Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Peluang dan harapan komnas HAM dalam


menghadapi tantangan dan kesulitan

DISUSUN OLEH :

Wilda (22120028)

PROGRAM STUDI (S1)AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)

PANCA BHAKTI PALU

2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah akhirnya setelah melalui diskusi dan pencarian literatur yang
cukup maka makalah dengan judul Pengadilan HAM dan peluang dalam menghadapi
tantangan dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas
pada mata kuliah pendidikan karakter dan anti korupsi

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bersedia
membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
membawa manfaat bagi mahasiswa dan para penstudi akuntansi yang ingin
memahami lebih jauh mengenai pengadilan hak asasi manusia di Indonesia.

Palu

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………i

Daftar Isi………………………………………………………………ii

Bab I Pendahuluan………………………………...………………….1

1. Latar Belakang……………………………………………………………....1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………..… 2
3. Tujuan Penulisan…………………………………………………….........…2

Bab II Pembahasan…………………………………………………..3

1. Sejarah dan Perkembangan Pengadilan HAM ……………………………….3


2. Dasar Hukum Pengadilan HAM di Indonesia………………….…………..4
3. Peluang komnas HAM dalam menghadapi tantangan……………...…………5

Bab III Penutup…………………………………………..…………....6

Kesimpulan………………………………………………………………….……6

Daftar Pustaka…………………………………………...…................8

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiiki manusia karena ia sebagai
manusia, bukan memiliki hak tersebut karena diberikan oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif yang mengaturnya, tetapi semata-mata martabatnya
sebagai manusia. Oleh karenanya, walaupun manusia terlahir dengan keadaan kulit
hitam, cokelat, putih, kelamin laki-laki maupun perempuan, bahasa yang berbeda-
beda, budaya yang beragam, maka ia tetap mempunyai hak-hak tersebut.1

Namun pada kenyataannya, praktik perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia


(HAM) di suatu negara sangat bergantung pada adanya pembatasan yang konkrit
mengenai hak-hak asasi setiap orang, dalam artian penegakan dan perlindungan HAM
baru akan terlaksana apabila terdapat hukum yang mengatur hal bersangkutan dan
adanya lembaga peradilan yang khusus mengawasi hak asasi manusia.

Negara Indonesia adalah negara hukum.2 Kalimat tersebut memberikan arti


bahwasanya Indonesia menjadikan hukum sebagai sarana pencapaian cita-cita
nasional yakni salah satunya adalah keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Sila
kelima pancasila tersebut bukan hanya sebuah kalimat klise tanpa makna, namun bila
ditelaah lebih dalam, kalimat tersebut menjadi bukti yang sakral bahwa negara
Indonesia mengakui adanya Hak Asasi Manusia di setiap warga negaranya.

Tak sebatas klaim kosong dalam cita-cita nasional negara Indonesia, pembuktian
penegakan HAM di Indonesia dibuktikan dengan dibentuknya Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk
mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini
dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara
spesifik menggunakan istilah Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga
mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan

1
Candra Perbawati, 2019, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi
Dan Peraturan Perundang-Undangan, hlm. 69
2
UUD 1945 Pasal 1 ayat (3)

1
dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang
merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah dijalankan


dengan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang
berat yang terjadi di Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini
mengalami banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang
memadainya instumen hukum. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ternyata
belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang diatur
dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus. Dari kondisi ini,
pemahaman atau penerapan tentang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 lebih
banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di
pengadilan.
Namun demikian, Komnas HAM juga melihat adanya peluang bagi perbaikan
kondisi HAM, yakni meliputi penguatan peraturan perundangan di bidang HAM,
misalnya dengan diratifikasinya Konvensi ASEAN tentang Menentang Perdagangan
Orang khususnya Perempuan dan Anak, meningkatnya kepercayaan internasional
yang ditandai dengan kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB Prince Zeid bin Ra'ad
pada 4-7 Februari 2019 ke Indonesia dan kunjungan Pelapor Khusus PBB untuk Hak
atas Pangan pada April 2018.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan Pengadilan HAM di Indonesia?
2. Apa dasar hukum pembentukan Pengadilan HAM di Indonesia?
3. Peluang dan harapan komnas HAM dalam menghadapi tantagan dan kesulitan
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perkembangan Pengadilan HAM di Indonesia;
2. Untuk mengetahui dasar hukum pembentukan Pengadilan HAM di Indonesia;
3. Untuk mengetahui peluang komnas HAM dalam

