Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MEDIASI

Disusun oleh :

Tajul muna raya guna

Fazif Fandi

Zahran Yumna

Sellatul Aisah

Helmi Riadi

Dosen Pembimbing: Nahara Eriyanti,S.Hi.M.Hi

Mata kuliah : Alternatif Penyelesaian Sengketa Muamalah

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS AR-RANIRY BANDA ACEH

2021
A. Pengertian Mediasi

Pengertian mediasi secara etimologi adalah berasal dari bahasa latin


yaitu mediare yang artinya “berada di tengah” sedangkan pengertian
mediasi dalam istilah bahasa Inggris adalah “mediation” yang
menyatakan pengertian mediasi adalah penyelesaian masalah yang
melibatkan pihak ke-3 sebagai penengah. Mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

• Menurut Collins Engglish Dictionary and Thesaurus

Pengertian mediasi adalah suatu kegiatan yang menjembati antara dua


pihak yang bersengketa guna menghasilkan kesepakatan, yang di lakukan
oleh mediator sebagai pihak yang ikut membantu mencari berbagai
alternatif penyelesaian sengketa.

• Menurut Folberg dan Taylor

Pengertian Mediasi adalah penyelesaian sengketa dapat di lakukan


bersama-sama oleh pihak yang bersengketa dan di bantu oleh pihak yang
netral yaitu mediator, mediator dapat mengembangkan dan menawarkan
pilihan penyelesaian kepada kedua pihak sengketa.

• Menurut Goospaster

pengertian mediasi adalah suatu proses negoisasi pemecahan masalah


dimana pihak luar yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak-pihak
yang bersengketa untuk membantu mereka untuk memperoleh
kesepakatan perjanjian yang memuaskan.Kesepakatan Perdamaian adalah
kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat
ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan
Mediator.
B. Landasan Hukum mediasi

Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan


Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Mahkamah Agung
No. 2 Tahun 2003 (PERMA No. 2 Th. 2003), dimana dalam PERMA No.
2 Tahun 2003 masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan Normatif
yang membuat PERMA tersebut tidak mencapai sasaran maksimal yang
diinginkan, dan juga berbagai masukan dari kalangan hakim tentang
permasalahan permasalahan dalam PERMA tersebut.

Latar Belakang mengapa Mahkamah Agung RI (MA-RI) mewajibkan


para pihak menempuh mediasi sebelum perkara diputus oleh hakim
diuraikan dibawah ini. Kebijakan MA-RI memberlakukan mediasi ke
dalam proses perkara di Pengadilan didasari atas beberapa alasan sebagai
berikut :

 Pertama, proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah


penumpukan perkara. Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri
sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus
diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. Jika sengketa dapat
diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan menempuh
upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari
kehendak bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan
mengajukan upaya hukum. Sebaliknya, jika perkara diputus oleh
hakim, maka putusan merupakan hasil dari pandangan dan penilaian
hakim terhadap fakta dan kedudukan hukum para pihak. Pandangan
dan penilaian hakim belum tentu sejalan dengan pandangan para
pihak, terutama pihak yang kalah, sehingga pihak yang kalah selalu
menempuh upaya hukum banding dan kasasi. Pada akhirnya semua
perkara bermuara ke Mahkamah Agung yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan perkara.

 Kedua, proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa


yang lebih. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Di
Indonesia memang belum ada penelitian yang membuktikan asumsi
bahwa mediasi merupakan proses yang cepat dan murah
dibandingkan proses litigasi. Akan tetapi, jika didasarkan pada logika
seperti yang telah diuraikan pada alasan pertama bahwa jika prkara
diputus, pihak yang kalah seringkali mengajukan upaya hukum,
banding maupun kasasi, sehingga membuat penyelesaian atas perkara
yang bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari sejak
pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan
tingkat kasasi Mahkamah Agung. Sebaliknya, jika perkara dapat
diselesaikan dengan perdamaian, maka para pihak dengan sendirinya
dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kerja mereka
yang mencerminkan kehendak bersama para pihak. Selain logika
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, literatur memang sering
menyebutkan bahwa penggunaan mediasi atau bentuk-bentuk
penyelesaian yang termasuk ke dalam pengertian alternative dispute
resolution (ADR) merupakan proses penyelesaian sengketa yang lebih
cepat dan murah dibandingkan proses litigasi.

