Anda di halaman 1dari 20

SISTEM PEMERIKSAAN

DAN PEMBUKTIAN
ARBITRASE DI BIDANG
HUKUM EKONOMI DAN
BISNIS ISLAM
MEDIASI HES
Nur Suci Romadliyah, S.E., M.E.
DOSEN PENGAMPU:

OLEH
Imroatus Sholihah Althofina (C92218138)
Intan Putri Dewantari (C92218139

HUKUM EKONOMI SYARIAH


Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Surabaya
i
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla. Semoga sholawat dan salam
tak luput penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., karena beliaulah
yang telah mengantarkan umat islam dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang
benderang dan semoga penulis dan pembaca selalu menjadi umat yang taat terhadap ajaran
yang disampaikan oleh Baginda Muhammad SAW.

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah Azza Wa Jalla karena atas
rahmat-Nya kita dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Mediasi HES”. Penulis
mengucapkan Jazakumullahu khoiron katsiron kepada semua pihak yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini serta memberikan ktritik dan saran yang
membangun terhadap materi dan penyajian makalah.

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Mediasi HES” sebagai media
presentasi. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu kita mengharapkan masukan dari pembaca demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.

Surabaya, 14Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................1

C. Tujuan Pembelajaran...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. .................................................................................................................................

B...................................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Simpulan..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum bersifat abstrak dan pasif titik abstrak karena sifatnya sangat umum dan pasif karena
sifatnya tidak menimbulkan akibat hukum ketika tidak terjadi sebuah peristiwa yang menyebabkan suatu
hukum itu timbul. Dalam menggali sebuah hukum pastinya terdapat suatu perkara yang sedang telah dan
akan dilaksanakan oleh petugas kehakiman. hukum biasanya akan digali terlebih dahulu dari hukum yang
ada dalam masyarakat kemudian menggalinya dan mengikuti serta memahami yang kemudian dijadikan
dasar dalam sebuah hukum sehingga terjadinya keselarasan dan Keadilan dalam hidup bermasyarakat.

Dalam sebuah kasus tidak hanya nya bisa diselesaikan melalui pengadilan saja tapi bisa
dilaksanakan dalam luar pengadilan seperti melalui itikad baik mediasi, litigasi, konsiliasi dan arbitrase.
Dalam hal ini untuk menemukan dan menggali kebenaran suatu perkara yang menyebabkan para pihak
untuk menyelesaikan sengketa dengan abitrase maka dilakukan pemeriksaan lebih mendalam terkait
perkara tersebut. Dan untuk mendukung adanya pemeriksaan maka dilakukan sebuah pembuktian dimana
petugas harus menemukan bukti yang mendukung untuk melakukan sebuah arbitrase yang selanjutnya
akan dibahas dalam makalah ini.

B. RumusanMasalah
1. Bagaimana tata cara sistem pemeriksaan arbitrase?
2. Bagaimana proses pembuktian arbitrase?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui tata cara sistem pemeriksaan arbitrase
2. Untuk mengetahui proses pembuktian arbitrase

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tata Cara Pemeriksaan Pada Sengketa Arbitrase

Dalam pasal 34 undang-undang nomor 30 tahun 1999 mengatur mengenai penyelesaiaan


sengketa dengan arbitrase yang berisikan mengenai arbitrase bisa menggunakan lembaga
arbitrase baik internasional atau nasional, tergantung pada persetujuan. Dengan adanya
beberapa lembaga arbitrase baik nasional maupun internasional menjadikan beberapa orang
yang akan mencari keadilan atas penyelesaian sengketanya lewat darat abitrase menjadi
kebingungan untuk menentukan pilihan.

Terdapat banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam hal pemilihan lembaga
arbitrase dan peraturan mana yang diberlakukan, diantaranya yaitu seperti Efisiensi dan
efektifitas lembaga arbitrase pada Penanganannya saat berperkara, biayaa yang bisa
dijangkau keintergritasan arbiter dan netralis prosedur. Misal penjelasan yang sudah
dipaparkan diatas bisa disimpulkan apabila sebelum melakukan proses melalui arbitrase bisa
dilakukan persiapan sebelum perjanjian dilaksanakan.1

