Dosen Pengampu:
Oleh:
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla. Semoga sholawat dan salam tak
luput penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., karena beliaulah yang telah
mengantarkan umat islam dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang dan semoga
penulis dan pembaca selalu menjadi umat yang taat terhadap ajaran yang disampaikan oleh Baginda
Muhammad SAW.
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah Azza Wa Jalla karena atas rahmat-Nya kita
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “ mediasi HES ”. Penulis mengucapkan
Jazakumullahu khoiron katsiron kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan makalah ini serta memberikan ktritik dan saran yang membangun terhadap materi dan
penyajian makalah.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “mediasi HES” sebagai media
presentasi. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan,
oleh karena itu kita mengharapkan masukan dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan Pembelajaran...............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mediasi..................................................................................................4
A. Simpulan..................................................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif
para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka dalam mencapai kesepakatan-kesepakatan.
Dalam membantu pihak. Yang bersengketa, mediator bersifat imparsial atau tidak memihak. Kedudukan
mediator seperti ini sangat penting, karena akan menumbuhkan Kepercayaan yang penting, karena akan
menumbuhkan kepercayaan yang Memudahkan mediator dalam melakukan kegiatan mediasi. Kedudukan
Mediator yang tidak netral, tidak hanya menyulitkan kegiatan mediasi tetapi Dapat membawa kegagalan
Mediasi di pengadilan merupakan pelembagaan dan memberdayakan perdamaian (court connected
mediation) dengan landasan filosofisnya ialah Pancasila yang merupakan dasar negara kita terutama sila
keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
Sila keempat dari Pancasila ini diantaranya menghendaki, bahwa upaya penyelesaian sengketa, konflik
atau perkara dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh semangat
kekeluargaan. Hal ini mengandung arti bahwa setiap sengketa, konflik atau perkara hendaknya
diselesaikan melalui prosedur perundingan atau perdamaian di antara pihak yang bersengketa untuk
memperoleh kesepakatan bersama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan salah satu hal yang sangat penting. Dalam hal ini pengertian dari mediasi
tersebut merupakan proses penyelesaian sengketa antara dua belah pihak yang bersengketa atau lebih dan
di dasarkan atas pendekatan konsensus dengan bantuan dari pihak netral yang tidak memiliki kewenangan
untuk memutuskan sengketa tersebut. pihak ini juga disebut dengan mediator yang memiliki tugas
memberi bantuan secara prosedural dan substansial. Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses
mediasi ini memiliki pengertian bahwa segala sesuatu yang di dapat dalam proses mediasi tersebut harus
merupakan kesepakatan para pihak mediator yang netral dalam arti yaitu seorang mediator yang tidak
berperan dalam kepentingan dengan perselisihan yang tidak terjadi. Bantuan mediator tersebut memiliki
sifat prosedural antara lain meliputi tugas sebagai memimpin dan merancang sesudah adanya pertemuan
atau perundingan sedangkan bantuan substansial berupa pemberian sebuah saran kepada pihak yang
memiliki sengketa tentang penyelesaian pokok masalah serta peran mediator dapat bersifat aktif maupun
pasif dalam membantu para pihak. 1 Peran aktif harus dilakukan apabila para pihak yang bersengketa tidak
mampu melaksanakan perundingan dengan baik begitupula sebaliknya mediator memainkan peran
sebagai penengah bagi para pihak yang bersengketa dan mampu melaksanakan perundingan yang
konstruktif. Dengan demikian tingkatan peran media atau dalam membantu para pihak menyelesaikan
perbedaan suatu pendapat tersebut sangat situational tergantung pada kemampuan para pihak dalam
melaksanakan perundingan.2
Terdapat 2 jenis mediasi, yaitu di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Mediasi di luar pengadilan
ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian
sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN). Mediasi yang berada di dalam pengadilan
diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 yang mewajibkan ditempuhnya
proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim
Pengadilan Negeri tersebut yang tidak menangani perkaranya. 3
1. Mediasi Di Pengadilan
a. Landasan Hukum
Di Indonesia mediasi atau perdamaian yang bersifat wajib sampai saat ini hanya diberlakukan
untuk sengketa-sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri atau Agama. Penggunaan prosedur
mediasi wajib ini, dimungkinkan karena hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, HIR dan RBG
menyediakan dasar hukum yang kuat. Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg menyatakan bahwa hakim
diwajibkan untuk terlebih dahulu mengupayakan proses perdamaian, namun caranya belum diatur,
sehingga ada kekosongan yang perlu diatur oleh Mahkamah Agung untuk kelancaran jalannya peradilan. 4
Oleh sebab itu dan untuk lebih mengoptimalkan penggunaan pasal tersebut, dikeluarkan SEMA No.1
tahun 2002 yang menganjurkan semua majelis hakim menyidangkan perkara, dengan sungguh-sungguh
1
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung,.2003. hal
25
2
Ibid.hal, 30.
3
Joni Emerzon, alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,
hal 2.
4
DY Witanto, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan
Agama, Alfabeta, Bandung, 2011 hlm.67-68.
