Anda di halaman 1dari 16

Pelaksanaan Putusan Arbitrase di

Bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis


Islam
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Mediasi HES”

Dosen Pengampu :

Nur Suci Romadliyah, S.E, M.E.

Disusun Oleh :

Dwi Ninda I.P (C92218127)

Hananda Fitra Ikhsanti (C92218134)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas segala
karunia dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Tugas makalah yang berjudul “Pelaksanaan Putusan Arbitrase di Bidang Hukum
Ekonomi dan Bisnis Islam” disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Mediasi HES
yang diampu oleh Ibu Nur Suci Romadliyah, S.E, M.E. Meski telah disusun dengan baik dan
secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa tugas makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, agar dapat berguna bagi
kita semua. Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Surabaya, 15 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................1

C. Tujuan Pembelajaran...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah dan Arbitrase.............................................2

B. Penyelesaian Sengketa dalam Ekonomi Syariah.....................................................5

C. Pelaksanaan Putusan Arbitrase................................................................................ 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu sengketa, hal yang terpentingnya adalah pelaksanaan putusan
sengketa atau yang biasa disebut dengan kata eksekusi. Dalam menangani sengketa
perdata, terdapat dua lembaga yang dapat dijadikan pilihan untuk menyelesaikan suatu
sengketa yaitu pengadilan dan arbitrase.
Arbitrase merupakan sebuah lembaga penyelesaian sengketa di luar persidangan
yang memiliki peranan penting dalam menyelesaikan sengketa. Tidak hanya sengketa di
sector perdaganan seperti jual beli, akan tetapi dalam sengketa perdata lainnya pula.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya dapat dilakukan bila mana antara pihak-
pihak yang bersengketa melakukan kesepakatan atau perjanjian.
Putusan arbitrase bersifat final dan binding, yang bermakna putusan tersebut
mengikat bagi para pihak dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lain seperti banding
dan kasasi, dan harus ditaati secara suka rela karena sebelum putusan dibuat para pihak
yang bersengketa sudah melakukan kesepakatan untuk membawa perkara mereka melalui
arbitrase dengan segala risiko dan konsekuensinya. Akan tetapi dalamm perkembangan
berikutnya, putusan yang awalnya dipatuhi secara suka rela sering kali tidak lagi dipatuhi
oleh pihak yang kalah. Keadaan ini yang menjadikan kendala dalam pelaksanaan
arbitrase, sehingga ditemukan jalan keluarnya yakni dengan cara melibatkan negara
melalui pengadilan dalam proses eksekusi.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sengketa ekonomi syari’ah dan Arbitrase?
2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah?
3. Bagaimana pelaksanaan putusan arbitrase?
C. Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian sengketa ekonomi syari’ah, sebab-
sebab terjadinya sengketa ekonomi syari’ah, proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
pelaksanaan putusan arbitrase.

1
Mosgan Situmorang, “Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia”, Jurnal Penelitian Hukum DE JURE,
Vol. 17 No. 4 (Desember 2017), 310.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Ekonomi Syariah dan Arbitrase