Dalam hal ini persetujuan arbitrase bisa dikatakan memiliki sifat yang amat spesifik
misalkan ditentukan para arbiternya, tata cara atau prosedur spesifik, yang dimaksud di sini
mengenai prosedur maupun aturan-aturan arbitrase yang dipergunakan dan mekanisme
pertukaran pendapat diantara pihak. Jika tidak ada aturan secara seksamaa dengan begitu
pihak pihak bisa meminta pendapatan dari lembaga arbitrase profesional yang sifatnya
komersial. Prosedur nya diawali pada saat salah satu pihak telah mengirimkan pemberitahuan
terhadap pihak lainnya, sebagai petunjuk telah adanya informasi mengenai permohonan
arbitrase yang bertujuan penyelesaian terhadap suatu perkara.2

Dalam pasal 27 hingga pasal 48 UU Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa mengatur mengenai prosedur ataupun tata cara penyelesaian sengketa

1
Gideon Hendrik Sulat, ”Tata Cara Pemeriksaan Sengketa Arbitrase Meurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999”, Lex Crimen Vol. V, No. 7, (Sep 2016), 59.

2
Ibid.
2
melalui arbitrase. Selanjutnya akan dibahas satu persatu mengenai prinsip dan asas asas
penyelesaian sengketa melalui arbitrase diantaranya terdapat hal-hal sebagai berikut :

a. Seluruhnya pemeriksaan sengketa dilakukan dengan cara pintu tertutup.

Setiap adanya proses pemeriksaan terhadap persidangan arbitrase asas yang dilakukan
pada saat memeriksanya Yakni dengan cara tertutup pada tiap tiap tahapnya. Dimulai dari
pemeriksaan Statement of Defence, Statement of claim, dokumen, saksi, dan ahli ataupun
oral hearing terhadap para pihak. Pemeriksaan yang dilakukan di daerah tempatnya
dilaksanakan dengan cara tertutup semua.

Penjelasan tindakan memeriksa perkara yang bersengketa dilakukan dengan cara tertutup
dijelaskan di dalam undang-undang nomor 30 tahun 1999. Para pihak yang terlibat
perselisihan mempunyai kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya tersendiri. Hal ini
bisa dilakukan secara langsung ataupun diwakilkan oleh hukumnya.3

b. Sudah jelas tercantum apabila bahasa yang dipergunakan dalam seluruh proses
arbitrase ialah bahasa Indonesia Namun apabila terdapat persetujuan tersendiri dari
arbiter atau majelis arbitrase dengan pihak-pihak yang melakukan persengketaan
untuk memilih bahasa lain maka bahasa itu dapat dipergunakan. Tetapi asas mengenai
pemeriksaan ini sifat mutlaknya tidak terjadi secara permanen. Asas tersebut bisa
dikesampingkan dengan persetujuan atau izin.
c. Pihak-pihak yang melakukan persengketaan diberikan kesempatan tersendiri untuk
mengemukakan pendapatnya masing-masing
d. Penyelesaian perkara bisa diwakilkan oleh para pihak yang melakukan pernyataan
dengan catatan bahwa kuasanya harus memiliki surat kuasa khusus
e. Adanya pihak ketiga di proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase diperbolehkan
meskipun tidak ada perjanjian sebelumnya, dengan catatan memiliki suatu
kepentingan yang terkait dan keikutsertaannya telah disetujui oleh para pihak yang
bersangkutan dan disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase

3
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), 12.
3
f. Para pihak yang bersengketa memiliki kebebasan di dalam penentuan acara arbitrase
yang akan dipergunakan di dalam proses pemeriksaan sengketa, dengan catatan harus
di Tuliskan atau dicantumkan di dalam perjanjian yang tegas dan tertulis
g. Seluruh persengketaan dan proses penyelesaian diberikan terhadap arbiter atau
majelis arbitrase yang nantinya diperiksa dan diputuskan Menurut ketentuan di dalam
undang-undang nomor 30 tahun 1999
h. Berdasarkan permohonan oleh salah satu pihak meminta untuk arbiter atau majelis
arbiter dalam hal pengambilan keputusan majelis profesional atau putusan yang
lainnya untuk tetap menjalankannya suatu pemeriksaan sengketa dengan tertib
termasuk penetapan Sita jaminan yang mengenai barang yang dititipkan terhadap
pihak ketiga atau menjual barang yang cepat rusak
i. Arbiter atau majelis arbiter bisa memberikan perintah supaya tiap dokumen atau bukti
terdapat pula terjemahan dalam bahasa yang telah ditentukan oleh arbiter atau majelis
arbitrase.4

Pemeriksaan perkara yang dilakukan melewati arbitrase ini dilakukan dengan cara
tertutup Hal ini tentu saja berbeda dengan perkara perdata biasa yang terjadi di pengadilan
tapi yang pada umumnya sidang akan dilakukan secara terbuka untuk umum. Diharuskannya
melakukan sidang pemeriksaan perkataan kita secara tertutup Inilah yang dikatakan sebagai
ciri-ciri atas prosedur arbitrase, karena hal ini bisa dipercaya menjaga kerahasiaan para
pihak.

