Anda di halaman 1dari 28

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Hukum Keadvokatan dan Bantuan Muhammad Musta’in, S.H., M.H


Hukum

MAKALAH

“PEMBUATAN SURAT-SURAT”

Disusun Oleh :

Muhammad Hafidz Nugraha 210102040136


Sarifullah 210102040282
Muhammad Ramadhan Anwari 210102040015

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
BANJARMASIN
2023
A. Latar Belakang

Hukum merupakan suatu kaidah atau peraturan yang mengatur


masyarakat. Segala tingkah laku dan perbuatan warga negaranya harus
berdasarkan atas hukum. Negara Indonesia sebagai Negara hukum, wajib untuk
menjalankan fungsi hukum dengan konsisten sebagai sarana penegak keadilan.
Hal tersebut tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”. Pernyataan ini juga secara
tegas tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan
bahwa Indonesia adalah negara hukum. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi
menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat lain yang bukan akta, akta
adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa
yang menjadi dasar suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula
sengaja untuk pembuktian, keharusan ditandatanganinya surat untuk dapat
disebut sebagai akta diatur dalam Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Tanda tangan yang tidak lain bertujuan untuk membedakan akta yang
satu dengan yang lain atau akta yang dibuat orang lain, untuk memberi ciri.
Sedangkan Bukan akta adalah surat-surat lain yang tidak termasuk akta yakni
register dan surat-surat urusan rumah tangga.1

Dalam pembahasan kali ini pemakalah ingin membahas terkait Teknik dan
strategi pembuatan surat-surat seperti surat gugat, eksepsi, jawaban tergugat,
replik, duplik serta kesimpulan.

B. Pembuatan Surat Gugatan

Surat gugatan merupakan dasar bagi hakim untuk memeriksa,mengadili


dan memutus perkara perdata, oleh karena itu surat gugatan tidak boleh cacat
hukum, atau dengan kata lain surat gugatan haruslah sempurna. Surat gugatan
yang tidak sempurna berakibat tidak menguntungkan bagi pihak Penggugat,
karena hakim akan menjatuhkan putusan bahwa gugatan dinyatakan tidak dapat
1
Abdurrahman Wahid, Yunanto, Marjo, Alat Bukti Surat Dalam Penyelesaian Perkara Perdata
Pada Pengadilan Negeri Temanggung (Diponegoro Law Jurnal, Vol.5 No.3, 2016), hal.1-2
diterima Surat gugatan yang telah dibuat dan disusun oleh Penggugat harus
ditandatangani sendiri oleh Penggugat atau Kuasa Hukumnya.2

Sebelum menyusun Surat Gugatan terlebih dahulu harus mempunyai


pengetahuan hukum yang memadai tentang permasalahan yang dihadapi dan
langkah berikutnya pengumpulan alat-alat bukti serta perlu juga melakukan
identifikasi terhadap orang/lembaga/objek kemudian dianalisa hukumnya. Artinya
dengan permasalahan yang dihadapi sedapat mungkin menggunakan literatur yang
lengkap agar lebih akurat.

Dalam menyusun Surat Gugatan terlebih dahulu harus diperhatikan


formalitas-formalitas dalam menyusun Surat Gugatan. Sebenarnya format gugatan
tidak memiliki bentuk atau format baku. Artinya, seluruh sistematika format
gugatan diserahkan kepada pihak Penggugat. Namun, tetap ada beberapa hal yang
harus diperhatikan juga harus memenuhi syarat-syarat formal, yaitu:3

a. Gugatan harus jelas, baik mengenai subjek, objek maupun posita dan
petitumnya.
b. Gugatan harus lengkap, baik mengenai subjek, objek, posita dan
petitumnya. Maksudnya harus memuat secara lengkap fakta hukum
yang menjadi dasar gugatan, serta konsekuensi logis dari fakta itu
terhadap permintaan-permintaan penggugat yang dimuat dalam
petitum misalnya, kurang pihak, kurang lengkap identitas subjek
maupun objeknya
c. Gugatan harus sempurna, artinya selain memperhatikan syarat jelas
dan lengkap, juga harus memperhatikan logika-logika hukum yang
dapat menimbulkan konsekuensi, bahwa hal-hal tersebut harus
diajukan dalam surat gugatan.

