Anda di halaman 1dari 7

PELANGGARAN HUKUM HUMANITER

INTERNASIONAL ISRAEL TERHADAP


PALESTINA
Oleh : Khadija Khairunnisa
NIM : 11210480000054
Abstract
War crimes are defined as one of the serious human rights violations that occur during
armed conflict which is an act that is contrary to the principle of balance between principle
of military interests and the principle of humanity recognized as the law of war. The Law of
War (Humanitarian) does not aim to prohibit war, or to establish laws that determine the
rules of the game in war, but for humanitarian reasons to reduce or limit the suffering of
individuals and to limit the areas where the power of armed conflict is permitted. For this
reason humanitarian law is referred to as the "rules of humane warfare". Humanitarian law
regulates so that a war can be conducted with more attention to humanitarian principles. The
legal basis used in this paper is the 1907 Hague Convention, the 1949 Geneva Conventions
and Article 8 of the 1998 Rome Statute. This article discusses the crimes committed by Israel
against Palestine from the perspective of war crimes and their relationship with the
International Law of War (Humanitarian) from a juridical point of view
Abstrak
Kejahatan perang diartikan sebagai salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Berat yang terjadi pada masa konflik bersenjata yang merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan prinsip kesimbangan antara asas kepentingan militer dengan asas
kemanusiaan yang diakui sebagai hukum perang. Hukum Perang (Humaniter) tidak
bertujuan untuk melarang perang, atau untuk mengadakan undang-undang yang menentukan
aturan permainan dalam perang, tetapi demi alasan kemanusian untuk mengurangi atau
membatasi penderitaan individu-individu dan untuk membatasi wilayah dimana kekuasaan
konflik bersenjata diperbolehkan. Dengan alasan alasan ini hukum humaniter disebut
sebagai “peraturan tentang perang berperikemanusiaan”. Hukum Humaniter mengatur agar
suatu perang dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Dasar hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah Konvensi Den Haag 1907,
Konvensi Jenewa 1949 dan Pasal 8 Statuta Roma 1998. Artikel ini membahas mengenai
kejahatan-perang yg dilakukan oleh israel terhadap palestina yang diambil dari sudut
pandang mengenai kejahatan perang (war crime) dan hubungannya dengan Hukum Perang
(Humaniter) Internasional ditinjau dari segi pandang yuridis.
A. Pendahuluan
Awal mulanya pada tahun 1517 hingga 1917, Palestina dikuasai oleh Turki Usmani yang
menempati Wilayah Palestina Mencakup Muttasharifate Jerusalem (Kudüs-i Şerif Mutasarrıflığı)
dan Kota Kota di Sekitarnya seperti Jaffa, Hebron & Betlehem ke dalam Wilayah Provinsi Syria
(Vilayet Syria).1 Namun saat itu keadaan di dalam negeri yang lemah menyebabkan Turki Utsmani
tidak ingin ikut serta dalam Konflik Militer. Sultan Utsmani saat itu adalah Mehmed V Reşad,
menggantikan Abdülhamid II, yang digulingkan pada tahun 1908 dan digantikan dengan
pemerintahan militer yang dipimpin oleh Enver Pasha dan Talat Pasha dan kemudian pada tanggal
22 Juli 1914, Turki Usmani mengajukan tawaran Aliansi kepada Jerman. Wilhelm II, German
Emperor & King of Prussia menerima penawarn tersebut. Maka Turki Usmani resmi pada tanggal
2 Agustus 1914 bergabung dengan Blok Sentral.2
Inggris memiliki strategi untuk melawan Aliansi German-Usmani adalah mengajak Bangsa
Arab untuk melawan Usmani. Sharif Hussein bin Ali, yakni Emir dari Makkah yang
menandatangani perjanjian dengan pemerintah Inggris untuk memberontak melawan Imperium
Utsmani. Inggris berjanji kepadanya bahwa setelah perang, dia akan diberi kerajaan Arab
tersendiri yang akan mencakup seluruh Semenanjung Arab, termasuk Suriah dan Irak.