Hal ini timbul dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang pernah miring atas suatu
sengketa hukum, oleh karenanya banyak pihak terutama kau bisnis yang merasa kurang
nyaman Apabila ada pihak lain yang mengetahui bahwa ia sedang terlibat di dalam suatu
persengketaan. Di dalam pasal 27 dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak ada
pengecualian yang diberikan terhadap sifat tertutup sidang pemeriksaan di dalam proses
arbitrase itu.

Ketentuan mengenai tertutupnya sidang ini tidak boleh di abaikan atau dikesampingkan
oleh para pihak karena hal ini menyebabkan formulasi atas pasal 27 tersebut yang

4
Susanti Adi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, (Jakarta : Prenada Group, 2015,
178.
4
menampakan suatu indikasi mengenai sifat keterpaksaan atas ketentuan tertutupnya proses
arbitrase tersebut. Arbiter atau majelis arbitrase memberikan pernyataan apabila seluruh
pemeriksaan sengketa diperlakukan dengan tertutup yang artinya Apabila ada salah satu
pihak yang membolehkan putusannya dipublikasikan maka pihak tersebut harus
mempublikasikannya dengan sendiri.5

Berdasarkan yang telah ada pada undang-undang di dalam pemeriksaan sengketa terdapat
batas maksimal yang diberikan yakni 180 hari yang dihitung mulai pada saat majelis atau
arbiter ditetapkan. Namun ada beberapa hal yang mempengaruhi majelis atau arbiter
memberikan perpanjangan masa pemeriksaan yakni sebagai berikut :

1. Adanya permohonan hal khusus yang diajukan oleh salah satu pihak

2. Adanya akibat atas ditetapkannya keputusan profesional atau putusan sela yang lainnya

3. Majelis atau arbiter menganggapnya diperlukan. Putusan terakhir biasanya merupakan


keputusan yang terlama untuk penetapannya dalam jangka waktu 30 hari sejak tertutupnya
persidangan. Putusan-putusan pendahuluan atau putusan-putusan persial berhak dikeluarkan
oleh majelis atau arbiter. Apabila dirasa memerlukan adanya tambahan waktu guna
penetapan putusan akhir maka majelis atau arbiter melakukan pertimbangan dan keputusan
akhir tersebut akan ditetapkan pada tanggal di berikutnya.

4. Terdapatnya tuntutan hak ingkar

5. Terdapat arbiter melakukan pengunduran diri

6. terjadinya pergantian arbiter

7. Perlunya upaya perdamaian.6

Tempat dilakukannya pemeriksaan persidangan arbitrase ditempatkan pada kedudukan


BASYARNAS tetapi apabila terdapat persetujuan tersendiri terhadap kedua belah pihak
untuk melaksanakannya di tempat lain maka diperbolehkan. Arbiter tunggal atau arbiter
medali diharuskan untuk memberikan kesempatan yang penuh terhadap pihak-pihak untuk
5
Ibid., 179.

6
Peraturan BANI Tentang Peraturan dan Acara Arbitrase, 2016, 16.
5
melakukan pembelaan dan pertahanan atas kepentingannya yang disengketakan, hal ini
terjadi selama proses berlangsung dan pada setiap tahapnya.

Tahapan awal nya yaitu dilakukan dengan tahap saling jawab atau replik duplik dan
pemeriksaan dilaksanakan dengan cara tertutup, pembuktian dan putusan dilaksanakan atas
kebijakan dan dipertimbangkan arbiter tunggal atau arti dari majelis. Dalam jawaban
pemohon yang jawabannya paling lama pada hari sedang pertama pemeriksaan masih bisa
untuk diajukan suatu tuntutan balasan atas ketidak Setujuan (perbantahan) yang diajukan
oleh pemohon, pemohon bisa saja mengajukan jawaban dengan catatan ada hubungannya
terhadap hal yang menjadi persengketaan.7

Termasuk di dalam yurisdiksi BASYARNAS arbiter tunggal atau arbiter majelis


memiliki kewenangan untuk melakukan pengusahaan agar bisa mencapai perdamaian
terlebih dahulu namun bila hal itu disetujui maka arbiter yang melakukan tugasnya harus
membuatkan akta perdamaian dan mengharuskan kepada kedua belah pihak untuk
melaksanakan perdamaian itu. Namun sebaliknya bahwasanya hal itu tidak disetujui atau tak
ada hasilnya maka arbiter tunggal maupun arbiter majelis harus melakukan penerusan
terhadap pemeriksaan persengketaan yang telah dimohonkan, dalam tindak lanjut hal ini
maka para pihak memiliki keterbukaan untuk menyampaikan pendapat atau sanggahan Nya
serta melampirkan bukti bukti yang dirasa diperlukan.

Termasuk di dalam yurisdiksi BASYARNAS arbiter tunggal atau arbiter majelis


memiliki kewenangan untuk melakukan pengusahaan agar bisa mencapai perdamaian
terlebih dahulu namun bila hal itu disetujui maka arbiter yang melakukan tugasnya harus
membuatkan akta perdamaian dan mengharuskan kepada kedua belah pihak untuk
melaksanakan perdamaian itu. Namun sebaliknya bahwasanya hal itu tidak disetujui atau tak
ada hasilnya makaa arbiter tunggal maupun arbiter majelis harus melakukan penerusan
terhadap pemeriksaan persengketaan yang telah dimohonkan, dalam tindak lanjut hal ini
maka para pihak memiliki keterbukaan untuk menyampaikan pendapat atau sanggahan Nya
serta melampirkan bukti bukti yang dirasa diperlukan.

7
Musrifah dan Madona Khairunisa, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Arbitrase Syariah”, Jurnal
Ekonomi Islam AL-AMWAL, Vol 9, No. 1, (Juni 2020),8.
6
Meskipun putusan arbitrase memiliki sifat final namun aturan-aturannya mendapati
Adanya kemungkinan untuk salah satu pihak bisa melakukan permintaan membatalkan
putusan arbitrase dengan cara tertulis. Putusan tersebut dapat dilakukan bahwa terdapat
dugaan yang mengandung hal-hal seperti ini :

a. Mendapati apabila surat dokumen yang telah dimasukkan di dalam pemeriksaan itu
palsu setelah keluarnya keputusan.8

b. Terdapat adanya hal-hal dan dokumen yang yang bersifat tersembunyi yang tidak
diketahui oleh pihak lain karena disembunyikan oleh pihak lawan.

8
Jimny Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan, (Jakarta: PT. Visi Media, 2011), 75.
7
B. Pembuktian sengketa pada proses arbitrase

Dalam al qur’an dan hadist disebutkan bahwa dalam penyelesaian sengketa dipengadilan bisa
memalkui 2 cara yaitu pembuktian secara fakta hokum dan melalui penyelesaian dengan damai.
Apabila melalui jalur hokum maka dibutuhkan sejumlah barang bukti yang harus dilampirkan
untuk memperkuat proses penyelesaian sengketa dan mempertahankan haknya pada saat di muka
pengadilan. Pengajuan alat bukti bertujuan agar membuktikan siapa yang berhak untuk
mendapatkan keadilan dan mengungkap secara jelas perkara sengketa yang terjadi..

Bukti menjadi standart atau tolak ukur sebuah majelis untuk memutuskan sebuah perkara.
Semakin kuat barang bukti maka peluang unruk memenangkan perkara semakin kuat. Namun
pada saat ini banyak kali pihak yang memalsukan barang bukti yang sebenarnya tidak ada
dijadikan ada demi memenangkan perkara dan membuat perkara ini terjadi tidak seperti fakta
yang ada. Sehingga saat ini pengajuan barang bukti menjadi suatu hal yang sering kali di
perdebatkan. Untuk itu majelis penegak hokum diharap untuk memutuskan hokum dengan
sebaik – baiknya. Dan kegiatan ini juga tidak terlepas dari kegiatan arbitrase yang juga termasuk
salah satu dari upaya penyelesaian sengketa.9