Pada hakekatnya, kegiatan ekonomi adalah suatu kegiatan yang berhubungan
dengan harta dan/atau benda. Kegiatan ekonomi dapat terjadi apabila antara pelaku
ekonomi yang satu dengan pelaku ekonomi yang lain melakukan suatu transaksi. Namun
tidak jarang dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi tesebut seringkali menimbulkan
sengketa.2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sengketa adalah perselisihan antara dua
pihak atau lebih yang bermula dari persepsi yang berbeda mengenai suatu hak milik atau
kepentingan yang bisa menimbulkan akibat hukum bagi kedua pihak dan dapat
dijatuhkan sanksi hukum bagi salah satu pihak yang terbukti bersalah. 3 Dalam arti lain,
Sengketa merupakan perselisihan, percekcokan, atau pertentangan yang terjadi diantara
pihak satu dengan pihak yang lain yang berhubungan dengan hak-hak yang bernilai baik
berupa benda ataupun uang. Sedangakan sengketa ekonomi Syariah adalah perselisihan
dalam kegiatan bisnis atau perdagangan. Sengketa ekonomi Syariah bisa terjadi baik
sebelum maupun sesudah terjadinya kesepakatan perjanjian, misalnya berkaitan dengan
benda atau objek perjanjian, isi perjanjian, dan harga barang.4
Dalam setiap kegiatan usaha, tidak selalu terus-menerus berjalan lancar seperti
yang diharapkan oleh pelaku usaha walaupun telah terjadi kesepatakan perjanjian yang
dilakukan antara pelaku ekonomi dan telah diatur dalam Undang-Undang. Meskipun di
awal tidak ada maksud dan tujuan untuk melakukan penyimpangan dari perjanjian,
namun di kemudian hari bisa jadi terdapat penyebab terjadinya penyimpangan. Jika
terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi Syariah, maka hal ini yang
disebut dengan sebuah sengketa ekonomi Syariah.
Suatu sengketa ekonomi Syariah dapat terjadi disebabkan karena dua pihak baik
orang ataupun badan hukum yang melakukan kesepakatan atau akad dengan prinsip

2
Muaidi, “PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM EKONOMI SYARI’AH” TAFAQQUH: Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah dan Ahawl as Syahsiyah, 4.
3
Ibid.
4
Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kadiah Hukum, (Jakarta: Prenada Media,
2018), 30-31..

2
Syariah dan salah satu pihaknya melakukan cedera janji/wanprestasi dan/atau melakukan
perbuatan melawan hukum yang dimana pihak yang lainnya merasa dirugikan atas hal
tersebut.5
Umumnya, terjadinya sengketa dikarenakan adanya penipuan atau ingkar janji
oleh salah satu atau pihak-pihak yang tidak menjalankan sesuatu yang disepakati atau
diperjanjikan untuk dilakukan, pihak-pihak atau salah satu pihak telah melakukan sesuatu
sesuai kesepakatan akan tetapi tidak sama persis seperti yang diperjanjikan, salah satu
pihak atau pihak-pihak melaksanakan yang diperjanjikan tapi terlambat dan salah satu
pihak atau pihak-pihak melakukan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam
perjanjian. Tindakan-tindakan itu lah yang pada akhirnya menimbulkan sengketa.6
Setiap sengketa yang terjadi tentu harus dengan cepat ditangani dan ditemukan
pemecahan masalah untuk menyelesaikan masalah sengketa tersebut, karena sengketa
bisnis yang terlambat penanganannya dapat berakibat pada perkembangan pembangunan
ekonomi menjadi tidak efisien, terjadi kemunduran pada dunia bisnis, produktifitas
menurun, serta biaya produksi meningkat. Kondisi ini akan merugikan banyak pihak
terutama konsumen dan menghambat kemajuan dan kesejahteraan social kaum pekerja.
Keadaan ini berlaku juga di bidang ekonomi Syariah. Banyaknya lembaga
keuangan ekonomi Syariah serta peningkatan interaksi masyarakat dengan ini berpeluang
besar menimbulkan sengketa atau permasalahan hukum. Oleh karena sebab itu
dibutuhkan suatu lembaga penyelesaian sengketa ekonomi Syariah yang efektif dan
efisien.
Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian sengketa ekonomi
Syariah yaitu melalui jalur Pengadilan (litigasi) dan di luar jalur persidangan (non
litigasi).7 Cara yang paling sederhana dan mudah dilakukan dalam menyelesaikan perkara
ekonomi Syariah adalah penyelesaian oleh pihak-pihak yang bersangkutan itu sendiri,
yang dapat ditempuh dengan jalan negosiasi atau musyawarah. Selain itu penyelesaian
sengketa juga dapat dilakukan dengan proses mediasi atau dengan bantuan pihak ketiga
yang netral. Apabila dengan proses ini tidak selesai, maka dapat ditempuh melalui
lembaga yang berwenanang menyelesaian perkara/sengketa. Lembaga resmi untuk
5
Ibid., 32.
6
Ibid., 33.
7
Lisa Aminatul, “Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah dengan Gugatan Sederhana dan Acara Biasa di Indonesia”
AT-TUHFAH: Jurnal Keislaman, Vol.7, No.1, (2018), 113.

