politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan
3. Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban
pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala
pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan
keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatan
aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang
terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan
Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan
masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena
itu merupakan hak dasar setiap orang.
BAB III
KESIMPULAN
Pada perode setelah kemerdekaan tepatnya priode 1945 sampai priode 1966 pemkiran HAM
semakin membaik karena pada priode ini dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah
pemikiran HAM pada masa ini sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di
Indonesia.Periode ini merupakan masa berakhirnyademikrasi liberal yang di gantikan oleh sistem
demokrai terpimpin.
Tahun 1998 adalah era ang paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Barusekaligus menandai berakhirnya rezim militer Indonesia dan datangnya era
baru demokrasi dan HAM.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. H.A. Efendi,Masyhur SH. MS.hak asasi manusia dalam hukum nasional dsn
internasional.jakarta: Ghalia Indonesia 1994.
2. Winarno,Dwi S.pd. M.si.paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.jakarta: Sinar Grafika
offset 2006.
5. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media,2005
6. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta, Prenada Media,2008
7. Alim, Muhammad. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah dan UUD
1945.Yogyakarta: UII Press,2001.
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang
bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh
manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi
manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku
di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai
landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban
asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi
manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan,
menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
4[1] A. Ubaidillah dean abd rozak, pendidikan kewarganegaraan, jakarta: prenada media group
2010.
dapat dibagi ke dalam dua periode,yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah
kemerdekaan.5[2]
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia
(1925),dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak
bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial
,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak perdebatan HAM yang
dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam
sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di
surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-
1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde
baru).
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta
UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Penjelasan pasal 24 dan
25 )
KUHP Pasal 99
UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini
dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan
dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam
kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM
Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu :
1. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang, tawanan
perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.
2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan
dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin
(Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem
Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut Soekarno Demokrasi
Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang elah memiliki tradisinya sendiri
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak
dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan
Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup.
Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-
hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama pemerintahan
Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra) yang berafeliasi kepada
PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang diakui.Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap
anti pemerintah atau kontra revolusi.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di
Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde
baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an
hingga 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai
menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai
produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang
pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi
Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM
yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru
memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM adalah:
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tudak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusn
UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c. Isu HAM sering kali digunakan olah negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi juga tidak
semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyatas arat dengan pelanggaran
HAM yang dilakukanya.Pelanggaran HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijakan politik Orde
Baru yang bersifat Sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah .
5. Periode pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya
era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim
otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat
sebagai Wakil presiden RI.
Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan
HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam;konvensi penghapusan segala bentuk 6[3]diskriminasi rasial;konvensi tentang
penghapusan kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta
konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.
Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat
menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa
dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini
merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi
Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan
HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih
baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.
Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap
Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia
tidak boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia
yang belum tuntas. Diantara DPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan
Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan
berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu,
27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa
terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir
pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga
negara secara paksa, dan sebagainya.
Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin
lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga
kejelasan pelaksanaan aturan itu.
1.Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi berbagai instrumen
internasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas pada Statuta Roma Mahkamah Pidana
Internasional (Rome Statute International Criminal Court), Protokol Opsional Konvensi Anti
Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture), Konvensi Internasional tentang
Penyandang Cacat, Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, Konvensi Internasional
Tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa.
Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para Tenaga Kerja Indonesia,
pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga Konvensi Internasional Perlindungan Hak-hak
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families).
Dalam kontek ini hendaknya pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak
Asasi Manusia 2009 – 2014.
2. Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian konflik politik di
Papua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang lebih banyak melahirkan
kekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah
politik daripada hukum dalam penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingan
3. Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan kewajiban
pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar pemerintah secara berkala
pelanggaran hak asasi manusia yang ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan
keyakinan kepada masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi keterlibatan
aparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik impunity bagi mereka yang
terlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam rangka terus membangun suatu kepercayaan
Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan
masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena
itu merupakan hak dasar setiap orang.
BAB III
KESIMPULAN
Pada perode setelah kemerdekaan tepatnya priode 1945 sampai priode 1966 pemkiran HAM
semakin membaik karena pada priode ini dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah
pemikiran HAM pada masa ini sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di
Indonesia.Periode ini merupakan masa berakhirnyademikrasi liberal yang di gantikan oleh sistem
demokrai terpimpin.
Tahun 1998 adalah era ang paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.Lengsernya tampuk
kekuasaan Orde Barusekaligus menandai berakhirnya rezim militer Indonesia dan datangnya era
baru demokrasi dan HAM.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. H.A. Efendi,Masyhur SH. MS.hak asasi manusia dalam hukum nasional dsn internasional.jakarta: Ghalia
Indonesia 1994.
2. Winarno,Dwi S.pd. M.si.paradigma baru pendidikan kewarganegaraan.jakarta: Sinar Grafika offset 2006.
4. Hardjo, Wirogo Marbagun. HAM dalam Mekanime-mekanisme Perintis Nasional Regional. Bandung: Padma, 1977
5. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi,Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Prenada Media,2005
6. Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta, Prenada
Media,2008
7. Alim, Muhammad. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945.Yogyakarta: UII
Press,2001.
Perkembangan HAM Di
Indonesia
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4675:perkembang
an-ham-di-indonesia-&catid=59:opini&Itemid=215
Terkait aliran sesat, banyak yang dinilai aktifitas HAM kurang kerjaan atau sebagai alat titipan
kepentingan tertentu
Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan
pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut
maka masyarakat Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945
Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus
yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-
rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki
lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna
kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa
Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998
yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah
puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak
tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-
tangan penguasa pada waktu itu.
Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih
segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak
dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen
yang melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.
