Anda di halaman 1dari 30

RESENSI BUKU

“DASAR-DASAR ILMU POLITIK”

Disusun oleh :

Rafliansyah Fasya Gustriadi

62111211069

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Jendral Achmad Yani Cimahi
Judul Buku : Dasar-dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi)

Penulis : Profesor Miriam Budiarjo

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Anggota IKAPI, Jakarta 2008

Kompas Gramedia Building, Blok l lantai 4-5

Kota Penerbit : Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270

Desain Cover : Pagut Lubis

Edisi Pertama: Cetakan ketiga puluh, Juli 2007

Edisi Pertama: Cetakan pertama, Januari 2008

Edisi Pertama: Cetakan kedua, April 2008

Edisi Pertama: Cetakan ketiga, November 2008

Edisi Pertama: Cetakan keempat, Oktober 2009

Edisi Pertama: Cetakan kelima, Oktober 2010

Edisi Pertama: Cetakan keenam, September 2012

Edisi Pertama: Cetakan ketujuh, Januari 2013

Edisi Pertama: Cetakan kedelapan, Agustus 2013

Dicetak Oleh Percetakan CV Prima Grafika, Jakarta


PENDAHULUAN

Dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, Miriam Budiarjo, partai politik merupakan sarana
bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara 1 . Partai
politik umumnya didefenisikan sebagai organisasi artikulatif yang terdiri atas pelaku-pelaku politik
yang aktif dalam masyarakat. Biasanya, mereka memusatkan perhatian pada persoalan kekuasaan
pemerintah dan bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat untuk menempati kekuasaan politik.

Partai politik membuka kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik dan pemerintahan. Karena melalui partai politik dapat diwujudkan pemerintahan
yang bertanggung jawab dan memperjuangkan kepentingan umum serta mencegah tindakan
pemerintah yang sewenang-wenang. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal
dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, dan
memberikan jalan berdiskusi bagi pendapat yang saling bertentangan, serta menyediakan sarana
suksesi kepemimpinan politik secara damai.

Indonesia sebagai negara penganut paham demokrasi tentu tidak terlepas dari peran penting
yang dilakukan oleh partai politik dalam mengakomodir sistem politik. Di Indonesia banyak partai
politik yang sudah lama berkiprah di dunia perpolitikan baik di dalam struktur pemerintahan pusat
maupun didalam struktur pemerintahan wilayah atau daerah-daerah yang ada di Indonesia. Namun,
ada juga partai politik yang baru berkontestasi dalam dunia perpolitikan.

Partai NasDem sebagai partai baru yang hadir didalam perpolitikan Indonesia yang secara
resmi lolos verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Hukum dan HAM3
pada tanggal 11 November 2011. Artinya, Partai NasDem berhak ikut dalam pesta rakyat (Pemilu
2014: Read). Gerakan Perubahan adalah salah satu tag line dari partai ini, dimana istilah restorasi
menjadi tujuan utama yaitu bermula sebagai gerakan perubahan untuk memperbaiki kondisi
Indonesia yang sedang rusak atau menyimpang dari tujuan yang tertuang dalam pembukaan UUD
1945.
Isi/Substansi Buku

BAB 1

Sifat Dan Arti Ilmu Politik

Perkembangan Ilmu Politik

Ilmu politik dipandang sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial yang memilik dasar,
rangka, fokus, dan ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih
muda usianya karena baru lahir pada akhir bad ke-19. Ilmu politik berkembang berkembang pesat
dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi dan dalam
perkembangan ini semuanya saling mempengaruhi satu sama lain.

Namu, jika dipandang dalam aspek yang lebih luas yaitu sebagai pembahasan secara rasionil
dari berbagai aspek Negara dan kehidupan politik. Maka dapat dikatakan ilmu politik lebih tua
umurnya “ Ilmu sosial yang tertua” di dunia. Perkembngan ilmu politik bersandar pada sejarah dan
filsafat.

Usai Perang Dunia II perkembangan ilmu politik semakin pesat. Pesatnya perkembangan
ilmu politik seudah Perang Dunia II disebabkan adanya dorongan yang kuat dari beberpaa badan
internasional, terutama UNESCO. UNESCO mengadakan survey mengenai kedudukan ilmu politik
sekitar 30 negara karena tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi dalam Ilmu
Politik. Survey ini dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton Unveristy Amerika Serikat dan
dibahas oleh beberapa ahli di Paris dan menghasilkan buku Contemporary Political Science (1948).

Ilmu Politik sebagai Ilmu Pengetahuan

Ilmu politik memenuhi syarat sebagai Ilmu Pengetahuan sebab ilmu ini dapat dibuktikan
akan kebenarannya dan ilmu ini tersusun secara sistematis dan secara empiris(berdasakan hasil
pengalaman). Definisi serupa seperti halnya yang telah dikemukakan oleh seorang ahli dari Belanda
“ Ilmu adalah pengetahuan yang tersususun, Sedangkan Pengetahuan adalah pengamatan yang
disusun secara sistematis”.

Akan tetapi terdapat sebagian dari beberapa ahli bahakan dari para srjana politik masih
belum puas akan pernyataan tersebut. Oleh karena itu dilakukan beberapa pendekatan-pendekatan
untuk memastikannya. Pendekatan tersebut adalah “ Pendekatan tingkah laku” (behavioral
approach). Pendekatan initimbul dalam masa sesudah Perang Dunia II, terutama dalam decade lima
puluhan sebagai gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik. Pendekatan
tingkah laku ini mempunyai beberapa keuntungan yakni memberikan kesempatan untuk
mempelajari kegiatan dan susunan politik di beberapa Negara yang berbeda sejarah
perkembangannya, latar belakang kebudayaan dan ideologinya. Pendekatan tingkah laku ini
menjadi polemik dengan pendekatan tradisionil dan menimbulkan beberapa persepsi atau
argumentasi yang berlawanan dan berbeda satu sama lain. Namun pendekatan tingkah laku
berperan lebih untuk sekarang ini dari pada pendekatan tradisionil.