3
penyelesaian sengketa yang difasilitasi oleh negara atau litigasi adalah Pengadilan,
sedangkan yang disediakan oleh lembaga swasta atau non-litigasi adalah Arbitrase.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan disebut juga dengan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (APS). APS merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan atas dasar
keinginan sendiri pihak-pihak yang terlibat sengketa untuk menyelesaikan sengketa di
luar jalur pengadilan karena dianggap lebih tepat jika dibandingkan dengan penyelesaian
sengketa melalui jalur pengadilan.8
Salah satu Alternatif Pentelesaian Sengketa (APS) yang dapat dilakukan yaitu
Arbitrase. Dalam Bahasa latin, Arbitrase berasal dari kata Arbitrare, dalam Bahasa Arab
berasal dari kata Tahkim, yang mempunyai arti kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa
melalui damai atau kebijaksanaan oleh Arbiter atau wasit. Menurut Subekti, Arbitrase
ialah penyelesaian suatu perselisihan perkara atau sengketa oleh seorang arbiter yang
secara bersama-sama dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa guna tidak
menyelesaikan perkara melalui jalur persidangan.9
Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara/proses penyelesaian sengketa
perdata di luar persidangan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh pihak-pihak yang bersengketa. Selain iu dalam pasal 1 angka(8) UU No. 30
Tahun 1990 menjelaskan bahwa arbitrase merupakan lembaga yang dipilih oleh pihak-
pihak yang bersengketa guna memberikan putusan tentang suatu sengketa tertentu.10
Menurut Rachmadi Usman, lembaga Arbitrase di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Badan Arbitrase Nasional (BANI).
Lembaga ini merupakan suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah dalam
penegakan hukum penyelesaian sengketa diberbagai bidang seperti, keuangan,
industri, perdagangan. Lembaga ini bertindak secara independen dan otonom dalam
penegakan keadilan.
2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).

8
Irham Rahman, “Analisis Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman Di Bidang Arbitrase Syariah”, 2014, 2.
9
Amran Suadi, Eksekusi Jaminan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2019),
222.
10
Ibid.

4
Lembaga ini didirikan oleh Self Regulatory Organization (SRO) untuk menjadi
tempat penyelesaian sengketa perdata di bidang pasar modal melalui jalur
penyelesaian di luar persidangan.
3. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Lembaga ini merupakan lembaga arbitrase islam yang pertama kali didirikan di
Indonesia yang diprakarsai oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI). Selain arbitrase
secara umum, dikenal juga arbitrase Syariah. Eksistensi arbitrase Syariah memang
dikhususkan hanya untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomis Syariah
(Muamalah), sehingga lembaga ini khusus menangani serta menyelesaikan
perselisihan yang timbul atas transaksi (akad) yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip
Syariah. Meskipun begitu, lembaga ini tetap termasuk bagian dari arbitrase nasional
Indonesia.11 Beberapa kesamaan arbitrase Syariah dengan arbitrase secara umum,
antara lain:
a. Merupakan penyelesaian sengketa di luar persidangan
b. Penyelesaiannya dilakukan secara suka rela oleh pihak-pihak yang terkait
c. Para pihak yang bersengketa menunjuk seorang atau lebih (arbiter) dalam
penyelesaian sengketa
d. Bertindak sebagai Mahkamah arbitrase
e. Putusannya bersifat mengikat dan final.12
B. Penyelesaian Sengketa Dalam Ekonomi Syari’ah
Di Indonesia terkenal sebagai negara hukum yang memiliki peraturan yang sangat
ketat untuk mengatur kegiatan setiap masyarakat Indonesia agar kehidupannya aman,
tertib dan damai, peraturan tersebut bersifat memaksa jika ada yang melanggar maka
akan ada sanksi di belakangnya dan sanksi itu akan diurus oleh badan yang berwenang
melalui proses-proses yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang. Selain, perkara
pidana atau perdata adapun perkara yang menyangkut ekonomi dan ada badan peradilan
yang berwenang yang akan mengurusi setiap perkara yang menyangkut ekonomi, badan
peradilan tersebut adalah peradilan umum dan peradilan agama. Peradilan umum di
Indonesia adalah badan peradilan yang menangani di ruang lingkup hukum perdata
yang bertugas untuk mengakomodir masyarakat yang membutuhkan keadilan ketika
11
Ibid., 224.
12
Ibid., 224-225.