Maka popularitas HAM ini semakin mendapat tempat di negeri ini. Telahpun masuk ke
dalam struktur Negara melalui pembentukkan Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Akan halnya HAM kemudian mencari bentuknya sendiri atau dengan kata lain mulai
menjamah ranah lain seperti persoalan agama. Belum lama sejumlah kalangan
menggugat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MU) tentang aliran sesat dan mengecam
pelarangan beberapa aliran sesat oleh Kejaksaan Agung RI .
Bahkan, mereka juga menuntut agar MUI dibubarkan. Karena mereka mengangap
pelarangan terhadap aliran sesat adalah tindakan pelanggaran HAM. Inilah suatu
bentuk aktifitas HAM model baru seiring perubahan iklim demokrasi di negeri ini.
Banyak yang dinilai, aktifitas para aktifis HAM ini kurang kerjaan, ada juga yang
menilai aktifitas HAM di negeri ini sebagai alat titipan kepentingan tertentu. Mereka
sengaja didanai untuk memperjuangkan kepentingan tersebut baik mereka sadari
maupun tanpa mereka sadari.
Karena jika disimak secara mendalam, pendapat mereka yang katanya membela
kebebasan dan HAM itu sangatlah lemah. Karena di sekeliling kita banyak sekali
orang-orang yang mengaku sebagai nabi baru, mengaku malaikat bahkan mengaku
sebagai tuhan. Orang-orang seperti ini tidak sekedar mengaku-ngaku tetapi
menyebarkan fahamnya itu kepada orang. Dan celakanya banyak orang yang
mempercayainya dan kemudian menjadi pengikutnya.
Tidak sedikit kemudian mereka yang membawa ajaran tersebut ternyata memperdaya
pengikutnya. Ada yang mengutip sejumlah uang, ada pula yang mencabuli para
pengikutnya tersebut. Dalam aksinya mereka kerap mengatasnamakan ajaran agama
tersentu. Maka tidak dapat disangkal lagi bahwa tindakan ini adalah tindakan
meresahkan.
Karena harus kita fahami bahwa tindakan aparat penegak hukum yang menangkap
para pimpinan aliran sesat dan pengikutnya, secara sosio-yuridis merupakan kebijakan
yang sangat tepat dan berdasar.
Hal tersebut dilakukan selain untuk mencegah terjadinya aksi-aksi anarkis, juga
merupakan amanat konstitusi. Karena ada rumusan delik dalam pasal 156 KUHP,
bahwa: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan: (a) yang
pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia , (b) dengan maksud agar orang tidak menganut
agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dan yang perlu diketahui adalah bahwa dalam negara hukum (rechtstaat), bukan saja
warga negara yang harus tunduk dan taat kepada hukum, tetapi negara beserta
seluruh komponen penyelenggara negara termasuk Komnas HAM dalam menjalankan
tugas dan fungsinya untuk melindungi dan menegakkan HAM juga wajib taat kepada
hukum. Hal ini dipertegas sendiri oleh pasal 67 UU No. 39 tahun 1999 tentang
HAM: “Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada
peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional
mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia .”
Sungguh merupakan hal yang tidak dapat disangkal bahwa dalam konstitusi dan UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM telah dijamin hak setiap warga negara untuk bebas
memeluk agama dan beribadah menurut agama yang diyakininya. Akan tetapi hukum
juga yang mengatur bahwa dalam melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan itu,
tentu harus mengedepankan unsur ketertiban dan kehormatan nilai-nilai kesucian
ajaran agama/kepercayaan pihak lain.
Maka jika kita mengakui universalitas HAM disandarkan pada standar nilai dan
otoritas, maka kita boleh dinafikan adanya sistim pemeliharaan kesucian ajaran suatu
agama. Islam juga mempunyai standar nilai dan otoritas dalam menjaga kesucian dan
keagungan ajarannya yakni enam rukun iman dan lima rukun Islam. Oleh karenanya
jika ada aliran kepercayaan menatasnamakan Islam, tetapi menyimpang dari standar
nilai Islam, inilah yang disebut ajaran sesat. Merekalah orang yang melakukan
penodaan agama.
Penutup
Setidaknya ada dua asumsi yang mengemuka. Pertama HAM telah kehilangan
popularitas, makna dan momentumnya ketika masalah-masalah kekerasan terstruktur
tidak lagi banyak terjadi seiring perubahan iklim demokrasi di Indonesia . Ini kemudian
memunculkan peran baru HAM untuk menjamah sektor agama yang sebetulnya sudah
sangat salah kaprah.
Asumsi kedua adalah HAM merupakan alat yang memang sengaja dipasang di negeri
ini untuk kepentingan tertentu. Berbagai hal yang dianggap kontraproduktif bagi
kepentingan tersebut akan coba dianulir dengan menggunakan HAM sebagai alatnya.
Kedua asumsi ini sama-sama memiliki alasan. Oleh karenanya sudah sepantasnya
kita mengembalikan posisi HAM sebagaimana semenstinya. ***** (Erwin Pardede :
Penulis adalah Kepala Diklat Industri Reg.I Medan )
Perkembanan HAM Sebelum dan Sesudah Merdeka :
http://manusiapinggiran.blogspot.com/2013/10/perkembanan-ham-sebelum-dan-
sesudah-merdeka.html
1. Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi –
petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam
surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak
kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
2. Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
3. Serikat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang
layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
4. Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih
condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan
dengan alat produksi.
5. Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
6. Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
7. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk
mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan
berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan
Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara
Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada
pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan
masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik.
Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum
yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan
bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya
bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada
anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan
Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM
( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan
HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi
internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus
Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil
yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif
menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah
satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun
1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
e) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan
perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum
nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen
Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (
Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU),
peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Dewasa ini masih banyak lagi kasus kasus HAM yang ringan maupun berat, sangkin banyaknya
tidak bisa kami sebutkan dalam artikel ini.
mungkin itu sedikit dari penjelasan kami, semoga bermanfaat untuk anda :)
b. HAM berlaku untuk siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama, status sosial, assl-usul/daerah
kelahiran, warna kulit, etni, pandangan politik ataupun budaya yang dianutnya.
c. Hak asasi tidak bisa dan tidak boleh dilanggar. Karena HAM mutlak dimiliki oleh setiap orang sebagai anugerah
dari tuhan YME maka tidak boleh satu orangpun mengabaikan hak asasi orang lain apalagi untuk mempertahanan
haknya sendiri. Meskipun negara telah membuat hukum dan tatanan nilai serta norma yang telah disepakati,
manusia yang ada di dalamnya masih memiki kesempatan untuk mempertahanka haknya selama tidak melanggar
jauh dari hukum dan norma yang telah ditetapkan tersebut.
HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia adalah seorang
manusia.
Jack Donnely, mendefinisikan hak asasi tidak jauh berbeda dengan pengertian di atas. Hak asasi
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan hak itu
merupakan pemberian dari tuhan yang maha esa.
Sementara menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang
secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat. John Locke
menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat pada diri manusia yang merupakan anugrah
atau pemberian langsung dari tuhan YME.
secara filosofis, pandangan menurut hak asasi manusia adalah, "jika wacana publik masyarakat
global di masa damai dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu adalah hak asasi
manusia." Meskipun demikian, klaim yang kuat dibuat oleh doktrin hak asasi manusia agar terus
memunculkan sikap skeptis dan perdebatan tentang sifat, isi dan pembenaran hak asasi manusia
sampai dijaman sekarang ini. Memang, pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan "hak" itu
sendiri kontroversial dan menjadi perdebatan filosofis terus (Shaw, 2008)
diatas merupakan sedikit pengertian dari HAM, dewasa ini banyak sekali pengertian HAM
menurut beberapa pendapat, dan sampai sekarang pun HAM masih belum jelas, karena setiap
individu itu mempunyai pemikiran pemikiran masing masing tentang ham.
pelajari juga Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Pembagian hak asasi manusia.
abstrak : para pakar eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM didasari pada lahirnya Magna
Charta, yang kemudian di ikuti dengan lahirnya Bill of Rights yang perkembangannya lebih
konkret. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American
Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Selanjutnya
pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi
melahirkan dasar The Rule of Law. Keberadaan HAM di Indonesia sebenarnya sudah lama ada,
Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama, kemudian ditulis dalam
buku-buku adat (Lontarak), namun hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum
Indonesia sendiri agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat.
keyword : hak asasi manusia, sejarah perkembangan, sejarah perkembangan HAM
internasional, sejarah perkembangan HAM nasional, dan Human Rights.
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia
sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan
mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar
hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen.
Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu
lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai
embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret,
dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium
yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini
memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. kemudian berkembang lagi
dengan lahirnya teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu
dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani, John
Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan
persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration
of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir,
ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang
lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada
penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan
ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula
presumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh,
berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas
mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang
dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal
6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom
of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third is freedom
from want which, translated into world terms, means economic understandings which will secure
to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth
is freedom from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a position to
commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia)
dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang
kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh
PBB pada tahun 1948.
Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik yang di
cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki riwayat perjuangan panjang
bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini
sesudah dimulai segera setelah di tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja
John Lackbland, maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah
perjuangan hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan
perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini (Muh. Kusnardi dan
ibrahim,1981:307).
dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya Polition of Rights pada tahun 1628
oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215 raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja,
yang mendorong lahirnya Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan
dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini
memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi yang erat sekali
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu telah ada
sejak abad 13,karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat untuk mengukuhkan
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai
anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya,
4) Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
3.Macam-Macam HAM
Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights)
g. Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)
2. Peran Serta dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
4) Pemerintahan Totaliter,
7) Kejahatan perang.
Upaya penegakan HAM merupakan kewajiban bersama. Untuk mengetahui secara pasti
tentang partisipasi perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia maka KOMNAS HAM
menekankan
terdiri dari tiga bagian yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu pembukaan, batang tubuh
A. Dalam Pembukaan
- Alinea pertama pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan adanya kebebasan
untuk merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan adalah inti sari dari hak-hak asasi manusia,
- Alinea ke empat: berisikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam
segala bidang
Undang-undang dasar 1945 mengatur hak-hak asasi manusia dalam 7 pasal ,yaitu
Pasal-Pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi. Ketujuh pasal tersebut adalah :
1. Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi manusia.
maupun tulisan.
3. Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak asasi itu telah ada. Karena itu tidak
heranlah bahwasannya Negara Indonesia saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang
harus dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang
pelaksanaannya.
sebagai berikut.
1. UUD 1945
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Indonesia mempunyai tugas pokok, yaitu
HAM memiliki wewenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat, termasuk yang dilakukan di luar territorial wilayah Negara RI oleh Warga Negara
Indonesia.
6. Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM Di Indonesia
Adapun aspek yang menjadi penyebab pelanggaran HAM dalam penegakan HAM tidak
Dalam Piagam PBB berkali-kali diulang bahwa PBB akan mendorong, mengembangkan, dan
mendukung penghormatan secara Universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan
pokok bagi semua tanpa membedakan suku, gender, bahasa, dan agama.
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) yang bertugas memperbaiki syarat-syarat bekerja dan
Disamping itu, ada dua badan khusus PBB yang juga menangani HAM hidup para buruh. Badan
yang kedua adalah UNESCO yang mempunyai tugas meningkatkan kerja sama antarbangsa
Pada tanggal 16 desember 1966, disahkan Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights dan Internasional Covenant on Civil and Political Rights. Pejanjian Internasional
mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang mulai berlaku sejak tanggal 3 Januari 1976.