DEFINISI ILMU POLITIK

Secara Etimologis politik berasal dari bahasa yunani “ Polis” yang berarti Negara, dan yang
mendiami Negara tersebut disebut “ Polites” yang berarti warga Negara. Sedangkan secara
Terminologi politik adalah seni keahlian, kemahiran, keterampilan dalam mempengaruhi orang
lain agar supaya bertindak sesuai apa yang kita inginkan. Politik berkaitan dengan kekuasaan yang
harus dikejar, dipertahankan dan diperbesar. Dan di dalam buku ini yang dikarang oleh Prof.
Miriam Budiharjo politik adalah berbagai kegiatan yang terjadi di suatu Negara yang menyangkut
proses tujuan suatu Negara dan tentang bagaimana mewujudkan tujuan tersebut.

Terdapat konsep-konsep dalam ilmu politik dalam menyeleraskan berbagai perbedaan


pendapat-pendapat dan berbagai sudut pandang serta asumsi-asumsi dan lainnya mengenai politik.
Konsep-konsep pokok itu adalah Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umun,
dan Pembagian Umum/Alokasi. Dan Ruang Lingkupnya seperti Teori-teori ilmu politik dan Sejarah
perkembangan ide-ide politik, Lembaga-lembaga Politik, UUD, Pemerintah
Nasional/Lokal/Daerah,Fungsi Ekonomi Sosial Pemerintah,Partai-partai Politik,Golongan-
golongan,Asosiasi,Partisipasi Warganegara,Administrasi Pemerintah serta Pendapat Umum.
BAB II

Hubungan Ilmu Politik Dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya

1. Sejarah
Sejak dulu kala Ilmu Politik erat hubungannya dengan Sejarah. Sejarah merupakan alat yang
paling penting bagi ilmu politik, sebab karena menyumbang bahan yaitu pada data dan fakta
dari masa lampau untuk dikembangkan.
2. Filsafat
Selain itu Ilmu Politik juga erat hubungannya dengan Ilmu Filsafat sebab dalam usahanya
Secara rasionil dan sistematis dalam mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-
persoalan yang menyangkut alam semesta dan klehidupan manusia. Ilmu ini juga sering
menjadi pedoman bagi manusia dalam menetapkan sikap hidup dan tingkah lakunya.
3. Sosiologi
Diantara ilmu-ilmu sosial lainnya Ilmu Sosiologilah yang paling berperan terhadap Ilmu
Politik sebab membantu dalam memahami latar belakang , Susunan, Pola Kehidupan Sosial
dari berbagai golongan kelompok dalam masyarakat.
4. Antropologi
Antropologi lebih banyak memusatkan perhatian pada masyarakat dan kebudayaan di desa-
desa dan di pedalaman, sedangkan Sosiologi lebih kepada tentang kehidupan masyarakat
kota yang jauh lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan teknologi
modern.
5. Ilmu Ekonomi
Ilmu Ekonomi termasuk ilmu sosial yang sering digunakan untuk menyusun perhitungan-
perhitungan ke muka dan bertujuan dalam Pembangunan Nasional, dan tujuan umum
lainnya yaitu usaha manusia mengembngkan serta membagi sumber-sumber yang langka
untuk kelangsungan hidupnya.
6. Psikologi Sosial
Psikologi Sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik
antara manusia dan masyarakat dalam factor ikatan kelompok atau golongan dan
memusatkan perhatian kehidupan pada perorangan. Selain itu menerngkan sikap dan reaksi
kelompok terhadap keadaan yang dianggapnya baru serta tentang kondisi-kondisi masyrakat
dalam menganani keadaan gejala tersebut.
7. Ilmu Bumi
Faktor Ilmu Bumi sangat berpengaruh dalam konstelasi politik suatu Negara dan
mempengaruhi karakter dan kehidupan nasional dari rakyat dan dalam menyusun politik
luar negeri maupun politik nasional.
8. Ilmu Hukum
Ilmu Hukum sangat erat juga hubungannya dengan Ilmu Politik sebab karena mengatur dan
melaksanakan Undang-undang merupakan kewajiban suatu Negara yang terpenting.
BAB III

Konsep-konsep Ilmu Politik

Teori Politik

Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun
generalisasi teori selalu memakai konsep-konsep. Dan konsep itu lahir dari dalam pikiran manusia
dan karena itu bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan.

Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Dengan
kata lain teori politik adalah bahasan dan renungan atas tujuan dari kegiatan politik, cara-cara
mencapai tujuan itu, serta kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan
oleh situasi politik yang tertentu dan kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik itu.
Konsep yang dibahas mencakup masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan
kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik,
modernisasi, dan sebagainya. Fungsi utama dari teori ini adalah mendidik masyarakat mengenai
norma-norma dan nilai-nilai yang bersifat moral atas dasar kehidupan politik. Di dalam teori ini
terdapat tiga golongan yakni Filsafat politik, Politik sistematis, Ideologi politik.

Masyarakat

Ilmu sosial mempelajari manusia sebagai anggota kelompok. Dan timbulnya kelompok itu
ialah karena dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain. Namun di dalam kehidupan
berkelompok dan dalam hubungannya dengan manusia yang lain, pada dasarnya setiap manusia
menginginkan beberapa nilai. Menurut pengamatan Harold Laswell terdapat delapan nilai,yakni
Kekuasaan, Pendidikan / Penerangan, Kekayaan, Kesehatan, Keterampilan, Kasih Sayang,
Kejujuran, Keseganan.

1. Kekuasaan
Adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah
lakunya seseorang atau kelompok lain. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan,
maksudnya bahwa ada satu pihak yang memerintah da nada pihak yang dipeintah. Setiap
manusia menjadi subyek dan obyek bagi kekuasaan., Dan sumber kekuasaan terdapat dalam
pelbagai segi seperti bersumber pada kekerasan fisik, kedudukan, kekayaan, kepercayaan.
2. Negara
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik dan pokok organisasi kekuasaan politik.
Selain itu negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan yang mengatur
hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan
dalam masyarakat. Sifat-sifat negara sendiri seperti Sifat memaksa, Monopoli, Mencakup
semua. Selain itu, Negara juga terdapat unsur-unsur didalamnya yakni adanya Wilayah,
Penduduk, Pemerintah, Kedaulatan. Tujuan dan Fungsi Negara juga dapat dipandang
sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan
bersama. Dan bisa dikatakan tujuan akhir dari negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi
rakyatnya. Selain itu di dalam negara juga terdapat sistim politik yang bisa disebut sistim
terbuka. Dan salah satu aspek penting dalam sistim politik adalah budaya yang
menceminkan factor yang subyektif, sebab budaya adalah keseluruhan dari pandangan-
pandangan politik seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan
hidup umumnya.
BAB IV

Demokrasi

Beberapa Konsep Mengenai Demokrasi

Bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusionil,


parlementer, Terpimpin, Pancasila, rakyat, Soviet, nasional, dan sebagainya. Secara Etimologis,
istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yakni “Demos” yang berarti rakyat, dan
“Kratos/Kratein” yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian Demokrasi adalah
“Rakyat berkuasa”.

Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila. Selain itu,
terdapat nilai pokok dari demokrasi konstitusionil yang sangat jelas di dalam UUD 1945. Dan
didalamnya terdapat dua prinsip eksplisit yang menjiwai naskah dalam UUD 1945 itu mengenai
penjelasan Sistim Pemerintahan Negara yaitu :

1. Indonesia ialah negara yang berdasakan atas hukum (Recshtaat), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (Maachtsstaat).
2. Sistim Konstitusionil, yang berarti pemerintahan berdasarkan atas Sistim Konstitusi (Hukum
Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Jadi, demokrasi yang
menjadi dasar UUD 1945 ialah demokrasi konstitusionil. Disamping itu corak khas
demokrasi Indonesia yaitu “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikamah kebijaksanan dalam
permusyawaratn perwakilan” yang dimuat dalam Pembukaan UUD.

Kalau sesudah tertumpasnya G.30 S/PKI dalam tahun 1965 sudah jelas bahwa yang kita
cita-citakan itu adalah demokrasi konstitusionil. Tetapi tidak dalam masa demokrasi
Terpimpin kita sedikit banyak yang terpengaruh oleh beberapa konsep komunis berkat
kelihaian PKI untuk menyusupkan konsep-konsep dari alam pikiran komunisme kedalam
kehidupan politik kita pada masa pra-G. 30 S. Maka dari itu perlu kiranya kita menjernihkan
pikiran kita sendiri dan meneropong dua aliran pikiran utama yang sangat berbeda. Sebab
terkadang sering bertentangan demokrasi konstiusionil dengan demokrasi yang berdasarkan
Marxisme-Leinisme. Perbedaan fundamental ialah bahwa demokrasi konstitusionil ialah
menginginkan pemerintah yang terbatas kekuasaannya. Sebaliknya demokrasi yang
berdasarkan komunisme menginginkan pemerintah yang tidak dibatasi kekuasaannya dan
yang bersifat totaliter.

Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas dari demokrasi ini ialah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah
pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenangnya
terhadap warga negara. Oleh karena itu sering disebut “ pemerintah berdasarkan konstitusi”.
Gagasan ini dirumuskan oleh seorang ahli sejarah Inggris, Lord Acton yang bahwasanya
pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali
melekat banyak kelemahan. Dan dalilnya yang kini termashur dengan bunyinya yakni “ Power
tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (Manusia yang mempunyai kekuasaan
cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang
tak terbatas pasti akan menyalahgunakannnya).
Sejarah Perkembangan
Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa azas dan nilai yang
diwariskan sejak masa lampau, yaitu gagasan mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno
dan gagasan mengenai kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-
perang agama.
Sistim demokrasi yang terdapat di negara-negara kota Yunani Kuno (abad ke 6-3 s.M)
merupakan demokrasi langsung yang artinya suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi ini diselenggerakan
dengan sederhana. Namun dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat demokrasi
perwakilan (representative democracy).
Memasuki abad pertengahan (600-1400) dicirikan dengan masyarakatnya yang mempunyai
struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord) yang artinya kehidupan sosial serta
spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya. Selain itu kehidupan politiknya
ditandai dengan adanya perbeutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama lain. Pada abad ini
menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (piagam besar/1215). Magna
Charta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris dimana
untuk pertama kalinya seorang raja berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin
beberapa hak dan priveleges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi
keperluan perang dan sebagainya.
Sebelum abad pertengahan ini berakhir muncul negara-negara nasional dalam bentuk
modern. Dan negara Eropa Barat mengalami perubahan sosial dan kulturil yang mempersiapkan
jalan untulk memasuki zaman yang lebih modern dimana dapat memerdekakan diri dari batasan
yang ada. Dua kejadian ini ialah Renaissance (1350-1600) yang terutama berpengaruh di negara
eropa bagian selatan yaitu Itali. Dan yang kedua adalah Reformasi (1500-1650) dengan pengikutnya
yang banyak seperti negara di bagian Eropa Utara yakni Jerman, Swiss dan sebagainya.
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan
kebudayaan Yunani Kuno yang selama pada abad peretngahan disisihkan. Hasil dari pergumulan ini
ialah timbulnya gagasan mengenai perlunya ada kebebasan beragama serta ada garis pemisah yang
tegas antara soal-soal agam dan soal-soal keduniawian, khususnya dibidang pemerintahan. Ini
dinamakan “Pemisahan antar Gereja dan Negara”.

Perkembangan Demokrasi di Asia : Pakistan dan Indonesia

Usai berakhirnya Perang Dunia II muncul beberapa negara di Asia dan Afrika.Terdapat
perbedaan satu sama lain mengenai kebudayaan dan geografisnya serta perkembangan sejarahnya.
Namun pada hakikatnya semua negara itu mengahadapi persoalan yang sama, yaitu bagaimana
mengubah suatu masyarakat agraris yang banyak ciri-ciri tradisionilnya. Dan dalam usaha ini perlu
disusun suatu sistim politik yang stabil serta dinamis, aparatur administrasi yang efisien serta
aparatur yang efektif. Sebab pokok dari masalah ini adalah pembangunan ekonomi yang serentak.