Pemberontakan ini dikenal sebagai Korespondensi McMahon Hussein, saat Sharif Hussein
berkomunikasi dengan Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, yaitu Sir Henry McMahon.3
Pada tahun 1918 perang berakhir dengan kemenangan Sekutu yang segera menghancurkan
Turki Usmani lewat Perjanjian Sevres, bersamaan dengan itu Wilayah Timur Tengah dibagi oleh
Sekutu yaitu Prancis & Inggris yang sejak awal sudah merencanakannya. Prancis mendapat
wilayah Levant sedangkan Inggris memperoleh Vilayet Iraq, Transjordan dan Palestina. Perjanjian
ini jelas bertentangan dengan janji Inggris yang dibuat bagi Sherif Hussein.Namun, hal ini tidak
menjadi satu-satunya perjanjian yang bertentangan dan yang terakhir yang dibuat Inggris.4
Keputusan Inggris mendukung pendirian negara Israel secara resmi dideklarasikan tanggal 2
November 1917. Deklarasi ini dikenal dengan nama Deklarasi Balfour. Dikatakan demikian
karena keputusan ini keluar dari sebuah surat yang ditulis Sekretaris Jenderal Luar Negeri, Lord
Balfour, kepada Lord (Lionel) Rothschild, Kepala Kehormatan Federasi Zionis di Inggris dan
Irlandia.5 Surat tersebut mempunyai inti sebagai berikut:6
1) Pemerintah Inggris akan membantu mendirikan wilayah nasional bagi orang-orang
Yahudi, di Palestina, dan akan mengerahkan upaya terbaik mereka untuk memfasilitasi
tercapainya tujuan ini,
2) Tidak akan dilakukan sesuatu yang mungkin merugikan hak sipil dan keagamaan bagi
komunitasnon-Yahudi yang ada di Palestina, dan

1
Dror Zeevi, An Ottoman century : the district of Jerusalem in the 1600s, (Albany: State University of New
York Press, 1996), h. 121.
2
H.S.W Corrigan, “German-Turkish Relations and the Outbreak of War in 1914: ReAssessment”, Past and
Present, Vol. 0, h.144- 152
3
Hussein-McMahon Correspondence, dari Jewish Virtual Library
4
Matthew Hughes, Allenby & British Strategy in the Middle East 1917-1919,(London : Taylor & Francis,1999),
h.122-124
5
Riyanti, O. Deklarasi Balfour: Latar Belakang Dan Kedudukannya Dalam Konflik Arab-Israel. Hlm. 8
6
Riyanti, O. Deklarasi Balfour: Latar Belakang Dan Kedudukannya Dalam Konflik Arab-Israel. Hlm. 9
3) Tidak akan mengganggu status atau hak-hak orang Yahudi yang ingin tetap tinggal di
luar
B. Pembahasan
1. Pelanggaran HAM oleh Israel.
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang mulai dari dalam
kandungan, hak asasi manusia (HAM) ialah suatu hak yang dimiliki oleh seseorang sebab
ia manusia. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap
Palestina bermula pada tanggal 23 Juni 2008, terjadi sebuah penembakan pertama yang
dilakukan oleh warga Israel terhadap warga sipil Palestina yang sedang mengumpulkan
kayu bakar didekat perbatasan Beith Lahia oleh seorang militer dari Israel. Pada hari yang
sama dengan kejadian penembakan terdapat dua buah mortar mendarat di Gaza, dalam
insiden ini tidak ada korban, tetapi yang dilakukan oleh Israel sudah melanggar prinsip
kemanusiaan. Pada bulan September Israel mengirimkan dua mortir dan tiga roket yang
ditembakan ke Gaza, tetapi masih tidak menimbulkan korban. Setelah dua bulan
kemudian di bulan Oktober – November, konflik antara Gaza dan Israel semangkin
meningkat. Mereka saling menyerang dan mulai menampakan gencatan senjata pada
tanggal 19 Juli 2008. Roket dan mortar dikirim dan saling merusakan gedung-gendung
tinggi yang ada di negara mereka dan banyak menewaskan warga sipil. 7
Gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel dan Palestina, dimana menurut Israel
adalah operasi Cast Lead ini jelas melanggar prinsip-prinsip dalam hukum humaniter.