Perjanjian ini berupaya meningkatkan dan melindungi tiga kategori hak, yaitu sebagai berikut.
ilmu pengetahuan.
perlakuan atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat, perbudakan, kerja paksa,
KESIMPULAN
Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia itu baru muncul pada
abad Ke-13, dan tetapi setelah ditanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh Raja
John Lackland, maka seringkali peristiwa itu dicatat sebagai penilaian dari sejarah perjuangan
Adapun yang dimaksud dengan HAM (Hak Asasi Manusia) itu sendiri adalah hak-hak
dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang di bawah sejak lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Arjdo Miriam, 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Granmedia Pustaka
Utama.
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) :
http://www.zonasiswa.com/2014/07/sejarah-
hak-asasi-manusia-ham.html
Sejarah Hak Asasi Manusia dimulai dari gagasan hak asasi manusia. Gagasan hak
asasi manusia muncul sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa yang
memerintah secara otoriter. Munculnya penguasa yang otoriter mendorong orang yang
tertekan hak asasinya untuk berjuang menyatakan keberadaannya sebagai makhluk
bermartabat. Nah, Zona Siswa pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM). Semoga bermanfaat. Check this out!!!
Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada
abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang
melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah
perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat,
yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.
1. Hakekat hak asasi manusia Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia,
dan mempunyai derajat yang luhur sebagai manusia, mempunyai budi dan karsa yang
merdeka sendiri. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia
berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak
asasi manusia (HAM) adalah hak--hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia
yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Landasan utama
HAM, yaitu : ♫ Landasan langsung yang pertama kodrat manusia; ♫ Landasan kedua
yang lebih dalam Tuhan yang menciptakan manusia.
2. Latar Belakang Lahirnya Instrumen Nasional HAM di INDONESIA
3. Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) Kuntjara
Purbopranoto, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5
(lima) pokok mengenai hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD
1945, yaitu: Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di
muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1) ; Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2); Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang
- undang (Pasal 28); Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin
oleh Negara (Pasal 29 ayat 2); Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).
4. Kelembagaan HAM
5. HAM (I) Komisi Nasional (KOMNAS) HAM
6. Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50
Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat
maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di
Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI ; Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM (Bab VIII, pasal 75 s/d. 99)
maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan
UURI Nomor 39 Tahun 1999.
7. Tujuan Komnas HAM : membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut,
Komnas HAM melaksanakan fungsi sebagai berikut : Fungsi pengkajian dan penelitian.
Fungsi penyuluhan Fungsi pemantauan Fungsi mediasi
8. ( II ) Pengadilan HAM
9. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan
umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida, misalnya ;
membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental, menciptakan
kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok
lain. Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
10. ( III ) Komisi Nasional Perlindungan Anak & Komisi Perlindungan Anak Indonesia
11. Ilustrasi & Gambar Kekerasan Terhadap Anak ……
12. Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional
perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era
reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada
masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya:
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman,
kekerasan, pe nganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang
mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI
dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.
13. Kekerasan terhadap anak dapat menghancurkan karakter baik dalam anak …. Oleh
karena itu….. Marilah Kita Lindungi Anak- Anak penerus bangsa ….. Jangan biarkan
anak-anak bangsa hancur dan hidup dalam ketakutan
14. ( IV ) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
15. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres
Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah
sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan : Menyebarluaskan
pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan. Mengembangkan kondisi
yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Meningkatkan
upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
hak asasi perempuan
16. Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
17. ( V ) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
18. Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi dibentuk berdasarkan UURI Nomor 27 Tahun
2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsilialisi. Keberadaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsilialisi (KKR) untuk : Memberikan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM
berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat
pengadilan HAM dan pengadilan HAM Ad Hoc mengalami kebuntuan. Sarana mediasi
antara pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar
pengadilan HAM.
19. ( VI ) LSM Pro - Demokrasi dan HAM
20. Disamping lembaga penegakan hak asasi manusia yang dibentuk oleh pemerintah,
masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga HAM. Lembaga HAM bentukan
masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO
(Non Govermental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan
kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan HAM. LSM ini sering
disebut LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain YLBHI
(Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Kontras (Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat),
PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia).
21. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia &
22. Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia 1.
23. Pembunuhan besar-besaran (genocide) Rasialisme resmi Terorisma resmi
berskala besar Pemerintah totaliter Penolakan secara sadar untuk memenuhi
kebutuhan- kebutuhan dasar manusia. Perusakan kualitas lingkungan Kejahatan-
kejahatan perang/ Penggolongan pelanggaran HAM diatas merupakan contoh
pelanggaran HAM yang berat dikemukakan Richard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun
1999 yang dikategorikan pelanggaran HAM yang berat adalah : Pembunuhan masal
(genocide); Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan;
Penyiksaan; Penghilangan orang secara paksa; Perbudakan atau diskriminasi yang
dilakukan secara sistematis.
24. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM 2.
25. Mengapa pelanggaran hak asasi manusia sering terjadi di Indonesia, meskipun seperti
telah dikemukakan di atas telah dijamin secara konstitusional dan telah dibentuknya
lembaga penegakan hak asasi manusia. Apa bila dicermati secara seksama ternyata faktor
penyebabnya kompleks. Faktor - faktor penyebabnya antara lain: masih belum adanya
kesepahaman pada tataran konsep hak asasi manusia antara paham yang memandang
HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa
memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa yang lain terutama dalam
pelaksanaannya (partikularisme); adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang
akan mengancam kepentingan umum (dikhotomi antara individualisme dan
kolektivisme); kurang berfungsinva lembaga - lembaga penegak hukum (polisi, jaksa
dan pengadilan); dan pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil
maupun militer.