Di dalam meneropong perkembangan demokrasi di Indonesia ada baiknya kita


memperhatikan kejadian-kejadian di Pakistan. Kedua negara yang mayoritas rakyatnya beragama
Islam memulai masa merdekanya dengan sistim parlementer. Di Indonesia sistim parlementernya
mirip dengan sistim parlementer Belanda. Sedangkan di Pakistan mirip dengan sistim parlementer
yang ada di Inggris. Namun suatu ketika kedua negara ini berganti sisitimnya menjadi sistim
Presidensial karena ketidak cocokan. Di Indonesia (1959 dengan Demokrasi Terpimpin), sedangkan
di Pakistan (1958 dengan Demokrasi Dasar). Keduanya menunjukkan perkembangan otokrasi
pemaksaan kehendak pimpinan dan kultus individu. Di Indonesia tahap ini berakhir pada tahun
1965 dengan G 30 S/PKI dan dimulailah suatu periode baru yang berusaha meletakkan sendi-sendi
demokrasi konstitusionil berdasarkan Pancasila. Sedangkan di Pakistan Demokrasi Dasarnya
mendapat tantangan yang kuat dan dalam tahun 1969 Presiden Ayub Khan mengundurkan diri dan
diganti oleh Jenderal Yahya Khan. Dan dalam perkembangan selanjutnya terjadi bentrokan antara
Pakistan Barat dengan Pakistan Timur yang berakhir dengan munculnya Pakistan Timur sebagai
negara merdeka pada tahun 1971 yang bernama “Bangladesh”. Dan di Pakistan Barat sistim
presidensiilnya diganti dengan sistim parlementer.
BAB IV

Komunisme Dan Istilah Demokrasi Dalam Terminologi Komunis

Demokrasi didukung oleh sebagian besar negara di dunia. Akan tetapi perlu disadari pula
bahwa disamping demokrasi konstitusionil beserta semacam-macam variasinya, telah timbul pada
akhir abad ke-19 suatu ideologi yang mengembangkan konsep demokrasi yang banyak bertentangan
dengan azas-azas pokok dari demokrasi konstitusionil. Demokrasi ini dinamakan “demokrasi
proletar dan demokrasi Soviet”. Dan pada akhir dekade lima puluhan telah timbul istilah
“demokrasi nasional” yang khususnya dipakai dalam hubunagn negara-negara baru di Asia dan
Afrika.

Semua istilah demokrasi ini berlandaskan aliran pikiran komunisme atau Marxisme-
Leinisme (ajaran Marx seperti yang ditafsirkan oleh Lenin). Golongan yang mendukung demokrasi
konstitusionil antara lain seperti International Commission of Jurists, yaitu suatu badan
internasional. Demokrasi ini dianggap tidak demokratis. Bagi kita, dalam masa Demokrasi
Terpimpin hamper terjebak oleh slogan-slogan yang dicetuskan oleh PKI. Oleh karena itu, ada
baiknya kita meneropong lebih mendalam lagi pelbagai istilah demokrasi yang dipakai oleh
komunis untuk mengamankan Pancasila dan secara ilmiah, mengingat ketetapan MPRS No.
XXV/1996.

Perkembangan Marxisme-Leinisme di Uni Soviet

Lenin memimpin revolusi 1917 dan menguasai Uni Soviet sampai saat meninggalnya pada
tahun 1924. Revolusi ini membentuk diktatur proletariat seperti keinginan Marx. UUD 1918
mencerminkan tahap pertama revolusi ini dengan memusnahkan golongan-golongan yang dianggap
penindas, seperti tuan tanah, pejabat agama, pengusaha, polisi Czar, dan sebagainya.

Setelah meninggalnya Lenin, Stalin mengambil alih kepemimpinan dengan sebutan Tangan
Besi (1924-1953). Julukan tersebut terkenal sebab menonjolkan sifat-sifat menindas dari rezimnya.
Tahun 1963 UUD lama diganti dengan UUD yang baru dan menetapkan tercapainya sosialisme dan
berakhirnya tahap pertama revolusi. Dan setelah itu mulailah tahap yang kedua, yaitu
menyelenggarakan transformasi masyarakat kearah masyarakat komunis.

Pandangan Mengenai Negara dan Demokrasi

Golongan komunis selalu bersikap ambivalent terhadap negara. Berpendapat negatif


terhadap negara. Demokrasi pada tahap ini, menurut Lenin, bersifat “demokrasi untuk mayoritas
dari rakyat dan penindasan dengan kekerasan terhadap kaum penghisap dan penindas, dengan jalan
menyingkirkan mereka dari demokrasi”.

Komunisme tidak hanya merupakan sistim politik, tetapi juga mencerminkan suatu gaya
hidup yang berdasarkan nilai-nilai tertentu.

1. Gagasan monisme (sebagai lawan dari pluralism) gagasan ini menolak adanya golongan-
golongna di dalam masyarakat sebab dianggap bahwa setiap golongan yang berlainan aliran
pikirannya merupakan perpecahan. Akibatnya persatuan mau dipaksakan dan oposisi
ditindas.
2. Kekerasan dipandang alat yang sah yang harus dipakai untuk komunisme. Dan diguanakan
pada dua tahap yakni, yang pertama terhadap musuh dan yang kedua terhadap pengikutnya
sendiri yang masih menentang.
3. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme, karena itu semua alat kenegaraan
seperti polisi, tentara, kejaksaan, dipakai untuk diabdikan kepada tercapainya komunisme
(sistim mobilisasi).
“Mekanisme untuk menyelenggarakan azas-azas itu yakni sebagai berikut :
1. Sistim satu partai, diktatur proletar sebenarnya diktatur Partai Komunis.
2. Soviet tertinggi secacara formil memegang semua kekuasaan (Legislatif, Eksekutif,
Yudikatif).
3. Pemilihan bersifat rahasia tetapi tidak ada kemerdekaan politik dan pencalonan
didasarkan atas sistim calon tunggal. PEMILU tidak merupakan sarana untuk memilih
pimpinan baru seperti dinegara demokratis, tetapi merupakan alat propaganda untuk
menunjukkan betapa luasnya dukungan rakyat pada pemerintah.

Demokrasi Rakyat

Menurut peristilahan komunis, demokrasi rakyat ialah “bentuk khusus demokrasi yang
memenuhi fungsi diktatur proletar”. Bentuk ini tumbuh dan berkembang di negara-negara Eropa
Timur seperti Cekoslovakia, Polandia, Hongaria, Romania, Bulgaria, Yugoslavia, dan di Tiongkok.
Di negara-negara Eropa Timur cecara resmi terdapai sistim multi partai dengan kedudukan serta
peranan partai komunis yang dominan. Hal ini disebabkan karena perkembangan selama dan
sesudah Perang Dunia II ketika masa pendudukan Nazi Jerman atas negara-negara Eropa Timur
memaksa golongan-golongan lainnya dalam masyarakat setempat dalam rangka melancarka
perlawanan terhadap tentara pendudukan. Namun Nazi Jerman berhasil ditundukkan oleh Uni
Soviet yang tergabung dengan Tentara Merah.
Ciri-ciri demokrasi rakyat berbentuk dua : a) Suatu wadah front persatuan (united front)
yang merupakan landasan kerja sama dari partai komunis dengan golongan-golongan lainnya dalam
masyarakat dimana partai komunis berperan sebagai penguasa. b) Penggunaan beberapa lembaga
pemerintahan dari negara yang lama. Di R.R.C. gagasan demokrasi rakyat dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran Mao Tse Tung yang meluncurkan gagasan mengenai “Demokrasi Baru” dan
akhirnya diakui pula sebagai wadah kerjasama Partai Komunis Cina yang dominan dengan
beberapa partai kecil lainnya.

