Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mirza Mar’Ali

NPM : 110110180183

Tugas : Hukum Acara Perdata (Kelas D)

Dosen : Aam Suryama, S.H., M.H.

MEDIASI DAN PERDAMAIAN

Mediasi dan perdamaian merupakan suatu sarana yang dapat ditempuh bagi
para pihak yang bersengketa. Mediasi merupakan sebuah sarana sebagai upaya
mencapai adanya perdamaian bagi para pihak. Maka dari itu, penulis berpendapat,
bahwa pada hakikatnya Mediasi dan perdamaian tidaklah dapat dipisahkan satu
dengan yang lain, dimana perdamaian merupakan sebuah tujuan akhir dari
diadakannya proses mediasi, dimana jika diibaratkan dalam sebuah ajang balap
mobil, maka mobil balap adalah mediasinya, sedangkan juara 1 dan mencapai garis
akhir adalah perdamaianya. Oleh karena itu, dalam pembahasan materi ini penulis
akan menyusun secara terstruktur dan sistematis perihal mediasi dan perdamaian.

Untuk mendefinisikan sebuah kata mediasi bukanlah perkara yang mudah, hal
ini disebabkan karena mediasi tidak memberikan satu model yang dapat dijabarkan
secara pasti, terperinci, dan dibedakan dari proses penambilan keputusan, sehingga
terdapat slogan yang berbunyi “Mediation is not easy to define”.1 Secara umum
mediasi dapat dikatakan sebagai sebuah proses guna menyelesaikan sengketa dengan
bantuan pihak ketiga.2 Menurut John W.Head, mediasi merupakan suatu prosedur

1
Gatot P.Soemantoro, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramdia Pustaka Utama, 2006,
hlm.119.
2
Ibid.
peneganhan dimana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi
antara pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa itu dapat
dipahami dan mungkin dapat didamaikan, akan tetapi tanggung jawab utama
tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak masing-masing. 3
sedangkan menurut Retnowulan, mediasi merupakan pemberian jasa baik dalam
bentuk saran untuk menyelesaikan sengketa para pihak oleh seorang ahli atau
beberapa ahli yang diangkat oleh para pihak sebagai mediator.4

Mediasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam rangka


mencapai adanya kesepakatan perdamaian. Hal ini penulis dasarkan karena metode
untuk mencapai kesepakatan perdamaian dapat ditempuh menggunakan metode
Alternative Dispute Resolution lainnya guna dapat menjembantani kebutuhan
masyarakat yang mencari keadilan dalam menyelesaikan senketa antara
mereka.5Metode lain yang digunakan dalam ADR selain mediasi, yaitu seperti
negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase.6

Mediasi merupakan proses guna menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi.


Sengketa itu sendiri adalah hal yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena adanya
salah satu pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan. 7 Perselisihan atau
sengketa bisa saja berkaitan dengan sejumlah uang, hakhak, statur, gaya hiduo,
reputasi, serta aspekaspek lainnya dalam kegiatan perdagangan atau tingkah laku
pribadi. Bukan hanya itu saja, sengketa juga berkaitan dengan masalah yang
sederhana hingga masalah yang sifatnya kompleks.8

3
John W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek ELIPS, 1997, hlm.42.
4
Maskur Hidayat, Strategi dan Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2016, hlm.53.
5
Sujud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek
Hukum, Bogor: Ghimia Indonesia, 2004, hlm.38.
6
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di Pengadilan dan Di Luar
Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol.3:2, Tp.Tahun, hlm.219-220.
7
Mahyuni, “Lembaga Damai Dalam Proses Penyelesaian Perkara Perdata Di Pengadilan”, Jurnal
Hukum, Vol.16:4, 2009, hlm.534.
8
Rika Lestari, Op.Cit, hlm.222.
Mediasi merupakan proses yang sifatnya private atau pribadi, rahasia dan
kooperatif dalam menyelesaikan masalah.9 Dalam proses mediasi semua pihak
bertemu secara pribadi dan langsung dengan mediator secara bersamasama dan/atau
dalam pertemuan yang berbeda.10 Semua pihak saling memberikan informasi,
keterangan, penjelasan, mengenai alasan yang dihadapi dan juga saling menukar
dokumen.11

