Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“MEDIASI”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama

Dosen Pengampu: Nur Adilah Mahyadi, S.H., M.H.

Disusun oleh: Kelompok 8

Nadia Utami Putri (20256121086)


Siti Fatwadilah (20256121076)

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM


PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. yang maha pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat memenuhi tugas dan
amanah menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan yang mulia Nabi
Muhammad Saw, kepada keluarga, para sahabat dan pengikut beliau semuanya.
Karena dengan langkah-langkah perjuangan dakwah, perang, doa beliaulah
sehingga kita bisa jadi penikmat manisnya iman dan Islam. Semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi para pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

A. Pengertian Dan Unsur- Unsur Mediasi ........................................................ 2

B. Pelaksanaan Mediasi Di Dalam Dan Di Luar Pengadilan ........................... 6

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................ 11

B. Saran........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mediasi merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk
memungkinkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-
perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral.
Pihak yang netral tersebut tugas utamanya adalah menolong para pihak
memahami pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah
yang disengketakan, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian
yang objektif dari keseluruhan situasi. Maka dengan demikian pihak yang
bersengketa bisa saling memahami apa yang hendak dicapai oleh lawan
sengketa mereka. Dan dengan adanya sikap saling memahami tersebut maka
pihak yang bersengketa dapat melakukan tawarmenawar penyelesaian
sengketa secara berimbang, dengan tidak merugikan salah satu pihak. Mediasi
bertujuan untuk menciptakan adanya suatu kontrak atau hubungan langsung
diantara para pihak. Dengan kata lain tujuan dari proses mediasi adalah dapat
tercapainya kesepakatan diantara negara yang berkonflik atau paling tidak
dapat terjalin komunikasi diantara negara yang berkonflik mengenai
permasalahan yang sedang mereka hadapi. Sedangkan fungsi mediasi adalah
untuk merencanakan suatu penyelesaian yang dapat memuaskan kedua pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dan Unsur- Unsur Mediasi ?
2. Bagaimana Pelaksanaan Mediasi Di Dalam Dan Di Luar Pengadilan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dan Unsur- Unsur Mediasi.
2. Untuk Bagaimana Pelaksanaan Mediasi Di Dalam Dan Di Luar
Pengadilan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Unsur- Unsur Mediasi


1. Pengertian Mediasi
Istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada
di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga
sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara dua pihak atau lebih yang berselisih.
“Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi
netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu
menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama,
sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang
bersengketa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi
arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasihat. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus
Besar Bahasa Indonesisa mengandung tiga unsur penting. Pertama,
mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang
terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam
penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak
yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa
tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-
apa dalam pengambilan keputusan.
Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan lebih menekankan pada
keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya. Sebagai salah satu bentuk Alternative
Dispute Resolution (ADR), terdapat definisi yang beragam tentang
mediasi yang dikemukakan oleh para pakar hukum. Namun secara umum,
banyak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk menyelesaikan
sengketa dengan melakukan bantuan pihak ketiga. Peran pihak ketiga itu
adalah dengan melibatkan diri dari bantuan para pihak dalam

2
3

mengidentifikasi masalah-masalah yang disengketakan. Pengertian


mediasi telah dikemukakan oleh banyak ahli, antara lain:
1) Mediasi menurut Gary Goodpaster
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak
luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak
yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan
perjanjian dengan memuaskan.
2) Menurut John W. Head
Mediasi menurut John W. Head adalah suatu prosedur penengahan
dimana seseorang bertindak sebagai kendaraan untuk berkomunikasi
antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas
sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi
tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di
tangan para pihak sendiri.

Dalam PERMA No. 1 Tahun 2008: “Mediasi adalah cara


penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.1 Pengertian
mediasi menurut Perundang-undangan secara konkret dapat ditemukan
dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah
hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksa sebuah penyelesaian. Hal ini termuat dalam Pasal
1 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.