Demokrasi Nasional

Akhir tahun 1950-an komunis meninjau kembali hubungan-hubungan dengan negara-negara


baru di Asia danb Afrika yang telah mencapai kemerdekaan setelah Usai Perang Dunia II.
Harapnnya adalah bahwa negara-negara jajahan perjuangan kemerdekaan oleh mereka dinamakan
“bourgeois democratic revolutions”, meluas menjadi revolusi proletar namun ternyata hampa belaka
sekalipun komunisme sebagai ideologi yang mengalami kemajuan.,

Kritik terhadap Komunisme

Kecaman terhadap komunisme dating dari kalangan non dan anti-komunis bahkan dari
dunia komunis sendiri. Dari non-komunis kritikan ditujukan kepada unsur paksaan dan kekerasan,
kepada pembatasan atas kebebaasan-kebebasan politik, seperti menyatakan aspirasi/pendapat dan
kepada diabaikannya martabat perorangan untuk “kepentingan umum”. Dan dari kalangan komunis
sendiri dikenal pula Yugoslavia dan bentuk ekstrim dalam diri Djilas yang secara politis dan
ekonomis merupakan penyimpangan yang paling jauh dari pola yang digariskan oleh Uni Soviet.
BAB VI

UUD

Semua undang-undang merupakan naskah yang tertulis. Padahal istilah konstitusi lebih luas,
yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang tertulis (baik/tidak) yang mengatur suatu
pemerintah yang diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Terjemahan ini sesuai dengan kebiasaan
orang Belanda dan Jerman dalam percakapannya sehari-hari memakai kata Grondwet (Grond
artinya dasar dan Wet artinya undang-undang). Keduanya menunjuk pada naskah tertulis, kecuali
negara Inggris yang memiliki naskah tertulis sebagai undang-undang dasarnya.

Namun, dalam kepustakaan Belanda (L.J van Apeldoorn) diadakan perbedaan antara
pengertian undang-undang dasar (grondwet) dan konstitusi (constitutie). Undang-undang Dasar
adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan Konstitusi adalah memuat baik peraturan
tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis. Penjelesan UUD 1945 menurut penyusun UU tersebut
bahwasanya dikatakan “UUD suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu”.
UUD ialah Hukum Dasar baik tertulis maupun tidak tertulis, maksudnya aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam penyelenggaraan negara, meskipun ditulis.

Sifat dan Fungsi Undang-Undang Dasar

Menurut sarjana hukum E.C.S. Wade dalam buku Constitutional Law, UUD adalah “ naskah
yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut”. Jadi, setiap sistim pemerintahan diatur dalam
suatu undang-undang dasar. Dari sudut pandang dari kekuasaan UUD dipandang sebagai lembaga
atau kumpulan azas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga
kenegaraan seperti badan legislatif, eksekutif, yudikatif. Dan pandangan Herman Finer dalam buku
Theory and Practice of Modern Government menamakan UUD sebagai “riwayat hidup suatu
hubungan kekuasaan”. Pandangan ini merupakan pandangan yang luas dan yang paling tua dalam
perkembangan pemikiran politik. Dalam abad ke-5 s.M seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles
sarjana ilmu politik yang berhasil melukiskan 186 negara kota Yunani dengan jalan mencatat
pembagian kekuasaan serta hubungan-hubungan kekuasaan dalam setiap negara kecil.

Mendasarkan atas demokrasi konstitusionil, UUD mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-
wenang. Dan diharapkan hak-hak warga negara lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan
“Konstitusionalisme”. Menurut Carl J.Friedrich dalam buku Constitutional Government abd
Democracy, konstitusionalsme merupakan “gagasan bahwa pemerintahan merupakan suatu
kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan
beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk
pemerinatahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.

Pembatasan efektif tersebut ialah dengan jalan membagi kekuasaan. Dan itu merupakan
cerminan dari UUD yang mempunyai fungsi khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi
dari hukum yang tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat, tetapi oleh pemerintah serta
penguasa sekalipun. Sebab, menurut pengalaman dari berbagi riwayat negara-negara dan sejarah
dunia cukup terbukti bahwa manusia atau golongan yang mempunyai kekuasaan tak terbatas akan
menyalahgunakan atau menyelewengkannya sehingga HAM terasa diinjak-injak.

Negara-negara baru yang timbul di Asia dan Afrika mengganggap UUD sebagai atribut
kenegaraan yang melambangkan kemerdekaan yang baru diperoleh, dan sebagai dokumen khas
konstitusionalisme seperti negara India, Filipina, dan Indonesia. Sebaliknya negara-negara komunis
di Asia seperti R.R.C. dan Korea Utara menganggap UUD sebgai registrasi belaka dari
perkembangan yang telah dicapai dan rangka legal untuk masa depan sesua anggapan Uni Soviet.
Akan tetapi sekalipun ada perbedaan dalam hal tersebut bahwa semua negara baru mengganggap
perlu untuk mempunyai konstitusi yang sifatnya tertulis. Seperti halnya UUD Indonesia yang
pernah berlaku 3 UUD (1945, 1949, 1950). Dan yang sekarang berlaku adalah UUD 1945.