26. Menanggapi Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia 3.
27. Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia sebagaimana telah dikemukakan di
depan membawa berbagai akibat. Akibat itu, misalnya menjadikan masyarakat dan
bangsa Indonesia sangat menderita dan mengancam integrasi nasional. Bagaimana kita
menanggapi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia? Sebagai warga negara yang
baik harus ikut serta secara aktif (berpartisipasi) dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi bangsa dan negaranya, termasuk masalah pelanggaran HAM. Untuk itu
tanggapan yang dapat dikembangkan misalnya : bersikap tegas tidak membenarkan setiap
pelanggaran HAM. Alasannya: 1. dilihat dari segi moral merupakan perbuatan tidak baik
yakni bertentangan dengan nilai - nilai kemanusiaan; 2. dilihat dari segi hukum,
bertentangan dengan prinsip hukum yang mewajibkan bagi siapapun untuk menghormati
dan mematuhi instrumen HAM; 3. dilihat dari segi politik membelenggu kemerdekaan
bagi setiap orang untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintahannya. Akibat
dari kendala ini, maka pemerintahan yang demokratis sulit untuk di wujudkan.
28. Contoh Kasus Pelanggaran HAM dan Upaya Penegakannya 4.
29. Kasus pelanggaran HAM dapat terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di
lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah antara
lain perlu dikembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati, persaudaraan dan
menghindarkan dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan kekerasan atau perbuatan
tercela yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal yang sangat
mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan menganut budaya "Siriq". Budaya ini
mengedepankan sikap sipakatau atau saling menghormati serta malu berbuat tidak wajar
di depan umum. Upaya penegakan terhadap kasus pelanggaran HAM tergantung pada
apakah pelanggaran HAM itu masuk kategori berat atau bukan. Apabila berat. maka
penyelesaiannya melalui Peradilan HAM, namun apabila pelanggaran HAM bukan berat
melalui Peradilan Umum. Kita sebagai manusia dan sekaligus sebagai warga negara yang
baik, bila melihat atau mendengar terjadinva pelanggaran HAM sudah seharusnya
memiliki kepedulian. Meskipun pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian atau keluarga
kalian. Kita sebagai sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban pelanggaran HAM
atas sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki - laki, berbeda agama, suku dan
daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke - Papua menvatakan “IZAKOD
BEKAI IZAKOD KAI" (satu hati satu tujuan) Kepedulian kita terhadap penegakan HAM
merupakan amanah dan nilai Panicasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab yang
sama- sama kita junjung tinggi, karena akan dapat menghantarkan sebagai bangsa yang
beradab. Oleh karena itu sikap tidak peduli harus dihindari.
30. MENGHARGAI UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
31. Lukman Soetrisno seorang sosiolog, mengajukan indikator bahwa suatu
pembangunan telah melaksanakan hak - hak asasi manusia apabila telah menunjukkan
adanya indikator-indikator, sebagai berikut : 1. dalam bidang politik berupa kemauan
pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam
masyarakat; 2. dalam bidang sosial berupa perlakuan yang sama oleh hukum antara wong
cilik dan priyayi dan toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau latar belakang
agama dan ras warga negara Indonesia, dan 3. dalam bidang ekonomi dalam bentuk tidak
adanya monopoli dalam sistem ekonomi yang berlaku. Dalam bentuk kegiatan seperti apa
menghargai upaya perlindungan HAM? Menghargai upaya perlindungan HAM dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
32. Upaya perlindungan HAM penekanannya pada berbagai tindakan pencegahan
terhadap terjadinya pelanggaran HAM. Perlindungan HAM terutama melalui
pembentukan instrumen hukum dan kelembagaan HAM. Juga dapat melalui berbagai
faktor yang berkaitan dengan upaya pencegahan HAM yang dilakukan individu maupun
masyarakat dan negara. Negara-lah yang memiliki tugas utama untuk melindungi warga
negaranya termasuk hak- hak asasinya. Sebagaimana hal ini dinyatakan dalam
Pembukaan UUD 1945, yang pada intinya tujuan NKRI adalah : (1) melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan.kesejahteraan
umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kapan jaminan
perlindungan HAM dinyatakan telah di laksanakan? Meskipun di Indonesia telah ada
jaminan secara konstitusional maupun telah dibentuk lembaga untuk penegakanya, tetapi
belum menjamin bahwa hak asasi manusia dilaksanakan dalam kenyataan kehidupan
sehari - hari atau dalam pelaksanaan pembangunan.
33. Berbagai kegiatan yang dapat dimasukan dalam upaya perlindungan HAM antara
lain: a) Kegiatan belajar bersama. berdiskusi untuk mernahami pengertian HAM; b)
Mempelajari peraturan perundang - undangan mengenai HAM maupun peraturan hukum
pada umumnya, karena peraturan hukum yang umum pada dasarnya juga telah memuat
jaminan perlindungan HAM; c) Mempelajari tentang peran lembaga - lembaga
perlindungan HAM, seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak
(KNPA), LSM, dan seterusnya; d) Memasyarakatkan tentang pentingnya memahami dan
melaksanakan HAM, agar kehidupan bersama menjadi tertib, damai dan sejahtera kepada
lingkungan masing--masing; e) Menghormati hak orang lain, baik dalam keluarga, kelas,
sekolah, pergaulan, maupun masyrakat; f) Bertindak dengan mematuhi peraturan yang
berlaku di keluarga, kelas, sekolah. OSIS, masyarakat, dan kehidupan bernegara; g)
Berbagai kegiatan untuk mendorong agar negara mencegah berbagai tindakan anti
pluralisme (kemajemukan etnis, budaya, daerah, dan agama); h) Berbagai kegiatan untuk
mendorong aparat penegak hukum bertindak adil; i) Berbagai kegiatan yang mendorong
agar negara mencegah kegiatan yang dapat menimbulkan kesengsaraan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan dan
pendidikan.
