Anda di halaman 1dari 7

Peran Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Ranah

Pengadilan di Indonesia

Muhammad Bobby Wiyanda

Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, UIN Maulana Malik Ibrahim

wiyanda.obi98@gmail.com

Pendahuluan

Upaya dalam penyelesaian suatu sengketa guna mencapai sebuah kesepahaman


dan jalan keluar dari permasalahan yang disengketakan antara pihak-pihak yang
bersengketa dapat dilakukan dengan dua metode. Pertama, penyelesaian sengketa
dengan cara damai. Penyelesaian dengan cara damai ini dilakukan antara pihak
yang bersengketa melalui proses musyawarah (gathering) untuk mencapai suatu
kemufakatan atas duduk permasalahannya. Kedua, yakni penyelesaian sengketa
adversial dengan menggunakan seorang penengah (pihak ketiga) diantara kedua
pihak yang bersengketa. Metode adversial ini harus memilih orang yang menjadi
penengah tersebut bukan termasuk ke dalam pihak yang bersengketa ataupun ikut
terjerembab dalam sengketa tersebut.1 Sehingga mediasi merupakan metode dari
upaya penyelesaian sengketa yang include di dalam metode secara adversial atau
dengan menggunakan seorang penengah.

Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa atau
Alternative Dispute Resolution (ADR) yang dikemukakan oleh Warren Burger
pada tahun 1976 melalui sebuah konferensi yang dihadiri oleh hakim, pengacara
dan para akademisi kampus dalam mengembangkan alternatif penyelesaian
sengketa di luar badan pengadilan.2 Namun melalu peraturan Mahkamah Agung
No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Mahkamah Agung
Republik Indonesia, bahwa mediasi ditetapkan menjadi salah satu alternatif dalam
penyelesaian sengketa di lingkup pengadilan. Hal tersebut juga bertujuan dalam
mengupayakan pengoptimalan penyelesaian sengketa dan sebagai penegakkan

1
Rahasi Wasi Bintoro, “Implementasi Media Litigasi di Lingkungan Yuridiksi Pengadilan Negeri
Purwokerto”, Jurnal Dinamika Hukum 14, No. 1 (2014) : 14.
2
Rescoe Pound Conference pada tahun 1976.

1
dari asas pengadilan di Indonesia yaitu pengadilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan.3

Pengertian Mediasi

Mediasi berangkat dari suatu istilah di dalam bahasa latin “mediare” yang artinya
posisi di tengah-tengah. Dari istilah tersebut terdapat beberapa definisi yang mana
dikemukakan oleh para ahli mengenai mediasi tersebut, antara lain :

1) Moore, mediasi sebagai suatu upaya yang dilakukan pihak ketiga secara
sukarela yang terlibat dalam mencapai suatu penyelesaian masalah yang
saling menguntungkan antara pihak bersengketa.
2) Nolan-Haley, mediasi merupakan proses intervensi partisipatif melalui
pihak ketiga sebagai seorang mediator yang bersifat netral dalam rangka
mencapai kesepakatan yang dapat diterima antar pihak sengketa.
3) Kovach, mediasi yaitu fasilitas dari suatu bentuk tahap negosiasi, di mana
pihak ketiga sebagai mediator membantu memulihkan permasalahan
dengan hasil yang memuaskan antara pihak yang berselisih.4

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi merupakan proses dari
penyelesaian antar pihak yang bersengketa yang dipimpin oleh seorang mediator
yang keberadaannya diterima oleh para pihak yang bersengketa, yang bertujuan
menyelesaikan suatu sengketa berdasarkan kesepakatan yang dapat diterima oleh
pihak yang bersengketa.

Mediasi Sebagai Langkah Alternatif Penyelesaian Sengketa?

Mediasi saat ini dikenal sebagai suatu langkah preventif penyelesaian sengketa
melalui proses pengoptimalan cara damai sebagai penyelesaian konflik atau pun
sengketa yang terjadi, baik di ranah peradilan maupun diluarnya. Hal tersebut ini
kemudian dikuatkan dengan dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung atau PerMa
No. 2 Tahun 2003 yang menjadikan mediasi sebagai suatu proses alternatif dalam

3
Komariah, “Analisis Yuridis PerMa No. 1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan
Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Proses Mediasi”, Jurnal Ilmiah Hukum 20, No. 2
(2012) : 38.
4
Sri Mamudji, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”, Jurnal dari
Hukum dan Pembangunan (2004) : 202.