Ciri-ciri Undang-Undang Dasar

Setiap UUD memuat ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut :

1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif,


yudikatif : dalam negara federal pembagian kekuasaan anatara antara pemerintah federal dan
pemerintah negara bagian; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh
salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
2. HAM (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah sendiri).
3. Prosedur mengubah UUD.
4. Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

Selain itu, bahwa UUD sering memuat cita-cita rakyat dan azas-azas ideologi negara.
Mukadimah UUD 1945 menjelaskan yakni “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang pintu kemerdekaan Negara Indeonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah yang mahakuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

UUD dan Konvensi

Setiap UUD mencerminkan konsep-konsep dan alam pikiran dari masa dimana ia dilahirkan,
dan merupakan hasil dari kedaulatan materiil dan spirituiil dari masa ia dibuat. Maka dari itu,
disamping UUD yang berbentuk naskah, di beberapa negara telah banyak timbul kebiasaan,
konvensi-konvensi dan keputusan-keputusan hakim yang memungkinkan konstitusi itu untuk
menyesuaikan diri pada perubahan jaman. Diantaranya ada yang banyak mengubah arti yang asli
dari naskah UUD itu sendiri (terutama di Amerika Serikat). Jadi, jarang sekali semua ketentuan
konstitusionil itu tercakup dalam satu naskah UUD saja. Hal ini telah meniumbulkan gagasan
menegenai “living constitution” yang artinya bahwa suatu konstitusi yang bener-benar hidup dalam
masyarakat tidak hanya terdiri dari naskah yang tertulis saja, akan tetapi juga meliputi konvensi-
konvensi. Adanya konvensi itu diperlukan untuk melengkapi rangka dasar hukum konstitusi.
Seperti penjelasan UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum suatu negara tidaklah cukup hanya
menyelediki pasal-pasal dalam UUD saja, akan tetapi harus diselidiki pula bagaimana prakteknya
dan latar belakang kebatinannya dari UUD itu.

Pergantian UUD

Hal ini bisa terjadi kalau dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan
konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan adan aspirasi rakyat. Di negara-negara komunis
pergantian UUD mencerminkan tercapainya tahap tertentu dalam perjuangan untuk masyarakat
komunis. Di Indonesia, kita telah melalui 4 tahap perkembangan UUD, yaitu :

1. Tahun 1945 (UUD RI yang de facto hanya berlaku di Jawa, Madura, dan Sumatra).
2. Tahun 1949 (UUD RIS yang de facto berlaku di seluruh Indonesia, kecuali Irian Barat).
3. Tahun 1950 (UUD Indonesia Negara Kesatuan yang de facto berlaku di seluruh Indonesia
kecuali Irian Barat).
4. Tahun 1959 (UUD RI 1945 dengan Demokrasi Terpimpin, disusul Demokrasi Pancasila,
UUD ini mulai 1963 berlaku di seluruh Indonesia, termasuk Irian Barat).

Setiap pergantian UUD mencerminkan anggapan bahwa perubahan konstitusionil yangdihadapi


bersifat fundamentil, sehingga mengadakan perubahan pada UUD yang sedang berlaku dianggap
tidak memadai. Akan tetapi apabila ditinjau dari sudut perkembangan sejarah demokrasi RI
dapatlah kiranya dibagi dalam 3 tahap yaitu :
1. Masa 1945-1959 sebagai RI ke-1 (Demokrasi Parlementer) yang disadari tiga UUD
berturut-turut, yaitu 1945, 1949 dan 1950.
2. Masa 1959-1965 sebagai RI ke –II (Demokrasi Terpimpin) yang disadari UUD 1945.
3. Masa 1965 sampai sekarang sebagai RI ke-III (Demokrasi Pancasila) yang didasari UUD
1945.

Pentahapan terakhir ini sesuai dengan kenyataan struktur politik dan ideologi Indonesia pada
ketiga tahap tersebut di atas berbeda secara fundamentil.

Perubahan UUD

Terdapat bermacam-macam prosedur untuk mengubah undang-undang dasar antara lain


melalui :

1. Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat diterapkan forum
untuk siding yang membicarakan usul perubahan UUD jumlah minimum anggota badan
legislatif untuk menerimanya (Belgia, R.I.S. 1949).
2. Referendum atau plebisit (Swiss, Australia).
3. Negara-negara bagian dalam negara federal (Amerika Serikat : 3/4 dari lima puluh negara
bagian harus menyetujui ; India).
4. Musyawarah khusus (special convention) (beberapa negara Amerika Latin).

Di Indonesia wewenang untuk mengubah UUD ada di tangan MPR dengan ketentuan bahwa
quorum adalah 2/3 dari anggota MPR sedangkan asal usul perubahan UUD harus diterima oleh 2/3
dari anggota yang hadir (Pasal 37).

Supremasi UUD

Dengan adanya gagasan bahwa UUD adalah hukum tertinggi (supreme law) yang harus
ditaati baik oleh rakayat maupun oleh alat-alat perlengkapan negara, maka timbullah persoalan yang
akan menjamin bahwa ketentuan-ketentuan UUD benar-benar diselenggarakan menurut jiwa dan
kata-kata dari naskah, baik oleh badan eksekutif maupun oleh badan-badan pemerintahan lainnya.

Perbedaan antara UUD dan UU biasa dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. UUD dibentuk menurut suatu cara yang istimewa.


2. UUD dianggap sesuatu yang luhur. Sifatnya lebih tinggi dari pada UU biasa. UUD
merupakan cita-cita bangsa dan merupakan organisasi kenegaraan suatu bangsa.
3. UUD memuat dalam garis besar tentang dasar dan tujuan negara (GBHN).
Jadi, UUD bukanlah sebagai kodifikasi hukum negara., Sebab ialah hanya sebagian hukum
tatanegara yang ditetapkan dalam UUD, selebihnya diatur oleh UU biasa, kebiasaan,
konvensi.

Konstitusi Tertulis dan Konstitusi tak Terulis

Suatu konstitusi umumnya disebut tertulis, bila merupakan satu naskah. Sedangkan
konstitusi tak tertulis tidak merupakan satu naskah yang banyak dan dipengaruhi oleh tradisi dan
konvensi. Oleh karena itu istilah konstitusi tertulis adalah konstitusi bernaskah, sedangkan
konstitusi tak tertulis adalah konstitusi tak bernaskah. Sebenarnya hanya ada satu konstitusi tak
tertulis yaitu konstitusi Inggris.