Penggunaan arbitrase sebagai penyelesaian suatu perkara sengketa tidak dapat dipaksakan.
Hal ini ini tentu saja bertolak belakang dengan adanya penyelesaian sengketa yang dilakukan
melalui jalur pengadilan. Agar sebuah sengketa bisa dilanjutkan menuju ke bidang arbitrase
maka harus mendapatkan kesepakatan dari masing-masing pihak terlebih dahulu. Keharusan
untuk mendapatkan persetujuan dari masing-masing pihak terlebih dahulu ini terdapat dalam
pasal 7 nomor 30 tahun 99 bahwa para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang akan terjadi
atau bahkan yang terjadi antara masing-masing pihak melalui jalur arbitrase

apabila ketentuan dari pasal 7 telah terpenuhi maka masing-masing pihak bisa lanjutnya
menggunakan jalur arbitrase sebagai penyelesaian sengketa yang ada di luar pengadilan. Namun
untuk bisa melanjutkan ke proses selanjutnya harus melalui proses yang berada pada pasal 8
undang-undang Nomor 30 tahun 1999 yaitu

9
http://profsaidurrahman.uinsu.ac.id/berita/read/149/perjanjian-syariah-pada-lembaga-keuangan-syariah.html
8
(1) ketika timbul suatu sengketa pemohon harus memberitahukan dengan cara mengirimkan
surat tercatat melalui telegram telek faksimile email atau Pos atau melalui jalur lain yang
menyatakan bahwa para pihak telah siap untuk menjalankan arbitrase.

(2) surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase seperti yang dalam ayat 1 memuat hal-
hal berikut

a. Nama dan alamat para pihak,


b. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase,
c. perjanjian atau masalah yang menyebabkan sengketa,
d. dasar tuntutan dan besarnya tuntutan harus dicantumkan Apabila ada,
e. cara penyelesaian yang ingin dilakukan oleh para pihak,
f. perjanjian yang diadakan oleh para pihak terkait dengan jumlah arbitrase.

Arbitrase bisa dilakukan dengan mencantumkan klausul seperti yang telah disebutkan
sebelumnya dan membuat perjanjian tertulis untuk menggunakan arbitrase sebagai penyelesaian
sengketa yang harus dibuat oleh para pihak dengan cara membuktikan bahwa para pihak telah
mencapai kesepakatan untuk menggunakan jalur arbitrase untuk menyelesaikan masalah
sengketa yang kemudian dibuktikan dengan para pihak menandatangani perjanjian arbitrase yang
selanjutnya dibubuhi oleh tanda tangan notaris. seperti yang telah tercantum dalam pasal 9 ayat
2 undang-undang nomor 30 tahun 99 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa

berdasarkan pada pasal 9 ayat 4 undang-undang Nomor 30 tahun 99 apabila perjanjian


arbitrase tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pasal 9 ayat 3 maka perjanjian arbitrase
meskipun telah disetujui oleh masing-masing pihak dan dibubuhi oleh notaris maka akan
menjadi batal demi hukum. maka perjanjian tersebut secara otomatis telah terjadi dan tidak
diperlukan untuk ke pengadilan dan meminta agar perjanjian tersebut dibatalkan karena dengan
adanya persetujuan dari masing-masing pihak melalui jalur arbitrase telah menggugurkan
kewajiban kewenangan dari pengadilan untuk memeriksa dan mengadili sengketa. Selanjutnya
atau arbitrase bisa dilakukan dengan

1. Pactum De compromittendo yaitu sebagai kesepakatan dengan kata setuju atas putusan
arbitrase atau wasit yang dibuat sebelum adanya sengketa di antara para pihak.

9
2. Compromise acte yaitu sebuah perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dan
berjanji bahwa perselisihan yang terjadi diantara mereka akan diselesaikan melalui jalur forum
arbitrase dan bila kemudian terjadi sengketa di antara masing-masing pihak dan untuk
penyesuaian tersebut belum membuat sebuah perjanjian yang disepakati oleh para pihak.10