5
terjadi dalam permasalahan sengketa ekonomi, sedangkan peradilan agama di Indonesia
adalah badan peradilan yang menangani permasalahan sengketa ekonomi yang bersifat
syari’at yang berdasarkan pada ketentuan syari’at Islam. Cara penyelesaian sengketa ini
dapat di dalam pengadilan pengadilan dan juga bisa di luar pengadilan, cara ini akan
dipilih sesuai dengan kesepakatan pihak yang bersengketa.13
Penyelesaian sengketa di dalam ruang lingkup pengadilan adalah menjadi salah
satu pilihan untuk menyelesaikan sengketa tetapi ada kekurangan untuk suatu perkara
masuk ke dalam pengadilan yaitu proses untuk mengadilinya memerlukan waktu yang
lebih lama sehingga masyarakat harus lebih bersabar dalam meminta keadilan dan dapat
dikatakan bahwa memilih jalur ini masyarakat mengganggap kurang dalam memenuhi
rasa keadilan yang diminta oleh orang yang telah merasa dirugikan. Sehingga dengan
adanya badan arbitrase ini dapat menjadi pilihan untuk masyarakat yang ingin
melakukan penyelesaian sengketa. Badan arbitrase syari’ah ini membantu masyarakat
untuk menyelesaikan sengketa secara tuntas dan tanpa ada dendam. Menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
dalam undang-undang tersebut ditunjukkan untuk mengatur cara penyelesaian di luar
lingkungan pengadilan dengan cara untuk memberikan kesempatan bagi para pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah dalam suatu forum yang telah
disepakati kedua pihak. Dalam undang-undang ini menjelaskan tentang ketentuan
arbitrase seperti tata cara, prosedur, mengenai kelembagaan, putusan dan pelaksanaan
putusan arbitrase.14
Penyelesaian sengketa melalui di dalam pengadilan merupakan jalur penyelesaian
tertua yaitu melalui proses litigasi dan pengadilan dapat dikatakan sebagai the first and
last resort dalam penyelesaian sengketa. Selain proses perkara di pengadilan itu sangat
lama ada hal lain yang membuat masyarakat lebih memilih jalur luar pengadilan yaitu
faktor dari pihak yang bersengketa setiap keputusan yang dihasilkan bersifat adversial
yang dapat dikatakan belum mampu merangkul semua pihak, memicu timbulnya
permasalahan baru, membutuhkan biaya yang mahal untuk menyelesaikan perkara dan
dapat menimbulkan permusuhan antara kedua pihak yang bersengketa. Pengertian

13
Yeyen Widiyanti, “Prinsip Arbitrase Syariah Dalam Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah Mandiri
Kedaton Bandar Lampung”, Skripsi: Institut Agama Islam Negeri Metro, Lampung, 2020, 1.
14
Ibid., 2.