2
penyelesaian sengketa di badan Pengadilan Mahkamah Agung RI. Berbagai riset
dan penelitian telah banyak dilakukan yang mengangkat topik mediasi sebagai
suatu upaya alternative penyelesaian sengketa, baik secara litigasi maupun dengan
non-litigasi.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rahadi Wasi Bintoro melalui jurnal yang
berjudul Implementasi Mediasi Litigasi di Lingkungan Yuridiksi Pengadilan
Negeri Purwokerto. Bahwa mediasi telah sangat efektif dilakukan sebagai upaya
penanganan dan penyelesaian sengketa yang di implementasikan dari Pengadilan
Negeri Purwokerto. Hal tersebut diyakini oleh Rahadi di mana mediasi ini adalah
wujud dari pelaksanaan peraturan yang ada di dalam HIR dan Rbg., yaitu upaya
atau kehendak penyelesaian sengketa dengan cara damai (Ketentuan Pasal 130
ayat (1) dan (2) HIR). Pencapaian yang maksimal dari mediasi ini tentu dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor hukum yang mempengaruhi efektivitas proses mediasi.


b. Faktor penegak hukum yaitu mediator dan hakim.
c. Sarana dan prasarana yang menunjang kelancaran mediasi.
d. Pengaruh kebiasaan dan kebudayaan masyarakat terkait pelaksanaan dari
mediasi yang telah ada sejak zaman lampau.5

Dengan dikeluarkannya PerMa No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di


Lingkup Pengadilan dan MA tersebut sebagai suatu upaya perwujudan dari yang
termaktub di dalam Pasal 130 HIR Rbg. tersebut. Namun, di dalam pelaksanaan
seringkali mengalami hambatan baik dari segi keleluasaan pelaksanaan mediasi
ataupun aparatur hukum yang melaksanakannya di pengadilan. Pengaruh dari
intervensi pihak lain sering kali meyalah artikan mediasi hanya sebagai suatu
prosedur tanpa harus ditempuh sebagai suatu hasil postif dari penyelesaian antar
pihak yang bersengketa tersebut. Dalam arti lain, masyarakat dan bahkan penegak
hukum pun masih menganggap remeh penyelesaian sengketa melalui prosedur
mekanisme mediasi ini.

5
Rahasi Wasi Bintoro, “Implementasi Media Litigasi di Lingkungan Yuridiksi Pengadilan Negeri
Purwokerto”, Jurnal Dinamika Hukum 14, No. 1 (2014) : 20-21.

3
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Saifullah, artikel dengan judul
Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Jawa Tengah, dan penelitian dari Liliek Kamilah yang berjudul Mediasi Sebagai
Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Agama. Dari kedua
penelitian ini membahas mengenai efektifitas dan peran mediasi dalam rangka
menemukan penyelesaian sengketa di dalam ranah Pengadilan Agama. Sebagai
salah satu tema yang diangkat yaitu tentang penyelesaian perceraian melalui
proses mediasi. Sebagaimana menurut Muhammad Saifullah terkait mediasi yang
dilakukan di Pengadilan Agama Jawa Tengah terdapat beberapa indikasi yang
menjadi acuan dalam tingkat keberhasilan pelaksanaan mediasi di peradilan :

a. Profesionalisme mediator hakim, seseorang yang menjalankan fungsi


sebagai seorang mediator harus memiliki keilmuan yang unggul di bidang
mediator dengan bukti Sertifikat Pendidikan Khusus Profesi Mediator.
b. Pemberdayaan bagi mediator non-hakim, di mana seorang mediator yang
berangkat dari luar ranah kantor pengadilan tetap mendapat pemberdayaan
dan pelatihan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang mediator.
c. Fasilitas dan Sarana yang memadai dalam proses mediasi.
d. Standar ukuran keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan mengenai
perkara perceraian di Pengadilan Agama Rembang, Jawa Tengah.6