Pembuktian hukum biasanya dilakukan pada persidangan penyelesaian sengketa ekonomi


syariah dengan acara biasa penggugat dibebani kewajiban untuk membuktikan gugatannya
dengan menggunakan jalur arbitrase dan apabila ingin membantah pihak tergugat juga wajib
untuk membuktikan dalilnya seperti yang telah diatur dalam pasal 163 hir atau 283 rbg dan juga
pada pasal 91 pada rancangan kompilasi hukum ekonomi syariah akan tetapi pada saat
pemeriksaan dokumen dibutuhkan ahli pemeriksaan sehingga dapat menggunakan bantuan
teknologi informasi.11

Untuk menyelesaikan perkara terdapat beberapa pilihan yang sepenuhnya diberikan kepada
masing-masing pihak. apabila kedua pihak menyetujui untuk menyelesaikan perkara diluar
peradilan maka penyelesaian perkara tersebut harus dilakukan berdasarkan kehendak dan
keinginan oleh masing-masing pihak dan jika salah satu pihak tidak bersedia maka untuk
penyelesaian perkaranya dilakukan secara damai dan tidak ada sebuah unsur paksaan titip bila
penyelesaian sengketa diluar pengadilan maka terdiri berbagai macam penyelesaian yakni
konsiliasi mediasi litigasi dan arbitrase. Masing-masing pihak memiliki kehendak untuk memilih
mana yang akan digunakan karena masing-masing penyelesaian sengketa tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan maka para pihak juga harus memperhatikan hal tersebut dan siap
untuk menerima konsekuensi atas pilihan untuk menyelesaikan sengketa

Dalam penyelesaian alternatif sengketa dan arbitrase undang-undang nomor 30 tahun 99


memberikan batasan untuk alternatif penyelesaian sengketa bisa dilakukan dengan menampilkan
urutan proses penyelesaian sengketa. sebelumnya akan dilakukan mediasi yang mana pihak
ketiga akan diminta bantuan untuk membantu dalam proses penyelesaian sengketa dan sama
sekali tidak akan memberikan masukan atau memutuskan Apakah perselisihan yang terjadi di
dan bila negosiasi tidak mencapai suatu keputusan maka akan dilanjutkan konsiliasi.

10
Jimmy joses sembiring. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan. (Jakarta: visimedia,2011). Hlm.61-66

11
Amran Suadi. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah. (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018). Hlm. 45
10
Kemudian dalam konsiliasi pihak ketiga akan diikutsertakan untuk proses penyelesaian
sengketa yang mana pihak ketiga Itu adalah seorang profesional yang sudah bisa dibuktikan ke
profesionalannya. Apabila dalam proses ini tidak terdapat sebuah kesepakatan maka akan
dilanjutkan arbitrase.

Berdasarkan pasal 5 ayat 1 undang-undang Nomor 30 tahun 99 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa sengketa juga bisa diselesaikan melalui lembaga arbitrase yang berada di
bidang perdata atau muamalah dan hukum sebenarnya dikuasai oleh pihak yang bersengketa
dengan ketentuan:

a. penyelesaian sengketa timbul dari hubungan perdagangan industri jasa dan


keuangan yang mana para pihak sepakat untuk melakukan perjanjian secara tertulis dan
menyerahkan pada Basyarnas
b. Memberikan pendapat yang mengikat terkait dengan persoalan yang berkaitan
dengan perjanjian atas permintaan para pihak selanjutnya digunakan sebagai pembuktian

Apabila ingin menyelesaikan sengketa dan dan melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa
melalui Basarnas maka hal-hal berikut harus ada dalam prosedur dan proses penyelesaian
sengketa seperti yang telah diatur dalam undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan peraturan prosedur basyarnas yaitu

1. Pemeriksaan harus diajukan secara tertulis bisa juga melalui lisan apabila para
pihak telah setuju dianggap perlu oleh majelis arbiter.
2. Arbiter atau majelis arbiter melakukan langkah pertama yaitu mendamaikan atau
melalui jalur perdamaian oleh pihak yang bersengketa.
3. pemeriksaan sengketa harus dilestarikan dalam jangka waktu paling maksimal
180 hari sejak majelis arbiter terbentuk dan bisa diperpanjang bila diperlukan dan telah
disetujui oleh para pihak.
4. Putusan arbitrase harus memuat kepala putusan yaitu itu yang berbunyi Demi
keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa kemudian dilanjutkan dengan nama
sengketa, uraian sengketa, pendirian para pihak, nama lengkap dan alamat arbiter,
pertimbangan dan kesimpulan majelis arbiter terkait seluruh sengketa yang terjadi,