34. Upaya penegakan HAM melalui jalur Pengadilan HAM mengikuti ketentuan-
ketentuan antara lain, sebagai berikut : 1) Kewenangan memeriksan dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak
berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. 2)
Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkan
UURI No.26 Tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan
telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada tempat dan
waktu perbuatan tertentu (locus dan tempos delicti ) yang terjadi sebelum
diundangkannya UURI No. 26 Tahun 2000. 3) Agar pelaksanaan Pengadilan HAM
bersifat jujur, maka pemeriksaan perkaranva dilakukan majelis hakim Pengadilan HAM
yang berjumlah 5 orang. Lima orang tersebut, terdiri atas 2 orang hakim dari Pengadilan
HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc (diangkat di luar hakim karir).
35. Kesimpulan Upaya penegakan HAM baik dilakukan melalui peradilan HAM maupun
partisipasi warga negara ( masyarakat, siswa/i, lembaga masyarakat ) dengan kerja sama
yang baik dengan lembaga penengak HAM; Kasus-kasus pelanggaran HAM, sebaiknya
ditindak oleh aparat pemerintah maupun masyarakat dan sikap yang tegas yang sebaiknya
dikembangkan oleh warga negara ketika menghadapi kasus-kasus pelanggaran HAM.
PENDAHULUAN
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat
dalam setiap diri manusia sejak lahir. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM merupakan
karunia Alloh Yang Maha Pencipta kepada hambanya. Mengingat HAM itu adalah karunia
Alloh, maka tidak ada badan apapun yang dapat mencabut hak itu dari tangan pemiliknya.
Demikian pula tidak ada seorangpun diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada
kekuasaan apapun yang boleh membelenggunya
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memerlukan legitimasi yuridis untuk
pemberlakuannya dalam suatu sistem hukum nasional maupun internasional. Sekalipun tidak ada
perlindungan dan jaminan konstitusional terhadap HAM, hak itu tetap eksis dalam setiap diri
manusia. Gagasan HAM yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling
hakiki dalam kehidupan manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia bersifat
sekuler dan positivistik, maka eksistensi HAM memerlukan landasan yuridis untuk diberlakukan
dalam mengatur kehidupan manusia
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara mempunyai latar
belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup bangsanya, meskipun demikian
sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada dasarnya sama juga.
1. B. Identifikasi Masalah
Makalah ini akan mengidentifikasikan beberapa hal yang berkaitan tentang perkembangan HAM
di Indonesia, yaitu :
1. C. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam masalah ini tidak terlalu luas dan Lebih terfokus pada masalah dan
tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah
hanya pada ruang lingkup perkembangan HAM di Indonesia.
1. D. Pembahasan
Dalam pembuatan makalah pendidikan kewarganegaraan ini Kami menggunakan metode sebagai
berikut :
Dalam pemenuhan materi makalah ini,maka penulis memakai beberapa penelitian yaitu melalui
kepustakaan,pengumpulan data,dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
BAB II
ISI
Berbeda dengan di Inggris dan Perancis yang mengawali sejarah perkembangan dan perjuangan
hak asasi manusianya dengan menampilkan sosok pertentangan kepentingan antara kaum
bangsawan dan rajanya yang lebih banyak mewakili kepentingan lapisan atas atau golongan
tertentu saja. Perjuangan hak-hak asasi manusia Indonesia mencerminkan bentuk pertentangan
kepentingan yang lebih besar, dapat dikatakan terjadi sejak masuk dan bercokolnya bangsa asing
di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Sehingga timbul berbagai perlawanan dari rakyat
untuk mengusir penjajah.
Dengan demikian sifat perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia itu tidak bisa
dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja,
melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Hal ini tidak berarti bahwa
sebelum bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan bangsa asing, tidak pernah mengalami
gejolak berupa timbulnya penindasan manusia atas manusia. Pertentangan kepentingan manusia
dengan segala atributnya (sebagai raja, penguasa, bangsawan, pembesar dan seterusnya) akan
selalu ada dan timbul tenggelam sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Hanya saja
di bumi Nusantara warna pertentangan-pertentangan yang ada tidak begitu menonjol dalam
panggung sejarah, bahkan sebaliknya dalam catatan sejarah yang ada berupa kejayaan bangsa
Indonesia ketika berhasil dipersatukan di bawah panji-panji kebesaran Sriwijaya pada abad VII
hingga pertengahan abad IX, dan kerajaan Majapahit sekitar abad XII hingga permulaan abad
XVI
Hingga kemudian diskursus tentang HAM memasuki babakan baru, pada saat Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan rancangan UUD
pada tahun 1945, dalam pembahasan-pembahasan tentang sebuah konstitusi bagi negara yang
akan segera merdeka, silang selisih tentang perumusan HAM sesungguhnya telah muncul. Di
sana terjadi perbedaan antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin di pihak lain. Pihak yang pertama menolak dimasukkannya HAM terutama
yang individual ke dalam UUD karena menurut mereka Indonesia harus dibangun sebagai negara
kekeluargaan. Sedangkan pihak kedua menghendaki agar UUD itu memuat masalah-masalah
HAM secara eksplisit
Sedangkan istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam
UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun penjelasannya. Istilah yang dapat
ditemukan adalah pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan
hak-hak Dewan Perwakilan Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau
amandemen kedua, istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah mengalami perubahan konstitusi dari UUD 1945
menjadi konstitusi RIS (1949), yang di dalamnya memuat ketentuan hak-hak asasi manusia yang
tercantum dalam Pasal 7 sampai dengan 33. Sedangkan setelah konstitusi RIS berubah menjadi
UUDS (1950), ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dimuat dalam Pasal 7 sampai dengan
34. Kedua konstitusi yang disebut terakhir dirancang oleh Soepomo yang muatan hak asasinya
banyak mencontoh Piagam Hak Asasi yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu
The Universal Declaration of human Rights tahun 1948 yang berisikan 30 Pasal.
