RINGKASAN
masalah kenegaraan. Antara lain Politea (The Republic), Politicos (The Statesman),
dan Nomoi (The Law).
4. Doktrin Hukum Alam dan Pemikiran Liberal Mengenai Hak Asasi Manusia
Pada masa-masa ini doktrin-doktrin hukum alam diajarkan menekankan pada
faktor kewajiban sebagaimana dipisahkan dari faktor hak. Doktrin-doktrin ini
mengakui legitimasi perbudakan yang meniadakan ide-ide utama dari HAM, yaitu
tentang kebebasan dan kesamaan. Ide-ide yang sebelumnya dipahami sebagai natural
rights mengalami perubahan sejalan dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi
dalam keyakinan dan praktek dalam masyarakat.
Terkait dengan tujuan negara agar menjadi baik, Plato berpendapat perlunya
memasukan eksistensi hukum untuk mengatur kehidupan warga negara dan
penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum
5. Pengaruh Pemikiran Thomas Aquinas dan Beberapa Pemikiran Lain
Pemikiran Thomas Aquinas, dan beberapa dokumen HAM yang ada, memberikan
kesaksian tentang meningkatknya pandangan masyarakat bahwa manusia diberkati
dengan hak-hak yang kekal dan tidak dapat dicabut oleh siapapun, yang tidak
terlepaskan ketika manusia terkontrak untuk memasuki masyarakat dari suatu negara
yang primitive dan tidak pernah dikurangi oleh tuntutan yang berkaitan dengan hakhak ketuhanan dari raja.
Hal ini merujuk pada metode spekulasi filosfis yang berlaku dalam aliran-aliran
Barat pada masa itu, suatu metode yang berlaku dalam logika Aristoteles dan yang
memanfaatkan dialektika dalam penyelidikan penyelidiknya.
6. Pengaruh Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Keberhasilan Intelektual
Ilmu pengetahuan dan keberhasilan intelektual pada abad ke-17, secara
keseluruhan mendukung sutau hukum alam dan tatanan yang universal. John Locke
menguraikan pendapat bahwa hak-hak tertentu, yang harus diteggakan, dengan jelas
mengenai individu-individu sebagai manusia, karena mereka eksis dalam keadaan
alami sebelum manusia memasuki masyarakat, yang mengemuka diantara hak-hak
tersebut ialah hak hidup, hak kemerdekaan (bebas dari kesewenangan-wenangan), dan
hak milik.
7. Pengaruh Pemikiran John Locke dalam Beberapa Dokumen HAM
Pemikiran John Locke berpengaruh terhadap pembentukan dokumen HAM, salah
satunya Bill of Rights. Hal ini kemudian menjadi dasar pemikiran bagi timbulnya
gelombang agitasi evolusioner yang mempengaruhi Barat.
Thomas Jefferson Marquis mengadopsi pemikiran dari John Locke terkait hak-hak
manusia sejak dilahirkan yang memiliki kebebasan dan kesamaan dalam hak-haknya
tersebut,
termasuk
kebebasan
mengemukakan
pendapat,
kebebasan
right to economic and social development, the right to practicipate in and benefit
from the common heritage of mankind, the right to peace, the right to a healthy
and balanced environment, the right to humanitarian disaster relief.
10. Universal Declaration of Human Responsibility
Atau Deklarasi Universal tentang Tanggung Jawab Manusia dibentuk untuk
melengkapi Universal Declaration of Human Rights, dimana hak diimbangi oleh
tanggungjawab dan kewajiban.
Menurut Jack Donelly, kelompok relativis budaya terbagi menjadi tiga, yaitu (1)
Radical cultural relativism yang menyatakan bahwa culture is the sole sourcce of the
validity of a moral right or rule yang dihadapkan pada radical universalism yang
menyatakan culture is irrelevant to the validity of moral rights and rules, which are
universally valid; (2) Strong cultural relativism, yang menyatakan bahwa culture is
the principal source of the validity of a moral right or rule; (3) Weak cultural
relativism yang menyatakan bahwa culture may be an important source of the validity
of a moral right or rule.
Dengan demikian, relativisme budaya ini merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat dibantah. Hal terpenting yang harus diupayakan dalam hal ini adalah bagaimana
untuk merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan antara universalisme dan relativisme
budaya.
PEMBAHASAN
Dalam Buku yang berjudul Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik tersebut telah
dijelaskan mengenai perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) dari masa pembentukan
dan terciptanya HAM sampai dengan transisi politik atau gejolak-gejolak yang terjadi pada
masa perkembangannya. HAM sudah ditemukan sejak jaman Yunani dan Romawi yang
muncul dari pengaruh pemikiran-pemikiran filsuf pada masa itu. Konsepsi HAM pada masa
itu sangat dipengaruhi adanya konsepsi yang melekat erat pada masa itu yaitu mengenai
hukum alam.
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan nilai standar minimal yang harus dipenuhi
oleh manusia dalam menunjang kehidupan dan perkembangan hidupnya. Dimana
Instrumen HAM International maupun nasional yang merupakan standar yang dimiliki
secara universal. HAM tidak lagi dipandang sekedar sebagai wujud paham kebebasan dan
penghormatan hak-hak individu. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistik
sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan.
Semua orang memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya
selama tidak melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib
untuk dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah.