Surat Gugatan yang diajukan pada pengadilan setidaknya memuat hal-hal


yaitu,4

2
Modul Praktikum Hukum Acara Perdata, (Laboratorium Fakultas Hukum UMM)
3
Enjang Nursolih, Analisis Penyusunan Surat Gugatan (Vol.7 No.1, 2019), hal. 88
4
Enjang Nursolih, Analisis Penyusunan Surat Gugatan (Vol.7 No.1, 2019), hal. 89
1. Kop surat
2. Nomor surat (jika ada)
3. Lampiran (jika ada)
4. Hal gugatan.

Keempat hal tersebut merupakan kata-kata/kalimat pendek yang


biasa digunakan dalam surat gugatan, yang dicantumkan di bawah tulisan
tempat surat gugatan pada bagian sebelah kiri dari lembar awal dan dalam
menentukan judul harus diperhatikan dengan isi karena harus
sesuai/sinkron agar gugatan tidak menjadi kabur/obscuur libel.

5. Tanggal gugatan dan menyebutkan kota dimana gugatan tersebut di buat.


Untuk tanggal gugatan dapat ditempatkan di awal atau di akhir gugatan.
Untuk menunjukan tempat dan waktu dibuatnya surat gugatan karena
konsekwensi hukumnya, bisa saja surat guatan prematur dan /atau
kadaluarsa pencantumannya dapat diletakan dibagian atas atau pada bagian
bawah dari lembar terakhir surat gugatan seperti pada umumnya surat-
surat resmi lainnya.
6. Alamat tujuan gugatan (misalnya Kepada Yang Terhormat Ketua
Pengadilan) Bahwa surat gugatan harus diajukan kepada ketua pengadilan
tertentu untuk menentukan pengadilan yang berwenang mengadili dan
berpedoman terhadap ketentuan kompetensi/kewenangan absolut serta
kewenangan relatif. Menurut Pasal 118 ayat (1) HIR / RIB Gugatan harus
diajukan kepada ketua pengadilan wilayah hukum tempat
kediaman/tempat tinggal Tergugat. Jika tergugatnya lebih dari satu orang,
maka Penggugat dapat memilih salah satu dari Tergugat (Pasal 118 ayat (2)
HIR/RBG).
7. Salam Pembuka
8. Pengenalan identitas Penggugat, jika Penggugat tidak menguasakan
perkaranya atau identitas Penggugat dan Kuasanya jika Penggugat
menguasakan kepada pihak lain (Advokat).
9. Penyebutan identitas Tergugat dan Kuasanya. Identitas merupakan ciri-ciri
dari pihak Penggugat atau Para Penggugat dan Tergugat atau Para Tergugat
atau Turut Tergugat yang bermacam-macam kualifikasinya bisa dalam
kapasitas/kualitas hukum sebagai orang pribadi yang bertindak untuk diri
sendiri, bisa untuk orang lain dan bisa untuk atas nama sebuah
lembaga/persekutuan baik badan hukum atau bukan badan hukum. Serta
identitas kusanya kalau menggunakan kuasa.
10. Uraian duduk perkaranya (Posita). Dalam posita ini untuk menjamin agar
putusan hakim dapat dilaksanakan, maka perlu diminta sita jaminan
terhadap obyek sengketa kepada Majelis Hakim.
11. Uraian apa yang diminta atau dituntut (Petitum) Petitum gugatan adalah
berisi tentang permintaan-permintaan yang diajukan oleh penggugat
kepada hakim/pengadilan, berkaitan dengan adanya berbagai
pertimbangan hukum, yang telah diuraikan dalam posita.
12. Salam Penutup
13. Nama terang Penggugat dan / atau kuasanya
14. Tanda tangan Penggugat dan / atau kusanya Setelah surat gugatan selesai
disusun atau dibuat, maka surat gugatan itu harus ditanda tangan
Penggugat atau kuasa hukumnya apabila menguasakan, hal ini diatur
dalam Pasal 118 ayat 1 HIR / RIB dalam hal Penggugat buta huruf, maka
gugatan diajukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan kemudian ketua
pengadilan mencatat gugatan itu atau menyuruh orang lain (pegawainya)
untuk mencatat (Pasal 120 HIR/RIB) lalu dibubuhi cap jempol (cap ibu
jari) Penggugat dan dilegalisasi oleh Ketua Pengadilan.