Selain dari adanya faktor profesionalitas mediator hakim maupu non-hakim,


adanya pemberdayaan dan pelatihan bagi seorang mediator dan fasilitas yang
menunjang keberhasilan dari dilaksanakannya mediasi di Pengadilan Agama, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan. Peneliti mengambil kesimpulan wawancara
yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama Semarang, bahwa keberhasilan dari
proses mediasi sendiri pada dasarnya dipengaruhi dari kesepakatan damai oleh
penggugat dan tergugat. Dalam hal ini, terdapat kontradiksi di mana seolah-olah
keberhasilan mediasi hanya diukur dari proses yang dilaksanakan bukan orientasi
pada hasil pasca mediasi. Dari pelaksanaan mediasi yang dilakukan, tolak ukur
keberhasilan dinilai dari proses yang berjalan sesuai dengan mekanisme hukum
prosedur mediasi yang berlaku, sekalipun dalam perkara perceraian antara pihak
6
Muhammad Saifullah, “Efektivitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Jawa Tengah”, Al-Ahkam 25, No. 2 (2015) : 187-192.

4
penggugat dan tergugat tetap resmi diputuskan oleh pengadilan bercerai. Dalam
hal ini Pengadilan Agama dianggap tidak mampu melaksanakan amanat yang
tertera di dalam Peraturan Mahkamah Agung dalam mengurangi penumpukan
perkara dan menanggulangi tingkat perkara perceraian yang terjadi di lingkup
pengadilan agama.7

Begitu pula mengenai penelitian mediasi dari Liliek Kamilah, bahwa seringkali
proses mediasi mendapat halangan dari para pihak yang bersengketa. Hasil dari
proses mediasi sebenarnya merupakan kesungguhan dari pihak sengketa melalui
mediator dalam menemukan titik penyelesaian perkara diantara pihak. Hasil dari
proses mediasi yang tertuang di dalam akta perdamaian kerap kali dianggap sepele
dan tidak ditaati oleh pihak bersengketa. Padahal, akta perdamaian itu memiliki
kekuatan hukum tetap yang wajib ditaati pelaksanaannya. Akibatnya banyak
sekali isi putusan di dalam akta tersebut di abaikan, seolah mediasi hanya sebagai
batu loncatan untuk mendapat putusan pengadilan pada proses selanjunya, bukan
dinilai sebagai suatu alternatif atau pilihan penyelesaian sengketa selain dari pada
proses peradilan.8

Keempat, penelitian oleh Malik Ibrahim dengan judul Efektivitas Peran Mediasi
dalam Menanggulangi Perceraian di Lingkungan Peradilan Agama. Mediasi yang
berkaitan dengan penelesaian kasus perceraian, menurut peneliti terdapat suatu
barometer tingkat keberhasilan yang dapat diukur melalui mediasi sebagai suatu
alternative penyelesaian sengketa, yaitu banyaknya jumlah perkara perceraian
yang dicabut dalam suatu pengadilan. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari
kesepakan yang timbul antar pihak sengketa pasca diadakannya mediasi tersebut.
Namun, tolak ukur keberhasilan tidak hanya berpatok pada kesepakan yang dapat
diterima oleh pihak itu saja, namun juga tercapainya kesepakatan oleh pihak yang
bersengketa untuk tidak bercerai dan melanjutkan status perkawinan mereka, baik
mealaui proses mediasi yang di wadahi oleh pengadilan maupun yang di luar dari
pengadilan.9

7
Muhammad Saifullah, “Efektivitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Jawa Tengah”, Al-Ahkam 25, No. 2 (2015) : 194.
8
Liliek Kamilah, “Mediasi Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Agama”, Jurnal
Perspektif 15, No. 1 (2016) : 56-57.