11
pendapat para arbiter, Amar putusan, tempat dan tanggal putusan yang kemudian
dibubuhi oleh tanda tangan majelis arbiter.
5. Pada jangka waktu yang ditentukan putusan harus dilaksanakan.
6. Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai dilakukan maka pemeriksaan harus
ditutup dan ditentukan Hari Sidang dengan mengucap putusan arbitrase paling lama 30
hari setelah pemeriksaan itu ditutup

Ketentuan yang telah diatur ditujukan untuk menjaga agar penyelesaian sengketa melalui
arbitrase juga termasuk arbitrase syariah tidak berlarut-larut sehingga arbitrase tidak terbuka
menuju ke dalam oppaya banding kasasi maupun peninjauan kembali.12

Setelah putusan ditetapkan oleh majelis arbitrase, dan salah satu diantara para pihak tetap
ingin mengajuakan pembatalan karena tidak setuju dengan putusan yang diberikan tetap bisa
dilangsungkan. Dengan syarat terbukti memenuhi unsur – unsur berikut:

1) Setelah putusan dijatuhkan dan pemeriksaan dokumen, ternyata diketahui bahwa


surat dokumen yang digunakan dinyatakan palsu;
2) Dokumen disembunyikan oleh salah satu pihak lawan pada saat setelah putusan
dijatuhkan, dan itu sudah termasuk dalam iktikad tidak baik
3) Terjadinya tipu muslihat pada saat pemeriksaan yang dilakukan oleh salah satu
pihak dan putusan diputuskan karena terkena tipu muslihat.

Permohonan ini harus diajukan secara bentuk tertulis kepada ketua pengadilan dalam tempo
waktu maksimal 30 hari setelah penyerahan dan pendaftaran perkara. Dan jika permohonan
pembatalan tersebut dikabulkan maka para pihak bisa mengajukan banding ke mahkamah agung
dan hanya diberi waktu 30 hari untuk memutuskan perkara sengketa tersebut.13

Kelebihan dan kekurangan dalam proses arbitrase14

Kelebihannya adalah Prosedur tidak berbelit dan hasil dari keputusan bisa dicapai dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya biayanya lebih murah; para pihak dapat memilih hukum yang

12
Mimbar hukum. Penyelesaian sengketa bisnis syariah. Vol. 22. No.2. Juni 2010. Hlm. 304-306.

13
Amran Suadi. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah. (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018). Hlm. 86 87

14
Mimbar hukum. Penyelesaian sengketa bisnis syariah. Vol. 22. No.2. Juni 2010. Hlm, 306
12
akan dilakukan pada saat arbitrase; Terhindar dari Expose media. Dapat memilih para arbiter.
keputusan final dan mengikat. Hukum terkait dengan prosedur pembuktian lebih jelas dan
fleksibel; Kebutuhan arbitrase dilakukan dan dieksekusi oleh pengadilan dengan sedikit atau
tanpa review sama sekali titik prosedur arbitrase lebih banyak dikenal di kala ya umum titik
menutup kemungkinan untuk forum shopping. Sedangkan Kekurangannya adalah prosedur
arbitrase satu hanya tersedia terhadap perusahaan yang bonafit; Kurangnya kekuatan untuk
menggiring; Kemungkinan timbul keputusan yang saling bertentangan satu sama lain karena
tidak ada sistem presiden terhadap keputusan sebelumnya dan karena unsur fleksibilitas dari
arbiter; Kualitas keputusan sangat bergantung pada arbiter.

13
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dalam hal ini persetujuan arbitrase bisa dikatakan memiliki sifat yang amat spesifik
misalkan ditentukan para arbiternya, tata cara atau prosedur spesifik, yang dimaksud di sini
mengenai tata cara atau peraturan arbitrase yang dipergunakan dan mekanisme pertukaran
pendapat diantara pihak-pihak. Jika tidak ada aturan secara seksama maka para pihak bisa
meminta pendapatan dari lembaga arbitrase profesional yang sifatnya komersial. Prosedur nya
dimulai pada saat salah satu pihak telah mengirimkan pemberitahuan terhadap pihak lainnya,
sebagai petunjuk telah adanya informasi mengenai permohonan arbitrase yang bertujuan untuk
penyelesaian terhadap suatu perkara.

