KELOMPOK 9
Durrotun Nafis (C92218126)
Fawallia ‘Ansyarril ‘Alamiyah (C92218130)
HAK INGKAR
PENGANGKATAN ARBITER DI
BIDANG HUKUM EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
MEDIASI HES
Puji syukur kita ucapkan kehadirat sang Maha Kuasa yakni Allah SWT.
Kedua kami panjatkan sholawat serta salam tak luput penulis curahkan
kepada Nabi agung Muhammadd SAW., karena beliaulah yang sudah
mengantarkan umat Islam dari zaman jahiliyah atau zaman kebodohan
menuju zaman yang terang benderang ad-dinnu Islam dan semoga kita
semua selalu menjadi umat yang taat terhadap ajaran yang disampaikan
oleh Baginda Muhammad SAW.
Penulis
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar ii
BAB I Pendahuluan
Latar belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Pembelajaran 2
BAB II Pembahasan
Pengangkatan Arbiter 3
Hak Ingkar 5
DAFTAR PUSTAKA 11
3
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang Sengketa dalam lingkup bisnis atau ekonomi kerap kali
terjadi karena kelalaian atau dengan sengaja tidak
dilaksanakannya suatu kontrak bisnis dengan
semestinya oleh para pembuat kontrak. Langkah
penyelesaian sengketa bisnis dapat ditempuh melalui
berbagai cara, salah satunya yakni arbitrase. Arbitrase
merupakan proses penyelesaian sengketa perdata,
khususnya dalam bidang perniagaan, yang ditempuh di
luar otoritas pengadilan dan perjanjian arbitrase yang
telah dibuat menjadi dasar baik sesudah maupun
sebelum terjadi sengketa oleh para pihak yang
melakukan persengketaan. Perjanjian arbitrase
merupakan ketentuan mutlak agar penyelesaian
sengketa dapat dilaksanakan dengan cara arbitrase.
Arbitrase sendiri diatur dalam nomor 30 Tahun 1999
undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian dalam Sengketa. Dalam pelaksanaan
penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui arbitrase,
para pihak dibantu oleh seorang arbiter ahli,
berkompeten, berintegritas dan setidaknya telah
berpengalaman selama 15 tahun dalam bidang Hukum
Arbitrase.1
2
BAB II Pembahasan
A. Pengangkatan Arbiter
Pemilihan seorang arbiter didasarkan pada perjanjian yang bersifat umum maupun
khusus antara para pihak yang sedang melakukan sengketa dengan memilih arbiter
tunggal maupun majelis arbiter. Apabila pihak bersengketa setuju untuk memilih arbiter
tunggal, maka arbiter dipilih berdasarkan kesepakatan atau ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Negeri. Apabila telah disetujui jumlah arbiter lebih dari satu atau majelis
arbiter, maka tiap pihak bersengketa memilih satu orang arbiter, kemudian arbiter
2
Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis (Yogyakarta: Penerbit Medpress Digital, 2014), 97.
3
Stephen P Robbins., Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi, ed. 12, terj. Diana Angelica., et. al (Jakarta:
Salemba Empat, 2008), 203.
4
Wahyu Simon Tampubolon, “Peranan Seorang Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase”,
Jurnal Ilmiah “Advokasi”, vol. 07, no. 01 (Maret, 2019), 24.
3
terpilih akan memilih arbiter terakhir yang juga akan ditunjuk sebagai arbiter ketua.