4
mengusahakan perdamaian dengan menerapkan ketentuan Pasal 130 dan 154 Rbg, tidak hanya sekedar
formalitas menganjurkan perdamaian. 5Keadaan itu mendorong Mahkamah Agung untuk menerbitkan
PERMA Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diperbaharui dengan PERMA No 1 tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan dan yang terakhir disempurnakan lagi dengan PERMA No 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dasar hukum inilah penggunaan mediasi bersifat wajib yang
dalam perkembangannya kemudian diberlakukan untuk konteks-konteks tertentu seperti diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
a) Proses definisi
Dimana mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan
5
Ibid, hal. 73.
6
Edi As’Adi, Hukum Acara Perdata Dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012,
hlm.4
5
permasalahan apa yang sedang dihadapi dan apa harapan dalam penyelesaian sengketa. Disini mediator
dapat mendefinisikan permasalahan yang dihadapi para pihak
Sesuai dengan pasal 130 HIR / 154 rpg bahwa sebelum perkara diperiksa oleh majelis hakim
maka terlebih dahulu diharuskan ada perdamaian di antara para pihak oleh majelis tersebut. Dalam pasal
2 ayat 1 disebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib
terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Supaya pada hari sidang
pertama yang dihadiri kedua belah pihak hakim yang mengadili perkara tersebut bisa berjalan dengan
lancar.8
perkara tersebut mewajibkan para pihak yang memiliki perkara agar lebih dahulu menempuh
mediasi. selanjutnya hakim tersebut wajib menunda proses persidangan perkara itu untuk memberi
kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. Biasanya dalam praktek selama ini sidang
ditunda selama satu atau dua minggu. Akan tetapi dengan adanya perma yang mengatur tentang berapa
lamanya mediasi paling lama 30 hari atau 22 hari sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator
maka hakim tersebut akan menyesuaikan penundaan bidang sesuai dengan pasal pasal tersebut yaitu
sebaiknya selama 32 hari dengan ketentuan dapat dipercepat apabila tercapai kesepakatan secara dini atas
laporan dari mediator ke hakim tersebut. 9
Pada sidang pertama hakim memiliki kewajiban untuk menjelaskan bagaimana tata cara atau
prosedur tentang mediasi dan biaya-biaya yang harus dibutuhkan untuk melaksanakan mediasi. Kemudian
dalam waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama para pihak atau kuasa hukum mereka
wajib memiliki kesepakatan bersama guna memilih mediator dari daftar mediator yang dimiliki oleh
pengadilan atau mediator di luar daftar pengadilan dan jika dalam waktu suatu hari kerja terdapat kuasa
hukum mereka tidak dapat sepakat tentang penggunaan media terdalam atau di luar daftar pengadilan
para pihak wajib memilih mediator dari daftar mediator yang sudah disediakan Oleh pengadilan tingkat
pertama. Jika dalam suatu hari kerja para pihak tidak dapat merubah sepakat dalam memilih seorang
mediator dari apa yang disediakan oleh pengadilan ketua majelis berwenang untuk memiliki seorang
mediator dari masalah yang dihadapi dengan penetapan jadi ditegaskan dalam permain dibawa mediator
7
Ibid. hal, 9.
8
Ibid. hal, 15.
9
DY Witanto, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Peradilan
Agama, Alfabeta, Bandung, 2011 hlm.95.
6
dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam perma
ini.10
Ada dua tahap proses mediasi menurut peraturan mahkamah agung nomor 2 tahun 2003 tentang prosedur
mediasi yaitu :
2. Tahap mediasi
a. Paling lama 7 hari kerja sejak pemilihan atau penunjukan mediator para pihak wajib
menyerahkan fotokopi dokumen dan surat-surat yang diperlukan kepada mediator
b. Prosedur mediasi berlangsung selama 22 Hari Untuk mediator yang dipilih antara Hakim di
pengadilan negeri tersebut dan atau 30 hari untuk mediator diluar pengadilan
c. Dalam proses mediasi mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli 12
4. Apabila mediasi berhasil mencapai kesepakatan:
a. Para pihak dengan adanya bantuan dari mediator merumuskan dan menandatangani
kesepakatan tertulis.
b. Para pihak memberitahukan hasil kesepakatan kepada hakim dan sekaligus dapat memohonkan
pengukuhan kesepakatan tersebut.
c. Hakim mengukuhkan kesepakatan sebagai akta perdamaian oleh Hakim
d. Jika tidak dimintakan pengukuhan kesepakatan pihak penggugat wajib mencabut gugatannya di
pengadilan
5. Apabila mediasi gagal menghasilkan kesepakatan :
a. Mediator wajib memberitahukan kepada hakim secepatnya
b. Hakim melanjutkan pemeriksaan perkara. 13
7
proses mediasi di indonesia sesungguhnya dapat dikaji dengan memperhatikan ketentuan dalam
pasal 6 ayat (3) dan ayat (6) undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa yang mengatur proses berlangsungnya mediasi sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan secara tertulis dari para pihak untuk menyerahkan suatu permasalahan
mengenai sengketa atau beda pendapat mereka melalui seorang mediator.