Mediasi sendiri memeliki beberapa prinsip, yang pertama adalah prinsip


kerahasiaan yang berarti hanya para pihak dan mediator yang menhadiri proses
mediasi.12 Prinsip kedua adalah volunteet (Sukarela), dimana masing-masing pihak
yang bertikai datang ke mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri secara
sukarela da tidak ada paksaan, dan teanan dari pihak-pihak lain. 13 Prinsip ketiga, yaitu
pemberdayaan, pinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke
mediasi sebenarnya memiliki kemampuan untuk menegosiasikan masalahnya sendiri
dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan. 14 Prinsip keempat, yaitu
prinsip netralitas, dimana prinsip ini melihat peran mediator yang hanya memfasilitasi
prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa, serta
mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. 15 Prinsip kelima, yaitu solusi yang
unik, bahwasanya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai
dengan standart legal, melainkan dapat dihasilkan dari proses yang kreatif sesuai
dengan keinginan kedua belah pihak asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban
dan kesusilaan.16

9
Idem, hlm.220.
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2011, hlm.22.
13
Rika Lestari, Op.Cit, hlm.227.
14
Ibid.
15
Ibid.
16
Ibid.
Konsep Mediasi di Indonesia secara historis dapat dilihat dengan adanya
metode musyawarah untuk mufakat. Namun, keberadaan mediasi sebagai jalan yang
ditempuh guna menyelesaikan sengketa semakin terdengar setelah keluarnya Pasal
130 HIR dan 154 RBg yang menegaskan, jika pada hari yang ditentukan itu kedua
belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantara ketuanya, akan
mencoba memperdamaikan mereka.17 Konsep perdamaian yang disebutkan di dalam
pasal ini masih begitu abstrak, sehingga perlu diperjelas dengan peraturan perundang-
undangan lainnya.

Kebutuhan akan suatu metode untuk mendamaikan itu mulai terlihat dengan
adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, dimana di dalam Undang-Undang ini memuat beberapa
metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan guna mendamaian pihak yang
bersengketa. Selain metode arbitrase, di dalam Undang-Undang ini juga mengatur
alternatif penyelesaian sengketa melalui prosedur konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-
Undang No.30/1999, Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. 18 Dari
ketentuan pasal ini, kita dapat melihat bahwa penyelesaian sengketa, dimana salah
satunya terdapat metode mediasi, harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perkembangan waktu menyebabkan semakin dinamisnya kebutuhan hukum,


hal ini juga mendorong adanya sebuah inovasi baru dalam produk hukum yang
bertujuan mengakomodir masyarakat untuk dapat mencari keadilan. Hal ini
ditunjukan dengan adanya inovasi penerapan Mediasi dalam lingkup pengadilan. Ini

17
Norman Edwin Elnizar, Hukum Online.com, Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi yang Belum
Menjadi Solusi, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b74e94b8ebc2/mediasi-di-
persidangan--pilihan-solusi-yang-belum-menjadi-solusi/, (Dilihat Pada Tanggal 1 April 2020).
18
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Pasal 6 Ayat (1).
bukanlah hal yang baru, mengingat ketentuan yang diatur di dalam Pasal 130 HIR
dan 154 RBg secara tersurat mengatakan adanya proses pendamaian sebelum
memasuki inti dari pelaksanaan litigasi, yaitu proses peradilan sesuai dengan hukum
acara yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