Apabila arbiter terpilih tidak juga memilih arbiter terakhir dalam kurun waktu yang
telah ditentukan, maka arbiter terakhir akan dipilih dan ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
Negeri.5
Ketua Pengadilan Negeri berwenang menunjuk arbiter tunggal ataupun arbiter
terakhir jika dalam tenggang waktu 14 hari dari para pihak bersengketa maupun arbiter
terpilih tidak segera menunjuk arbiter. Penunjukan arbiter oleh Ketua Pengadilan
Negeri berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh para pihak bersengketa atau
Lembaga Arbitras.6 Dalam BASYARNAS, seoang ahli yang memiliki bidang keahlian yang
sesuai dengan sengketa yang sedang dimohonkan, meskipun ia bukan seorang Anggota
Dewan Arbiter yang terdaftar dalam BASYARNAS, dapat ditunjuk sebagai arbiter tunggal
maupun majelis arbiter oleh Ketua BASYARNAS. Apabila pihak yang bersengketa tidak
setuju dengan arbiter yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri maupun Ketua
BASYARNAS, mereka dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan yang disetujui
hukum.7
Syarat dan tatacara pengangkatan seorang arbiter telah dijelaskan dalam Pasal 12
ayat (1) UUAAPS. Syarat tersebut diantaranya adalah:8
1. Cakap dalam melaksanakan tindakan hukum;
2. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
3. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan
arbitrase; dan
4. Sekurang-kurangnya masih berumur 35 tahun;
5. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15
tahun.
5
Iswi Hariyani., et. al, Penyelesaian Sengketa Bisnis: Litigasi, Negosiasi, Konsultasi, Pendapat Mengikat,
Mediasi, Konsiliasi, Adjudikasi, Arbitrase, dan Penyelesaian Sengketa Daring (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2018), 146.
6
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2011), 108.
7
Nilam Sari, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga Arbitrase (Banda Aceh: Penerbit
PeNA, 2016), 63.
8
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis, 100.
4
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang arbiter adalah seseorang yang
bebas dengan profesinya masing-masing. Namun, dalam Pasal 12 ayat (2) UUAAPS
membatasi arbiter bukan seseorang yang berkecimpung di institusi pemerintah seperti
jaksa, panitera, hakim dan pejabat peradilan. Larangan ini dimaksudkan untuk
menjamin objektifitas atas hasil dari pemeriksaan dan pengambilan putusan yang
dilakukan seorang arbiter.9
BASYARNAS, selaku lembaga yang menaungi arbitrase khusus yang menangani
sengketa-sengketa di bidang bisnis dan ekonomi islam atau syariah, memiliki syarat
berbeda dari ketentuan UUAAPS diatas. Syarat menjadi arbiter di BASYARNAS diatur
dalam Pasal 5 Anggaran Rumah Tangga, diantaranya adalah:10
1. Seorang muslim yang taat menunaikan kewajiban agama dan tidak terhalang
larangan yang ditentukan oleh undang-undang yang berlaku;
2. Seseorang yang memiliki keahlian dalam ilmu, baik terapan atau murni, dan
berpengalaman paling sedikit 10 tahun dalam bidangnya;
3. Berintegritas, berkredibilitas dan memiliki repurtasi baik di kalangan masyarakat;
4. Memberikan pernyataan bahwa ia menerima dan setuju atas ketentuan-ketentuan
yang tercantum didalam ADRT (anggaran dasar rumah tangga) dan peraturan yang
tercantum pada prosedur beracara di muka umum/badan; dan
5. Pengisian dan penandatanganan formulir yang sudah dipersiapkan oleh dewan
pengurus serta bersedia mengangkat sumpah sebelum dilantik di hadapan dewan
pembina atau dewan pengurus yang ditugasi oleh dewan pembina.
B. Hak Ingkar
Hak ingkar atas arbiter yaitu suatu hak yang didapat oleh pihak yang berperkara
ketika mengajukan keberatan terhadap seorang arbiter yang sudah ditunjuk dalam
masa penyelesaian perkara.11 Pengangkatan arbiter, sebelumnya para pihak yang
berperkara pasti sudah memperhitungkan terjadinya kemungkinan saat nantinya
menggunakan hak Ingkar. Sikap para pihak dianggap telah sepakat untuk arbiter
9
Ibid., 101.
10
Yusuf Hidayat, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2020), 61.
11
Rani Hardjanti, “Hak Ingkar atas Arbiter (1)”
https://economy.okezone.com/read/2014/11/11/320/1063760/hak-ingkar-atas-arbiter-1, diupload pada
tanggal 11 November 2014 pukul 10:19 WIB.