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah dan Perkembangan Pengadilan HAM

Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia telah menunjukkan


perlunya pengaturan hukum sekaligus lembaga peradilan yang khusus berwenang
mengawasi dan mengadili perkara terkait perlindungan dan pelanggaran HAM di
Indonesia. Desakan terkait penyelesaian berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia
menjadi latar belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia yang kemudian diikuti dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pembentukan undang-undang tersebut merupakan perwujudan tanggung jawab


bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta sebagai tanggung
jawab moral dan hukumdalam melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta yang terdapat dalam instrumen
hukum lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima
oleh Negara Republik Indonesia.3

Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia mulai di gelar untuk pertama
kalinya pada Tanggal 14 Maret 2002 yang mengadili perkara pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang berat di Timor Timur pasca jajak pendapat, yang akan di susul
dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat di Tanjung di
Tanjung Periok dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lain di tanah air. Terhadap
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat yang dilakukan sebelum Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di
lakukan dengan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc atau secara khusus
berdasarkan keputusan DPR, sedangkan yang dilakukan setelah Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 dilakukan oleh pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
Permanen.4
3
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.
4
Prof.Dr. Soedjono Dirdjosisworo, 2002, Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia, Bandung: PT.CITRA
ADITYA BAKTI, hlm. 4.

3
Pengalaman pembentukan pengadilan HAM setelah disyahkannya UU ini adalah
Pengadilan HAM Abepura yang disidang di Pengadilan Negeri Makasar. Kasus
pelanggaran HAM yang terjadi di Abepura Papua terjadi pada tanggal 7 Desember
2000, yang kemudian oleh Komnas HAM di tindaklanjuti dengan melakukan
penyelidikan pro yustisia pada tanggal 5 Februari 2001. Setelah penyelidikan KPP
HAM ini selesai kemudian hasil penyelidikan ini diserahkan ke Jaksa Agung.
Kejaksaan Agung berdasarkan atas Laporan KPP HAM, kemudian melakukan
serangkaian penyidikan dengan membentuk Tim Penyidik Pelanggaran HAM di
Abepura. Setelah adanya kelengkapan penuntutan maka Pengadilan ini akhirnya
sidang pertama dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2004 di Pengadilan Negeri
Makassar. Pemilihan pengadilan HAM di Makassar ini berdasarkan pada
ketentuan pasal 45 UU No. 26/2000 dimana untuk pertama kalinya pengadilan HAM
dibentuk di Jakarta, Medan, Surabaya dan Makassar. Wilayah yurisdiksi pengadilan
HAM Makassar meliputi Papua/Irian Jaya.
Proses pembentukan pengadilan HAM ini adalah proses peradilan yang tidak
melibatkan adanya intervensi pihak lain, misalnya DPR, sebagaimana pengadilan
HAM ad hoc. Namun dari pengalaman proses pengadilan HAM Abepura juga
terdapat beberapa permasalahan misalnya mengenai pelaksanaan pengadilan HAM
di Makassar untuk kasus yang terjadi di Papua. Konsekuaensinya adalah
keterbatasan dalam menghadirkan para saksi korban dari Papua ke Makasar.5
2. Dasar Hukum Pengadilan HAM di Indonesia

Sebagaimana yang terdapat dalam konsidran menimbang butir a-d Undang-


Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Ham bahwa hak asasi manusia
merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat
universal dan lenggeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
dan tidak boleh diabaikan , dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Untuk ikut serta
memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta
memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan
ataupun masyarakat, maka dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan
Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.6
5

6
Sebagaimana yang terdapat dalam konsidran menimbang butir a-d Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM.

4
Pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang berat telah diupayakan oleh pemerintah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia yang dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia menjadi undang-undang, dan oleh karena itu Peraturan
Pengganti Undang- undang tersebut perlu dicabut. Berdasarkan hal tersebut di atas
maka berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 dibentuklah Pengadilan HAM di
Indonesia.