1
Abdul Halim Talli, “Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008”, Jurnal Al-Qadau, Vol.
2, No. 1, 2015, hal. 76-78.
4

Dalam upaya perdamaian, tahap pertama yang harus dilakukan oleh


hakim dalam menyidangkan perdamaian kepada pihak-pihak yang
bersengketa adalah mengadakan perdamaian kepada pihak-pihak yang
bersengketa. Kemudian hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang
berperkara adalah sejalan dengan ajaran agama Islam. Ajaran agama Islam
memerintahkan agar menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi antara
manusia sebaiknya dengan jalan perdamaian (islah). Ketentuan ini adalah
sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah Al-Hujarat ayat
(9) yang berbunyi “sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat”. Yakni bahwa jika dua golongan
orang beriman bertengkar maka damaikanlah mereka, perdamaian itu
hendaknya dilakukan secara adil dan benar sebab Allah sangat mencintai
orang yang berlaku adil.2 Kehadiran mediasi di pengadilan untuk
mengurangi penumpukkan perkara di pengadilan tingkat pertama dan
memperkuat upaya perdamaian yang ada di dalam ketentuan pasal 130
HIR dan Pasal 154 RBg.3

2. Unsur-Unsur Mediasi
1) Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam
proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Dalam PP No. 54 Tahun 2000 ditentukan kriteria untuk
menjadimediator lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yaitu:
a. Cakap melakukan tindakan hukum.
b. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.

2
Mardalena Hanifah, “Pertandingan Tugas Mediator Pada Pengadilan Agama Indonesia
Dengan Mahkamah Syariah Malaysia”, Jurnal Hukum acara Perdata, Vol. 6, 2020, h. 105.
3
Sri Puspitaningrum, “Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Perdata Di
Pengadilan, Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 15, No. 2, 2018, hal. 275.
5

c. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang


lingkungan hidup paling sedikit 5 (lima) tahun.
d. Tidak ada keberatan dari masyarakat (setelah diumumkan dalam
jangka waktu satu bulan).
e. Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau
penengahan.
2) Pihak Yang Bersengketa
Dalam proses mediasi, pihak yang memiliki persoalan hadir dan
berpartisipasi aktif dalam mediasi.
3) Permasalahan Dalam Sengketa
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak
yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan
tidak puas yang bersifat subjektif dan tertutup. Kejadian ini dapat
diawali oleh perorangan maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan
muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang
mersa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasaannya kepada pihak
kedua. Apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak
pertama, selesailah konflik tersebut. Sebaliknya, jika reaksi dari pihak
kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang
berbeda, terjadilah apa yang dinamakan dengan sengketa.
Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titiktemu antara
pihak- pihak yang bersengketa. Secara potensial, dua pihak yang
memiliki pendirian/pendapat yang berbeda dapat beranjak ke situasi
sengketa. Secara umum, orang tidak akan mengutarakan pendapat
yang mengakibatkan konflik terbuka. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan timbulnya konsekuensi yang tidak menyenangkan, di
mana seseorang (pribadi atau sebagai wakil kelompoknya) harus
menghadapi situasi rumit yang mengundang ketidaktentuan sehingga
dapat mempengaruhi kedudukannya. 4

4
Abdul Halim Talli, “Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008”, Jurnal Al-Qadau,
Vol. 2, No. 1, 2015, hal. 78-82.
6

B. Pelaksanaan Mediasi Di Dalam Dan Di Luar Pengadilan


Mediasi dapat dibagi menjadi dua kategori yakni mediasi di pengadilan
dan mediasi di luar pengadilan.
1. Mediasi Di Dalam Pengadilan
Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem
peradilan dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan
produk berupa akta persetujuan damai (akta perdamaian). Hukum di
Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam bentuk tertulis. Hal
tersebut tidak hanya berlaku untuk persidangan mediasi dalam lingkup
pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan. Dalam PERMA
No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi menghasilkan
kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan
secara tetulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para
pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausula-klausula pencabutan
perkara atau pernyataan perkara telah selesai pasal 17 ayat (1) dan (6).5
Pelaksanaan mediasi di pengadilan dengan landasan musyawarah
untuk mufakat, telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Cikal bakal lahirnya mediasi di pengadilan
didasari ketentuan dalam Pasal 130 HIR yang menyebutkan:
a. Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka
Pengadilan Negeri mencoba dengan perantaraan ketuanya akan
mendamaikan mereka.
b. Jika perdamaian yang demikian terjadi, maka tentang hal itu pada
waktu sidang, dibuatkan sebuah akta, dengan nama kedua belah pihak
diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang dibuat, maka surat (akta)
itu akan berkekuatan dan akan dilakukan sebagai putusan hakim yang
biasa.
Menurut Pasal 3 ayat (1) PERMA Mediasi, proses mediasi
terintegrasi dengan proses beracara di pengadilan. Pelaksanaannya

5
Abdul Halim Talli, Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, Jurnal Al-Qadau. Vol.
2. No. 1. 2015. h. 83..
7

dilakukan dalam proses persidangan di pengadilan tingkat pertama dan


merupakan suatu keharusan (imperatif) bagi hakim, mediator, para pihak,
dan/atau kuasa hukumnya. Adapun prosedur dan tahapannya diatur dalam
Pasal 2 sampai Pasal 32, yang pada pokoknya terdiri dari dua tahap yaitu
tahapan pramediasi dan tahapan proses mediasi.
Tahap pramediasi yaitu tahapan di mana hakim yang sedang
memeriksa perkara memerintahkan kepada kedua belah pihak agar
menempuh proses mediasi dan kepadanya diberikan kebebasan untuk
menunjuk siapa yang akan menjadi mediator yang nantinya akan
membantu dalam upaya menyelesaikan sengketa di antara mereka.
Ketentuan mengenai tahapan pramediasi diatur mulai dari Pasal 17 sampai
dengan Pasal 23. Tahapan proses mediasi diatur dalam Bab V Perma
Mediasi. Pada tahap proses mediasi ini, dalam Pasal 24 ayat (1) sampai
dengan ayat (4) dinyatakan bahwa dalam waktu paling lama 5 (lima) hari
kerja setelah pemilihan atau penunjukan mediator, para pihak wajib
menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator. Proses
mediasi dilaksanakan paling lama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut
dirasa kurang cukup dan masalah belum memiliki titik temu, maka waktu
mediasi dapat diperpanjang selama 30 hari kerja. Jika mediasi berhasil
mencapai kesepakatan, sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) dan (3), para pihak
yang bersengketa dan menemukan titik temu, maka dengan bantuan
mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis yang selanjutnya
disebut kesepakatan perdamaian. Kesepakatan harus dibuat secara tertulis,
agar jika ada pihak yang mengingkarinya, maka dokumen kesepakatan
tersebut dapat dijadikan alat bukti untuk menuntut pelaksanan kesepakatan
yang telah dibuat. Kesepakatan perdamaian tersebut ditandatangani semua
pihak termasuk mediator. Jika dalam mediasi tersebut terdapat pihak yang
diwakili oleh pengacara atau kuasa hukum, maka pihak tersebut wajib
menyertakan secara kesepakatan yang telah dicapai.
Mediator wajib membuat laporan tertulis mengenai keberhasilan
mediasi yang ditujukan kepada hakim pemeriksa yang untuk pertama kali
8

memeriksa perkara, sekaligus dengan melampirkan kesepakatan


perdamaian, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (6) Perma Mediasi.
Tahap selanjutnya, hakim pemeriksa perkara wajib mempelajari dan
meneliti materi kesepakatan perdamaian tersebut dalam waktu 2 hari kerja.
Apabila kesepakatan perdamaian telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 27 ayat (2), maka hakim pemeriksa perkara dapat
mengeluarkan penetapan waktu sidang untuk acara pembacaan akta
perdamaian (acte van dading).6

2. Mediasi Di Luar Pengadilan


Mediasi di luar pengadilan adalah mediasi yang dilakukan oleh
mediator, baik perorangan maupun oleh lembaga atau institusi di luar
pengadilan, salah satu di antaranya adalah mediasi yang dilaksanakan
oleh lembaga seperti Pusat Mediasi Nasional. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, mediasi adalah sebagai salah satu bentuk
alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, selain arbitrase atau
cara lainnya. Mediasi dapat juga dimaksudkan sebagai proses kegiatan
lanjutan akibat dari gagalnya negosiasi yang sebelumnya dilakukan oleh
para pihak. Sebagai bentuk upaya untuk lebih memperkuat penggunaan
mediasi dalam system hukum Indonesia dan memperkecil timbulnya
persoalan-pesoalan hukum yang mungkin timbul dari penggunaan
mediasi di luar pengadilan, MA melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2016
juga memuat ketentuan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak
bersengketa yang berhasil menyelesaikan masalah melalui mediasi diluar
pengadilan untuk meminta pengadilan agar kesepakatann damai tersebut
dapat dibuatkan akta perdamaian.7

6
Dedy Mulyana, "Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan Menurut Hukum
Positif", Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3, No. 2, 2019, hal. 190.
7
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengeketa, (Cet. 1;
Jakarta: Kencana), 2019, h. 203.
9

Mediasi di luar pengadilan di Indonesia dipayungi oleh Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, hal ini dapat dilihat pada Pasal 6 berbunyi:
a. Sengketa atau beda pendapat dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikad
baik dengan menyampingkan penyelesaian secara litigasi di
Pengadilan Negeri.
b. Penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para
pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas hari) dan hasilnya
dituangkan dalam kesepakatan tertulis.
c. Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak dapat diselesaikan maka atas kesepakatan tertulis para
pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan
seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.
d. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari dengan bantuan seorang atau lebih penasihat ahli maupun melalui
seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator
tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak
dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.
e. Setelah menunjuk mediator atau lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari usaha mediasi sudah harus dapat dimulai.
f. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh
kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus
tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh
semua pihak yang terkait.
g. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis
adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan
10

iktikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu


paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan.
h. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
i. Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak
berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha
penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.
Kemudian dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 juga memuat keterkaitan yang menghubungkan antara praktek
mediasi di luar pengadilan yang menghasilkan kesepakatan. Dalam Pasal
23 Peraturan Mahkamah Agung ini mengatur mengenai prosedur hukum
untuk memperoleh akta perdamaian dari Pengadilan Tingkat Pertama atas
kesepakatan perdamaian atau mediasi di luar pengadilan. Prosedurnya
adalah dengan cara mengajukan gugatan yang dilampiri oleh naskah atau
dokumen kesepakatan perdamaian dan kesepakatan perdamaian itu
merupakan hasil perundingan para pihak dengan dimediasi atau dibantu
oleh mediator bersertifikat. Dokumen kesepakatan perdamaian tersebut
dapat diajukan dalam bentuk gugatan untuk memperoleh akta perdamaian
ke pengadilan yang berwenang. Pengaju gugatan tentunya adalah pihak
yang dalam sengketa ini mengalami kerugian.8

8
Rika Lestari, "Perbandingan Hukum Penyelesaian SengketaSecara Mediasi Di
Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia", Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3, NO. 2, 2013, hal.
229-230.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di
tengah. Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak
luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian
dengan memuaskan. Unsur-unsurnya terdiri dari mediator, pihak yang
bersengketa, dan masalah yang disengketakan.
2. Mediasi di dalam pengadilan maksudnya adalah mediasi dilaksanakan
dilingkungan peradilan saat acara berlangsung dan mediatornya sudah
terdaftar di pengadilan, sedangkan mediasi di luar pengadilan adalah
kesepakatan damai yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa dengan
meminta bantuan dari pihak luar yang memiliki wewenang dalam
membuat kesepakatan damai, yang nantinya dapat mengajukan ke
pengadilan untuk membuat akta perdamaian.
B. Saran
Semoga dengan penulisan makalah ini, pembaca dapat lebih mengetahui
bseperti apa itu mediasi, dan bagaimana pelaksanaanya dalam pengadilan
maupun diluar pengadilan. Dan bagi pemakalah sendiri dapat lebih
memperbaiki tata cara penulisan makalah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hanifah, Mardalena. 2020. “Pertandingan Tugas Mediator Pada Pengadilan


Agama Indonesia Dengan Mahkamah Syariah Malaysia”.Jurnal Hukum
acara Perdata. Vol. 6.
Lestari, Rika. 2013."Perbandingan Hukum Penyelesaian SengketaSecara Mediasi
Di Pengadilan Dan Di Luar Pengadilan Di Indonesia". Jurnal Ilmu Hukum.
Vol. 3.NO. 2.
Mulyana, Dedy. 2019. "Kekuatan Hukum Hasil Mediasi di Luar Pengadilan
Menurut Hukum Positif". Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 3. No. 2.
Nugroho, Susanti Adi. 2019.Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengeketa.
Cet. 1. Jakarta: Kencana.
Puspitaningrum, Sri. 2018. “Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa
Perdata Di Pengadilan. Jurnal Spektrum Hukum. Vol. 15. No. 2.
Talli, Abdul Halim. 2015. Mediasi Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008.Jurnal Al-
Qadau. Vol. 2. No. 1.

12

Anda mungkin juga menyukai