Anda di halaman 1dari 16

KONTRAK ARBITRASE DI BIDANG HUKUM

EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mediasi HES

Dosen Pengampu:

Nur Suci Romadliyah, S.E., M.E.

Disusun Oleh:

Alfa Syiharurrohman SJ (C92218109)


Lutfia Wahyu Dian R. (C92218144)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan  tugas  mata
kuliah Mediasi HES tentang “Kontrak Arbitrase di bidang Hukum
Ekonomi dan Bisnis Islam”.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai peran kontrak arbitrase
dalam penyelesaian sengketa dan klausa pada kontrak arbitrase. Kami
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa, dan
sistematika pembahasannya. Sebab kata pepatah “Tak Ada Gading Yang
Tak Retak” atau dengan pepatah lain “Tak Ada Ranting Yang Tak Akan
Patah”. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan masukan atau kritikan
serta saran yang bersifat membangun untuk mendorong kami menjadi
lebih baik kedepannya.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada pembaca yang sudah
berkenan membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi kami dan pembaca.

Surabaya 14 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
A. Peran Kontrak Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa..............3
B. Syarat Sah Kontrak Arbitrase........................................................................6
C. Kontrak Arbitrase Bersifat Accesoir.............................................................7
D. Klausul-Klausul dalam Kontrak Arbitrase....................................................8
BAB III...................................................................................................................11
A. KESIMPULAN...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya perekonomian di Indonesia termasuk di bidang
perdagangan, perbankan, penanaman modal dan kegiatan ekonomi lainnya
dari masa ke masa mampu memberikan pengaruh yang cukup besar. Namun,
perlu kita ketahui bahwa setiap perubahan besar juga membawa dampak
positif dan negatif. Dampak negatif dari beberapa kegiatan ekonomi tersebut
adalah adanya perselisihan, perbedaan pemahaman atau bahkan salah satu
pihak melakukan wanprestasi dalam menjalankan kerjasama bisnis. Setiap
sengketa yang timbul saat menjalankan bisnis tidak selalu diselesaikan melalui
jalur pengadilan. Banyak pihak yang enggan menyelesaikan sengketanya
melalui pengadilan dengan berbagai alasan. Beberapa diantaranya berpendapat
bahwa waktu dan proses yang tergolong cukup lama. Lalu, penyelesaian
perkara ataupun sengketa melalui pengadilan harus melewati beberapa tahap
terlebih dahulu sesuai dengan prosedur pengadilan. Hakim juga cenderung
menangkap yang disebut sebagai "keadilan hukum", tetapi gagal menangkap
"keadilan masyarakat". Terlebih lagi, identitas pihak yang bersengketa akan
lebih mudah diketahui oleh masyarakat. Sebagian besar individu yang
memiliki bisnis yang cukup dikenal publik akan mempertimbangkan
menyelesaikan sengketa melalui pengadilan dikarenakan identitasnya akan
dikenal publik sebagai tokoh bisnis yang bermasalah.

Adanya arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar


pengadilan memberikan jalan keluar dari beberapa persoalan tersebut diatas.
Arbitrase merupakan salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat
dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang
tersedia dikarenakan sistem penyelesaian sengketa secara arbitrase lebih tepat,
cepat, efisian, efektif, dapat diterima oleh masyarakat dan dapat menyesuaikan

1
dengan perkembangan perekonomian dan perdagangan dimasa yang akan
datang. Pihak-pihak yang bersangkutan akan membuat kesepakatan bahwa
jika terjadi sengketa, maka akan diselesaikan diluar pengadilan dengan cara
arbitrase. Dalam perjanjian arbitrase ini, terdapat klausula arbitrase. Klausula
arbitrase inilah yang menjadi syarat umum adanya perjanjian arbitrase. Lebih
jelasnya, dalam makalah ini akan diuraikan secara rinci mengenai perjanjian
arbitrase dan klausula arbitrase yang ada dalam kontrak arbitrase.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran kontrak arbitrase sebagai alternatif penyelesaian
sengketa?
2. Apa saja syarat-syarat sahnya kontrak arbitrase?
3. Bagaimana sifat kontrak arbitrase?
4. Apa saja klausul-klausul yang ada dalam kontrak arbitrase?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Kontrak Arbitrase sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa


Kontrak arbitrase atau sering dikenal dengan sebutan perjanjian arbitrase
yaitu suatu bentuk perjanjian tertulis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
bersengketa yang digunakan untuk menyelesaikan suatu sengketa di luar
pengadilan.1
Dalam bidang ekonomu dan bisnis, seringkali terjadi persengketaan.
Sengketa kerap terjadi karena salah satu pihak yang merasa dirugikan oleh
pihak lain dalam kerjasama bisnis. Kemudian, terjadi perbedaan pendapat
antara kedua belah pihak sehingga terjadilah suatu persengketaan. Pada
dasarnya, tiap individu yang melakukan bisnis ingin semuanya berjalan sesuai
dengan rencananya. Namun, hal tersebut tentu tidak mudah dilakukan.
Apalagi, jika menjalin kerjasama bisnis dengan lebih dari satu orang.
Setiap orang yang melakukan bisnis tentu memiliki harapan masing-
masing untuk bisnis yang dijalankannya. Untuk menggabungkan pemikiran
dan harapan dari beberapa orang rekan bisnis menjadi satu tujuan agar suatu
bisnis berjalan lancar dan sukses tidaklah mudah dan membutuhkan
perjuangan. Tak jarang juga mengalami banyak perselisihan. Perselisihan atau
sengketa-sengketa lain dalam dunia bisnis bisa diselesaikan dengan berbagai
cara, bisa melalui musyawarah mufakat atau penyelesaian sengketa melalui
jalur hukum baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.2

Jinner Sidauruk, ‘Tinjauan Yuridis Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam
Kontrak Dagang Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999’ Universitas HKBP
Nommessen, 2007, 10.
2

Ibid., 14

3
Pengadilan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa yang paling
dikenal di lingkungan masyarakat. Namun, beberapa pihak banyak
menghindari penyelesaian sengketa melalui pengadilan dikarenakan waktu
dan prosesnya yang tergolong cukup lama. Lalu, kita tau bahwa proses
penyelesaian perkara ataupun sengketa melalui pengadilan harus melewati
beberapa tahap terlebih dahulu sesuai dengan prosedur pengadilan. 3 Alasan
lainnya yaitu karena identitas pihak yang bersengketa akan lebih mudah
diketahui oleh masyarakat karena prinsip sidang pada lembaga pengadilan
adalah dengan azas “Terbuka Untuk Umum”. sebagian besar individu yang
memiliki bisnis yang cukup dikenal publik akan mempertimbangkan
menyelesaikan sengketa melalui pengadilan dikarenakan identitasnya akan
dikenal publik sebagai tokoh bisnis yang bermasalah. Selain itu, ada anggapan
bahwa sistem pengadilan di Indonesia berat sebelah artinya tidak benar benar
memberikan keadilan pada masyarakat.4
Adanya persoalan-persoalan tersebut mendorong masyarakat untuk
menemukan cara dengan sistem penyelesaian sengketa yang lebih tepat, cepat,
efisian, efektif, dapat diterima oleh masyarakat dan dapat menyesuaikan
dengan perkembangan perekonomian dan perdagangan dimasa yang akan
datang. Kemudian muncullah metode penyelesaian sengketa diluar pengadilan
yang menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang disebut sebagai ADR
(Alternative Dispute Resolution) yang terdiri dari negosiasi, mediasi dan
arbitrase. Model ini sebenarnya sudah populer di negara negara lain misalnya
Amerika Serikat dan Eropa.5

Ibid.
4

Ibid., 15.
5

Ibid., 15.

4
Dalam suatu perjanjian bisnis, pihak pihak diperkenankan membuat
perjanjian arbitrase sebagai bentuk kesepakatan bahwa jika ada sengketa,
maka pihak-pihak setuju untuk menyelesaikan sengketa mereka diluar
pengadilan secara arbitrase dengan bantuan badan kuasa swasta yang bersifat
netral yang bertindak sebagai penengah. Dengan demikian, lembaga
pengadilan tidak memiliki wewenang untuk mengadili sengketa para pihak
yang telah melakukan perjanjian arbitrase. Perjanjian arbitrase bersifat absolut
maksudnya adalah para pihak memiliki tanggungjawab sendiri untuk
menyelesaikan sengketanya.6
Kontrak arbitrase sebagai penentu apakah suatu sengketa bisa diselesaikan,
dimana diselesaikannya, hukum mana yang akan digunakan, dan alasan alasan
lainnya. Perjanjian arbitrasen ini termasuk perjanjian yang bisa berdiri sendri
atau terpisah dari perjanjian pokoknya. Dalam perjanjian arbitrase harus
tersususn secara cermat, mengikat dan akurat dengan maksud untuk
menghindari penyalahgunaan oleh satu pihak atau sebagai kelemahan yang
bisa digunakan pihak lain untu memindahkan sengketa tersebut ke jalur
pengadilan.
Dalam suatu kontrak arbitrase terdapat klausula arbitrase. Klausula
arbitrase inilah yang menjadi syarat umum yang terdapat dalam kontrak
arbitrase. Apabila seseorang ingin mengadakan perjanjian dalam suatu
perusahaan yang sebelumnya telah mengatur syarat-syarat perjanjian dalam
suatu formulir tertentu dia harus menerima isi kontrak yang sudah
distandarnisasi oleh pihak perusahaan yang bersangkutan. 7 Contohnya, polis
asuransi atau akta persetujuan kredit. Semua syarat-syarat yang diperlukan
untuk perjanjian harus sudah siap dan dicetak saat sebelum perjanjian
6