Saat ini, peraturan mengenai pelaksanaan Mediasi guna mencapai adanya


perdamaian antara pihak yang bersengketa diatur di Peraturan Mahkamah Agung
(PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Melihat
bagian menimbang huruf a PERMA No.1/2016, yaitu “bahwa Mediasi merupakan
cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka
akses yang lebih luas kepada Para Pihak untuk memperoleh penyelesaian yang
memuaskan serta berkeadilan”.19 Secara konsep dan tujuan, mediasi berdasarkan
PERMA ini diharapkan sebagai metode penyelesaian sengketa yang damai, tepat,
efektif, dan membuka akses yang luas. Berdasarkan hal ini, penulis akan menganalisa
apakah benar dengan adanya PERMA baru ini yang mengatur mengenai prosedur
mediasi, merupakan PERMA yang efektif sesuai dengan konsep dan tujuan awalnya.

Definisi secara yuridis normatif terkait mediasi dan mediator baru ditemukan
di dalam PERMA ini, dimana berdasarkan Pasal 1 angka 1, Mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.20 Sedangkan Mediator adalah Hakim atau
pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu
Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.21 Dapat kita ketahui, bahwa mediator berdasarkan PERMA ini bisa
seorang hakim atau pihak lain yang sudah memiliki sertifikat mediator.

19
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Bagian Menimbang Huruf a.
20
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 1 Angka 1.
21
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 1 Angka 2.
Setelah penulis membaca dan mempelajari PERMA no.1 Tahun 2016 ini,
penulis menyadari bahwasanya PERMA ini memiliki sifat yang sangat fleksibel dan
terbuka bagi para pihak yang akan melakukan perdamaian menggunakan metode
mediasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebolehan proses mediasi menjadi terbuka
apabila para pihak mengendaki. Selain itu, juga terdapat hal baru, berdasarkan Pasal 5
ayat (3) PERMA No.1 Tahun 2016, “Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui
media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling
melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan”. 22
Selain itu, fleksibilitas PERMA ini dapat dilihat dari cara pemilihan Mediator hingga
tepat penyelenggaraan mediasi yang bisa disepakati oleh para pihak.

Pelaksanaan mediasi haruslah dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana


diatur di dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) PERMA No.1/2016, yaitu sebagai berikut:23

1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi


dengan iktikad baik.
2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat
dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang
bersangkutan:
a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali
berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan
sah;
b. Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak
pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun
telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut
tanpa alasan sah;
c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu
jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
d. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak
mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume
Perkara pihak lain; dan/atau
e. Tidak menandatangani konsep Kesepakatan
Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

22
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 5 Ayat (3).
23
PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, Pasal 7 Ayat (1) dan (2).
Selain itu, proses dan prosedur dari pelaksanaan Mediasi berdasarkan PERMA ini
dapat dikatakan lebih efektif dari PERMA sebelumnya. Hal ini penulis dasarkan
melihat PERMA ini lebih menyesuaikan dengan perkembangan zaman, dan
fleksibilitas yang mengembalikan hakikat Mediasi yang merupakan private antara
pihak yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan
Het Herziene Indonesisch Reglement
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di
Pengadilan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Buku
Gatot P.Soemantoro, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT. Gramdia
Pustaka Utama, 2006.
Head, John. W, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek ELIPS, 1997.
Maskur Hidayat, Strategi dan Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No.1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2016.
Sujud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum, Bogor: Ghimia Indonesia, 2004.
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2011.
Jurnal
Mahyuni, “Lembaga Damai Dalam Proses Penyelesaian Perkara Perdata Di
Pengadilan”, Jurnal Hukum, Vol.16:4, 2009.
Rika Lestari, “Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di
Pengadilan dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum,
Vol.3:2, Tp.Tahun.
Website
Norman Edwin Elnizar, Hukum Online.com, Mediasi di Persidangan, Pilihan Solusi
yang Belum Menjadi Solusi,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b74e94b8ebc2/mediasi-di-
persidangan--pilihan-solusi-yang-belum-menjadi-solusi/, (Dilihat Pada
Tanggal 31 Maret 2020).

Anda mungkin juga menyukai