5
tersebut tetap diangkat berdasarkan fakta-fakta yang sudah diketahui. Tidak menutup
kemungkinan nanti akan ditemukan fakta-fakta baru yang sebelumnya belum diketahui.
Fakta-fakta baru tersebut akhirnya memberikan hak ingkar untuk digunakan oleh para
pihak yang berperkara.
Pengajuan hak ingkar tidak dapat dilakukan ketika tidak ada sebuah bukti
otentik yang dapat membuktikan. Bukti otentik yang dapat digunakan sebagai
dasar pengajuan hak ingkar sesuai dengan Pasal 1866 KUHPerdata jo pasal 164 HIR
12
Susanti Adhi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya (Jakarta: Kencana, 2015),
140.
13
Munir Fuadi, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa bisnis (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000),
135.
14
Tan Sweee Kian., Catherine, Resolving Dispute by arbitration (Singapura: Singapure University Press, 1998),
61.
6
yaitu keterangan tulisan; keterangan saksi; persangkaan; pengakuan; dan
sumpah.15
15
Ibid., 48.
16
Mardani, Penyelesaian Sengketa Ekonomi dan Bisnis Syariah Litigasi dan Nonlitigasi (Jakarta: Prenada
Media, 2020), 146.
7
b) Hak ingkar atas arbiter yang sebelumnya diangkat oleh Pengadilan Negeri
(Ketua PN)
Pengangkatan arbiter yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, maka hak
ingkar tersebut diajukan kepada atau dialamatkan di pengadilan negeri dimana
arbiter tersebut diangkat.
c) Hak ingkar terhadap arbiter tunggal
Hak ingkar yang ditujukan pada arbiter tunggal, yakni hak yang
menyasarkan kepada arbiter yang seorang diri menangani penyelesaian
sengketa yang bersangkutan.
d) Hak ingkar kepada salah satu atau beberapa anggota dalam majelis arbitrase
Ketika arbitrase itu berupa majelis arbitrase, maka hak ingkar dari pihak
yang berperkara dapat ditujukan kepada pihak dari majelis arbitrase yang
bersangkutan.
Ketika tuntutan ingkar tidak disetujui oleh pihak lawan, maka terdapat
beberapa hal yang berlaku sesuai ketentuan seperti:
- Pengunduran diri oleh arbiter yang bertugas pada penyelesaian sengketa dan
kemudian akan digantikan oleh arbiter lain sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan di UUAAPS;
- Apabila arbiter yang bertugas tidak menyerahkan pengunduran dirinya, maka
dapat diajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan Negeri oleh pemohon hak
ingkar. Atas putusan yang diberikan Pengadilan Negeri dalam hal ini Ketua PN
tersebut yang memiliki sifat mutlak atau final serta mengikat tanpa adanya
perlawanan kembali;
8
- Apabila Ketua Pengadilan Negeri menerima tuntutan ingkar dari pihak
bersengketa, maka Ketua Pengadilan Negeri harus menunjuk arbiter pengganti
sesuai dengan ketentuan prosedur penggantian yang berlaku atas arbiter;
Dalam hal-hal yang terkait putusan dari ketua Pengadilan Negeri dapat ditolak sebuah
tuntutan atas hak ingkar, arbiter yang bersangkutan dapat menunaikan tugasnya kembali
sebagaimana mestinya.17
17
Susanti Adhi Nugroho, Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya, 143.