Deasy Soeikromo, ‘Kontrak Standar Perjanjian Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian


Sengketa Dalam Kegiatan Bisnis’, Jurnal Hukum Unsrat, vol. 10, no. 6, (2016), 17.
7

Arif Panjaitan Syahputra, ‘Pencantuman Klausul Arbitrase Dan Akibat Hukumnya Pada Kontrak
Antara Developer Dan Konsumen’ Universitas Sumatera Utara, 2016, 65.

5
diadakan. Semua syarat sudah ditentukan dalam kontrak perjanjian, jika itu
adadalah perjanjian dengan perusahaan asuransi.8
Dalam kontrak arbitrase memuat klausul-kalusul arbitase yang
menegaskan bahwa seluruh perselisihan yang nantinya akan timbul
diselesaikan dengan arbitrase, telah terbit langsung pejanjian dari kontrak
standar arbitrase. Di dalam kontrak arbitrase biasanya berbentuk formulir yang
ditandatangani saat seseorang akan membuat perjanjian. Proses
penandatanganan biasanya dilakukan secara sepintas tanpa melihat lebih rinci
mengenai syarat-syarat yang tercantum dalam kontrak standar arbitrase. Atau
biasanya pihak penandatangan tidak mengerti maksud dan isi dari kontrak
tersebut.
Dalam permasalahan tersebut diatas, pembuatan kontrak standar dalam
bentuk polis atau formulir banyak tidak dipahami oleh pihak lain, sehingga
proses penandatanganan dilakukan dengan terpaksa seakan-akan memahami
isi dari kontrak tersebut. Terkait mengikat atau tidanya klausula arbitrase
dalam kontrak arbitrase adalah tergantung bagaimana sah atau tidaknya bentuk
kontrak tersebut. Jika pihak-pihak yang menandatangani kontrak
membenarkan eksistensi bentukk kontrak sebagai perjanjian yang sah, maka
kontrak tersebut dengan segala sesuatu yang sudah tercantum di dalamnya
bisa dikatakan sah dan mengikat para pihak. Namun, jika seseorang
menyatakan bahwa perjanjian tersebut didasarkan atas kontrak standar tidak
sah dengan demikian seluruh perjanjian yang ada didalamnya juga tidak sah
dan tidak mengikat9
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat diketahui bahwa arbitrase
lahir karena adanya kontrak arbitrase. Kontrak arbitrase ini ditulis secara

Soeikromo, 18.
9

Ibid, 19.

6
tertulis, berisi perjanjian dan berperan dalam menyelesaikan sengketa perdata
diluar pengadilan.
B. Syarat Sah Kontrak Arbitrase
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian antara lain:10
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2) Keckapan untuk membuat suatu perjanjian
3) Suatu hal/maksud tertentu
4) Suatu sebab yang halal.
Selain itu, kontrak arbitrase juga harus dibuat oleh individu yang dainggap
memiliki kewenangan dalam membuat kontrak tersebut. Dalam pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang No. 30 tahun 1999 menjelaskan bahwa “Sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang berada dalam
bidang perdagangan. Terkait hak dan peraturan perundang-undangan
diserahkan sepenuhnya kepada pihak pembuat sengketa. Sengketa bidang
perdagangan dalam hal ini adalah perniagaan, keuangan, perbankan, hak
kekayaan intelektual, penanaman pasar modal dan bidang lain sejenisnya.11
Sementara itu, dalam ketentuan lain pasal 5 ayat (2) No.30 Tahun 1999
menyatakan bahwa “Sengketa yang tidak bisa diselesaikan melalui arbitrase
adalah sengketa yang menurut ketentuan undang-undang sudah tidak bisa
lagi dilakukan perdamaian”.12 Dari penjelasan pada pasal 5 ayat (2) No.30
Tahun 1999 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sengketa yang menjadi
kewenangan lembaga arbitrase adalah sengketa yang berada dilingku

10

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Kencana, 2015),
222.
11

Sidauruk, 31.
12

Ibid.

7
perdagangan seperti perniagaan, keuangan, perbankan, hak kekayaan
intelektual, penanaman pasar modal dan masih bisa dilakukan perdamaian
menurut peraturan perundang-undangan.
Kontrak arbitrase juga disyaratkan dibuat dalam bentuk tertulis, hal
tersebut berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999. Karena dalam pembuatan
kontrak bisnis dibuat secara tertulis dan berupa akta otentik, maka dari itu
kontrak arbitrase juga harus berupa akta otentik. Hal tersebut mengacu pada
kontrak pokok yang klausula kontraknya tertuang dalam akta otentik.13
C. Kontrak Arbitrase Bersifat Accesoir
Perjanjian/kontrak arbitrase tidak tergolong dalam perjanjian bersyarat
atau “Voorwaardelijke Verbintennis”. Kontrak arbitrase tidak bisa
digantungkan kepada suatu perjanjian tertentu dimasa yang akan datang.
Dalam perjanjian arbitrase ini tidak mempermasalahkan terkait pelaksanaan
perjanjian akan tetapi lebih mempersoalkan terkait cara dan lembaga yang
berwenang untuk menyelesaikan sengketa antara pihk-pihak yang ada dalam
kontrak.14
Perjanjian arbitrase ini lebih fokus pada penyelesaian sengketa yang
timbul dari adanya perjanjian. Pihak yang menyatakan sepakat akan
menyelesaikan sengketanya melalui jalur luar pengadilan tanpa ada wewenang
dari lembaga peradilan. Namun, diselesaikan dengan bantuan badan swasta
yang bersifat netral yang bisa menjadi penengah antar pihak. Sifat kontrak
arbitrase ini adalah “accesoir” dari perjanjian pokok. Maksudnya adalah
kontrak arbitrase sebagai kontrak tambahan yang menjadi dasar lahirnya
klausul arbitrase.15

13

Cicut Sutiarto, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis (Jakarta: Yayasan Obor
Pustaka Indonesia, 2011), 90.
14

M. Yahya Harahap, Arbitrase Jakarta: Sinar Grafika, 2004, 61.


15

8
D. Klausul-Klausul dalam Kontrak Arbitrase
Kata klausul dapat diartikan sebegai suatu ketentuan yang salah pasal atau
pokoknya dapat diperluas dan/atau dipersempit dari suatu kontrak. Sementara
itu, klausul arbitrase dapat diartikan dengan ketentuan ataupun pasal tersendiri
yang berisi tentang penyelesaian sengketa yang memilih untuk menyelesaikan
dengan mekanisme arbitrase. Selain itu dapat juga diartikan sebagai klausul
tersendiri yang menyebutkan bahwa ada suatu kesepakatan antara para pihak
yang tercantum dalam kontrak untuk menyelesaikan sengketa setelah
terumuskannya kontrak pokok tersebut dengan menempuh proses arbitrase.16

Berdasarkan waktu pembuatan klausul, terdapat dua macam klausul dalam


kontrak arbitrase sebagai berikut:

1. Klausul Pactum de Compromitendo


Klausul Pactum de Compromitendo dicantumkan dan tertulis dalam
suatu kontrak sebelum timbulnya sengketa yang berisi bahwa sengketa
yang akan timbul akan diselesaikan melalui Lembaga arbitrase.17 Jadi
dapat diketahui bahwa klausul tersebut tertulis dalam kontrak pokok dalam
klausul tersendiri maupun dalam kontrak tersendiri. Jika dilihat waktu
pembuatannya bisa jadi bersamaan dengan pembuatan kontrak pokok
maupun setelah adanya kontrak pokok.18
Klausul Pactum de Compromitendo, berdasarkan isinya terbagi menjadi
dua macam, yaitu:
a) Klausul Umum, yaitu klausul yang mencantum kata “semua
sengketa” yang timbul dalam pelaksanaan kontrak pokok, maka
Sidauruk, 33.
16

Khoirul Anwar, Peran Pengadilan Dalam Arbitrase Syariah (Jakarta: Kencana, 2018), 89.
17

Eman Suparman, Arbitrase Dan Dilema Penegak Keadilan (Jakarta: Fikahati Aneska, 2012), 67.
18

Iswi Hariyanti, Penyelesaaian Sengketa Bisnis (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2018), 141.