3. Peluang komnas HAM dalam menghadapi tantangan.

Namun demikian, Komnas HAM juga melihat adanya peluang bagi perbaikan
kondisi HAM, yakni meliputi penguatan peraturan perundangan di bidang HAM,
misalnya dengan diratifikasinya Konvensi ASEAN tentang Menentang Perdagangan
Orang khususnya Perempuan dan Anak, meningkatnya kepercayaan internasional
yang ditandai dengan kunjungan Komisioner Tinggi HAM PBB Prince Zeid bin
Ra'ad pada 4-7 Februari 2019 ke Indonesia dan kunjungan Pelapor Khusus PBB
untuk Hak atas Pangan pada April 2018.

BAB IV

PENUTUP

5
Kesimpulan

 Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun


2000 tentang pengadilan Ham , bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar
yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan lenggeng,
oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh
diabaikan , dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun. Untuk ikut serta memelihara
perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi
perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan
ataupun masyarakat, maka dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan
ketentuan Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
 Pembentukan pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang berat telah diupayakan oleh pemerintah berdasarkan
UU No. 26 Tahun 2000 dibentuklah Pengadilan HAM di Indonesia.
 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang No.26 Tahun 2000, pengadilan HAM
memiliki kewenangan, yaitu:
1. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat
2. Termasuk Kompensasi, Retritusi & Rehabilitasi
3. Menyangkut perkara pidana
4. Pelaksanaan tdk dpt dipisahkan dgn tempat kejadian (Cocus Delicti)
5. Dilaksanakan di pengadilan negeri yg wilayahnya hukum mencakup
tempat peristiwa pidana
 Berdasarkan Pasal 5 UU No. 26 /2000, Pengadilan HAM berwenang juga
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesia.
 Kasus pelanggaran yang ditangani Pengadilan HAM
 Pasal 7 UU No.26 /2000, Pengadilan HAM berwenang mengatasi Pelanggaran
hak asasi manusia yang berat meliputi:

1. kejahatan genosida;

6
2. kejahatan terhadap kemanusiaan.

 Ketentuan Hukum acara proses peradilan HAM sesungguhnya telah diatur secara
khusus dalam Bab VI Pasal 10-33 UU No.26 Tahun 2000. Dimulai dari
penangkapan yang diatur di (Pasal 11) Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang
melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang
diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan
bukti permulaan yang cukup (ayat 1). Penangkapan disertai pula dengan
memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka dengan
menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian
singkat perkara pelanggaran HAM yang berat yang dipersangkakan (ayat 2),
kemudian memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan (ayat 3).

DAFTAR PUSTAKA

7
Buku Referensi :

Candra Perbawati, 2019, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Bandar Lampung:
Pusat Kajian Konstitusi Dan Peraturan Perundang-Undangan.

Prof.Dr. Soedjono Dirdjosisworo, 2002, Pengadilan Hak Asasi Manusia


Indonesia. Bandung: PT.CITRA ADITYA BAKTI.

Tim pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2019,
Hukum Tata Negara. Bandar Lampung :Aura (CV. Anugrah Utama Raharja).
Triyanto, 2013 , Negara Hukum dan HAM. Yogyakarta : Ombak.
Wiyono, 2006, Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Solo : Kencana.
Abidin, Zainal, 2005, “Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Seri Bahan
Bacaan Khusus untuk Pengacara X. Jakarta : Elsa.
Marwan Mas, 2018, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Depok :
Rajawali Pers.
Wiratraman, R. Herlambang Perdana, 2008, “Konsep dan Pengaturan Hukum
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan”, Jurnal Ilmu Hukum Yuridika, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga.
Peraturan Perundang - Undangan :
Undang - Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.

Sumber lain

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/11/20/2003/tantangan-
penyelesaian-pelanggaran-ham-yang-berat.html

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2018/1/22/464/tantangan-serta-peluang-
pemajuan-dan-penegakan-ham-2018.html

Anda mungkin juga menyukai