Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan


Umum”

Disusun Guna Melengkapi Tugas


Pendidikan & Latihan Kemahiran Hukum
Dosen Pembimbing :Muhammad Wildan. S.H., M.H

Disusun Oleh:
Suryandaru Wardana : 5118500194

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, dan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kami dapat
menyelesaikan “Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan
Umum”ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun demikian kami tetap berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami menyampaikan
seluruh rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu
dalam menyedikan informasi sehingga kami dapat membuat laporan ini dengan
baik.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi
kami dan umumnya bagi semua pihak. Semoga Allah SWT membalas jasa dan budi
baik semua pihak yang telah membatu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih.

Tegal,8 November 2021


Penyusun

Suryandaru Wardana

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Keadiilan Restoratif (Resroative Justice) pada Perkara Tindak
Pidana Ringan....................................................................... 2
B. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada Perkara
Perempuam yang berhadapan dengan hukum...................... 4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...........................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................9
LAMPIRAN ..............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prinsip keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah salah satu
prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan
instrument pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam
bentuk pemberlakuan kebijakan (Peraturan Mahkamah Agung dan Surat
edaran Mahkamah Agung), Namun pelaksanaanya dalam Sistem peradilan
Pidana Indonesia masih belum optimal.
Keadilan Restorative (Restoratif Justice) merupakan alternative
penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara
peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses
dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga korban/pelaku,
dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan
dan penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban
maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan mengembalikan pola hubngan baik dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah :
Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Keadiilan Restoratif(Resroative Justice) pada Perkara Tindak
Pidana Ringan?
2. Bagaimana keadilan Restoratif(Restorative Justice) pada Perkara
Perempuam yang berhadapan dengan hukum ?
C. Tujuan
Tujuan yang akan diperoleh dari makalah ini yakni :
1. Untuk mengetahui Keadiilan Restoratif (Resroative Justice) pada
Perkara Tindak Pidana Ringan ?
2. Untuk mengetahui Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada
Perkara Perempuan yang berhadapan dengan hukum ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keadiilan Restoratif (Resroative Justice) pada Perkara Tindak Pidana


Ringan
1. Penerapan
Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan keadilan restorative
(restorative Justice) adalah perkara tindak pidana ringan dengan ancaman
pidana sebagimana diatur dalam pasal 364,373,379,384, 407, dan pasal
482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua ratur
ribu rupiah). Ketua Pengadilan Negeri berkoordinasi dengan Kepala
Kejaksaan Negeri dan Kapolres dalam pelaksanaan pelimpahan berkas
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2012 terkait keadilan restorative (Restoratuve Justice).
Dalam menerima pelimpahan perkara pencurian,penipuan,
penggelapan, penadahan dari penyidik yang sudah lengkap termasuk
menghadirkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban dan
phak-pihak terkait pada saat hari siding, selanjutnya ketua menetapkan
hakim tunggal dengan memperhatikan nilai barang atau uang yang
menjadi obyek perkara sebagaimana ketentuan di atas. Ketua Pengadilan
segera menetapkan hakim tunggal (1x24 jam) untuk memeriksa,
mengadili dan memetus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat
yang diatur dalam Pasal 205 – 210 KUHAP.
Penyelesaian Perkara tindak pidana ringan melalui keadilan restorative
(Restorative Justice) dapat dilakukan dengan ketentuan telah dimulai
dilaksanakan perdamaian antara pelaku, korban, keluaga pelaku/korban,
dan tokoh masyarakat terkait yang berperkara dengan atau tanpa ganti
kerugian. Setelah membuka persidangan hakim membacakan catatan
dakwaan serta menanyakan pendapat terdakwa dan korban, selanjutnya
hakim melakukan upaya perdamaian.

5
Dalam hal proses perdamaian tercapai, para pihak membuat
kesepakatan perdamaian, selanjutnya ditandatangani oleh terdakwa,
korban dan pihak-pihak terkait dan kesepakatan perdamaian dimasukan
kedalam pertimbangan putusan hakim. Dalam hal kesepakatan
perdamaian tidak berhasil, makan hakim tunggak melanjutkan proses
pemeriksaan. Selama persidangan hakim tetap menggunakan perdamaian
dan mengedepankan keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam
putusannya. Keadilan Retsoratif (Restorative Justice) sebagiamana
dimaksud diatas tidak berlaku pada pelaku tindak pidana yang berulang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Dasar Hukum
a. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310
b. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 205
c. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah denda
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
d. Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung
Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun
2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 Tanggal
17 Oktober 2012 tentang pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan jumlah Denda, Acraa Pemeriksaan Cepat
serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorave Justice)
e. Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor
301/DJU/HK01/3/2015 Tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan.