Setiap orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan
lainnya yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang
satu dengan yang lainnya. HAM secara universal merupakan hak dasar yang dimiliki oleh
seseorang sejak lahir sampai ia meninggal dunia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa.1
HAM dianggap bermuara dari hak-hak alam (natural rights) yang mencakup hak
dasar manusia yang melekat secara alamiah pada saat manusia itu hidup tanpa
memperhatikan
hak-hak
yang
harus
diperolehnya
secara
perjuangan
dalam
mempertahankan kehidupannya. Pada natural rights ini dikenal dengan istilah The Right Of
Man, yang kemudian menimbulkan suatu pemahaman bahwa hak asasi hanya berlaku
kepada kaum pria dan tidak kepada kaum wanita.
Gagasan mengenai hukum alam tersebut dikemukakan oleh Thomas Aquinas yang
menyatakan asal muasal hukum pada dasarnya bersumber dari 2 tempat yaitu wahyu dan
1
Pranoto Iskandar. Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual. Jakarta: The
Institute for Migrant Rights (IMR) Press. Hlm.84
akal budi manusia. Hukum yang berasal dari wahyu ilahi disebut dengan ius divinum
positivum, sementara yang berasal dari akal budi manusia terdiri dari beberapa macam,
yang diantaranya adalah ius naturale (hukum alam), ius gentium (hukum bangsa-bangsa
atau hukum internasional), dan ius positivism humanum (hukum positif manusiawi).
Universal Declaration of Human Rights merupakan sebuah tonggak sejarah
berdirinya HAM yang baru. HAM juga diyakini sebagai produk yang terlahir dari masa ke
masa, yang kemudian terbagi menjadi 3 generasi. Pengelompokkan generasi HAM tersebut
dilakukan supaya memudahkan dalam membagi perkembangan HAM dalam perkembangan
hak-hak dasar apa saja yang dilindungi terkait dengan adanya transisi politik dunia yang
sedang terjadi pada masa itu.
Pada masa tersebut, terjadi pertentangan antara universalisme dan kaum relativis
budaya. Pertentangan tersebut muncul diakibatkan karena adanya Cairo Declaration of
Human Rights in Islam. Universalisme yang dimaksudkan adanya mengenai adanya
penyatuan faham mengenai HAM melalui Universal Declaration of Human Right sehingga
pengaturan HAM menurut budaya Barat hanya boleh diatur dalam Universal Declaration
of Human Right. Sedangkan menurut pengamat Islam, dengan munculnya Cairo
Declaration of Human Rights in Islam sama sekali tidak menentang tiang-tiang dasar yang
terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights.
HAM dalam perspektif Islam menunjukkan adanya pemikiran baruyang bersifat
alternative tentang HAM. Pemikiran ini tidak memandang lagi dimonopoli oleh
pemahaman yang seragam dan kaku di seluruh dunia, sebagaimana yang diharapkan oleh
Universal Declaration of Human Rights, tetapi lebih dijiwai oleh semangat baru yang khas
dan membumi dalam penerapannya. Alternatif baru itu datang dari Islam. Dalam
pandangan Islam, HAM adalah sesuatu yang dibangun dan dipercaya oleh umatnya.2
Satya Arinanto. Hak Azasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia.Cet. 3. Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2008
Seluruh permasalahan yang ditimbulkan dalam hal ini adalah tidak terlepas dari
kaitannya dengan HAM. Penyelesaian permasalahan ini didasari atas hukum yang berlaku
pada zaman rezim itu berkuasa dan hukum yang baru dibuat pada masa transisi tersebut
berlangsung.
Pada masa transisi politik ini, muncul suatu konsep penengah yang lain dari aturan
hukum transisional adalah hukum internasional. Hukum internasional menempatkan
institusi-institusi dan proses-proses yang melampaui hukum dan politik domestik. Dalam
periode perubahan politik, hukum internasionallah yang menawarkan suatu konstruksi
alternatif dari hukum yang ada, walaupun terdapat suatu perubahan politik yang
substansial, tetap berlangsung kekal.4 Hukum Internasional juga berperan untuk
mengurangi dilema dari aturan hukum yang dilontarkan oleh keadilan pengganti dalam
waktu transisi dan untuk menjustifikasi legalitas berkaitan dengan perdebatan mengenai
prinsip retroaktif.5
Terjadinya perubahan sifat dari totaliter ke demokrasi bagaimanapun juga
meninggalkan pengalaman yang hampir sama yaitu pelanggaran-pelanggaran HAM yang
ditinggalkan oleh rezim otoriter yang telah diganti. Namun, demikian rezim-rezim
otoritarian yang ada disuatu negara tidak dapat disamakan dengan rezim otoritarian
dinegara lainnya, begitu pula pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi sepeninggal
rezim-rezim otoritarian tersebut.
Tetapi secara umum, dapat dikatakan bahwa jelas tidak ada negara yang di
wilayahnya tidak pernah terjadi pelanggaran HAM. Hanya saja, pelanggaran tersebut tidak
dapat disamakan dengan negara lainnya. Namun, hal positif dari adanya pelanggaran HAM
tersebut adalah memicu adanya upaya untuk menyadarkan masyarakat dan melakukan
koreksi atas terjadinya pelanggaran HAM tersebut.6
4
Ibid., hlm.146
Ibid., hlm.211
6
Saafroedin Bahar. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. hlm.50
5