Pemeriksaan perkara yang dilakukan melewati arbitrase ini dilakukan dengan cara tertutup
Hal ini tentu saja berbeda dengan perkara perdata biasa yang terjadi di pengadilan tapi yang pada
umumnya sidang akan dilakukan secara terbuka untuk umum. Diharuskannya melakukan sidang
pemeriksaan perkataan kita secara tertutup Inilah yang dikatakan sebagai ciri-ciri atas prosedur
arbitrase, karena hal ini bisa dipercaya menjaga kerahasiaan para pihak.

Hal ini timbul dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang pernah miring atas suatu
sengketa hukum, oleh karenanya banyak pihak terutama kau bisnis yang merasa kurang nyaman
Apabila ada pihak lain yang mengetahui bahwa ia sedang terlibat di dalam suatu persengketaan.
Di dalam pasal 27 dari undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak ada pengecualian yang
diberikan terhadap sifat tertutup sidang pemeriksaan di dalam proses arbitrase itu.

Ketentuan mengenai tertutupnya sidang ini tidak boleh di abaikan atau dikesampingkan
oleh para pihak karena hal ini menyebabkan formulasi atas pasal 27 tersebut yang menampakan
suatu indikasi mengenai sifat keterpaksaan atas ketentuan tertutupnya proses arbitrase tersebut.
Arbiter atau majelis arbitrase memberikan pernyataan apabila seluruh pemeriksaan sengketa
diperlakukan dengan tertutup yang artinya Apabila ada salah satu pihak yang membolehkan
putusannya dipublikasikan maka pihak tersebut harus mempublikasikannya dengan sendiri.15
15
Ibid., 179.
14
Bukti menjadi standart atau tolak ukur sebuah majelis untuk memutuskan sebuah perkara.
Semakin kuat barang bukti maka peluang unruk memenangkan perkara semakin kuat. Namun
pada saat ini banyak kali pihak yang memalsukan barang bukti yang sebenarnya tidak ada
dijadikan ada demi memenangkan perkara dan membuat perkara ini terjadi tidak seperti fakta
yang ada. Sehingga saat ini pengajuan barang bukti menjadi suatu hal yang sering kali di
perdebatkan. Untuk itu majelis penegak hokum diharap untuk memutuskan hokum dengan
sebaik – baiknya. Dan kegiatan ini juga tidak terlepas dari kegiatan arbitrase yang juga termasuk
salah satu dari upaya penyelesaian sengketa.16

Penggunaan arbitrase sebagai penyelesaian suatu perkara sengketa tidak dapat dipaksakan.
Hal ini ini tentu saja bertolak belakang dengan adanya penyelesaian sengketa yang dilakukan
melalui jalur pengadilan. Agar sebuah sengketa bisa dilanjutkan menuju ke bidang arbitrase
maka harus mendapatkan kesepakatan dari masing-masing pihak terlebih dahulu. Keharusan
untuk mendapatkan persetujuan dari masing-masing pihak terlebih dahulu ini terdapat dalam
pasal 7 nomor 30 tahun 99 bahwa para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang akan terjadi
atau bahkan yang terjadi antara masing-masing pihak melalui jalur arbitrase

16
http://profsaidurrahman.uinsu.ac.id/berita/read/149/perjanjian-syariah-pada-lembaga-keuangan-syariah.html
15
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Nugroho Susanti Adi, 2015, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya,
Jakarta : Prenada Group,

Peraturan BANI Tentang Peraturan dan Acara Arbitrase, 2016

Sembiring Jimny Joses, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Diluar Pengadilan, Jakarta: PT.
Visi Media

Sembiring Jimmy Joses. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan. (Jakarta: visimedia,2011).

Suadi Amran. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah. (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018).

Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Arbitrase, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Jurnal
Mimbar hukum. Penyelesaian sengketa bisnis syariah. Vol. 22. No.2. Juni 2010. Hlm. 304-306.

Musrifah dan Madona Khairunisa, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Arbitrase
Syariah”, Jurnal Ekonomi Islam AL-AMWAL, Vol 9, No. 1, Juni 2020

Sulat Gideon Hendrik, “Tata Cara Pemeriksaan Sengketa Arbitrase Meurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999”, Lex Crimen Vol. V, No. 7, Sep 2016

Website
http://profsaidurrahman.uinsu.ac.id/berita/read/149/perjanjian-syariah-pada-lembaga-keuangan-syariah.html

16

Anda mungkin juga menyukai