6
B. Keadilan Restoratif (Restorative Justice) pada Perkara Perempuam
yang Berhadapan dengan Hukum
1. Penerapan
Dalam pemeriksaan perkara, hakim agar mempertimbangkan kesetaraan
gender dan non-diskriminasi, dengan mengindentifikasi fakta
persidangan:
- Ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara
- Ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses
keadilan
- Diskrimasi
- Dampak psikis yang dialami korban
- Ketidakberdayaan fisik dan psikis korban
- Relasi Kuasa yang mengakibatkan korban/ saksi tidak berdaya
- Riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban/saksi

Dalam Pemeriksaan perempuan berhadapan dengan hukum, Hakim


dilarang 4 (empat) hal sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Peraturan berhadapan dengan hukum Sebagai berikut :
- Menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan,
menyelahkan dan/atau mengintimidasi perempuan berhadapan dengan
hukum
- Membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan
menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan praktik tradisional
lainnnya maupun menggunakan penafsiran ahli yang bisa gender
- Mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan mengenai pengalaman
atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk
membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku
- Mengeluarkan pernyataan dan pandangan yang mengandung stereotip
gender

7
Hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan denan hukum
berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017
Tentang Pedoman mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan
Hukum, berkewajiban :
- Mempertimbangkan kesetaraan gender dan stereotip gender dalam
peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis
- Melakukan Penafsiran peraturan perundang-undangan dan/atau hukum
tidak tertulis yang dapat menjamin kesetaraan gender
- Menggali nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat guna menjamin kesetaraan gender,
perlindungan yang setara dan non diskriminasi
- Mempertimbangkan penerapan konvensi dan perjanjian-perjanjian
internasional terkait kesetaraan gender yang telah diratifikasi.

Penanganan Perempuan berhadapan dengan hukum


- Penanganan perempuan berhadapan dengan hukum Sebagai Pelaku :
I. Hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan
dengan hukum sebagai pelaku wajib mempertimbangkan fakta-
fakta hukum dengan pendekatan keadilan restotaif (Restorative
Justice)
II. Putusan Hakim mengadili nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna menjamin
kesetaraan gender.
- Penanganan Perempuan berhadapan dengan hukum Sebagai Korban :
I. Hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan
hukum sebagai korban wajib mempertimbangkan fakta-fakta
hukum dan implikasi dimasa yang akan dating dengan pendekatan
keadilan Restoratif (Restorative justice)
II. Dalam memeriksa dan memutus perkara perempuan berhadapan
dengan hukum sebagai korban, Hakim harus mempertimbangkan

8
tentang kerugian yang dialami oleh korban dan dampak kasus serta
kebutuhan untuk pemulihan bagi korban
III. Hakim wajib mempertimbangkan kepada korban tentang hak-
haknya tentang Restitusi dan Kompensasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 98 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dan ketentuan lainnya
IV. Pengadilan wajib menyediakan daftar Peksos (Pekerja Sosial
Profesional) dengan berkoordinasi kepada dinas sosial setempat
- Perempuan berhadapan dengan hukum mengalami hambatan fisik dan
Psikis sehingga membutuhkan pendampingan maka :
I. Hakim wajib memerintahkan kehadiran pendamping
II. Pengadilan wajib menyediakan daftar pendamping bagi perempuan
berhadapan dengan hukum yang sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan pendapat ahli (psikiater, dokter, psikolog dan
keluarga) melalui pengsisian formulir penilaian personal yang
disedikan di meja Pelayanan Terpadu satu Pintu (PTSP)
- Hakim dalam pemeriksaan perkara perempuan berhadapan dengan
hukum dapat memerintahkan untuk didengar keterangannya melalui
pemeriksaan dengan komunikasi audio visual jarak jauh di Pengadilan
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Permpuan berhadapan dengan Hukum.

2. Dasar Hukum
- Konvensi CEDAW (The Convention on the Elimination of All from od
Discrimination Against Women) yang telah diratifikasi dengan
Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap wanita
- Konvensi ICCPR (International Covenant on Civil and Politicial
Rights) yang telah diratifikasi dengan Undang-undang RI Nomor 2
tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant on civil and

9
Political Rights (Konvensi Internasional tentang Hak0hak sipil dan
Politik)
- Undang0undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT)
- Undang-undang Republik Indonesua Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak
- Peraturan pemerintah Republik Inodnesia Nomor 43 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Restitusi bagi anak yang menjadi korban Tindak
Pidana
- Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian
Kompensasim Restitusi dan Bantuan Kepada saksi dan Korban
- Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan
hukum.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan keadilan restorative


(restorative Justice) adalah perkara tindak pidana ringan dengan ancaman pidana
sebagimana diatur dalam pasal 364,373,379,384, 407, dan pasal 482 KUHP
dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua ratur ribu rupiah).
Ketua Pengadilan Negeri berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri dan
Kapolres dalam pelaksanaan pelimpahan berkas berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 terkait keadilan
restorative (Restoratuve Justice).
Penanganan Perempuan berhadapan dengan hukum Sebagai Korban ,Hakim
dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum sebagai korban
wajib mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan implikasi dimasa yang akan
dating dengan pendekatan keadilan Restoratif (Restorative justice).
Dalam memeriksa dan memutus perkara perempuan berhadapan dengan hukum
sebagai korban, Hakim harus mempertimbangkan tentang kerugian yang dialami
oleh korban dan dampak kasus serta kebutuhan untuk pemulihan bagi korban.
Hakim wajib mempertimbangkan kepada korban tentang hak-haknya tentang
Restitusi dan Kompensasi sebagaimana diatur dalam Pasal 98 Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan lainnya. Pengadilan wajib

11
menyediakan daftar Peksos (Pekerja Sosial Profesional) dengan berkoordinasi
kepada dinas sosial setempat

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. 22 Desember 2020. Surat Keputusan


Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor SK - 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020.
Tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di Lingkungan Peradilan
Umum

12

Anda mungkin juga menyukai