9
BAB III Penutup
Simpulan
BASYARNAS, selaku lembaga yang menangani arbitrase khusus terutama dalam hal
penanganan sengketa di bidang bisnis dan ekonomi islam atau syariah, memiliki syarat
berbeda dari ketentuan UUAAPS diatas. Syarat menjadi arbiter di BASYARNAS diatur dalam
Pasal 5 Anggaran Rumah Tangga, diantaranya adalah: Seorang muslim yang taat
menunaikan kewajiban agama dan tidak terhalang larangan yang ditentukan oleh undang-
undang yang sedang berjalan; seseorang yang menguasai keahlian dalam bidang keilmuan,
baik terapan ataupun murni, dan berpengalaman dalam kurun waktu 10 tahun pada
bidangnya; berintegritas, berkredibilitas dan mempunyai repurtasi baik di kalangan
masyarakat; memberikan pernyataan bahwa ia menerima dan setuju atas ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam ADRT (anggaran dasar rumah tangga) dan peraturan yang
tercantum prosedur beracara di muka umum atau badan; dan melakukan pengisian dan
penanda tanganan sebuah formulir yang sudah disiapkan oleh dewan pengurus serta mau
mengangkat sumpah sebelum dilantik di hadapan dewan pembina atau dewan pengurus
yang ditugasi oleh dewan pembina.
Hak ingkar atas Arbiter yaitu sebuah hak yang didapat oleh pihak yang berperkara
ketika mengajukan keberatan terhadap seseorang arbitrasi yang sudah ditunjuk ketika
dalam masa penyelesaian perkara. Namun, tidak setiap saat setelah pengangkatan arbiter
atau diterimanya penetapan pengadilan dapat diajukan hak ingkar, adapun jeda yang
nantinya dapat dilakukan pengajuan tenggang waktu selama empat belas hari, dilakukan
penghitungan sejak pengangkatan dalam hal alasan sudah diketahui sebelum pengangkatan
atau penunjukan seorang arbiter oleh pihak lawan. 14 hari, terhitung sejak diketahui adanya
penolakan yang memiliki alasan tersebut baru diketahui setelah terjadinya pengangkatan
arbiter yang bersangkutan. Dalam pengajuan hak ingkar tercantum pada nomor 30 undang-
undang tahun 1999. Berikut cara-cara dalam pengajuan hak Ingkar: Secara tertulis dalam
10
pengajuannya; Kedua belah pihak dapat mengajukan baik pihak arbiter ataupun pihak
lawan; Disebutkan alasan-alasan dalam tuntutan Ingkar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fuadi, Munir. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa bisnis. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2000.
Hariyani, Iswi et. al. Penyelesaian Sengketa Bisnis: Litigasi, Negosiasi, Konsultasi, Pendapat
Mengikat, Mediasi, Konsiliasi, Adjudikasi, Arbitrase, dan Penyelesaian Sengketa
Daring. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018.
Hidayat, Yusuf. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2020.
Jamilah, Fitrotin. Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Medpress
Digital, 2014.
Kian, Tan Sweee., Catherine. Resolving Dispute by arbitration. Singapura: Singapure
University Press, 1998.
Mardani. Penyelesaian Sengketa Ekonomi dan Bisnis Syariah Litigasi dan Nonlitigasi. Jakarta:
Prenada Media, 2020.
Nugroho, Susanti Adhi. Penyelesaian Sengketa Arbitrase dan Penerapan Hukumnya. Jakarta:
Kencana, 2015.
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi, Ed. 12, terj. Diana Angelica., et.
al. Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Sari, Nilam. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga Arbitrase. Banda
Aceh: Penerbit PeNA, 2016.
Sutiarso, Cicut. Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Triana, Nita. Alternative Dispute Resolution (Penyelesaian Sengketa Alternatif dengan Model
Mediasi, Arbitrase, Negosiasi dan Konsiliasi). Yogyakarta: Kaizen Sarana Edukasi, 2019.
Jurnal
Tampubolon, Wahyu Simon. “Peranan Seorang Arbiter dalam Penyelesaian Sengketa
Melalui Arbitrase”. Jurnal Ilmiah “Advokasi”, vol. 07, no. 01. Maret, 2019.
12
Website
Hardjanti, Rani. “Hak Ingkar atas Arbiter (1)”
https://economy.okezone.com/read/2014/11/11/320/1063760/hak-ingkar-atas-
arbiter-1, diupload pada tanggal 11 November 2014 pukul 10:19 WIB
13