C. Eksepsi
1. Pentingnya Melakukan Eksepsi Terhadap Surat Gugatan Dalam Perkara
Perdata

Keberadaan eksepsi dalam suatu perkara perdata telah ditetapkan


sebagai suatu keharusan bagi tergugat untuk melakukannya karena
keberadaan eksepsi ini pada kenyataannya adalah merupakan acara kedua
setelah penggugat membacakan gugatannya dihadapan sidang Pengadilan,
maka oleh sebab itulah kesempatan tergugat untuk mengeksepsi gugatan
tersebut sama halnya dengan upaya tergugat untuk menetralisir gugatan
tersebut apakah telah jelas dan terang apa yang digugat tersebut.5

Selain dari pada itu juga eksepsi ini penting dilakukan oleh pihak-
pihak tergugat adalah untuk memberi kejelasan tentang subyek maupun
obyek yang terdapat dalam suatu perkara perdata karena jika kedua masalah
ini tidak jelas atau kabur maka menurut slaah satu pengacara menyatakan
akan mempersulit Hakim bilamana nantinya ia mau menentukan hubungan
hukum yang terjadi di dalam perkara tersebut.

2. Faktor Penolakan Eksepsi Terhadap Surat Gugatan


 Faktor Materi Eksepsi
Pengajuan eksepsi hanya persoalan-persoalan yang menyangkut
hukum acara saja apakah sesuai dengan atau tidak dengan ketentuan
hukum acara maupun apakah telah sesuai dengan persoalan-persoalan
prosedur pengajuan suatu gugatan.
 Faktor Penguasaan Hukum
Sebagai faktor kedua sebagai alasan ditolaknya eksepsi adalah
menyangkut penguasaan hukum yang berhubungan dengan hukum-
hukum acara baik yang diatur dalam peraturan Perundang undangan
maupun yang diatur melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
Dikatakan demikian karena oleh hukum acara perdata ini masih
banyak berpedoman kepada perkembangan dilapangan menyebabkan
apa yang tidak diperbolehkan pada masa acara sidang selama ini akan
tetapi dengan perkembangan Yurisprudensi dapat dilakukan bilamana
sesuai dengan kenyataan yang dihadapi secara kasus perkasus.
 Faktor Pemahaman Gugatan

