Di Susun Oleh :
Adinda Pramesty Sulistya K.W (239902169)
Bernadetha Desyanna Putri (239902082)
Nurul Azkiyah (239902154)
Putri Nurul Aini (239902101)
Salsa Putri Diandra (239902148)
Yunita Ratna Widyawati (239902037)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Praperadilan Dalam Sistem Pidana di Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Annisa Hafizhah, S.H., M.H, pada bidang studi Hukum Acara Pidana. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai proses praperadilan
bagi para pembaca dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Annisa Hafizhah, S.H., M.H .
selaku dosen bidang studi Hukum Acara Pidana yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….........2
DAFTAR ISI……………………………………………….…………...….………...3
BAB I PENDAHULUAN……………………………......………...…...…....…........4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..6
3.1 Kesimpulan……..……………………………..……………………......……17
3.2 Saran……………………………………………….…………………......….17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….………...…….18
3
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh sebab itu, terutama dalam penggunaan dan pelurusan hukum enggak
lantaran negara atau pembesar sanggup menyelenggarakan dengan kebesaran satu
patokan dapat berkhasiat, tapi patokan dirancang untuk keperluan dan
1
Kusuma, I. M. W. W., & Karma, N. M. S. (2020). Upaya Hukum Praperadilan dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia. Jurnal Interpretasi Hukum, 1(2), 73-77.
4
menyelenggarakan kubu lesu jadi sentosa. Bukti pendahuluan sebagai penegasan
kepada terdakwa, aparat hukum memastikan tidak memihak. Penyimpangan warga
mencari kebenaran memakai pra peradilan sebagai memperoleh keadilan dan
perlindungan hak, utama menyangkut hak asasi. Pelaksanaan HAM dimuat dalam
UUD 1945 dan dimuat dalam UU NO 8 Tahun 1981 berkaitan dengan KUHAP. UU
memuat tentang mekanisme peradilan pidana dari tahap pemeriksaan, penagihan,
persidangan.2
1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Praperadilan
2. Untuk Mengetahui Objek Praperadilan
3. Untuk Mengetahui Pihak yang berhak Mengajukan PraPeradilan
4. Untuk Mengetahui Proses pemeriksaan Praperadilan Peradilan
5. Untuk Mengetahui Putusan Praperadilan
6. Untuk Mengetahui Upaya Hukum Putusan Pra Peradilan.
2
Plangiten, M. (2013). Fungsi Dan Wewenang Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia. Lex Crimen, 2(6).
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua pengadilan negeri dengan
meyebabkan alasannya (Pasal 81).3
Praperadilan sendiri diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat
(2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124. Adapun yang menjadi objek
praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah: Pengadilan
negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang ini tentang:
3
Plangiten, M. (2013). Fungsi Dan Wewenang Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia. Lex Crimen, 2(6).
7
mengenai sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
antara lain :
4
Muntaha, M. (2017). Pengaturan Praperadilan dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Mimbar
Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 29(3), 461-473.
8
penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang
diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 77. 5
e. Tersangka atau Pihak Ketiga yang Berkepentingan Menuntut Ganti Rugi
Menurut ketentuan Pasal 81.
Praperadilan adalah satu kesatuan dan merupakan bagian yang tak tepisahkan
dari Pengadilan Negeri sehingga semua kegiatan dan tatalaksana Praperadilan tidak
terlepas dari struktur dan administrasi yustisial Pengadilan Negeri. Sehubungan dengan
itu, pengajuan permintaan pemeriksaan praperadilan dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Permohonan Ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri 2) Semua permohonan
yang hendak diajukan untuk diperiksa oleh Praperadilan ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi Negeri yang meliputi wilayah hukum tempat dimana penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan itu dilakukan. atau diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri tempat dimana penyidik atau penuntut umum melakukan
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan berkedudukan. 3) Permohonan
Diregister dalam Perkara Praperadilan.
5
Darwin, D., Dahlan, D., & Suhaimi, S. (2019). Analisis Yuridis Putusan Praperadilan dalam Perspektif
Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Mercatoria, 12(1), 68-79.
9
menegaskan bahwa dalam waktu 3 hari setelah diterima permintaan, hakim yang
ditunjuk menetapkan hari sidang. Agar yang dituntut dalam pasal tersebut dapat
dilaksanankan dengan cepat setelah pencatatan dalam register, panitera memintakan
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk segera menunjuk dan menetapkan hakim dan
panitera yang akan bertindak memeriksa permohonan. Atau kalau Ketua Pengadilan
telah menetapkan satuan tugas yang khusus secara permanen, segera melimpahkan
permintaan itu kepada pejabat satuan tugas tersebut.6
6
Afandi, F. (2016). Perbandingan Praktik praperadilan dan Pembentukan Hakim Pemeriksa
Pendahuluan Dalam Peradilan Pidana Indonesia. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, 28(1), 93-106.
10
panggilan kepada pihak yang bersangkutan, yang menimbulkan terjadinya permintaan
pemeriksaan.7
7
Amdani, Y. (2015). Implikasi penafsiran undang-undang oleh hakim praperadilan dalam perkara tindak
pidana korupsi. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 27(3), 459-471.