Serangan yang berlangsung ini cukup lama serta mengakibatkan timbulnya banyak
korban yang sebagian besar adalah penduduk sipil di jalur Gaza. Hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang berujung melanggar HAM. Pelanggaran
HAM yang dilakuakn Israel terhadap warga sipil Palestina tampaknya sudah diabaikan
oleh pengadilan Internasional. Sudah banyak resolusi tentang konflik Israel dan Palestina
telah dikeluarkan oleh PBB. PBB juga telah meluncurkan misi tentang penyelidikan
kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, banyak mendapat kecaman juga
dari ngara-negara lain yang mengatakan bahwa Israel telah melanggar HAM. Namun,
Israel masih melakukan kejahatan dan melanggar hak-hak warga sipil Palestina. 8
Seorang pakar HAM PBB Prof.Richard Falk, yang bertugas di wilayah Palestina
mengatakan bahwa para pemimpin pemerintah di Israel sebenarnya sudah layak untuk
diseret ke pengadilan kriminal Internasional karena telah menyebabkan krisis
kemanusiaan di jalur Gaza yang mengakibatkan blockade yang dilakukan Israel Selama
beberapa hari terakhir, berbagai kejahatan perang telah dan terus berlanjut di Palestina.
7
Cahya, E. N. (2022). Agresi Israel Terhadap Palestina Yang Berujung Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada
Palestina. Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (JPPKn), 43. Hlm 50
8
Cahya, E. N. (2022). Agresi Israel Terhadap Palestina Yang Berujung Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada
Palestina. Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan (JPPKn), 43. Hlm. 51
Saat tahun 2023 kembali terjadi Pembunuhan secara sengaja terhadap warga sipil
terutama anak anak dan Wanita serta penyerangan Pasukan Israel telah menggunakan
fosfor putih, bahan kimia yang terbakar ketika bersentuhan dengan oksigen,
menyebabkan luka bakar yang parah dan mengerikan, di lingkungan padat
penduduk. Fosfor putih dapat membakar hingga ke tulang, dan luka bakar hingga 10%
pada tubuh manusia seringkali berakibat fatal. Selain itu Israel juga menerapkan hukuman
kolektif terhadap penduduk Gaza dengan memutus pasokan makanan, air, listrik, dan
bahan bakar. Ini adalah kejahatan perang, karena dengan sengaja menghalangi bantuan
kemanusiaan agar tidak bisa menjangkau warga sipil yang membutuhkan. Selain itu,
otoritas pendudukan Israel telah dan terus melakukan kejahatan internasional lainnya,
termasuk terhadap pemukiman Tepi Barat. Jika penguasa yang menduduki memindahkan
penduduk sipilnya ke wilayah pendudukan, baik secara langsung maupun tidak langsung,
maka hal tersebut juga merupakan kejahatan perang. Maka dapat disimpulkan bahwa ini
merupakan pelanggaran berat terhadap HAM.9
2. Pelanggaran Hukum Humaniter Oleh Israel Terhadap Palestina.
Menurut Oppenheim Lauterpacht menyatakan definisi perang adalah: “war is a
contention between two or more states through their armed forces, for the purpose of
overpowering each other and imposing such conditions of peace as the victor pleases”. 10
Humaniter atau hukum perang atau law of war adalah keseluruhan asas, kaidah dan
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis mencakup hukum perang dan hak-hak asasi
manusia.