Konstitusi tak tertulis

Konstitusi yang dianggap tak tertulis ialah konstitusi Inggris. Sebab tidak merupakan satu
naskah, tetapi sebenarnya sebagian besar konstitusi Inggris itu terdiri dari bahan tertulis berupa
dokumen-dokumen. Tidak ada perbedaan antara UU tatanegara dan UU biasa karena Parlemen
sebagai badan tertinggi yang berhak mengadakan perubahan konstitusionil dengan UU biasa.
Berikut ketentuan-ketentuan ketatanegaraan Inggris yang merupakan konstitusi :

1. Beberapa UU, antara lain:


a. Magna Charta 1215 (yang ditandatangani oleh Raja John atas desakan golongan
bangsawan). Naskah ini bersifat feodak tapi tetap diakui.
b. Bill of rights 1689 dan act of Settlement 1701. Kedua UU ini merupakan hasil
kemenangan Parlemen melawan raja-raja keluarga Stuart karena memindahkan
keadulatan dari tangan raja ke tangan Parlemen.
c. Parliament Acts 1911 dan 1949. Kedua UU ini membatasi kekuasaan Majelis Tinggi dan
menetapkan supremasi Majelis Rendah.
2. Beberapa keputusan hakim, terutama yang merupakan tafsiran mengenai UU Parlemen.
3. Konvensi-konvensi (atuan yang berdasarkan tradisi) antara lain yang mengatur hubungan
antara kabinet dan Parlemen.

Jadi, konstitusi Inggris hanya dapat disebut “tak tertulis” dalam arti bahwa ia tidak bersifat
naskah tunggal dan bahwa konvensi dan tradisi memegang peranan yang lebih penting daripada di
negara lain yang mempunyai konstitusi tertulis. Dilihat dari sudut yuridis, konvensi tidak
mempunyai kekuatan hukum dan badan-badan pengadilan tidak dapat melaksanakannya. Dan factor
praktisnya yang menjadi konvensi ini ditaati. Pada waktu akhir-akhir ini banyak konvensi
dikodifikasi (dituang dalam bentuk UU). Dan salah satunya ialah Statue of Westminster (1931)
yang untuk pertama kali menetapkan kedudukan dari dominion-dominion dalam Perkesemakmuran
Inggris. Dan yang lainnya seperti Minister of the Crown Act (1937), menetapkan gaji perdana
mentri serta menteri-menteri lainnya, dan juga gaji pemimpin partai oposisi. UU itu juga mengatur
hak perdana menteri untuk memilih menterinya sendiri, suatu hal yang sejak dulu merupakan
konvensi.

Konstitusi tertulis

UUD Amerika Serikat yang disusun tahun 1787 dan diresmikan tahun1789, merupakan
naskah yang tertua di dunia. Hak asasi warga negara yang tercantum dalam suatu naskah tersendiri
yang dinamakan Bill of Rights. Disamping itu ada ketetntuan yang memuat dalam UUD, misalnya
adanya partai-partai politik, atau wewenang Mahkamah Agung untuk menguji UU (judicial review).

Ketentuan-ketentuan konstitusionil Amerika Serikat terdapat dalam :

1. Naskah UUD
2. Sejumlah UU
3. Sejumlah keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak uji.
UUD Amerika Serikat tidak menyebut adanya partai politik, danhal itu diatur dalam UU.

UUD yang Fleksibel dan UUD yang Kaku

Undang-Undang Dasar yang fleksibel

Parlemen dianggap sebagai satu-satunya lembaga yang boleh mengubah atau membatalkan
UU yang pernah dibuat oleh badan itu.Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang untuk
menayatakan sesuatu UU bertentangan dengan UUD. Jadi, waktu Parlemen Inggris bisa berbuat apa
aja, kecuali mengubah pria menjadi wanita dan kebalikannya. Dan di Selandia Baru perubahan dari
negara federal menjadi negara kesatuan dalam tahun 1876, dilakukan dengan UU biasa. Begitu pula
pembubaran Majelis Tinggi dalam yahun1951. Dalam UUD Selandia Baru berupa naskah dikatakan
secara ekslisit bahwa Parlemen boleh bertindak dengan leluasa termasuk mengubah UUD.

Undang-Undang Dasar yang kaku

UUD yang kaku biasanya merupakan hasil kerja dari suatu konstituante yang dainggap lebih
tinggi kekuasaannya daripada Parlemen karena memiliki “kekuasaan membuat UUD”. Dan suatu
konstituante mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan dapat berbuat mengubah bentuk republic
menjadi monarkhi, dan sebagainya.

UUD Indonesia
Diketemukan bahwa banyak ketentuan konstitusionil terdapat di luar naskah UUD yang
tertulis itu, bahkan ada peraturan yang dapat mengubah naskah UUD. Hal ini disebabkan karena
dahsyatnya perkembangan revolusi serta pergolakan-pergolakan yang diakibatkan olehnya.
BAB VII

HAM (Hak Azasi Manusia)

Sejarah Perkembangan

Hak Azasi adalah hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat, tanpa adanya
perbedaan atas dasar negara, ras, agama, atau kelamin, dank arena itu bersifat azasi serta universal.
Dasar dari semua hak azasi ialah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang
sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Setelah usai Perang Dunia II terbentuklah (pernyataan sedunia
tentang HAM) oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB (perserikatan bangsa-bangsa). Yaitu
pada tahun 1948 (Universal Declaration of Human Rights). Selain itu, ada beberpa hak yang
mendasari kehidupan manusia dank arena itu bersifat univesrsil dan azasi. Naskah tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang
diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan
mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John.
2. Bill of Rights (Undang-Undang Hak, 1689), suatu UU yang diterima oleh Parlemen Inggris
dalam mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi tak berdarah
(The Glorious Revolution of 1688).
3. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia dan warga
negara, 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Perancis, sebagai
perlawanan terhadap kesewanangan dari rezim lama.
4. Bill of Rights (Undang-Undang Hak), suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika
dalam tahun 1789 (jadi sama satu tahunnya dengan Declaration Perancis), dan yang
menjadi bagian dari UUD pada tahun 1791.

Hak-hak yang dirumuskan dalam abad ke-17 dan ke-18 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan
menegenai Hukum Alam yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714) dan Jean Jaques
Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat politis. Akan tetapi, pada
abad ke 20 hak-hak politik tersebut serasa belum sempurna dan timbullah 4 hak yang
dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D.Roosvelt pada permulaan Perang Dunia
II waktu berhadapan dengan Nazi Jerman. Hak-hak tersebut disebut dengan istilah “Empat
Kebebasan”, yaitu :

1. Kebebasan untuk berbicara dan pendapat


2. Kebebasan beragama
3. Kebebasan dari ketakutan
4. Kebebasan dari kemelaratan
Hak yang ke-4, khusus mencerminkan perubahan dalam pikiran umat manusia yang
menganggap bahwa hak-hak politik belum cukup menciptakan kebahagiaan.
BAB VIII

Federalisme : Pembagian Kekuasaan Menurut Tingkat

UUD antara lain merupakan registrasi (pencatatan) pembagian kekuasaan di dalam suatu
negara. Secara visual kekuasaan dibagi dengan dua cara :

1. Secara Vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya maksudnya ialah


pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan.
2. Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya, pembedaan fungsi
pemerintahan yang bersifat legislative, ekesekutif, dan yudikatif yang dikenal dengan
sebutan “trias politica” / pembagian kekuasaan (divison of powers).