 Ketiga, pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses


bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak
hanya dapat diperoleh melalui proses litigasi, tetapi juga melalui
proses musyawarah mufakat oleh para pihak. Dengan
diberlakukannya mediasi ke dalam sistem peradilan formal,
masyarakat pencari keadilan pada umumnya dan para pihak yang
bersengketa pada khususnya dapat terlebih dahulu mengupayakan
penyelesaian atas sengketa mereka melalui pendekatan musyawarah
mufakat yang dibantu oleh seorang penengah yang disebut mediator.
Meskipun jika pada kenyataannya mereka telah menempuh proses
musyawarah mufakat sebelum salah satu pihak membawa sengketa ke
Pengadilan, Mahkamah Agung tetap menganggap perlu untuk
mewajibkan para pihak menempuh upaya perdamaian yang dibantu
oleh mediator, tidak saja karena ketentuan hukum acara yang berlaku,
yaitu HIR dan Rbg, mewajibkan hakim untuk terlebih dahulu
mendamaikan para pihak sebelum proses memutus dimulai, tetapi
juga karena pandangan, bahwa penyelesaian yang lebih baik dan
memuaskan adalah proses penyelesaian yang memberikan peluang
bagi para pihak untuk bersama-sama mencari dan menemukan hasil
akhir
 Keempat, institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan
dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan
dalam penyelesaian sengketa. Jika pada masa-masa lalu fungsi
lembaga pengadilan yang lebih menonjol adalah fungsi memutus,
dengan diberlakukannya PERMA tentang Mediasi diharapkan fungsi
mendamaikan atau memediasi dapat berjalan seiring dan seimbang
dengan fungsi memutus. PERMA tentang Mediasi diharapkan dapat
mendorong perubahan cara pandang para pelaku dalam proses
peradilan perdata, yaitu hakim dan advokat, bahwa lembaga
pengadilan tidak hanya memutus, tetapi juga mendamaikan. PERMA
tentang Mediasi memberikan panduan untuk dicapainya perdamaian.

C. Peran Mediasi

Peran Mediasi dalam penyelesaian sengketa sangat penting karena :

 Untuk mengatasi masalah penumpukan perkara. Kalau para pihak


menyelesaikan sendiri sengketanya tanpa diadili oleh hakim, maka
tugas hakim untuk memeriksa perkara menjadi berkurang. Apabila
selesai dengan damai, akan mengurangi perkara banding, kasasi dan
PK.

 Penyelesain sengketa lebih cepat dan lebih murah. Kalau diselesaikan


dengan proses litigasi, maka kemungkinan pihak yang kalah
mengajukan upaya hukum banding , kasasi atau PK dan dengan
sendirinya proseskan lebih panjang dan memakan waktu yang lama,
disamping biayanya akan lebih besar.

 Memperluas akses para pihak untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa


keadilan tidak selalu diperoleh melalui proses litigasi, tetapi dapat
juga diperoleh melalui proses musyawarah mufakat.