5
Kelima, penelitian yang dilakukan Sri Mamudji yang berjudul Mediasi Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Di mana menurut beliau
keberhasilan proses mediasi lebih ditentukan pada kecakapan dan keahlian
seorang mediator dalam menangani pelaksanaan mediasi tersebut. Terdapat tiga
macam tipikal mediator yang menentukan keberhasilan dari mediasi :

a. Social network mediator, di mana mediator di pilih dari jaringan terdekat


pihak yang bersengketa.
b. Authoritative mediator, mediator ini berasal dari instansi pemerintahan
atau badan hukum dengan melaksanakan proses mediasi secara kooperatif
atau memberikan batasan tertentu terhadap proses mediasi.
c. Independent mediator, yaitu mediator yang mampu menjalankan tugas
mediasi dengan sebagai penengah dari sengketa. Mediator ini berasal dari
badan atau lembaga penyedia jasa di luar pengadilan.10

Mediator yang baik harus mampu menyusun analisis konflik dalam memetakan
penyebab konflik yang disengketakan untuk ditemukan alternatif penyelesaian
yang dapat diterima oleh para pihak. Dengan melalui tahapan-tahapan mediasi
yang ditetapkan mediator bersama kesepakatan dua belah pihak, penyelesaian
konflik yang ditawarkan haruslah menguntungkan dan tidak terdapat kerugian
yang dialami pihak (meminimalisir bentu kerugian). Untuk itu, diperlukan suatu
kecakapan dan keahlian yang dimiliki seorang mediator dalam meredam konflik
antar pihak sengketa.

Kesesuaian Penelitian Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Kesesuaian yang penulis rumuskan dalam review mengenai berbagai penelitian


yang dilakukan berkaitan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dari
berbagai sumber dan peneliti yang telah dibahas di atas berkaitan tentang
bagaimana sebenarnya tolak ukur bahwa mediasi dapat dikatakan berhasil dan
telah berjalan sebagaimana prosedur yang tertera di dalam PerMa No. 2 Tahun
2003 Tentang Prosedur Mediasi tersebut, baik mediasi yang dilaksanakan secara
9
Malik Ibrahim, “Efektivitas Peran Mediasi Dalam Menanggulangi Perceraian di Lingkungan PA
(Pengadilan Agama)”, Madania 19, No. 1 (2015) : 113-114.
10
Sri Mamudji, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”, Jurnal dari
Hukum dan Pembangunan (2004) : 204-206.

6
litigasi maupun di luar badan pengadilan, serta mediasi yang dilaksanakan lingkup
pengadilan negeri maupun pengadilan agama. Penulis mengharapkan bahwa tolak
ukur keberhasilan mediasi tidak hanya dilihat dari segi kesepakatan yang tertulis
di dalam akta perdamaian semata, namun juga berhasil menghasilkan tindakan
lanjutan setelahnya yang memberikan keuntungan bagi pihak sengketa. Seperti
dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama, bahwa keberhasilan mediasi itu
dilihat seberapa banyak angka penekanan tingkat perkara perceraian dan perkara
yang dicabut di pengadilan tersebut. Kemudian, mediasi tidak akan membiarkan
para pihak tetap meneruskan permohonan perceraian di ranah putusan hakim,
bukan hanya sekedar keberhasilan yang diukur dalam prosedur semata.

Selain itu, perlu adanya pemahaman yang benar terkait tujuan dilaksanakannya
mediasi dari pihak-pihak yang bersengketa, tidak hanya berdasarkan atas sebuah
keprofesionalitasan dari mediator saja. Karena mediasi yang baik adalah mediasi
yang mampu menghasilkan kesepakatan yang dapat dilaksanakan dan ditaati
dengan baik oleh para pihak sengketa.

Daftar Pustaka

Bintoro, Rahasi Wasi. “Implementasi Media Litigasi di Lingkungan Yuridiksi Pengadilan


Negeri Purwokerto”. Jurnal Dinamika Hukum 14 No. 1 (2014).

Komariah. “Analisis Yuridis PerMa No. 1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di
Pengadilan Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Proses Mediasi”. Jurnal
Ilmiah Hukum 20 No. 2 (2012).

Mamudji, Sri. “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan”.


Jurnal dari Hukum dan Pembangunan (2004).

Saifullah, Muhammad. “Efektivitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di


Pengadilan Agama Jawa Tengah”. Al-Ahkam 25 No. 2 (2015).

Kamilah, Liliek. “Mediasi Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa di Pengadilan


Agama”. Jurnal Perspektif 15 No. 1 (2016).

Ibrahim, Malik. “Efektivitas Peran Mediasi Dalam Menanggulangi Perceraian di


Lingkungan PA (Peradilan Agama)”. Madania 19, No. 1 (2015).

Anda mungkin juga menyukai