6
arbitrase syari’ah adalah badan yang bertugas untuk menangani sebuah sengketa antara
pelaku dan pengguna jasa perbankan syari’ah yang dimana jika terjadi perselisihan
maka kedua belah pihak akan melakukan musyawarah meskipun ada kemungkinan
permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah. Menurut asal kata
arbitrase berasal dari bahasa Latin yaitu arbitrate adalah sebuah kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu sengketa berdasarkan kebijakan arbiter.15
Arbitrase syari’ah memiliki dasar hukum yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
menjadi patokan utama untuk segala peraturan arbitrase syari’ah, berdasarkan
eksistensinya arbitrase syari’ah sangat dianjurkan untuk masyarakat yang beragama
Islam untuk mencapai suatu kesepakatan yang diinginkan dalam menyelesaikan suatu
sengketa ekonomi syari’ah dan agar terhindar dari perselisihan. Telah dijelaskan di
dalam Al-Qur’an pada surat Al-Hujurat ayat 9 bahwa Allah menyukai perdamaian dan
orang-orang yang dapat bersikap adil.16 Arbitrase di Indonesia berpedoman pada
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dijelaskan pada
pasal 58, 59 ayat 1, 2, 3, pasal 60 ayat 1, 2, 3 dan pasal 61 bahwa mengatur tentang
ketentuan arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar lingkup pengadilan.
Ada beberapa pilihan untuk menyelesaikan permasalah sengketa selain arbitrase
yaitu sebagai berikut:
1. Al-Shulh (Perdamaian)
Pengertian Al-Shulh menurut bahasa adalah perdamaian, sedangkan menurut
istilah sulh yang berarti suatu jenis akad atau perjanjian yang bertujuan untuk
mengakhiri perselisihan atau sengketa antara kedua pihak dan mengupayakan
berdamai. Dalam hukum Islam perdamaian memiliki tiga rukun yang harus dipenuhi
yaitu ijab, qabul dan lafadz. Syarat-syarat sahnya perdamaian adalah sebagai berikut:
a. Hal yang menyangkut subyek
Subyek merupakan orang yang melakukan perdamaian harus cakap
hukum. Selain itu, orang yang melaksanakan perdamaian harus orang yang
memiliki kekuasaan atau kewenangan untuk melakukan perdamaian tersebut.
b. Hal yang menyangkut obyek

15
Ibid., 13.
16
Ibid., 14.

7
Di dalam perdamaian hal obyek harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu
berbentuk harta baik itu berwujud atau tidak berwujud, dapat diketahui secara
jelas sehingga tidak menimbulkan ketidakjelasan atau kesamaran yang nantinya
akan menjadikan permasalahan yang baru.
c. Persoalan yang didamaikan
Para ahli hukum Islam telah bersepakat bahwa ada hal-hal yang dapat dan
boleh didamaikan jika permasalah tersebut berbentuk pertikaian harta benda yang
dapat dinilai dan sebatas hanya kepada hak-hak yang dapat diganti dengan kata
lain bahwa persoalan perdamaian itu boleh dilakukan hanya untuk bidang
muamalah saja.
d. Pelaksanaan perdamaian
Pelaksanaan perdamaian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
melalui persidangan atau di luar persidangan. Proses perdamaian di luar
persidangan dapat dilaksanakan oleh mereka yang bersengketa dengan atau tanpa
melibatkan pihak penengah yang biasa disebut dengan arbitrase. Proses
pelaksanaan perjanjian perdamaian dalam sidang pengadilan berlangsung. Jika
hakim berhasil mendamaikan kedua pihak yang bersengketa maka dibuatlah
putusan perdamaian.17
2. Al-Madzalim
Badan ini merupakan bentukan dari pemerintah yang mempunyai tujuan untuk
membela orang-orang teraniaya akibat semena-mena dari pembesar negara atau
tokoh penting. Badan ini memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat atau pejabat pemerintahan yang
melakukan sogok menyogok, tindakan korupsi serta kebijakan pemerintah yang
dapat merugikan masyarakat.
3. Al-Qadha (Pengadilan)
Pengertian Al-Qadha secara bahasa berarti memutuskan atau menetapkan.
Sedangkan menurut istilah adalah menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa
atau sebuah perselisihan untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat.18