Perbandingan Konferensi, Negara Kesatuan, Negara Federal

Pembagian kekuasaan menurut tingkat dapat dinamakan pembagian kekuasaan secara


vertikal. Misalnya anatara pemerintahan pusat dengan daerah dalam suatu negara kesatuan, atau
anatara pemerintah federal dengan pemerintah negara-negara bagian dalam suatu negara federal,
biasanya ini menyangkut persoalan federalisme, dan itu menyangkut integrasi golongan-golongan
yang berada di dalam suatu wilayah baik diselenggarkan secara maksimal dan minimal.

Konfederasi

Menurut L. Oppenheim suatu “konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat
penuh yang untuk memmpertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian
internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat tersendiri yang mempunyai
kekuasaan tertentu terhadap negara anggota konfederasi”.

Negara Kesatuan

Menurut C.F Strong negara kesatuan ialah bentuk negara dimana wewenang legislatif
tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislative nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada
pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah mempunyai wewenang untuk
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan
dengan sistim desentralisasi), tetapi tetap kekuasaan tertinggi di pemerintahan pusat. Jadi,
kedaulatannya itu tidak terbagi/kekuasaan pemerintah pusat dibatasi.

Negara Federal
Menurut C.F Strong salah satu ciri negara federal ialah bahwa ia mencoba menyesuaikan
dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal dalam keseluruhannya
dan kedaulatan negara bagian. Jadi, perbedaan federasi dengan konfederasi adalah tentang diamana
soal letak kedaulatannya. Dalam konfederasi, kedaulatan terletak pada masing-masing negara
anggota peserta konfederasi itu dan sedangkan pada federasi letaknya pada federasi itu sendiri dan
bukan pada negara bagian.
BAB IX

Trias Politica : Pembagian Kekuasaan Menurut Fungsi

“Perkembangan Konsep Trias Politica : Pemisahan Kekuasaan Menjadi Pembagian Kekuasaan”

Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari 3 macam kekuasaan :
Legislatif (kekuasaan membuat UU/rule making function), Eksekutif (yang melaksanakan UU/rule
application function), Yudikatif (yang mengadili atas pelanggaran UU/rule adjudication function).
Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak
diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang
berkuasa (Hak Azasi warga negara terjamin). Di Indonesia menganut Trias Politica dalam arti
pembagian kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam UU 1945. Ciri-ciri Trias Politica
adalah dalam arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistim ketatanegaraan Indonesia.
BAB X

Partai-Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Definisi partai poltik itu
sendiri ialah bahwa partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir dan angota-
angotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai cita-cita yang sama. Tujuan kelomopok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan poltitik dan merebut kedudukan politik dengan kebijaksanaan yang bijak.
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu partisipasi politik

Fungsi Partai Politik :

1. Sebagai sarana komunikasi


2. Sebagai sarana sosialisasi politik
3. Sebagai sarana rekrutmen politik
4. Sebagai sarana pengatur konflik

Klasifikasi Partai dibagi 2 jenis :

1. Partai Massa
2. Partai Kader
Klasifikasi partai lainnya dapat dilakukan dari segi sifat dan orientasi seperti partai
perlindungan, dan partai ideologi/azas. Dan sistimnya dibagi dalam seperti partai tunggal,
dwi partai, dan multi partai.
BAB XI

Badan Legislatif

Adalah lembaga yang “legislate” atau membuat UU. Yang anggota-anggotanya mewakili
rakyat/DPR (Parlemen). Jadi, rakyatlah yang berdaulat. Dasar keanggotaan susunan badan
legislative ini beraneka ragam sifatnya ; seperti turun temrun, ditunjuk, dipilih baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dan sistim-sistim pemilihannya ada dua prinsip yaitu single member/sistim
distrik, dan multi member constituency/perwakilan berimbang. Padsi legislatif a sisitim perwakilan
berimbang lebih menguntungkan sebab terdapat sistim satu majelis, dan dua majelis. Fungsi
legislatif sendiri ialah terletak di bidang perundang-undangan untuk membahas rancangan UU. Dan
legislatif sendiri mempunyai fungsi control yaitu mengawasi aktivitas badan eksekutif.
BAB XII

Badan Eksekutif

Adalah kekuasaan badan eksekutif dalam membuat atau merancang UU. Dan beberapa
macam badan Eksekutif sendiri terdapat beberapa variasi seperti Sistim Parlementer, dan Sisitim
Presidensiil.

Kelebihan dan Kekurangan Buku :

Kelebihan buku ini adalah konsep-konsep uraiannnya jelas, dan pengertian istilah-istilah
mudah dimengerti dan menjelaskan ruang lingkup yang luas tentang ilmu-ilmu politik. Selain itu
terdapat juga kekurangan dari buku ini yaitu seprti pembahasannya formiil dan kurang
menunjukkan aspek-aspek yang dinamis, dan terdapat istilah-istilah asing yang belum dijelaskan
secara detail atau masih kurang jelas. Dan selain itu juga teori-teori politik yang baru tidak dibahas
secara keseluruhan.

Kontribusi Buku

Kontribusi Buku tersebut sendiri khususnya terhadap studi ilmu politik yaitu memberikan
wawasn pengetahuan tentang dasar-dasar ilmu politik. Dan selain itu juga memberikan pemahaman-
pemahaman istilah istilah yang digunakan dalam ilmu politik serta memberikan gambaran tentang
orang-orang atau kelompok-kelompok dalam berpolitik, dan menjelaskan teori-teori tentang politik
dan praktisi para politisi. Selain itu, buku ini juga memberikan pemahaman gambaran sejarah-
sejarah yang berkaitan dengan politik.

Anda mungkin juga menyukai