5
Muhammad Faisal, Fajar Fadly, Anwar Sulaiman Nasution, Pentingnya melakukan eksepsi
terhadap surat gugatan dalam perkara perdata di persidangan pengadilan negeri
padangsidimpuan (Jurnal Ilmiah Muqoddiamah, 2023), hal. 126
Selain faktor tersebut di atas juga alasan ditolaknya eksepsi yang
diajukan tergugat untuk melawan surat gugatan bisa pula dilihat dari
kurangnya pemahaman terhadap apa yang menjadi isi gugatan
penggugat sehingga menurut Hakim Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan tidak jarang para pihak tergugat atau melalui
kuasanya mengajukan eksepsi tanpa ada hubungannya dengan hal ada
dalam surat gugatan. Dengan kata lain bisa pula pihak tergugat-
tergugat maupun melalui kuasanya menyebutkan syaty surat gugatan
itu kabur dan tidak jelas apa obyek perkaranya akan tetapi tidak
diterangkan lebih lanjut obyek apa dan bagaimana yang dimaksudkan
tersebut.
3. Beberapa Langkah Peningkatan Penggunaan Eksepsi Terhadap Surat
Gugatan6
 Pembentukan Perundang-undangan
 Peningkatan Pengetahuan Hukum
 Peningkatan Mental Hakim
4. Kekuatan Hukum Eksepsi Terhadap Surat Gugatan
 Gugatan Dibatalkan
Sebagai salah satu hal yang dapat diputus oleh Hakim dengan
adanya eksepsi dari tergugat terhadap suatu surat gugatan penggugat
adalah terjadinya pembatalan dimana hal ini disebabkan jika eksepsi
tersebut mempersoalkan absolut maupun kompetensi relatif.
 Gugatan Tidak Diterima
Adapun kemungkinan yang kedua untuk memberi putusan
terhadap eksepsi yang diajukan pihak tergugat dalam proses peradilan
perkara perdata adalah menyatakan gugatan tidak dapat diterima yang
mana alasan untuk menerima gugatan ini melalui eksepsi tergugat
misalnya disebabkan gugatan tidak memenuhi persyaratan untuk
menggugat. Atau dengan kata lain kekuatan hukum putusan atas
6
Muhammad Faisal, Fajar Fadly, Anwar Sulaiman Nasution, Pentingnya melakukan eksepsi
terhadap surat gugatan dalam perkara perdata di persidangan pengadilan negeri
padangsidimpuan (Jurnal Ilmiah Muqoddiamah, 2023), hal. 128
eksepsi dalam bentuk untuk menerima suatu gugatan hanya diajukan
kepada hal-hal yang bersifat formal saja,

D. Jawaban Tergugat

Jawaban atas gugatan adalah satu tahapan dalam proses pemeriksaan


perkara perdata dan dilakukan setelah gugatan dibacakan penggugat dalam
persidangan. Jawaban atas gugatan penggugat merupakan upaya bagi tergugat
untuk mempertahankan hak-haknya terhadap dalih dan dalil penggugat. Tidak
jauh berbeda dengan membuat gugatan, bagaimana bentuk dan susunan dari
jawaban gugatan dan eksepsi dalam perkara perdata tidak diatur oleh peraturan
perundang-undangan, kecuali hanya disebutkan bahwa gugatan harus memenuhi
syarat formal dan materil.7

Terhadap gugatan Penggugat, Tergugat dapat mengajukan jawaban secara


lisan maupun tertulis.Dalam jawaban, Tergugat tidak boleh mengajukan tuntutan
provisi, eksepsi, tuntutan balik (rekonvensi). Dalam pemeriksaan gugatan
sederhana tidak diperkenankan adanya intervensi karena hal tersebut jelas
menyebabkan pemeriksaan berlangsung lama, lagi pula dalam pemeriksaan
pendahuluan Hakim telah meneliti ada tidaknya kaitan pihak ketiga dengan pokok
perkara.8

7
Ery Agus Priyono, Herni Widanarti, Dharu Triasih, Arti Penting Jawaban Atas Gugatan Sebagai
Upaya Mempertahankan Hak-Hak Tergugat (Vol 2 : Law, Development & Justice Review, Mei
2019), hal.1
8
Muhammad Noor, Penyelesaian Gugatan Sederhana Di Pengadilan (Small Claim Court)
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 (Jurnal Pemikiran Hukum dan
Hukum Islam, Vol.7 No.1 2020), hal.61
E. Replik

Replik yaitu adalah jawaban penggugat dalam hal baik terulis maupun
juga lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan oleh
penggugat untuk meneguhkan gugatannya tersebut, dengan cara mematahkan
berbagai alasan dalam penolakan yang dikemukakan tergugat didalam
jawabannya. Replik adalah lanjutan dari suatu pemeriksaan dalam perkara perdata
didalam pengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawabannya. Replik ini
berasal dari 2 kata yakni re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi dapat kita
simpulkan bahwa replik berarti kembali menjawab.