Dalam perang antar negara bahwa pihak yang berperang dilarang menghancurkan
rumah sakit dan warga sipil karena melanggar hukum huhmaniter dalam berperang
martabat pribadi seseorang (Effendi, 1998: 8). Pembentukan mengenai hukum perang
atau hukum humaniter sendiri merupakan ketentuan yang mengandung sejumlah prinsip
dasar dan aturan-aturan mengenai pembatasan penggunaan kekerasan dalam konflik
bersenjata. Oleh karena itu, kejahatan perang adalah suatu tindakan atau perbuatan yang
melanggar dari aturan-aturan perang di dalam hukum humaniter internasional. Adapun
sumber dalam pembentukan hukum humaniter internasional didasarkan pada tiga
perangkat kebiasaan internasional, yaitu sebagai berikut:
1) Law of Genewa, adalah konvensi-konvensi dan protocol protokol internasional
yang ditetapkan di bawah lingkup Palang Merah Internasional (International Red
Cross), di mana ditujukan dalam perlindungan bagi korban konflik yang menjadikan
perhatian utama di dalam membantu penanganan kemanusiaan.

9
Dikutip dari: https://www.hrw.org/id/news/2023/11/06/how-does-international-humanitarian-law-apply-
israel-and-gaza, Diakses Pada 15 November 2023
10
Anis Widyawati, 2014, Hukum Pidana Internasional, Jakarta, Sinar Grafika. Hlm. 72
2) Law of the Hague, adalah suatu ketentuan yang didasarkan pada hasil Konferensi
Perdamaian yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda pada tahun 1899 dan 1907,
yang tujuan utamanya menyangkut sarana dan metode serta ketentuan perang yang
diperkenankan.
3) Upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional
untuk memastikan agar dalam situasi konflik bersanjata, Hak Asasi Manusia tetap
dihormati dan sejumlah senjata harus dibatasi pemakaiannya.
Seperti yang terjadi Israel melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil, menyerang
obyek sipil, fasilitas umum, penggunaan senjata terlarang, penyerangan udara secara tidak
proporsional. Akibat dari serangan tersebut mengakibatkan lebih dari 1500 anak-anak,
wanita meninggal dunia, dan 5000 penduduk sipil mengalami cidera dan cacat. Israel juga
menyerang dengan menggunakan senjata secara tidak proporsional seperti
menggunakan bom fosir, rudal, dan iron dome.
Dari prinsip asas proporsionalitas jika dilakukan serangan terhadap obyek
sipil serangan itu haruslah sesuai dengan asas proporsionalitas bahwa
serangan itu tidak dilakukan secara berlebihan serta seharusnya serangan tersebut
berimbang dengan keuntungan militer yang diperoleh. Apabila serangan itu dilanggar
maka dapat melanggar ketentuan pasal 51 protokol I konvensi Jenewa yang
menyatakan bahwa“ attack which may be expected to cause incidental loss of
civilian life, injury to civilian, damage to civilian objects, or a combination thereof,
which would be excessive in relation to the concrete and direct military advantage
anticipated” juga diatur dalam pasal 22 Den hague regulations, yang
berbunyi “ the rights of billigerents to adopt means of injuring the enemy is not
unlimited” dalam menggunakan alat untuk menyerang musuh, artinya dibatasi oleh
aturan-aturan yang berlaku dan tidak diperbolehkan untuk berlebihan.
Penyerangan terhadap jalur Gaza telah melanggar pasal 23 konvensi Den Haag,
Tentara Israel dengan sengaja memaksa Tawanan perang untuk meminum
uranium, atau menjadikan sebagai bahan percobaan sehingga itu melanggar pada,
Pasal 23 (a) Dilarang untuk menggunakan racun atau senjata beracun (b) menggunakan
senjata, proyektil, atau bahan-bahan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu,
Pasal 25 Penyerangan atau pemboman dengan alat apapun terhadap kota-kota,
kampung-kampung, atau bangunan-bangunan yang tidak dipertahankan adalah
dilarang Pasal 27 Dalam hal pengempungan dan pemboman, semua langkah yang
perlu harus dilakukan, untuk sejauh mungkin menghindari bangunan-bangunan ibadah,
kesenian, ilmu pengetahuan dan panti asuhan, monumen bersejarah, rumah sakit
dan tempat orang sakit dan terluka dikumpulkan, asalkan tempat-tempat tersebut
tidak digunakan untuk tujuan-tujuan militer. Pasukan yang mengepung harus
menandai bangunan-bangunan atau tempat-tempat dengan tanda-tanda khusus yang
terlihat, yang sebelumnya harus diberitahukan kepada pihak penyerang, Pasal 28
Penjarahan terhadap setiap kota atau tempat.11
3. Penegakan Hukum Humaniter Pada Konflik Palestina-Israel.
Israel melakukan banyak sekali pelanggaran terhadap asas proporsionalitas sesuai
dengan Hukum Humaniter Internasional yang diatur didalam konvensi-konvensi.
Sehingga diperlukan adanya sanksi yang tegas yang dilakukan kepada Israel atas
kejahatan yang dilakukan di wilayah Gaza, Israel harus diadili di Pengadilan
Pidana Internasional.
C. Kesimpulan
Serangan yang dilakukan Israel sudah jelas melanggar ketentuan Hukum
Humaniter dalam asas proporsionalitas. Serangan tersebut dilakukan secara berlebihan
kepada penduduk sipil terutama wanita, anak-anak, wartawan, tenaga medis, dan juga
obyek-obyek sipil. Akibat serangan tersebut diperlukan adanya perlindungan hukum,
perlindungan hukum diberikan didalam konvensi Jenewa yaitu hukum yang mengatur
perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang dan penduduk sipil. Selain
perlindungan dari Hukum Jenewa, terdapat tindakan dari dewan keamanan perserikatan
bangsa-bangsa dalam penegakan perlindungan penduduk sipil dalam Hukum Humaniter
Internasional. Israel melanggar ketentuan hukum humaniter terutama tidak diterapkannya
asas proporsionalitas didalam penyerangannya. Serangan yang dilakukan israel melampaui
batas, tidak berimbang, dan tidak proporsional. Sebagai contoh Israel melanggar
penyerangan dengan penggunaan senjata seperti bom fosfor dan penyerangan kepada
obyek sipil secara berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

11
Setiyono, J., & Soekotjo Hardiwinoto, I. G. (2017). Pelanggaran Terhadap Prinsip Proporsionalitas Dalam
Kasus Penyerangan Israel Ke Jalur Gaza Menurut Hukum Humaniter Internasional. Diponegoro Law
Review, 6(2), 1-18.
Cahya, E. N. (2022). AGRESI ISRAEL TERHADAP PALESTINA YANG BERUJUNG
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA PADA PALESTINA. Jurnal Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (JPPKn), 43.
Corrigan, H. S. W. (1967). German-Turkish Relations and the Outbreak of War in 1914: A Re-
Assessment. Past & Present, (36), 144-152.
https://www.hrw.org/id/news/2023/11/06/how-does-international-humanitarian-law-apply-israel-and-
gaza, Diakses Pada 15 November 2023
Hughes, M. (2013). Allenby and British Strategy in the Middle East, 1917-1919. Routledge.
Kanaʾan, R. (1999). DROR ZE'EVI, An Ottoman Century: The District of Jerusalem in the 1600s,
SUNY Series in Medieval Middle East History (Albany: State University of New York Press,
1996). Pp. 265. $24.95 paper. International Journal of Middle East Studies, 31(1), 147-149.
Riyanti, O. DEKLARASI BALFOUR: LATAR BELAKANG DAN KEDUDUKANNYA DALAM
KONFLIK ARAB-ISRAEL.
Setiyono, J., & Soekotjo Hardiwinoto, I. G. (2017). Pelanggaran Terhadap Prinsip Proporsionalitas
Dalam Kasus Penyerangan Israel Ke Jalur Gaza Menurut Hukum Humaniter
Internasional. Diponegoro Law Review, 6(2), 1-18.
Widyawati, A. (2014). Pelanggaran Hak Dan Asasi Manusia. Hukum Pidana Internasional (Jakarta:
Sinar Grafika).

Anda mungkin juga menyukai