 Institusionalisasi proses mediasi kedalam sistim peradilan dapat


memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga peradilan dalam
penyelesain sengketa. Kalau dahulu fungsi peradilan yang menonjol
adalah memutus, maka setelah berlakunya PERMA No. 1 Tahun
2008, fungsi memutus berjalan seiring dengan fungsi mendamaikan.
 Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan
kompromi diantara para pihak.Mediator dapat memberikan usaha-
usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti member bantuan dalam
melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi
pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain

D. Fungsi Mediasi

Mediasi akan memiliki berbagai macam fungsi yang sangat berguna


dalam kegiatan menyelesaikan konflik. Beberapa fungsi tersebut adalah:

1. Menyelesaikan suatu permasalahan

2. Mencegah munculnya pertentangan antar kelompok atau individu.

3. Mempersatukan kedua kelompok atau individu.

4. Meredakan permasalahan yang sedang terjadi antar individu atau


kelompok yang berkonflik

5. Menghadirkan solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

6. Menciptakan permasalahan konflik yang damai

E. Kelebihan Mediasi

Secara umum pihak yang bersengketa menggunakan jalur mediasi


sebagai penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan
yaitu :

 Proses cepat. Persengketaan yang paling banyak ditangani oleh


pusat-pusat mediasi publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan
yang hanya berlangsung dua hingga tiga minggu dan rata-rata waktu
yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali pertemuan hanya
berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat berbeda
jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbiterase
dan proses litigasi. , yaitu: 31 Abdul Halim, Kontekstualisasi Mediasi
Dalam Perdamaian, diunduh pada situs http: www.badilag.net , pada
tanggal 9 Desember 2014.
 Bersifat rahasia. Segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan
mediasi bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses
pemeriksaannya tidak dihadiri oleh publik. Hal tersebut sangat
berbeda dengan pemeriksaan lewat proses litigasi. Untuk perkara-
perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka untuk
umum dapat dihadiri oleh publik atau diliputi oleh pers sehingga
sebelum pengambilan keputusan dan dapat bermunculan berbagai
opini publik yang ada gilirannya dapat berpengaruh pada sikap para
pihak yang bersengketa dalam menyikapi putusan majelis hakim.

 Tidak mahal. Sebagian besar pusat-pusat mediasi publik


menyediakan pelayanan dengan biaya sangat murah dan juga tidak
perlu membayar biaya pengacara karena dalam proses mediasi
kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.

 Adil. Solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan


kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang
bersengketa dan oleh sebab itu pulalah keputusan yang diambil atau
dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para pihak. e Pemberdayaan
individu. Orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya
sering kali merasa mempunyai lebih banyak kuasa daripada mereka
yang melakukan advokasi melalu wakil seperti pengacara.

F. kelebihan dari mediasi antara lain :

a. Keputusan yang hemat.

b.Penyelesaian secara cepat

c. Hasil yang memuaskan bagi seluruh pihak

d. Kesepakatan yang komprehensif

e. Keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan

f. Keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.


G. Kekurangan dari mediasi antara lain

a. Tidak bersifat memaksa.

b. Mediator kurang terjamin.

c. Rentang gagal.

H. Tipologi mediator

Moore dalam bukunya Christopher mengatakan mediator dapat


dibedakan menjadi 3 tipologi yaitu Social network, authoritative
mediators,dan independent mediator.

 Tipologi pertama mediator berperan dalam sebuah sengketa atas dasar


adanya hubungan sosial antara mediator dengan para pihak yang
bersengketa

 Tipologi kedua mediator adalah mereka yang membantu para pihak


yang bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan
memiliki posisi yang kuat sehingga mereka mempunyai kapasitas
untuk mempengaruhi hasil akhir dalam proses mediasi. Akan tetapi
authoritative mediators selama menjalani perannya tidak
menggunakan kewenangan atau pengaruhnya, hal ini disebabkan
adanya keyakinan bahwa penyelesaian sengketa bukankah para
mediator tapi para pihak yang bersengketa

 Tipologi ketiga ( independent ), mediator dapat menjaga jarak antara


para pihak manapun dengan persoalan yang telah dihadapi, mediator
semacam ini lebih banyak ditemukan di dalam masyarakat. Budaya
yang mengajarkan tentang kemandirian maka nantinya akan
melahirkan mediator-mediator yang profesional

Anda mungkin juga menyukai