17
Muaidi, “Penyelesaian Sengketa Dalam…, 12-13.
18
Ibid., 15.

8
Di Indonesia memiliki beberapa badan yang memiliki kewenangan untuk
menangani arbitrase yaitu BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) badan ini
khusus menangani sengketa dalam bisnis islam, BASYARNAS (Badan Arbitrase
Syari’ah Nasional) badan ini khusus menangani permasalahan yang terjadi di dalam
pelaksanaan bank syari’ah dan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) badan yang
khusus menangani sengketa bisnis non Islam.19 Dalam penyelesaian sengketa hukum
ekonomi syari’ah badan yang berwenang adalah BASYARNAS. Prosedur berprakara
dalam BASYARNAS telah diatur secara sistematis secara masih didirikan BAMUI.
Proses perkara melalui BASYARNAS dimulai dari penyerahan secara tertulis yang
diberikan oleh para pihak yang telah disepakati untuk menyelesaikan persengketaan
melalui lembaga tersebut dengan sesuai prosedur yang berlaku. Kemudian proses
selanjutnya mendaftarkan surat permohonan para pihak kepada panitera, di dalam
berkas permohonan harus memuat alamat kantor atau tempat tinggal, nama lengkap,
duduk sengketa dan apa yang dituntutnya. Jika sudah menandatangani surat perjanjian
perdamaian maka akan dibuatkan akta oleh notaris sebagai bukti bahwa kedua pihak
telah memilih jalur tersebut dan ada jangka waktu 30 hari jika ingin melakukan
pembatalan dan jika permohonan pembatalan disetujui oleh Ketua Pengadilan maka
dapat mengajukan banding.20

C. Pelaksanaan Putusan Arbitrase


Proses perkara melalui BASYARNAS dimulai dari penyerahan secara tertulis
yang diberikan oleh para pihak yang telah disepakati untuk menyelesaikan
persengketaan melalui lembaga tersebut dengan sesuai prosedur yang berlaku.
Kemudian proses selanjutnya mendaftarkan surat permohonan para pihak kepada
panitera, di dalam berkas permohonan harus memuat alamat kantor atau tempat tinggal,
nama lengkap, duduk sengketa dan apa yang dituntutnya. Jika sudah menandatangani
surat perjanjian perdamaian maka akan dibuatkan akta oleh notaris sebagai bukti bahwa
kedua pihak telah memilih jalur tersebut dan ada jangka waktu 30 hari jika ingin

19
Nurhayati, “Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Ekonomi Islam”, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, Vol. 3, No.
1, (Januari-Juni, 2019), 9.
20
Eko Siswanto, “Peranan Arbitrase (BASYARNAS) Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syari’ah”, Journal of
Islamic Economic Law, Vol. 3, No. 2 (September, 2018), 179-181.

9
melakukan pembatalan dan jika permohonan pembatalan disetujui oleh Ketua
Pengadilan maka dapat mengajukan banding.21
Putusan arbitrase diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dijelaskan
bahwa aturan yang mengenai pendaftaran putusan dan pelaksanaan atau eksekusi
putusan arbitrase. Semua aktvitas yang ada dalam lingkup ekonomi syari’ah dapat
menimbulkan sengketa, meskipun sengketa itu tidak diharapkan oleh para pihak dalam
bidang bisnis. Perjanjian arbitrase ini bukanlah perjanjian yang bersifat bersyarat karena
pada pelaksanaannya perjanjian arbitrase ini tidak tergantung pada suatu kejadian
tertentu yang akan terjadi di masa depan. Pelaksanaan putusan arbitrase melalui badan
BASYARNAS adalah sebagai landasan konstitusional bagi pelaksanaan di sistem
ekonomi syari’ah sesuai dalam Undang-Undang pasal 29 ayat 2 mengenai pengadilan
agama memiliki kewenangan absolut yaitu penyelesaian sengketa perbankan syari’ah
dilakukan oleh pengadilan agama, para pihak telah membuat perjanjian penyelesaian
sengketa dan penyelesaian sengketa tidak boleh bertentangan terhadap prinsip
syari’ah.22
Untuk mengatasi kendala kewenangan pengadilan agama dalam melaksanakan
putusan arbitrase ada beberapa upaya yaitu menyiapkan sumber daya manusia untuk
menghadapi kewenangan baru, menyiapkan anggaran dana yang besar untuk
melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam bidang ekonomi syari’ah, menyiapkan
sebuah konsep pendidikan tersebut, adanya calon hakim yang lulusan sarjana hukum
dan sarjana syari’ah, menyiapkan orientasi dari kalangan pakar ekonomi yang latar
belakangnya pakar ekonomi syari’ah dan menyiapkan orientasi praktisi. Secara garis
besar bahwa pelaksanaan putusan arbitrase ini dilakukan oleh Badan Arbitrase Syari’ah
Nasional akan tetapi masih dijadikan perdebatan arbitrase ini ditangani oleh pengadilan
negeri atau pengadilan agama dan putusan arbitrase ini bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.23 Setelah diketahui bahwa putusan
dinyatakan final maka penyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah maka putusan
tersebut bersifat mengikat para pihak dan akan ditinjau lebih lanjut mengenai eksekusi.