Dengan Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi dan
UUDS 1950 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini berarti ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-
hak asasi manusia Indonesia yang berlaku adalah sebagaimana yang tercantum dalam UUD
1945. Pemahaman atas hak-hak asasi manusia antara tahun 1959 hingga tahun 1965 menjadi
amat terbatas karena pelaksanaan UUD 1945 dikaitkan dengan paham NASAKOM yang
membuang paham yang berbau Barat. Dalam masa Orde Lama ini banyak terjadi penyimpangan-
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang suasananya diliputi penuh pertentangan
antara golongan politik dan puncaknya terjadi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Hal ini
mendorong lahirnya Orde Baru tahun 1966 sebagai koreksi terhadap Orde Lama. Dalam awal
masa Orde baru pernah diusahakan untuk menelaah kembali masalah HAM, yang melahirkan
sebuah rancangan Ketetapan MPRS, yaitu berupa rancangan Pimpinan MPRS RI No. A3/I/Ad
Hoc B/MPRS/1966, yang terdiri dari Mukadimah dan 31 Pasal tentang HAM. Namun rancangan
ini tidak berhasil disepakati menjadi suatu ketetapan.
Kemudian di dalam pidato kenegaraan Presiden RI pada pertengahan bulan Agustus 1990,
dinyatakan bahwa rujukan Indonesia mengenai HAM adalah sila kedua Pancasila “Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab” dalam kesatuan dengan sila-sila Pancasila lainnya. Secara historis
pernyataan Presiden mengenai HAM tersebut amat penting, karena sejak saat itu secara
ideologis, politis dan konseptual HAM dipahami sebagai suatu implementasi dari sila-sila
Pancasila yang merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun
demikian, secara Ideologis, politis dan konseptual, sila kedua tersebut agak diabaikan sebagai
sila yang mengatur HAM, karena konsep HAM dianggap berasal dari paham individualisme dan
liberalisme yang secara ideologis tidak diterima.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM) berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993.
Pembentukan KOMNAS HAM tersebut pada saat bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan
pembangunan, menunjukkan keterkaitan yang erat antara penegakkan HAM di satu pihak dan
penegakkan hukum di pihak lainnya. Hal ini senada dengan deklarasi PBB tahun 1986, yang
menyatakan HAM merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Keikutsertaan rakyat dalam
pembangunan bukan sekedar aspirasi, melainkan kunci keseluruhan hak asasi atas pembangunan
itu sendiri. Dan menjadi tugas badan-badan pembangunan internasional dan nasional untuk
menempatkan HAM sebagai fokus pembangunan.
Guna lebih memantapkan perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai
kalangan masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat diterbitkannya
suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia atau Ketetapan MPR tentang
GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
asasi manusia Indonesia yang ada dalam UUD 1945.
Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan
dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal
10 sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988,
telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999.
Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.
Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di
Jakarta pada tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.
Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional yang
mengatur HAM, antara lain:
Boedi Oetomo
Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada
pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.
Perhimpunan Indonesia
Sarekat Islam
Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan deskriminasi rasial.
Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat
sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
Indische Partij
Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan
nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut
dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan
dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang
BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi
secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera
dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh
Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan
menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima
aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan
rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat
dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan
pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya
kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai
reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan
hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
1. Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM.Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM.
Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan
gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan
HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna
melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam
piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami
kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada
periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM
adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan
deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan
bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untukmemojokkan.
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari pihak pemerintah mengalami
kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini
terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di
Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an
Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah
dari represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan
HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan
menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan
perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang
berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum
nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument
Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara (
Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang–undangan lainnya.
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan tegaknya negara
hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan Pengadilan HAM, regulasi hukum
HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya
para hakim ad hoc, akan lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya
kebenaran hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter.
Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan HAM, hal
itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang
lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu
memang memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya
hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant)
yang mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan
bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD
1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-
pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan
kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di Indonesia
bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut
terutama karena memang telah terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang
sederhana sampai pada pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu
juga karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan dan
perlindungan HAM
Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 meliputi kejahatan
genocide (the crime of genocide) dan kejahatan terhadap kemanusiaan(crime against humanity).
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama, dengan cara :
Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan,
penghilangan orang secara paksa dan kejahatan apartheid
Munculnya berbagai kasus pelanggaran HAM berat telah melahirkan kesadaran kolektif tentang
perlunya perlindungan HAM melalui instrumen hukum dan kinerja institusi penegak hukumnya.
Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat atau yang mengandung unsur adanya pelanggaran
HAM yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum, sebagai akibat dari bergulirnya reformasi
secara perlahan tapi pasti mulai diajukan ke lembaga peradilan. Lembaga peradilan, dalam hal
ini Pengadilan HAM, merupakan forum paling tepat untuk membuktikan kebenaran tuduhan-
tuduhan adanya pelanggaran HAM di Indonesia. Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999
secara tegas menyatakan bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk
Pengadilan HAM di lingkungan Peradilan Umum. Hukum acara yang berlaku atas perkara
pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000, dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Dibentuknya Pengadilan HAM di Indonesia patut disambut gembira, karena diharapkan dapat
meningkatkan citra baik Indonesia di mata internasional, bahwa Indonesia mempunyai komitmen
dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat. Seiring dengan
itu upaya penegakkan HAM di Indonesia diharapkan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
HAM adalah persoalan yang bersifat universal, tetapi sekaligus juga kontekstual. Setiap negara
mempunyai sejarah perjuangan dan perkembangan HAM yang berbeda, oleh karena itu konsepsi
dan implementasi HAM dari suatu negara tidak dapat disamaratakan. Adanya HAM
menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel
dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan
menimbulkan pelanggaran HAM, dan Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas
mengenai masalah ini.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama terjadi
setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai
pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan
menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.
Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi
secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya
regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi.
1. B. Saran
Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya di
bangsa yang berumur 63 tahun ini belum bisa sepenuhnya menancapkannya. Walau masih
bangsa muda dibandingkan dengan Negara-negara barat, namun waktu seperti itu bukanlah
sempit bagi pemerintah kita untuk mewujudkannya. Namun mari kembali lagi pada
kenyataannya. Bangsa Indonesia belum menjamin HAM warganya.
