Makalah Tentang
Oleh Kelompok 2:
LOKAL AH D
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-
Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Administrasi Peradilan
Agama. Dimana makalah ini membahas tentang ”Bentuk Surat Gugatan atau Permohonan dan
Bentuk Teori Gugatan”. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2
C. Batasan Masalah...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Definisi gugatan dan permohonan........................................................................................3
1. Isi dan Ciri-Ciri Surat Gugatan dan Permohonan ............................................................3
2. Tata Cara Pengajuan Gugatan dan Permohonan ..............................................................7
3. Bentuk Teori Gugatan.......................................................................................................7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................11
A. Kesimpulan.........................................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
beragam,diantaranya adalah permasalahan tindak perdata atau tindak pidana. Maka dari
pelanggaran baik perdata maupun pidana maka penegakan hukum harus didirikan. Selain
itu pula hukum di Indonesia memberikan ruang dalam masyarakat yang merasadirugikan
permohonan di pengadilan.
Perbedaan uatama gugatan dan permohonan adalah, diamana gugatan memiliki perkara
sengketa yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Sedangkan permohonan
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana isi dan ciri-ciri dari Surat Gugatan dan Surat Permohonan?
B. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
Perkara yang diperiksa pengadilan di lingkungan pengadilan agama ada dua macam, yaitu
perkara yang tidak ada pihak pihak lain yang bersengketa.Gugatan adalah suatu perkara yang
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itutuntutan hak
perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkangugatan adalah surat
yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat yang menuntuttuntutan hak yang yang
didalamnya berisi suatu perkara. Alam gugatan inilah yangdisebut dengan pengadilan yang
1.Gugatan :
b.Aktifitas hakim yang memeriksa hanya terbatas pada apa yang diperkerakan untuk
diputuskan.
keterangannya.3
2.Permohonan :
b.Aktifitas hakim lebih dari apa yang dimihinkan oleh pihak yang bermohonkarena
Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis namun apabila para pihak
tidak mampu membaca dan menulis (buta huruf) permohonan/gugatan dapat diajukan secara
lisan ke Ketua Pengadilan Agama atau dilimpahkan kepada hakim untuk disusun.4
permohonan/gugatan kemudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak
kemudian ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama atau hakim yang ditunjuk.
3
Abdullah Tri Wahyudi. Hukum Acara Peradilan Agama dilengkapi contoh surat-surat dalam praktik hukum
Acara diperadilan Agama.( Bandung: Mandar Maju, 2018). Hal 93
4
Abdullah Tri Wahyudi. 2018. Ibid. Hal 93
1.Isi dan ciri-ciri permohonan :
1)Identitas pemohon;
3)Permohonan(petitum);
b.Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung
3)Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang dijadikan lawan.
2)Uraian kejadian (posita)Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya
sengketa yang terjadi dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan.Posita juga disebut
fundamentum petendi.5
3)Permohonan (petitum)Petitum atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan
diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan penetapan kepada para pihak
a.Pihak yang berpekara : Setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat menjadi pihak
pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri
persidangan di pengadilan.
prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) namun para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf)
permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan kepada hakim untuk disusun permohonan
gugatan keudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian
ditandatangani oleh ketua pengadilan agama hakim yang ditunjuk berdasarkan pasal 120
HIR.7
3.Tahap pendaftaran pemohon atau gugatan Setelah permohonan atau gugatan dibuat
membayar biaya panjar perkara. 8Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat
atau pemohon mendapatkan nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan siding.Perkara
yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan kepada ketua pengadilan
agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa, memutus, dan mengadili
perkara dengan suatu penetapan yang disebut penetapan majelis hokum (PMH) yang terdiri
7
Abdulla Tri Wahyudi. Ibid. Hal 94
8
H.A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)., hlm
28
satu orang hakim sebagai ketuamajelis dan dua orang hakim sebagai hakim anggota serta
panitera siding. Apabila belum ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat
4.Tahap Pemeriksaan Permohonan atau Gugatan Pada hari sidang telah ditentukan apabila
satu pihak atai kedua belah pihak tidak hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari
dipanggil dan yang tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek
pemanggilan pihak yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :
a.Penggugat tidak hadir maka gugatan gugur.10 Tergugat tidak hadir maka pemeriksaan
dilanjutkan dengan putusan verstek atau putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.
b.Apabial terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir, pemeriksaan tetap
dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidakmenggunakan haknya untuk membela
diri.