21
Ibid., 179-181.
22
Ummi Uzma, “Pelaksanaan Atau Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) Sebagai
Kewenangan Pengadilan Agama”, Jurnal, 394.
23
Ibid., 400-402.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sengketa ekonomi Syariah adalah perselisihan dalam kegiatan bisnis atau
perdagangan. Sengketa ekonomi Syariah bisa terjadi baik sebelum maupun sesudah
terjadinya kesepakatan perjanjian, misalnya berkaitan dengan benda atau objek

11
perjanjian, isi perjanjian, dan harga barang. Sedangkan Arbitrase ialah penyelesaian
suatu perselisihan perkara atau sengketa oleh seorang arbiter yang secara bersama-sama
dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa guna tidak menyelesaikan perkara melalui
jalur persidangan.
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dapat di dalam
pengadilan dan juga bisa di luar pengadilan, cara ini akan dipilih sesuai dengan
kesepakatan pihak yang bersengketa.
Secara garis besar bahwa pelaksanaan putusan arbitrase ini dilakukan oleh Badan
Arbitrase Syari’ah Nasional akan tetapi masih dijadikan perdebatan arbitrase ini
ditangani oleh pengadilan negeri atau pengadilan agama dan putusan arbitrase ini
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.24 Setelah
diketahui bahwa putusan dinyatakan final maka penyelesaian perkara sengketa ekonomi
syari’ah maka putusan tersebut bersifat mengikat para pihak

DAFTAR PUSTAKA

Aminatul, Lisa. 2018. “Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah dengan Gugatan Sederhana dan
Acara Biasa di Indonesia”, AT-TUHFAH: Jurnal Keislaman, Vol.7, No.1.

Muaidi, “PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM EKONOMI SYARI’AH”


TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Ahawl as Syahsiyah.

24
Ibid., 400-402.

12
Nurhayati. 2019. “Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Ekonomi Islam”, Jurnal Hukum
Ekonomi Syariah, Vol. 3, No. 1.
Rahman, Irham. 2014. “Analisis Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman Di Bidang Arbitrase Syariah”.
Siswanto, Eko. 2018. “Peranan Arbitrase (BASYARNAS) Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis
Syari’ah”, Journal of Islamic Economic Law, Vol. 3, No. 2.
Situmorang, Mosgan. 2017. “Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional di Indonesia”, Jurnal
Penelitian Hukum DE JURE, Vol. 17 No. 4.

Suadi, Amran. 2018. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kadiah Hukum,
Jakarta: Prenada Media.

Suadi, Amran. 2019. Eksekusi Jaminan Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Jakarta:
Prenada Media.
Uzma, Ummi. “Pelaksanaan Atau Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
(BASYARNAS) Sebagai Kewenangan Pengadilan Agama”.

Widiyanti, Yeyen. 2020. “Prinsip Arbitrase Syariah Dalam Mengatasi Pembiayaan Bermasalah
di Bank Syariah Mandiri Kedaton Bandar Lampung”, Skripsi: Institut Agama Islam Negeri
Metro, Lampung.

13

Anda mungkin juga menyukai