9
akan diselesaikan melalui Lembaga arbitrase. Jadi, pada pokoknya
kata “semua sengketa” menunjukkan bahwa klausul tersebut
merupakan klausul umum. Dengan tercantumnya klausul ini, maka
seluruh sengketa yang timbul dalam pelaksanaan kontrak akan
diselesaikan melaui Lembaga arbitrase, tidak bisa secara terpisah
hanya menyelesaikan beberapa sengketa tertentu. Dengan kata lain,
klausul ini mencantumkan secara nyata dan jelas bahwa objek yang
disengketakan merupakan semua jenis sengketa yang akan timbul
dari pelaksanaan kontrak pokok.19
b) Klausul Khusus, yaitu klausul yang berisi kekhususan hanya pada
beberapa sengketa yang timbul dalam pelaksanaan suatu kontrak
yang diselesaikan melalui Lembaga arbitrase. Dalam prakteknya
klausul ini akan memberikan perincian sengketa apa saja yang
mungkin timbul dan yang akan diselesaikan melalui Lembaga
arbitrase.20

2. Klausul Acra Comrpromise


Klausul Acra Comrpromise merupakan ketentuan yang tersendiri yang
dibuat setelah timbulnya suatu sengketa atas pelaksanaan kontrak pokok
antara para pihak. Jadi klausul ini berdasarkan kesepakatan para pihak
yang bersengketa di luar dari isi yang ada dalam kontrak pokok para pihak.
Hamper sama dengan klausul sebelumnya yang sama-sama berisi tentang
kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa menggunakan jalur non
litoigasi, yaitu arbitrase.21

19

Suleman Batubara, Arbitrase Internasional (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2013), 22.
20

Ibid., 23.
21

10
Jadi dapat diketahui bahwa para pihak belum
menyebutkan/menyinggung tentang sengketa yang akan timbul ataupun
penyelesaian sengketa pada waktu penandatanganan kontrak pokok. Maka
dari itu perlu ada kesepakatan tersendiri untuk menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase.22

Hariyanti, 141.
22

Anwar, 93.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Arbitrase lahir karena adanya kontrak arbitrase. Kontrak arbitrase ini
ditulis secara tertulis, berisi perjanjian dan berperan dalam menyelesaikan
sengketa perdata diluar pengadilan. dalam ketentuan lain pasal 5 ayat (2)
No.30 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Sengketa yang tidak bisa diselesaikan
melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut ketentuan undang-undang
sudah tidak bisa lagi dilakukan perdamaian” Dari penjelasan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa sengketa yang menjadi kewenangan lembaga
arbitrase adalah sengketa yang berada dilingkup perdagangan seperti
perniagaan, keuangan, perbankan, hak kekayaan intelektual, penanaman pasar
modal dan masih bisa dilakukan perdamaian menurut peraturan perundang-
undangan.
Klausul kontrak arbitrase terbagi menjadi dua, yaitu pactum de
compromitendo dan acta compromise. Kedua klausul tersebut mencantumkan
secara jelas dan nyata bahwa sengketa yang timbul dalam pelaksanaan kontrak
diselesaikan melalui Lembaga arbitrase. Perbedaannya terletak pada waktu
pembuatan, pactum de compromitendo dibuat sebelah timbul sengketa,
sedangkan acta compromise dibuat setelah timbulnya sengketa.

12
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Khoirul. Peran Pengadilan Dalam Arbitrase Syariah (Jakarta: Kencana,
2018).

Batubara, Suleman. Arbitrase Internasional (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2013).

Harahap, M. Yahya. Arbitrase (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).

Hariyanti, Iswi. Penyelesaaian Sengketa Bisnis (Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama, 2018).

Panjaitan Syahputra, Arif. ‘Pencantuman Klausul Arbitrase Dan Akibat


Hukumnya Pada Kontrak Antara Developer Dan Konsumen’ (Universitas
Sumatera Utara, 2016).

Sidauruk, Jinner. ‘Tinjauan Yuridis Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian


Sengketa Dalam Kontrak Dagang Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999’ (Universitas HKBP Nommessen, 2007).

Soeikromo, Deasy. ‘Kontrak Standar Perjanjian Arbitrase Sebagai Alternatif


Penyelesaian Sengketa Dalam Kegiatan Bisnis’. Jurnal Hukum Unsrat. vol.
10. no. 6 (2016).

Suparman, Eman. Arbitrase Dan Dilema Penegak Keadilan (Jakarta: Fikahati


Aneska, 2012).

Sutiarto, Cicut. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis (Jakarta:


Yayasan Obor Pustaka Indonesia, 2011).

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta:
Kencana, 2015).

13

Anda mungkin juga menyukai