Bentuk gugatan perdata yang dibenarkan undang-undang dalam praktik, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Berbentuk lisan
Bentuk gugatan lisan, diatur dalam pasal 120 HIR (pasal 144 RBG) yang
menegaskan bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya yang dapat
dimasukkan dengan lisan kepada ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan itu
masyarakat buta huruf yang sangat besar jumlahnya pada saat itu. Ketentuan ini
sangat bermanfaat membantu masyarakat buta huruf yang tidak mampu membuat dan
kepada pengadilan negeri, yang oleh undang-undang diwajibkan untuk mencatat dan
menyuruh catat gugat lisan, dan selanjutnya ketua pengadilan negri memformulasinya
dalam bentuk tertulis. Selain itu, ketentuan itu melepaskan rakyat kecil yang tidak
mampu menunjuk seorang kuasa atau pengacara, karena tanpa bantuan pengacara
dapat memperoleh bantuan pertolongan dari Ketua Pengadilan Negeri untuk membuat
ini tidak relevan lagi. Bukankah tingkat kecerdasan masyarakat sudah jauh meningkat
mahalnya biaya jasa pengacara, ketentuan pasal 120 HIR, dianggap masih perlu
Terlepas dari hal di atas, terdapat beberapa segi yang perlu dibicarai mengenai
pengajuan gugatan secara lisan. Yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut:
Penggugat tidak bisa membaca dan menulis. Dengan kata lain, penggugat buta
aksara. Dalam Pasal 120 HIR, hanya disebut buta aksara. Tidak termasuk orang yang
buta hukum atau yang kurang memahami hukum. Juga tidak disyaratkan orang yang
12
Ibid
tidak mampu secara finansial. Tidak dimasukkan syarat kemampuan finasial sebagai
syarat yang diakumulasi dengan buta aksara,membuat ketentuan ini kurang adil. 13
Alasannya orang yang kaya tetapi buta aksara, pada dasarnya dapat
Pengadilan Negeri.
tergugat. Tidak boleh diwakilkan oleh kuasa atau pengacara yang ditunjuknya.
menurut hukum dianggap telah melenyapkan syarat buta aksara. Kecuali yang
ditunjuk sebagai kuasa terdiri dari anggota keluarga yang juga buta aksara, pada
diri kuasa dianggap melekat syarat tersebut. Mengenai larangan ini, tertera juga
dalam satu Putusan Mahkamah Agung yang menegaskan, “orang yang diberi
2. Berbentuk Tertulis
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 118 ayat (1) HIR (Pasal 142 RBG). Menurut pasal ini,
13
Ibid. Hal.49.
ketentuan ini, yang berhak dan berwenang membuat dan mengajukan gugatan
A. Penggugat Sendiri
Negeri, adalah karena HIR maupun RBG tidak menganut sistem Verplichte Procureur
Stelling, yang mewajibkan penggugat harus memberi kuasa kepada yang berpredikat
pengacara atau advokat untuk mewakilinya, sebagaimana hal itu dahulu dianut oleh
Kebolehan ini dengan tegas disebut dalam Pasal 118 ayat (1) HIR, dengan
demikian:
1. Tidak ada keharusan atau kewajiban hukum bagi penggugat untuk menguasakan
2. Akan tetapi, hal itu tidak mengurangi haknya untuk menunjuk seseorang atau
b. Melalui Kuasa
Selanjutnya, Pasal 118 ayat (1) HIR, memberi hak dan kewenangan kepada
14
ibid
15
Ibid. Hlm. 50.
dengan yang digariskan pada Pasal 123 ayat (1) HIR yang mengatakan, baik
1. Dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa yang dikuasakan untuk melakukan
2. Kuasa itu diberikan dengan surat kuasa khusus (special power of attorney).
dilakukan kuasa sah dan tidak cacat hukum, harus ditempuh prosedur berikut.
bertindak mewakili penggugat, harus lebih dahulu diberi surat kuasa khusus.
mengajukan surat gugatan atas nama dan kepentingan penggugat atau pemberi
dahulu membuat dan menandatangani gugatan daripada tanggal surat kuasa :17
cacat formil.
b. Akibatnya, gugatan itu akan dinyatakan pengadilan tidak sah dan tidak dapat
diterima atas alasan, gugatan ditandatangani oleh orang yang tidak berwenang
(unauthorized) untuk itu, karena pada waktu kuasa menandatangani gugatan, dia
sendiri belum mempunyai surat kuasa. Dari penjelasan di atas, jika yang bertindak
membuat dan menandatangani surat gugatan adalah kuasa maka sebelum itu
dilakukannya, ia harus lebih dahulu mendapat kuasa yang dituangkan dalam bentuk
16
Subektif, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, Hlm.11.
17
M. Yahya Harahap, op.cit .Hlm. 50-51.
surat kuasa khusus dan penggugat. Paling tidak agar penandatanganan surat gugatan
sah dan tidak cacat, tanggal surat kuasa dengan tanggal penandatanganan surat
gugatan diberi dan dibuat pada hari dan tanggal yang sama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dapat
mengandung sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak
lain sebagai tergugat. Gugatan terbagi dalam dua bentuk yaitu gugatan lisan dan tertulis.
Dimana gugatan lisan dibuat agar mempermudah seseorang yang buta huruf dalam
melaksanakan gugatan. Gugatan lisan merupakan bilamana penggugat buta huruf, maka
surat gugatan dapat dimasukkan dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri yang
mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya. Sedangkan gugatan tulisan merupakan
gugatan yang diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berkompeten mengadili
perkara. Dengan adanya gugatan ini seseorang dapat melakukan tuntutan untuk
menangani masalah perdatanya dengan baik yaitu dengan cara menggugat seorang pihak
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik