Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

KEDUDUKAN AMICUS CURIAE SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM


DALAM PUTUSAN PERKARA PIDANA PEMBUNUHAN BRIGADIR J 

(Studi Kasus Putusan Nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.)

Pengampu: Alef Musyahadah Rahmah, S.H., M.H.

Diusulkan oleh:

Desya Husdiati Azzahra

E1A020036

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelesaikan skripsi dengan judul:

KEDUDUKAN AMICUS CURIAE SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM


DALAM PUTUSAN PERKARA PIDANA PEMBUNUHAN BRIGADIR J 
(Studi Kasus Putusan Nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.)

Yang disusun oleh:

Desya Husdiati Azzahra

NIM E1A020036

Disetujui oleh

Pembimbing 1 Pembimbing 2

i
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi yang
mengagungkan HAM demi harkat dan martabat manusia. Maka dari itu,
Indonesia tumbuh secara demokratis dengan hukum yang hidup dan
berjalan dengan masyarakatnya, hukum yang harus membuat kehidupan
masyarakat yang tentram dan teratur. Maka, hukum tersebut juga butuh
ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara.
Tanpa hukum negara demokratis tidak mungkin dapat terwujud.
Penegak hukum diantaranya adalah hakim, ketika dalam
menyelesaikan suatu masalah, kehakiman memiliki wewenang yang bebas,
artinya kebebasan hakim dalam mengadili suatu perkara wajib
mencerminkan perasaan keadilan masyarakat dan bukan perasaan keadilan
hakim itu sendiri. Dengan berpegang kepada objektivitas, setiap perkara
yang diajukan wajib diperiksa dan diadilinya dengan baik. Tidak seorang
hakim pun yang dapat menolak perkara dengan alasan tidak tahu atau
kurang jelas. 1
Kalau suatu perkara kurang jelas, kewajiban hakim
memperjelas dengan menciptakan hukum baru yang seadil-adilnya.
Di dalam mekanisme pembuktian dalam hukum acara pidana dapat
diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui
alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas
benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui
ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa. Dasar hukum tentang
pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada pasal 183-189
KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). Hal itu
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat melalui putusannya itu. Proses

1
Abdul Zikri Pratama “PENDAPAT HUKUM DARI PIHAK LAIN (AMICUS CURIAE)
SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM PADA PERKARA TINDAK PIDANA”.Medan.2021.Hlm
06

1
2

ini kemudian dibantu dengan perkembangan mekanisme pembuktian dan


alat bukti yang ada, salah satunya adalah Amicus Curiae.

Pada tatanan hukum Indonesia, mengenal istilah amicus curiae atau


yang secara harfiar memiliki makna “Friends of The Court” atau “Sahabat
Pengadilan”. Praktik Amicu Curiae ini sebenarnya sudah lazim dipakai di
Negara yang menggunakan sistem common law sedangkan Indonesia
sendiri menganut sistem Common Law, namun seiring berjalannya waktu
Amicus Curiae ini mulai digunakan oleh sistem peradilan Indonesia.
Amicus Curiae belum diatur secara jelas, namun dasar hukum diterimanya
konsep Amicus Curiae di Indonesia adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Peradilan Indonesia dibawah Mahkamah Agung belum memiliki


aturan tentang Amicus Curiae, Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi “Hakim dan hakim konstitusi
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”.2 Oleh karena itu Pasal ini
menjadi salah satu alasan hakim untuk mengetahui kekuatan pembuktian.
Namun jika merujuk pada Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06/PMK/2005, dapat dikatakan bahwa konsep Amicus
Curiae telah diatur sebagian oleh Mahkamah Konstitusi dalam
peraturannya, pasal tersebut menyatakan bahwa Pihak Terkait yang
berkepentingan tidak langsung adalah:

a) Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya


perlu didengar “keterangannya;
b) Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad
informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau
kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh

2
Linda Ayu Pralampita “Kedudukan Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia”.Yogyakarta.2020.Hlm 559
3

pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi


4 terhadap permohonan dimaksud.

Amicus curiae merupakan akibat hukum dari demokrasi yang


dianut pemerintah Indonesia di Indonesia, pada perkembangannya praktik
amicus curiae mulai ditemukan dalam berbagai peradilan di Indonesia,
khususnya peradilan pidana. Wajar kiranya jika praktik amicus curiae pun
mulai digunakan dalam berbagai perkara pidana yang ada, misalnya
perkara pada perkara Narkoba Teddy Minahasa. Partisipasi setiap warga
negara terhadap penegakan hukum diwujudkan dalam bentuk amicus
curiae. Namun praktik amicus curiae belum diatur secara pasti di dalam
hukum positif Indonesia, mengingat Indonesia menganut sistem hukum
civil law.

Oleh karena itu dalam sebuah penelitian ini, penulis mencoba


mengkaji putusan hakim dalam perkara Nomor 796/Pid.B/2022/PN
Jkt.Sel. yang penulis akan kaji disini yaitu tentang kedudukan Amicus
Curiae dalam pertimbangan hakimnya lalu mengangkatnya kedalam
bentuk tugas akhir dengan judul “Kedudukan Amicus Curiae Sebagai
Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Pidana Pembunuhan
Brigadir J (Studi Kasus Perkara Nomor: Nomor 796/Pid.B/2022/PN
Jkt.Sel.).

II. Rumusan Masalah


Rumusan masalah ini disusun berguna untuk mempermudah dalam
melakukan penelitian, sehingga dapat tercapai sasaran dan tujuan yang
akan dicapai selama penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka
permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kedudukan Amicus Curiae dalam pembuktian tindak
pidana?
4

2. Apakah pendapat Amicus Curiae dijadikan pertimbangan oleh hakim


dalam menjatuhkan putusan pada perkara nomor 796/Pid.B/2022/PN
Jkt.Sel.?
III. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang telah penulis kemukakan maka
tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah
1. Untuk mengetahui kedudukan Amicus Curiae dalam pembuktian
tindak pidana.
2. Untuk mengetahui apakah pendapat Amicus Curiae dijadikan
pertimbangan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara
nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.

IV. Kegunaan Penelitian


Kegunaan teoritis dan kegunaan praktis yang bisa di dapat dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu pengetahuan baru di
bidang ilmu hukum yaitu khususnya pada hukum acara pidana dalam
hal kedudukan Amicus Curiae sebagai pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan pada perkara nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel
dan juga dapat digunakan sebagai suatu refrensi bagi peneliti lainya
yang hendak meneliti dengan bidang/penelitian yang sama.

2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan bahan masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Acara Pidana
Khususnya mengenai Kedudukan Amicus Curiae dalam Penyelesaian
tindak pidana dan dapat memberikan masukan bentuk-bentuk tentang
kedudukan Amicus Curiae dalam pembuktian tindak pidana.

V. Kerangka Teori
5

Di dalam hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia adanya


sistem pembuktian yang menganggap bahwa pembuktian merupakan
bagian yang sangat esensial untuk menentukan nasib seseorang terdakwa.
Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur
tentang kesalahan terdakwa harus berdasarkan pada kesalahannya yang
terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Hakim
memiliki keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang melakukannya.

Hakim sebagai penegak hukum dalam menyelesaikan suatu


masalah mempunyai kewenangan bebas, artinya tidak ada lembaga yang
lain yang dapat ikut campur atau mempengaruhi Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi
terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia”.3

Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur tentang


alat bukti dalam hukum acara pidana, yaitu :
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk; dan
- keterangan terdakwa.4

Amicus Curiae sendiri tidak termasuk kedalam alat bukti yang ada
pada hukum acara pidana, tetapi di Indonesia praktiknya sudah dilakukan,
dalam berbagai perkara pidana, seperti perkara pembunuhan Brigadir J.

3
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
4
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
6

Amicus Curiae tidak bisa dikatakan sebagai saksi ahli, karena saksi ahli
tidak bisa sembarang orang, tetapi keterangan yang diberikan oleh seorang
yang memiliki keahlian khusus, seperti ahli kedokteran, ahli hukum acara,
dan lain-lain.5 Sedangkan Amicus Curiae tidak harus orang yang
mempunyai keahlian khusus seperti saksi ahli, masyarakat biasapun bisa
menjadi Amicus Curiae asalkan seseorang itu mengikuti kasus yang ada.

Teori penjatuhan putusan, hakim itu harus mempertimbangkan


keseimbangan antara syarat-syarat yang sudah di tentukan dalam Undang-
Undang yang berlaku serta kepentingan para pihak yang berkaitan dengan
suatu perkara, misalnya adanya keseimbangan yang berkaitan langsung
dengan masyarakat, ataupun kepentingan terdakwa dan lain-lain.6 Jadi
dengan adanya pertimbangan maka penggunaannya Amicus Curie ini dari
segi teori penjatuhan putusan oleh hakim, sebenarnya dapat sekali
dibenarkan.

7
Secara garis besar amicus curiae adalah konsep yang
memungkinkan pihak ketiga, yaitu mereka yang merasa berkepentingan
terhadap perkara di pengadilan namun tidak terlibat langsung dalam
perkara, kepentingan tersebut hanya dalam bentuk pemberian opini pada
ranah pengadilan dan hanya menjadi bahan pertimbangan Keterangan dari
Amicus Curiae ini dapat berupa tulisan ataupun diberikan secara lisan di
dalam persidangan, berkas secara tertulis biasanya disebut sebagai Amicus
Brief.

Di Indonesia ketentuan terkait Amicus Curiae belum diatur lebih


lanjut. Amicus Brief biasanya diserahkan langsung ke Pengadilan
walaupun belum tentu Amicus Brief tersebut akan dijadikan pertimbangan

5
Linda Ayu Pralampita “Kedudukan Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia”.Yogyakarta.2020.Hlm 569
6
Linda Ayu Pralampita “Kedudukan Amicus Curiae Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia”.Yogyakarta.2020.Hlm 566
7
Nia Juniawati Ma’ruf “KEDUDUKAN AMICUS CURIAE DALAM PENYELESAIAN
TINDAK
PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK DI PENGADILAN”.Yogyakarta.2018.Hlm 26
7

oleh hakim untuk memutus suatu perkara. Mahkamah Konstitusi


menyatakan bahwa pihak terkait harus mengajukan permohonan ijin agar
keterangannya dapat didengar, jika dikabulkan maka Mahkamah
Konstitusi akan mengeluarkan pendapat yang salinanya itu akan diberikan
kepada pihak yang mengajukan permohonan. Tetapi Mahkamah Konstitusi
tidak memiliki peraturan terhadap pihak yang terkait tidak langsung
seperti Amicus Brief yang menyampaikan keterangan secara tertulis tanpa
hadir secara langsung dalam persidangan. 8

8
Pia Ardygarini “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENDAPAT AMICUS CURIAE PADA
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENGHINAAN”.Makassar.2014,Hlm 60
8

VI. ALUR PIKIR PENELITIAN

KEDUDUKAN AMICUS CURIAE SEBAGAI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM


PUTUSAN PERKARA PIDANA PEMBUNUHAN BRIGADIR J 

(Studi Kasus Putusan Nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.)

LATAR BELAKANG MASALAH

Amicus Curiae tidak termasuk kedalam alat bukti yang ada pada hukum acara pidana, tetapi
di Indonesia praktiknya sudah dilakukan. Di Indonesia ketentuan terkait Amicus Curiae belum
diatur lebih lanjut. Amicus Brief biasanya diserahkan langsung ke Pengadilan walaupun
belum tentu Amicus Brief tersebut akan dijadikan pertimbangan oleh hakim untuk memutus
suatu perkara. Oleh karena itu dalam sebuah penelitian ini, penulis mencoba mengkaji
putusan hakim dalam perkara Nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah kedudukan Amicus Curiae dalam pembuktian tindak pidana?

2. Apakah pendapat Amicus Curiae dijadikan pertimbangan oleh hakim dalam


menjatuhkan putusan pada perkara nomor 796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.?

KERANGKA TEORI

1. Amicus Curiae
2. Kekuasaan Kehakiman
3. Pertimbangan Hakim
4. Teori Penjatuhan Putusan

METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Pendekatan : Pendekatan Kualitatif


2. Spesifikasi Penelitian : Deskriptif Analitis
3. Sumber Data : Bahan Hukum Primer, Sekunder, dan Tersier.
4. Metode Pengolahan Data : Studi Lapangan dan Studi Kepustakaan
5. Metde Analisis Data : Empiris kualitatif

HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN


METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode pendekatan kualitatif,, yaitu menjawab dan memecahkan serta
pendalaman secara menyeluruh dan utuh dari objek yang diteliti guna
menghasilkan kesimpulan yang bersifat deskriptif sesuai dengan
kondisi tertentu. Dengan menggali data-data kualitatif, maka tidak
memunculkan angka-angka tetapi lebih kepada kualitas dan bukan
kuantitasnya.

B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan
perundang-undangang yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori
hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti.
Kemudian dari gambaran tersebut dianalisa yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil atau jalan keluar yang lebih spesifik yang sesuai
dengan produk hukum atau peraturan yang berlaku. Penggunaan teknik
analisis kualitatif mencakup semua data penelitian yang telah diperoleh
dari wawancara, sehingga membentuk deskripsi yang mendukung
kualifikasi kajian ini.

C. Sumber Data
1.) Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil
penelitian di lapangan, yaitu dilakukan dengan cara mewawancarai
langsung petugas kepolisian terkait, petugas pengadilan yang
mengadili, termasuk hakim, hal tersebut untuk memperoleh
informasi guna melengkapi data.

9
10

2.) Sumber Data Sekunder


Sumber Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,
disertasi, dan peraturan perundangundangan. Data Sekunder terdiri
dari 3 (tiga) bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang
bersifat autoritif artinya memiliki suatu otoritas, mutlak dan
mengikat berupa peraturan perundang-undangan antara
lain:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Pasal 183 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana;
- Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana;
- Pasal 14 ayat (4) Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor 06/PMK/2005;
- Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.

2.) Bahan Hukum Sekunder


11

9
Bahan hukum sekunder berupa semua tentang
hukum yang merupakan dokumen-dokumen resmi seperti
yurisprudensi, dan hasil-hasil symposium mutakhir yang
berkaitan dengan topik penelitian. Publikasi hukum
meliputi buku-buku yang terkait dengan masalah yang
dikaji, hasil-hasil penelitian dan hasil karya dari kalangan
hukum.

3.) Bahan Hukum Tersier


Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum
sekunder seperti kamus hukum, atau kamus Besar Bahasa
Indonesia yang dapat membantu dan menganalisis
masalah yang dikaji dalam penelitian,

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam usaha pengumpulan data penulis menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Data Primer dikumpulkan dengan cara studi lapangan, yaitu
dengan cara wawancara kepada pihak terkait yaitu di Kepolisian
dan Pengadilan terkait, wawancara tersebut bertujuan untuk
menggali informasi mengenai kedudukan Amicus Curiae dalam
pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana pembunuhan
Brigadir J.
2. Data Sekunder dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data-
data yang terkait dengan Kedudukan Amicus Curiae dalam
Penyelesaian Tindak Pidana Pembunuhan Di Pengadilan. Melihat

9
Syamsudin M.Operasionalisasi Penelitian Hukum.(Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2007).
12

dari segi Undang-Undang yang terkait dengan penelitian tersebut.


Selain itu, berbagai buku dan bahan hukum pendukung lain yang
kemudian dianalisis.

E. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pertimbangan penulis memilih lokasi penelitian tersebut berhubungan
dengan proses pengumpulan data penelitian sebagai salah satu unsur
penting dalam suatu penelitian. Di samping itu, pada lokasi penelitian
tersebut tersedia cukup data yang relevan dengan masalah yangditeliti
dalam penulisan penelitian ini.

F. Analisa Data
Analisis data adalah kegiatan memfokuskan, mengabstraksikan,
mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk
memberikan bahan jawaban terhadap permasalahan. Analisis data
menguraikan tentang bagaimana memanfaatkan data yang terkumpul
untuk dipergunakan dalam memecahkan permasalahan penelitian.10
11
Teknik analisis data yang digunakan melalui pendekatan
kualitatif, menajwab dan memecahkan serta pendalaman secara
menyeluruh dan utuh dari objek yang diteliti guna menghasilkan
kesimpulan yang bersifat deskriptif sesuai dengan kondisi tertentu.

G. Metode Penyajian Data


Hasil dari penelitian yang disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang
tersusun secara sistematis, artinya data primer dan data sekunder yang
diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan

10
Syamsudin M.Operasionalisasi Penelitian Hukum.(Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2007).
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm. 248.
13

permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan


satu kesatian yang utuh sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji
atau diteliti.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Moleong, L. J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Reamrya Rodaskarya.
Syamsudin, M. (2007). Operasionalisasi Penelitian Hukum. Jakarta:
PT. Raja Grasindo Persada.
Dr. Jonaedi Efendi, S.H.I., M.H., Prof. Dr. Johnny Ibrahim, S.H., S.E.,
M.M., M.Hum. (2020). Metode penelitian hukum normatif dan
empiris. Jakarta: Kencana.

JURNAL ILMIAH
Fachrul Rozi, 2018 “SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PROSES
PERSIDANGAN PADA PERKARA TINDAK PIDANA”.
Linda Ayu Pralampita, 2020 “Kedudukan Amicus Curia Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia”.
Dewa Gede Edi Praditha, 2023 “Posisi Amicus Cureae Dalam Tata
Peradilan Indonesia”.
Azman Rishad, Sri Wiyanti Eddyono, 2018 “PERAN AMICUS
CURIAE BAGI HAKIM DALAM MENJATUHKAN
PUTUSAN DI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
DI INDONESIA”.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
- Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005;

14
- Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
- UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

PUTUSAN PENGADILAN
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:
796/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel.

WEBSITES
Aida Mardatillah. “Mendorong Pelembagaan Amicus Curiae dalam
Sistem Hukum Indonesia”.
https://www.hukumonline.com/berita/a/mendorong-pelembagaan-
amicus-curiae-dalam-sistem-hukum-indonesia-lt5e943879e2606.
Diakses pada 6 Juni 2023.

Aida Mardatillah. “Amicus Curiae dalam Pertimbangan Hakim di


Berbagai Putusan Peradilan Pidana”.
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt63fc9c3761d12/amicus-
curiae-dalam-pertimbangan-hakim-di-berbagai-putusan-peradilan-
pidana. Diakses pada 6 Juni 2023.

15

Anda mungkin juga menyukai