2. apabila para pihak dalam waktu 14 hari dengan bantuan seorang mediator tidak dapat berhasil
mempertemukan kedua belah pihak maka para pihak dapat menghubungi lembaga alternatif
lainnya untuk dapat segera menunjuk seorang mediator lainnya.
3. setelah menuju mediator dalam waktu paling lambat 7 hari usaha mediasi harus segera dimulai
4. usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator dengan memegang teguh
kerahasiaan dalam waktu 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang diketahui
tangannya oleh semua pihak terkait14
Mengintegrasikan mediasi ke dalam proses acara di pengadilan dapat memperkuat dan
memaksimalkan fungsi dari suatu lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa sesuai dengan
tugas pokok pengadilan yang bersifat memutus atau menetapkan sambil menunggu peraturan perundang-
undangan dan memperhatikan wewenang mahkamah agung dalam mengatur acara pengadilan sebagai
masalah mediasi. Mahkamah agung memandang perlu mengeluarkan peraturan mahkamah agung nomor
dua tahun 2003 tentang prosedur mediasi yang mulai berlaku sejak tanggal 11 september 2003 melalui
perma ini mediasi dimasukkan ke dalam proses peradilan formal karena dalam pasal 2 ayat 1 nya
disebutkan semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu
diselesaikan dengan cara perdamaian dengan bantuan mediator. 15
Berdasarkan pasal 3 ayat 1 perintah yang mewajibkan untuk menempuh proses mediasi
disampaikan Hakim pada sidang pertama dengan syarat dihadirinya oleh kedua belah pihak kemudian
akan timbul pertanyaan Bagaimana jika sidang pertama itu jika dihadiri oleh salah satu pihak,
berdasarkan Hukum acara apabila pada sidang pertama salah satu pihak tidak hadir agar dapat dilakukan
tindakan sebagai berikut :
a. Hakim berwenang menggunakan menggugurkan suatu gugatan tersebut atas dasar menurut
pasal 124 HIR, apabila pada sidang pertama penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah (default
without Reason)Hakim dapat menjatuhkan putusan yang berisi diktum: menggugurkan gugatan
penggugat.
b. Berwenang menjatuhkan putusan verstek berdasarkan pasal 125 ayat (1) HIR apabila tergugat
tidak hadir pada sidang pertama tanpa alasan yang sah (default without Reason), Hakim dapat
menjatuhkan putusan verstek sesuai dengan proses verstek.
c. Berwenang memundurkan persidangan meskipun pasal 124 dan 125 ayat (1) HIR memberi
kewenangan kepada hakim menggugurkan gugatan atau menjatuhkan putusan verstek namun
pasal-pasal itu memberi kewenangan pula kepada hakim untuk memundurkan persidangan yang
dibarengi dengan tindakan memanggil sekali pihak yang tidak hadir. 16
14
Ibid. hal 35.
15
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan , Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan
Pengadilan, Sinar Grafika, 2009. Hal, 233.
16
Gatot Sumartono, Undang – Undang Tentang Arbitrase, dan Mediasi di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2006, hal
19.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pra Mediasi di dalam Pengadilan tersebut cukuplah penting. Dapat diambil dari pengertian dari
mediasi sendiri yaitu merupakan proses penyelesaian sengketa antara dua belah pihak yang bersengketa
atau lebih. Di dalam Pra Mediasi di Sesuatu pengadilan tersebut sesuai dengan dengan pasal 130 HIR /
154 rpg bahwa sebelum perkara diperiksa oleh majelis hakim maka terlebih dahulu diharuskan ada
perdamaian di antara para pihak oleh majelis tersebut. Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa semua
perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator. Supaya pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak
hakim yang mengadili perkara tersebut bisa berjalan dengan lancar. Adapaun tahapan tahapan dalam
mediasi tersebut yaitu yang Pertama, Pra mediasi penunjukan seorang mediator paling lama 1 hari.
Kedua, Tahap Mediasi paling lama yaitu 7 hari. Ketiga, berhasil atau tidaknya Mediasi tersebut. Jika
mediasi tersebut berhasil maka harus ada kesepakatan hitam diatas putih dari kedua belah pihak, dan
apabila mediasi tersebut tidak berhasil maka wajib memberitahukan kepada hakim kemudian hakim akan
melanjutkan pemeriksaan Perkara tersebut.
9
DAFTAR PUSTAKA
Syahrizal Abbas, 2011, Mediasi dalam Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum Nasional, Kencana,
Jakarta,
Edi As’Adi, 2012, Hukum Acara Perdata Dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta,
Jimmy Joses Sembiring, 2012, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,
Konsiliasi & Arbitrase), Visi Media, Jakarta ,
DY Witanto, 2011, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan
Peradilan Agama, Alfabeta, Bandung,
Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan, PT. Citra Adytia Bakti,
Bandung.
Joni Emerzon, 2001, alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2001.
Yahya Harahap, 2009, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan , Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika,
Gatot Sumartono, 2003, Undang – Undang Tentang Arbitrase, dan Mediasi di Indonesia, Gramedia,
Jakarta.
10
11