11
dalam Pasal 82 ayat (3) KUHAP, yaitu : 1. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu
penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada
tingkat pemeriksaan masing-masing harus membebaskan tersangka; 2. Dalam hal
putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,
penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan; 3. Dalam hal putusan
menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan
dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan sah dan tersangka
tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. 4. Dalam hal putusan
menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka
dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada
tersangka atau dari siapa benda itu disita.
12
penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru ( semua yang tersebut pada
butir 1 sampai dengan 5 ini diatur dalam (pasal 82 ayat (1) KUHAP). Putusan hakim
dalam acara pemeriksaan peraperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam
pasal 79, pasal 80 dan pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya. Isi
putusan selai memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat
hal sebagai berikut: a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat
pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka; b. Dalam hal
putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah,
penyidikan atau penuntutan terhadapa tersangka wajib dilanjutkan; c. Dalam hal
putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam
putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabiliasi yang diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan
tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya; d. Dalam
hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera
dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.8
8
Parikesit, I., & Eko Soponyono, S. (2017). Tinjauan Tentang Objek Praperadilan Dalam Sistem
Peradilan Pidana Di Indonesia. Diponegoro Law Journal, 6(1), 1-60.
13
hakim tersebut bahkan kita pun dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi
dalam pelaksaan praperadilan. Dalam praktek kadangkala terjadi suatu praperadilan
diputus setelah melebihi jangka waktu tujuh hari.Namun sayangnya, dalam KUHAP
tidak diatur dan dijelaskan mengenai konsekuensi hukum ataupun sanksi terhadap
hakim yang memutus perkara praperadilan yang terlambat.
Selain itu adanya putusan gugur yang dijatuhkan dalam pemeriksaan Sidang
Praperadilan. Sebelum adanya putusan dari hakim praperadilan, sidang telah gugur.
Hal ini dikarenakan adanya aturan dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d yang menyatakan
bahwa :“Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri,
sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai,
maka permintaan tersebut gugur. Selanjutnya Praperadilan mempunyai Undang-
undang yang lemah.Berkaitan dengan keberadaan Pasal 82 ayat (1) huruf d justru dapat
melemahkan keberadaan lembaga praperadilan itu sendiri.Hal itu dikarenakan Pasal 82
ayat (1) huruf d tersebut malah memberikan celah untuk membuat gugurnya
praperadilan sehingga dapat merugikan tersangka.Seharusnya dengan adanya putusan
praperadilan dapat memberikan kepastian hukum terhadap tersangka, tetapi dengan
gugurnya praperadilan justru mengingkari ketentuan hukum yang tidak memberikan
kepastian hukum dalam suatu persidangan.Dengan adanya pemberhentian pemeriksaan
praperadilan karena terbentur pada ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d tersebut secara
tidak langsung dapat merusak citra hukum di kalangan pencari keadilan.9
Putusan pra peradilan tidak dapat dimin¬takan banding (Pasal 83 ayat (1),
kecuali terhadap putusan yang menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dan
penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP). Dalam hal ada permohonan banding terhadap
putusan pra peradilan sebagai¬mana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka
9
Abdaud, F. (2018). Upaya Hukum Pascaputusan Praperadilan Dalam Rangka Menegakkan Hukum
Dan Keadilan. Al-'Adl, 11(2), 103-115.
14
permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima. Pengadilan Tinggi memutus
permintaan banding tentang tidak sahnya penghen¬tian penyidikan dan penuntutan
dalam tingkat akhir. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum
kasasi.
Dalam setiap putusan hakim di pengadilan tentunya selalu ada upaya hukum
lanjutan bagi para pihak yang merasa belum puas dengan putusan dari hakim yang
memutus perkara tersebut. Dalam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia
dikenal adanya upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa
terdiri dari banding dan kasasi diatur dalam Bab XVII KUHAP, sedangkan upaya
hukum luar biasa yaitu kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali diatur
dalam Bab XVIII KUHAP. Namun lain halnya dengan putusan pra peradilan tidak
dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang
menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2)
KUHAP). Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan
sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus
dinyatakan tidak diterima.Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang
tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir. Terhadap
Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.
15
Keluarga Besar Laskar Ampera (IKBLA) Arief Rachman Hakim Eksponen 66
Samarinda yang diwakili oleh H. Iskandar Hutualy, selaku ketua.10
10
Purba, T. L. D. (2017). Praperadilan Sebagai Upaya Hukum Bagi Tersangka. Papua Law
Journal, 1(2), 253-270.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulan yang berhubungan dengan
kedudukan praperadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dapat
dikemukakan sebagai berikut : 1. Praperadilan merupakan bagian dari penegakan
hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Oleh karena itu, konsistensi
terhadap penerapan aturan yang menyangkut praperadilan harus dilaksanakan secara
konsekuen demi menjamin keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum masyarakat. 2.
Indonesia memberi perlindungan hak asasi manusia melalui konstitusinya.
Praperadilan tidak lain bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap hak asasi
kepada setiap tersangka agar tidak diperlakukan secara sewenang-wenang dalam
melakukan penangkapan, penyidikan dan memberi rehabilitasi jika tidak terbukti
melakukan tindak pidana. 3. Pelaksanan praperadilan memerlukan pengawasan agar
tetap konstitusional sesuai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18