HAM sendiri sebenarnya sudah tertuang dalam UUD 1945, namun pada kenyataannya antara
penerapan dan teori sangat jauh perbedaannya. Walaupun, HAM itu sudah diatur secara
mendetail dalam UUd, tapi pelanggaran pelanggaran HAM masih seringkali terjadi di Negara
kita. Maka dari itu sebaiknya Pemerintah memperhatikan hal ini, jangan membiarkan UUD
hanya sebagai sebuah pajangan saja. Pemerintah harus mencari jalan agar UUD benar-benar
berfungsi sebagai dasar negara kita dan sebagai acuan dalam menjalankan kehidupam sehari-
hari, khususnya dalam penerapan penegakan HAM itu sendiri.
Untuk itu butuh keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM di Indonesia.
Tentu saja itu tidak cukup, hanya pemerintah namun,partisipasi dan kerja sama warga nemasih
sangat dibutuhkan kerjasama warna Negara Indonesia yang semoga baik-baik saja. Kemudian
secara sinergi merongrong Negara Indonesia yang adil.
Ilustrasi
Solon telah menyusun undang-undang yang menjamin keadilan setiap warganya. Untuk itu, ia
membentuk Hekiaea, yaitu mahkamah keadilan untuk melindungi orang-orang miskin dan
majelis rakyat atau Eklesia. Karena gagasan inilah, Solon dianggap sebagai Bapak Pengajar
Demokrasi. Perjuangan Solon didukung oleh seorang tokoh negarawan Athena.
Kaisar Romawi Flavius Anacius Justinianus, menciptakan peraturan hukum modern yang
terkodifikasi, yaitu Corpus Luris sebagai jaminan atas keadilan dan hak asasi manusia.
Pada masa kebangkitan, Yunani telah banyak melahirkan filsuf terkenal dengan visi hak
asasi seperti Socrates dan Plato sebagai peletak dasar diakuinya hak asasi manusia serta
Aristoteles yang mengajarkan tentang pemerintahan berdasarkan kemauan dan cita-cita
mayoritas warganya.
Tahun 30 SM - 632 M
Kitab suci Injil yang dibawa Nabi Isa Almasih, sebagai peletak dasar etika Kristiani dan
ide pokok tingkah laku manusia agar senantiasa hidup dalam cinta kasih terhadap Tuhan
atau sesama manusia.
Kitab suci Alquran yang diturunkan Nabi Muhammad SAW, banyak mengajarkan
tentang toleransi, berbuat adil, tidak boleh memaksa, bijaksana, menerapkan kasih
sayang, dan sebagainya.
Tahun 1215
Magna Charta merupakan piagam pertama tentang hak asasi manusia di dunia. Magna Charta
lahir di Inggris. Magna Charta merupakan dokumen yang berisi hak-hak kalangan bangsawan
yang diberikan Raja John. Ketentuan tersebut sekaligus memberikan batasan-batasan
kewenangan raja yang sebelumnya memiliki kekuasaan absolut. Sebelumnya raja memiliki
kekuasaan membuat hukum sementara dia sendiri tidak terikat terhadap hukum tersebut. Setelah
lahirnya Magna Charta kekuasaan raja menjadi tidak mutlak dan dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka hukum. Proses lahirnya piagam ini didorong oleh adanya gerakan
rasionalisme dan humanisme di Eropa secara revolusioner di bidang hukum, hak asasi, dan
ketatanegaraan. Pelopor gerakan revolusi tersebut antara lain adalah John Locke dan Thomas
Aquino.
Tahun 1679
Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Hobeas Corpus Act, yang isinya jaminan kebebasan
warga negara dan mencegah pemenjaraan yang sewenang-wenang terhadap rakyat.
Tahun 1689
Lahir piagam Bill of Rights di Britania Raya, yaitu berisi undang-undang tentang hak-hak asasi
dan kebebasan warga negara.
Tahun 1776
Bahwa semua manusia dianugerahi oleh pencipta-Nya hak hidup, kemerdekaan, dan
kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
Amerika Serikat sebagai negara pertama yang mencantumkan hak asasi manusia dalam
konstitusi(secara resmi dimuat dalam Constitution of USA 1787).
Naskah proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence)
diciptakan oleh Thomas Jefferson.
Tahun 1789
Lahir piagam Declaration des Droits de L'homme et du Citoyen, yaitu piagam pernyataan hak
asasi manusia dan warga negara sebagai hasil dari Revolusi Prancis di bawah kepemimpinan
Jenderal Laffayette.
Tahun 1918
Lahir piagam hak asasi manusia, yaitu Rights of Determination. Naskah ini diusulkan oleh
Presiden Theodore Woodrow Wilson yang memuat 14 pasal dasar untuk perdamaian yang adil.
Tahun 1941
Atlantic Charter yang lahir pada saat berkobarnya Perang Dunia II dengan pelopornya F. D.
Roosevelt, mengusulkan empat kebebasan (The Four Freedoms) sebagai penyangga hak asasi
manusia yang paing pokok dan mendasar. Isi dari The Four Freedoms ini antara lain:
Kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat (freedom for speak and
expression).
Kebebasan untuk beragama (freedom for religion).
Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Tahun 1948
Hak asasi manusia sedunia dideklarasikan PBB pada 10 Desember 1948 yaitu Universal
Declaration of Human Rights. Piagam ini disusun oleh panitia khusus yang dibentuk PBB
dengan nama Komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1946.
Piagam HAM PBB yang telah diratifikasi oleh negara-negara anggota ini berisi:
The International on Civil And Political Rights yaitu hak asasi manusia sipil dan politik
PBB.
The International Convenant of Economic, Social, and Cultural Rights yaitu hak asasi di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya PBB.