F. Duplik

Duplik yaitu adalah jawaban tergugat terhadap suatu replik yang diajukan
oleh penggugat. Sama juga halnya dengan replik, duplik ini juga bisa diajukan
baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk lisan. Duplik ini diajukan oleh
tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang pada lazimnya berisi suatu
penolakan terhadap suatu gugatan pihak penggugat.9

G. Kesimpulan

Pengajuan kesimpulan oleh para pihak setelah acara pembuktian, hal ini tidak
diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, akan tetapi mengajukan kesimpulan ini
timbul dalam praktek persidangan. Dengan demikian pengajuan kesimpulan
merupakan alternatif atau pilihan bagi para pihak dalam beracara. Melalui
kesimpulan itulah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil gugatannya
atau dalil-dalil jawabannya pada pembuktian yang didapatkan selama
persidangan.

Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu kesimpulan apakah
dalil gugatan terbukti atau tidak, dan kuasa penggugat memohon kepada Majelis

9
Ery Agus Priyono, Duplik Sebagai Upaya Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi Dalam
Mempertahankan Argumentasi Dalam Jawaban Atas Gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat
Rekovensi (Law Development & Justice Review, Vol.1 No.1 2018), hal. 105
Hakim agar gugatan dikabulkan.10 Sebaliknya kuasa tergugat memohon kepada
Majes Hakim agar gugatan penggugat ditolak.

H. Simpulan

Berdasarkan penjelasan terkait Teknik dan strategi pembuatan surat-surat


seperti Gugatan, Eksepsi, Jawaban Tergugat, Replik, Duplik, dan Kesimpulan
yang bisa di dapati dalam beacara pada peradilan khususnya perkara perdata,
sangat penting dipahami terkait pembuatan surat-surat tersebut, walaupun ada
yang namanya kuasa hukum/advokat/pengacara yang lebih mengerti dalam Teknik
dan strategi pembuatan surat, haruslah kita juga sebagai mahasiswa hukum
memahami terkait pembuatan surat-surat terebut.

Karena sejatinya tidak menutup kemungkinan suatu saat kita ada tugas
untuk membuat segala jenis persuratan tersebut maka kita akan mudah untuk
membuatnya dikarenakan sudah punya pengalaman, tidak sekedar hanya melalui
teori saja melainkan juga praktek yang harus biasa kita lakukan.

I. Daftar Pustaka

Abdurrahman Wahid, Yunanto, Marjo, Alat Bukti Surat Dalam Penyelesaian


Perkara Perdata Pada Pengadilan Negeri Temanggung (Diponegoro
Law Jurnal, Vol.5 No.3, 2016)

Enjang Nursolih, Analisis Penyusunan Surat Gugatan (Vol.7 No.1, 2019)

Muhammad Faisal, Fajar Fadly, Anwar Sulaiman Nasution, Pentingnya


melakukan eksepsi terhadap surat gugatan dalam perkara perdata di
persidangan pengadilan negeri padangsidimpuan (Jurnal Ilmiah
Muqoddiamah, 2023)

Ery Agus Priyono, Herni Widanarti, Dharu Triasih, Arti Penting Jawaban
Atas Gugatan Sebagai Upaya Mempertahankan Hak-Hak Tergugat (Vol
2: Law, Development & Justice Review, Mei 2019)

10
Modul Praktikum Hukum Acara Perdata, (Laboratorium Fakultas Hukum UMM)
Muhammad Noor, Penyelesaian Gugatan Sederhana Di Pengadilan (Small
Claim Court) Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2015 (Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol.7 No.1
2020)

Ery Agus Priyono, Duplik Sebagai Upaya Tergugat Konvensi/Penggugat


Rekonvensi Dalam Mempertahankan Argumentasi Dalam Jawaban
Atas Gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekovensi (Law
Development & Justice Review, Vol.1 No.1 2018)
DAFTAR CONTOH SURAT

Surat Gugatan
Eksepsi
Jawaban Tergugat
Replik

Duplik
Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai