Anda di halaman 1dari 27

73

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SEJARAH KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-PALESTINA

Konflik Israel-Palestina merupakan konflik yang memakan waktu

panjang setelah Perang Salib yang pernah terjadi antara dunia Timur dan

Barat di sekitar abad kedua belas. Konflik yang telah berlangsung enam

puluhan tahun ini menjadi konflik cukup akut yang menyita perhatian

masyarakat dunia. Konflik Israel-Palestina seringkali dipahami sebagai

konflik Yahudi-Islam Analisis tentang masalah politik sebagai pemicu

konflik juga banyak digulirkan berbagai pihak misalnya, merupakan konflik

yang dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang

bertikai.

Seperti ditulis Trias Kuncahyono, Israel selalu mengatakan posisi legal

internasional mereka atas Jerusalem berasal dari mandat Palestina

(Palestine Mandate, 24 Juli 1922). Di pihak lain, Palestina juga menyatakan

Jerusalem (Al Quds) akan menjadi ibu kota negara Palestina Merdeka di masa

mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah dan jumlah penduduk di kota

itu. Pertikaian kedua belah pihak pada akhirnya sulit dihindari, sebab klaim

hak atas tanah Palestina bukan sekedar menyangkut latar belakang sejarah dan
74

wilayah politik, melainkan masalah simbol spiritualitas besar bagi kedua

pihak. 1

Trias Kuncahyono mengutip Dershowitz menuliskan, pembagian

Jerusalem menjadi bagian Israel dan bahgian Palestina sulit untuk

dilaksanakan karena peta demografi tidak mudah diubah menjadi peta politik.

Meskipun peta tersebut telah terbagi sebagai wilayah yang dihuni orang-orang

Israel dan wilayah lain yang dihuni orang-orang Palestina, Jerusalem akan

semakin sulit dibagi karena ia merupakan simbol tiga agama besar yang

letaknya saling berdekatan. Jerusalem adalah pusat Yudaisme, tempat

disalibnya Yesus dan kebangkitan serta kenaikannya ke surga, dan tempat

yang diyakini umat Islam sebagai bagian dari perjalanan spiritualitas

Muhammad ketika mengalami perjalanan malam dari Masjid al Haram ke

Masjid al Aqsha dan naik ke Sidratul Munthaha. Yahudi menganggap

Palestina sebagai “Tanah yang dijanjikan” dan mayoritas mereka meyakini

bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel seebagai intervensi

Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini tertindas. 2

Jika ditinjau dari latar belakang sejarah, konflik Israel-Palestina

merupakan bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas sejak 1940-an.

Asal konflik terjadi pada akhir abad ke 19 tahun 1897 kongres Zionis pertama

1
Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir, Jakarta, Kompas
2008, hal ; 205
2
Ibid,hal 206
75

diselenggarakan dan lahirnya Deklarasi Balfour 1917 yang dipandang pihak

Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi

di Palestina, berlanjut pada periode proses perdamaian Oslo dan Intifada al-

Aqsha, intifadah adalah sebuah istilah Islam yang berarti perlawanan.3

Intifadah Al-Aqsha (juga disebut intifadah Palestina kedua) adalah konflik

berdarah Israel dan Palestina yang dimulai pada 29 September tahun 2000

ketika perdana menteri Israel Ariel Sharon dan rombongan sekitar 1.000 pihak

bersenjata memasuki lingkungan Masjid al-Aqsha. 4

Dari rangkaian peristiwa tersebut terlihat jelas , baik dimensi politik

maupun dimensi teologis menjadi dua hal yang sulit dipisahkan meskipun

keduanya harus dapat dibedakan. Persoalan teologis yang penulis maksud

adalah keyakinan bangsa Yahudi terhadap tanah yang dijanjikan dan harus

direbut sebagai bentuk intervensi Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa

Yahudi yang telah tertindas.

Pandangan yang menganggap bahwa konflik Israel-Palestina murni

sebagai persoalan politik tidak sepenuhnya benar, sebab argumentasi teologis

khususnya yang datang dari pihak Yahudi juga turut mengambil peranan

dalam konflik ini. Namun demikian, sekecil apapun alasan teologis yang

melatar belakangi konflik Israel Palestina, tetap saja alasan tersebut memiliki

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Israel/Palestinah diakses pada 17 Februari
2019 pkl 3.29 wit.
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Intifadah/ diakses pada 17 Februari 2019 pkl 4.07 wit.
76

pengaruh yang besar pada kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh

negara Israel.

Interaksi Israel-Palestina yang membentuk konflik teridentifikasi pada

dua masalah besar yaitu politik dan teologis. Jika dilacak dari latarbelakang

sejarahnya, masalah politik pada prinsipnya menjadi pemicu utama yeng

membentuk situasi konflik Israel-Palestina, dan argumentasi teologis tentang

berbagai hal seperti keyakinan tentang tanah yang dijanjikan, bangsa terpilih,

maupun tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah, menjadi kekuatan lain

yang membentuk konflik.5

Konflik Israel-palestina yang masih terus berlanjut sejauh ini telah

menimbulkan banyak korban jiwa. Korban jiwa bukan hanya berasal dari

angkatan bersenjata tetapi juga warga sipil, anggota sukarelawan, dinas

kesehatan, wartawan dan pihak-pihak lain yang menjalankan misi profesional

juga turut menjadi korban.

Aksi Great Return March pada Jum’at 30 Maret 2018 diikuti oleh

para pemuda, kaum perempuan dan anak-anak adalah bentuk protes Palestina

untuk menghentikan blokade yang dilakukan tentara Israel di Jalur Gaza.

Dalam aksi tersebut banyak wartawan yang meliput dan turun langsung ke

5
https://www.academia.edu/Analisis_Konflik_Israel_Palestina_Sebuah_Penjelajahan
_Dimensi_Politik_dan_Teologis/ diakses pada 8 Februari 2019 pkl.12.00 wit
77

area para demonstran untuk mendokumentasikan peristiwa yang sedang

terjadi. Setiap menit mereka melaporkan situasi yang sedang berlangsung

mengenai jalannya aksi, situasi dan kondisi, berapa banyak korban, dan

serangan-serangan yang ditimbulkan.

Salah satu berita yang mengemuka di media massa selain korban jiwa

adalah tewasnya dua orang wartawan karena luka tembak saat sedang

menjalankan tugas. Hal tersebut mengundang banyak kecaman dari berbagai

pihak kepada militer Israel karena, memperlihatkan kedua wartawan tewas

dengan menggunakan rompi pers. 6 Selain itu beberapa orang ditahan karena

pemberitaan dan tulisan yang dianggap mencederai nama baik angkatan

bersenjata Israel.

B. EKSISTENSI WARTAWAN SIPIL DALAM KONFLIK


BERSENJATA ISRAEL – PALESTINA

Konflik Bersenjata di wilayah Israel-Palestina seperti tidak ada habis-

habisnya selain banyak menimbulkan korban jiwa, konflik bersenjata ini

banyak membekukan kebebasan wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Israel maupun Palestina dalam praktek internal negara mengakui adanya

kebebasan pers dan menjadikan pers alat untuk menyajikan bukti dan

6
https://www.cnnindonesia.com/internasional/wartawan-palestina-tewas-ditembak-
tentara-israel, diakses pada 7 Januari 2019, pkl.06.00 wit
78

argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi banyak orang untuk

mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaanya.7

Berbeda hal nya dalam situasi konflik bersenjata Israel seperti

menutup diri pada dunia terkhususnya di wilayah jalur Gaza perbatasan

Palestina. Banyak hal yang melatar belakangi itu , mengingat tugas dari

seorang wartawan atau jurnalis dalam meliput peperangan adalah sebagai

pemberi informasi kepada dunia luar dan menjadi saksi yang mengemukakan

apa yang dilihat dan apa yang didengar.

Pembatasan kebebasan pers oleh Israel kepada para wartawan Palestina

mencangkup perusakan alat-alat media, penyanderaan, tindak kekerasan dan

bahkan sasaran target penembakan. Wartawan sipil yang disandera pihak

militer Israel sampai saat ini terhitung 28 orang.8 Menggunakan pendekatan

kasus ada beberapa sebab wartawan atau jurnalis tersebut ditangkap pada saat

sedang menjalankan tugas, diantaranya yaitu:

a) Disinyalir dan dituduh merupakan anggota aktif militant hamas

b) Memuat berita yang bernada menghasut dan menyebarkan propaganda

c) Ditangkap kembali karena perpanjangan penahanan administasi

7
Krisna Harahap, Pasang Surut Kemerdekaan Pers Jurnalistik Teori dan Praktek, Grafiri
Bumi Utami, Bandung , 2003. Hal :17
8
Tim Dewan Pers, Op.cit hal,67
79

Wartawan sipil yang ditangkap kemudian di tahan di penjara Israel

berbulan-bulan hingga bertahun-tahun tanpa kejelasan hukum dari Mahkamah

Agung Israel. Sudah sering terjadi wartawan ditawan saat meliput peperangan

menurut Juru bicara (Jubir) Komite Internasional Palang Merah (ICRC) Pusat

Robin Waudo, penyebabnya adalah karena dua hal, berita dan uang. 9

Hal ini disampaikan dalam pidatonnya dalam acara Lokakarya

Peliputan Wilayah Konflik kerjasama ICRC dan lembaga Pers. Robin Waudo

menjelaskan, ketika para wartawan bertugas di medan perang, mereka akan

menulis apa yang mereka dapatkan di lapangan. Mereka, akan melaporkan

apa yang terjadi, apa yang salah, siapa yang salah, atau siapa yang

membunuh. Hal ini tentu dikhawatirkan oleh pihak-pihak yang sedang

berperang, kepentinganya terusik oleh adanya pemberitaan tersebut dan

akhirnya menawan wartawan. Alasan kedua, apabila wartawan diculik oleh

militant dan dijadikan sandera maka tujuan mereka adalah mendapat tebusan

atas wartawan tersebut.

Keterlibatan wartawan sipil dalam konflik bersenjeta Israel-Palestina

bukan lagi hal yang baru. Perkembangan zaman menuntut ketersediaan

informasi yang tak terbatas hal ini juga berdampak pada eksistensi wartawan

itu sendiri. Hal ini mengakibatkan banyak bermunculan redaksi-redaksi berita

yang memperkerjakan wartawan sipil sebagai Independen. Wartawan

9
https://www.hidayatullah.com/berita/internasional diakses pada 2 Januari2019 pkl: 22.16 wit
80

partisipan bukan lagi menjadi satu-satunya pilihan yang menjamin

keselamatan diwilayah konflik bersenjata, karena dalam perkembanganya

hukum Internasional telah banyak mengatur perlindungan terhadap wartawan

sipil diatur dalam Instrumen hukum Humaniter dan dan Hak Asasi Manusia

Internasional.

Wartawan sipil yang bertugas di wilayah konflik bersenjata harus

dilindungi karena mereka dianggap menjalankan misi kemanusiaan dan

melayani kepentingan publik. Protokol Tambahan I tahun 1977 menegaskan

status wartawan yang terlibat dalam misi profesional diwilayah konflik

bersenjata dianggap sebagai warga sipil yang termaktub dalam pasal 79

Protokol tersebut. Oleh karena itu, pada saat bertugas wartawan tidak boleh

dijadikan target sasaran militer. Resolusi 2222 tahun 2015 tentang

perlindungan wartawan dalam konflik bersenjata mengutuk keras

pelanggaran yang dilakukan terhadap wartawan di wilayah tersebut

Status sipil tidak membuat wartawan sipil kebal hukum, status tersebut

hanya menjamin bahwa wartawan sipil bukan target militer dan harus

dilindungi. Namun, apabila terindikasi melakukan pelanggaran mereka bisa

diproses melalui jalur hukum, diberi kesempatan membela diri dan

diperlakukan secara manusiawi, hingga saat kedudukan mereka ditentukan

oleh pengadilan yang berkompeten.


81

Wartawan sipil yang jatuh ketangan musuh tidak mendapat status

sebagai tawanan perang. Akan tetapi dilindungi oleh jaminan kemanusian yang

tercantum dalam Pasal 75 protokol tambahan I 1977 .

Berikut ini adalah beberapa kasus penyanderaan wartawan sipil

palestina yang akan dibahas diantaranya; Kasus Mahmoud Musa Isa, seorang

Kepala redaksi sebuah perusahaan media Palestina. Dia adalah wartawan yang

paling lama ditawan di penjara Isreal dan yang paling tinggi masa hukumanya

dengan tuduhan menyebarkan propaganda dan disinyalir merupakan anggota

aktif Hamas. Dia sudah ditawan penjajah Israel sejak tahun 1993 dan dijatuhi

hukuman penjara selama 20 tahun. Pasa saat ditawan sebelum dijatuhi

hukuman dia kerap mendapat perlakuan intimidatif sepeti penyiksaan fisik,

dan kesehatanya dibaikan karena Mahmoud sudah mempunyai riwayat

penyakit jantung sebelumnya.10

Hal tersebut tidak dibenarkan dalam hukum internasional, setiap orang

harus tetap mendapat perlindungan atas hak asasi manusianya terlepas dalam

keadaan apapun itu walau telah dinyatakan bersalah, hak hidup mereka tetap

harus dihargai. Hal tersebut diatur dalam pasal 3 dan 5 Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia yaitu:

Pasal 3

10
https://www.cnnindonesia.com/wartawan-palestina, Loc.cit
82

“Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan


sebagai induvidu.”

Pasal 5
“Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara
kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau
dihina.”

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya, Wartawan sipil yang jatuh

ketangan musuh dilindungi oleh jaminan kemanusian yang tercantum dalam

pasal 75 ayat 1 dan 2 protokol I 1977, yang juga memuat asas-asas hak asasi

manusia yaitu:

Pasal 75 ayat 1

“Sejauh mereka dipengaruhi oleh situasi yang dirujuk dalam Pasal 1


Protokol ini, orang-orang yang berada dalam kekuasaan suatu Pihak
atas konflik dan yang tidak mendapat manfaat dari perlakuan yang
lebih menguntungkan berdasarkan Konvensi atau berdasarkan Protokol
ini wajib diperlakukan secara manusiawi dalam segala keadaan dan
akan menikmati, minimal, perlindungan yang diberikan oleh Pasal ini
tanpa perbedaan yang merugikan berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan, pendapat politik atau
lainnya, pendapat nasional atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status
lainnya, atau kriteria serupa lainnya.”

Kemudian ayat 2 menerangkan bahwa:

“Tindakan-tindakan berikut ini dan akan tetap dilarang kapan saja dan
di mana saja, yaitu :
a) Kekerasan terhadap kehidupan, kesehatan, atau kesejahteraan fisik
atau mental , khususnya pembunuhan, segala jenis penyiksaan baik
fisik maupun mental, hukuman fisik dan mutilasi.
b) Kemarahan atas martabat pribadi, khususnya perlakuan yang
memalukan dan merendahkan, pelacuran yang dipaksakan dan
segala bentuk serangan tidak senonoh.
c) Kengambilan sandera,
83

d) Hukuman kolektif dan ancaman untuk melakukan tindakan apa pun


di atas.

Selain Penyiksaan dan kesengajaan mengabaikan kesehatan wartawan

sipil yang disandera juga sering diberi perpanjangan penahanan Administratif

(ditahan tanpa tuduhan dan proses hukum) dan pembekuan perintah

administratif yang berarti mereka bisa ditangkap kembali kapan pun hal tersebut

jelas merugikan wartawan dan membatasi kebebasan mereka.

Perpanjangan penahanan administratif terjadi dalam kasus Muhammad

Al-Qiq, salah satu wartawan Palestina yang ditangkap dirumahnya dan

kemudian digiring ke pusat Introgasi di Jalmah dan diperpanjang masa

penahanan administratifnya sebanyak tiga kali. Muhammad Al- Qiq sampai

melakukan mogok makan selama 94 hari sebagai bentuk protes atas keputusan

Mahkamah Agung Israel yang membekukan perintah penahanan

administratifnya. Muhammad Al-Qiq sampai dilarikan ke rumah sakit karena

kondisinya yang semakin kritis. Kejadian tersebut menarik simpati dan rasa

kemanusiaan dunia Internasional. Akhirnya Mahkamah Agung Israel

mengabulkan tuntutan Al-Qiq yaitu diakhirinya masa penahanan.

Dalam Hukum Internasional dikenal salah satu piagam hak asasi

manusia yaitu Habeas Corpus Act (Peraturan tentang hak diperiksa dimuka

hakim) menguji legalitas atau tidaknya suatu penangkapan dan penahanan

seseorang oleh pemegang kekuasaan, dan upaya hukum habeas corpus ini
84

berfungsi untuk melindungi pihak individu anggota masyarakat dari tindakan

pengekangan terhadap kemerdekaannya, khususnya dalam bentuk

penangkapan dan penahanan yang dilakukan secara semena-mena oleh badan-

badan pemerintah.11 Isi habeas corpus act antara lain, Seseorang yang ditahan

harus segera diperiksa dalam 2 hari setelah masa penahanan, Alasan

penahanan seseorang harus disertai bukti sah menurut hukum, Jaminan

kebebasan warga negara, Mencegah pemenjaraan yang sewenang-wenang.

Upaya ini memberikan jaminan yang mendasar terhadap hak asasi

manusia khususnya hak kemerdekaan. Memberikan hak kepada seseorang

untuk menuntut siapa yang melakukan penahanan atas dirinyaa tanpa

memberikan alasan yang menyebabkan penahananya dan Ia tidak boleh

ditangkap lagi atas dasar perkara yang sama. Pasal 75 ayat 3 Protokol

tambahan I tahun 1977 yang mengatur jaminan perlindungan terhadap

wartawan sipil menerangkan bahwa,

Pasal 75 ayat 3
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan atau diinternir karena tindakan
yang terkait dengan konflik bersenjata harus segera diberitahu, dalam
bahasa yang dia pahami, tentang alasan mengapa langkah-langkah ini
telah diambil. Kecuali dalam kasus-kasus penangkapan atau
penahanan karena pelanggaran pidana, orang-orang tersebut harus
dibebaskan dengan penundaan seminim mungkin dan dalam hal apa
pun setelah keadaan yang membenarkan penangkapan, penahanan,
atau interniran sudah tidak ada lagi”

11
https://prezi.com/v8nrtk1_lvkz/habeas-corpus-act/diakses tgl 17 Januari 2019 pkl:6.30 wit
85

Tidak ada hukuman yang dapat dijatuhkan dan tidak ada hukuman

yang dapat dijatuhkan pada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan

pelanggaran pidana terkait dengan konflik bersenjata kecuali orang yang

didakwa atas putusan yang diucapkan oleh pengadilan yang tidak memihak

dan secara konstitutiter menghormati prinsip-prinsip peradilan reguler yang

diakui secara umum. Pasal 75 ayat 4 Protokol tambahan I tahun 1977 juga

menjelaskan garis-garis besar prosedur peradilan regular yang diakui secara

umum yaitu:

a) Prosedur harus mengatur agar seorang terdakwa diberi informasi tanpa


penundaan rincian dari pelanggaran yang dituduhkan kepadanya dan
akan membayar kepada terdakwa sebelum dan selama persidangannya
semua hak dan sarana yang diperlukan.
b) Tidak ada yang akan dihukum karena pelanggaran kecuali atas dasar
tanggung jawab individu
c) Tidak ada yang akan dituduh atau dihukum karena tindak pidana atas
pertanggungjawaban tindakan atau kelalaian yang tidak merupakan
tindak pidana berdasarkan hukum nasional atau internasional yang
kepadanya dia tunduk pada saat itu dilakukan, dan hukuman yang
lebih berat tidak akan dikenakan kecuali yang berlaku pada saat
kejahatan dilakukan, jika ketentuan dibuat oleh hukum untuk
memberikan hukuman yang lebih ringan, pelaku akan mendapat
keuntungan tersebut.
d) Siapa pun yang dituduh melakukan pelanggaran dianggap tidak
bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum.
e) Siapa pun yang dituduh melakukan pelanggaran berhak untuk diadili
di hadapannya
f) Tidak seorang pun akan dipaksa untuk bersaksi melawan dirinya
sendiri atau mengaku bersalah.
g) siapa pun yang dituduh melakukan pelanggaran berhak untuk
memeriksa, atau memiliki diperiksa, para saksi menentangnya dan
untuk mendapatkan kehadiran dan pemeriksaan saksi-saksi atas
namanya dalam kondisi yang sama seperti saksi-saksi terhadapnya
86

h) Tidak seorang pun akan dituntut atau dihukum oleh Pihak yang sama
karena melakukan pelanggaran terhadap di mana putusan akhir yang
membebaskan atau menghukum orang tersebut sebelumnya telah
diucapkan di bawah hukum dan prosedur peradilan yang sama
i) siapa pun yang dituntut atas suatu pelanggaran akan memiliki hak
untuk membuat putusan diucapkan secara terbuka, dan
j) orang yang dihukum akan diberitahukan tentang penghukuman atas
peradilannya dan ganti rugi lainnya dan batas waktu di mana mereka
dapat dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan diatas wartawan sipil yang telah jatuh ke

tangan musuh harus secepatnya di identifikasi atas dakwaan yang ditujukan

padanya apabila terbukti tidak bersalah maka hendaknya dibebaskan agar

dapat melaksanakan tugasnya. Perpanjangan masa tahanan administratif

beberapa kali dengan alasan melanjutkan investigasi sangat merugikan pihak

wartawan.

Pasal 75 protokol tambahan I 1977 tidak hanya mengatur perlindungan

atas perlakuan yang dialami wartawan sipil setelah penangkapan bahkan sampai

berakhirnya konflik bersenjata. Pada Pasal 75 ayat 6 menerangkan bahwa,

Orang yang ditangkap, ditahan atau diinternir karena alasan yang terkait

dengan konflik bersenjata harus menikmati perlindungan yang diberikan oleh

Pasal ini sampai pembebasan akhir, pemulangan atau pembentukan kembali,

bahkan setelah berakhirnya konflik bersenjata.


87

C. UPAYA DAN PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM


MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP WARTAWAN

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, perlindungan

terhadap wartawan, terutama wartawan yang melaksanakan tugas profesi di

wilayah konflik bersenjata telah menjadi perhatian masyarakat internasional

selama bertahun-tahun. Perlindungan terhadap wartawan perang diatur dalam

Pasal 4A(4) Geneva Convention III. Dalam pekembangannya, perlindungan

terhadap wartawan diatur lebih lanjut dalam suatu pasal khusus yaitu Pasal 79

Additional Protokol I. Tidak semua negara telah meratifikasi Protokol

tambahan I 1977, walaupun demikian ketentuan mengenai perlindungan yang

diberikan terhadap wartawan yang berada di wilayah konflik bersenjata

internasional telah dianggap sebagai hukum kebiasaan internasional (customary

international law).12

Hal ini dapat dilihat dari praktek yang dilakukan negara- negara, bahkan

negara yang belum meratifikasi Protokol I dalam memberikan perlindungan

terhadap wartawan dalam konflik bersenjata internasional. Beberapa negara

mengatur perlindungan terhadap wartawan dalam konflik bersenjata dalam

manual militernya. Perlindungan terhadap wartawan juga dapat ditemukan

dalam perundang-undangan nasional beberapa negara, serta dapat dilihat

berdasarkan putusan pengadilan di negara tertentu.

12
Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Pres Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 1994,hlm.35
88

Bab ini membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh

masyarakat internasional dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap

wartawan khususnya dalam wilayah konflik bersenjata. Selain praktek yang

dilakukan oleh negara, upaya untuk meningkatkan jaminan perlindungan

terhadap wartawan dalam konflik bersenjata internasional dilakukan oleh

organisasi internasional antara lain PBB, ICRC serta berbagai asosiasi

wartawan.

Meskipun hukum humaniter internasional telah mengatur mengenai

perlindungan terhadap wartawan dalam konflik bersenjata internasional, namun

pada prakteknya, seringkali ketentuan-ketentuan tersebut tidak dihiraukan oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata yang bersangkutan.

Wartawan yang menjadi korban dalam suatu konflik bersenjata sudah

merupakan hal yang umum diberitakan. Hal yang lebih memprihatinkan adalah

bahwa pelanggaran terhadap hak wartawan untuk mendapat perlindungan saat

berada dalam konflik bersenjata seringkali tidak ditindaklanjuti. Pelaku

pelanggaran, yang menjadikan wartawan sebagai target serangan, penyanderaan

bahkan sampai mengakibatkan kematian.

PBB dan ICRC mengupayakan berbagai cara untuk mengurangi

permasalahan tersebut, agar wartawan tidak dijadikan target serangan dalam

suatu konflik bersenjata. Kedua pihak berperan mengawasi apakah hukum

humaniter internasional diterapkan atau tidak oleh pihak-pihak dalam konflik


89

bersenjata. Namun hal itu saja tidak cukup. Wartawan kerap kali diperlakukan

buruk, ditahan dan disandera, menghilang bahkan kehilangan nyawanya saat

melaksanakan tugasnya. Asosiasi wartawan memegang peranan sangat besar

dalam mengupayakan perlindungan terhadap wartawan dalam konflik

bersenjata internasional.

Upaya yang dilakukan asosiasi wartawan untuk meningkatkan

perlindungan terhadap wartawan adalah dengan menarik perhatian masyarakat

internasional terhadap bahaya-bahaya yang dihadapi wartawan saat

menjalankan tugas profesi di wilayah konflik bersenjata.13

Hal ini dilakukan terutama melalui kampanye untuk menekan

pemerintahan yang tidak menghormati kebebasan pers dan menyebarluaskannya

ke publik. Melalui asosiasi- asosiasi wartawan ini, wartawan juga dapat

meminta bantuan apabila merasa dirinya dalam bahaya. Keluarga wartawan

dapat meminta bantuan asosiasi wartawan dalam hal si wartawan menghilang.

Walaupun keberadaan asosiasi wartawan tidak diatur secara khusus

dalam ketentuan hukum humaniter internasional yang mengatur mengenai

perlindungan terhadap wartawan dalam konflik bersenjata internasional, namun

keberadaan asosiasi-asosiasi wartawan memberikan pengaruh sangat besar

dalam upaya mengatasi atau paling tidak mengurangi permasalahan-

13
Effendy & Onong Uchjana, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Alumni,Bandung, 1999,
hal.121
90

permasalahan yang umumnya dihadapi oleh wartawan dalam konflik

bersenjata.

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)

Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuk pada tahun 1945 dengan Piagam

PBB (United Nations Charter) sebagai konstitusi dasarnya. Tujuan dibentuknya

organisasi ini diatur dalam Pasal 1 Piagam PBB yaitu antara lain untuk

memelihara perdamaian dan keamanan, mengembangkan hubungan

persahabatan antarnegara berdasarkan prinsip persamaan hak (equal rights) dan

hak untuk menentukan nasib sendiri (self- determination), mencapai kerja sama

internasional dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional

dalam hal ekonomi, sosial, budaya atau yang berkaitan dengan humaniter

(humanitarian character).

PBB melaksanakan fungsinya memelihara perdamaian dan keamanan

dunia antara lain melalui Dewan Keamanan PBB (Security Council). Dalam hal

terjadi konflik bersenjata Dewan Keamanan berperan melindungi pihak sipil,

dengan mengingatkan para pihak yang sedang bersengketa untuk tetap menaati

standar-standar yang berlaku dalam hukum humaniter internasional dan hukum

hak asasi manusia internasional. Dewan Keamanan PBB juga bertanggungjawab

menyediakan sarana-sarana untuk bantuan keselamatan. Demikian pula halnya

dengan perlindungan terhadap wartawan yang berada dalam konflik bersenjata

internasional. Wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya di wilayah


91

konflik dianggap sebagai pihak sipil. Oleh karena itu wartawan tidak boleh

dijadikan target serangan.

PBB berperan penting dalam upaya meningkatkan perlindungan

terhadap wartawan yang berada dalam konflik bersenjata. Seperti telah

diuraikan dalam bab sebelumnya, PBB atas usul dari Maurice Schumman

mengeluarkan resolusi yang isinya menunjuk Dewan Ekonomi dan Sosial

untuk menyusun draft konvensi yang mengatur mengenai perlindungan

terhadap wartawan dalam misi-misi berbahaya. Upaya ini kemudian

menghasilkan suatu pengaturan khusus mengenai perlindungan terhadap

wartawan dalam misi-misi berbahaya, yang diatur dalam Pasal 79 protokol

tambahan I. Selama ini PBB telah mengadopsi berbagai resolusi berkaitan

dengan perlindungan terhadap wartawan dalam konflik bersenjata internasional,

dan yang terakhir adalah Resolusi 2222 tahun 2015.

Salah satu organisasi khusus PBB yang turut berperan dalam

meningkatkan perlindungan terhadap wartawan dalam konflik bersenjata adalah

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO).

Selama bertahun-tahun UNESCO telah melakukan upaya-upaya untuk terus

mendorong di kebebasan media pada masa konflik dan masa setelah konflik

sehingga memungkinkan media mengumpulkan dan menyebarkan informasi

yang netral. Bantuan yang diberikan UNESCO dalam rangka mewujudkan

kebebasan media di wilayah Eropa Timur, Angola, Timur Tengah, sebagian

wilayah Afrika, Timor Timur dan Afghanistan, telah membantu proses


92

rekonsiliasi dan upaya untuk mencapai perdamaian di wilayah- wilayah

tersebut.14

Upaya yang dilakukan UNESCO di wilayah-wilayah tersebut antara lain

mempromosikan dialog antara pekerja media profesional yang berada di

wilayah konflik dan dunia luar serta ketentuan yang menyarankan para

penguasa di negara- negara yang telah mengalami konflik untuk menyusun

peraturan perundangan yang baru mengenai media, yang dapat meningkatkan

perkembangan dalam kebebasan dalam berekspresi.

2. ICRC

ICRC adalah suatu komite yang bersifat internasional dalam bidang

kemanusiaan, Komite ini terbentuk berdasarkan pengalaman seorang warga

Negara Swiss yang bernama Jean Henry Dunant lahir pada tanggal 18 mei

1928 di Jenewa. Dia adalah seorang pemuda yang suka menolong sesamanya.

The International Committee of The Red Cross (ICRC), secara

profesional tidak termasuk organisasi wartawan, namun komitmen dan

kontribusi yang diberikan dalam menjamin perlindungan yang diberikan

kepada wartawan sesuai dengan ketentuan konvensi jenewa 1949 dan

Protokol Tambahannya sangat besar dan berarti. Sebut saja misalnya peranan

wakil ICRC dalam mengunjungi yang sedang ditahan, yang bersama dengan

wakil dari Negara pelindung berhak mengunjungi para wartawan yang sedang

ditahan. Dalam pasal 126 konvensi ke-3 dan pasal 142 konvensi ke-4

14
Dinda Retno Kanti, Op.cit, hal. 112
93

konvensi jenewa disebutkan bahwa utusan ICRC harus mendapat hak-hak

yang sama dengan wakil-wakil atau utusan-utusan Negara pelindung yaitu :

1. Harus diperkenankan mengunjungi semua tempat dimana ada tawanan perang,

terutama tempat-tempat tahanan, penjara, dan tempat kerja

2. Harus diperkenankan memasuki semua gedung yang ditempati tawanan

perang

3. Harus diperkenankan mengunjungi tempat-tempat perangkatan, tempat

singgah serta tempat-tempat kedatangan para tawanan perang yang sedang

dipindahkan

4. Harus diberi kesempatan untuk berbicara tanpa ada sanksi dengan tawanan

terutama dengan wakil-wakil tawanan, baik langsung maupun dengan seorang

penerjemah

5. Harus bebas sepenuhnya untuk memilih tempat-tempat yang mereka ingin

kunjungi, dimana lama dan intensitas kunjungan ini tidak bolehdibatasi

kunjungan-kunjungan tidak bolehdilarang, kecuali karena alasan-alasan

kepentingan militer yang mendesak dan hanya sebagai tindakan perkecualian

dan bersifat sementara.

Untuk kepentingan komunikasi antara wartawan yang ditawan dengan

keluarga atau kantornya, maka ICRC sebagai suatu lembaga kemanusiaan

juga menyediakan diri sebagai perantara komunikasi tersebut. Adapun


94

tindakan-tindakan yangdiambil ICRC sehubungan dengan pemberian

informasi mengenai wartawan adalah:

a) Melacak wartawan yang hilang (tracking missing journalist)

b) Mencatat segala sesuatu yang telah diketahui tentang wartwan

yang ditahan atau ditawan

c) Menyampaikan informasi yang telah diperoleh kepada keluarga

wartawan, organisasi profesi, perusahaan dimana wartawan

bekerja

d) Meminta izin agar wartawan yang ditahan dapat dikunjungi oleh

wakil ICRC

e) Meneruskan surat-surat dari wartwan kepada keluarganya dan

sebaliknya.

3. Asosiasi Wartawan (Pers) Internasional

a. Reporters Without Borders (Reporters sans Fronti Res / RSF)

RSF merupakan suatu organisasi non-profit yang didirikan pada tahun

1985 untuk memperjuangkan kebebasan pers. Reporters Without Borders

didaftarkan di Perancis dan memiliki status sebagai konsultan di PBB.Upaya-

upaya yang dilakukan RSF dalam menjamin keselamatan wartawan antara

lain:

1. Membela wartawan dan asisten di bidang media yang ditahan atau

diadili saat sedang melaksanakan tugasnya serta mengekspos


95

perlakuan semena- mena dan siksaan yang ditujukan terhadap

wartawan di berbagai negara.

2. Berjuang melawan proses sensor dan ketentuan-ketentuan hukum

yang menekan kebebsan pers

3. Memberikan bantuan keuangan, kepada 100 atau lebih wartawan

maupun media yang mengalami kesulitan (untuk membayar

pengacara, perawatan medis dan biaya perlengkapan), juga kepada

keluarga wartawan yang ditahan.

4. Berusaha meningkatkan jaminan keselamatan terhadap wartawan,

terutama wartawan yang bertugas di daerah perang.

RSF juga mengadakan penelitian (melalui peneliti-peneliti yang

tersebar di tiap wilayah, Afrika, Amerika, Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah

dan Afrika Utara) berdasarkan laporan mengenai pelanggaran-pelanggaran

terhadap kebebasan pers. Setelah melakukan pengecekan, RSF mengirimkan

surat protes kepada pihak yang berwenang untuk menekan pemerintah yang

tidak menghormati hak untuk memperoleh informasi dan menyampaikan

informasi, dan mengirimkan pemberitahuan kepada media untuk menggalang

dukungan bagi wartawan yang mengalami serangan.15

Apabila upaya ini dianggap belum memadai, RSF kemudian

15
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori & Praktek,
Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005,hlm.71-72
96

mengirimkan tim pencari fakta ke tempat dimana wartawan yang mengalami

serangan tersebut bertugas, atau ke tempat dimana wartawan ditahan atau

dibunuh, untuk melakukan investigasi atau pun bertemu dengan pihak

berwenang yang terkait di negara yang bersangkutan. Wartawan yang

melakukan tugas berbahaya seringkali mengalami resiko terhadap

keselamatan nyawanya, walaupun hukum internasional telah menyediakan

pengaturan tertulis mengenai perlindungan terhadap wartawan. Menghadapi

permasalahan ini, RSF menyusun sebuah piagam mengenai keselamatan

wartawan di wilayah berbahaya, yang dinamakan Charter for the Safety of

Journalists Working on War Zones or Dangerous Areas pada bulan Maret

2002.

Piagam ini tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum baik bagi

pihak media maupun pihak-pihak yang terkait dalam suatu konflik bersenjata.

Namun piagam ini memuat prinsip-prinsip yang apabila ditaati oleh pihak

media, pihak yang berwenang serta wartawan sendiri dapat mencegah dan

mengurangi bahaya yang mungkin dihadapi wartawan dalam melaksanakan

tugasnya di zona perang atau wilayah yang berbahaya.

RSF juga membantu PBB dalam penyusunan Resolusi DK 2222 pada

tahun 2015 yang mengingatkan negara-negara akan kewajiban mereka

berdasarkan hukum internasional, yaitu memberikan perlindungan kepada

wartawan yang melakukan tugas profesinya di wilayah konflik.


97

b. Committee to Protect Journalists (CPJ)

Committee to Protect Journalists merupakan sebuah organisasi non-

profit yang independen, yang didirikan pada tahun 1981. Tujuan didirikannya

CPJ adalah untuk mempromosikan kebebasan pers, dengan membela hak-hak

wartawan untuk menyampaikan berita tanpa adanya rasa takut akan munculnya

tindakan balas dendam.16

CPJ melindungi wartawan dengan mengungkapkan secara publik

mengenai perlakuan kejam yang diberikan terhadap pers, serta mewakili

wartawan yang ditahan atau diancam. CPJ memberikan peringatan kepada

wartawan dan organisasi-organisasi berita apabila serangan terhadap kebebasan

pers.

CPJ mengorganisir protes publik besar-besaran serta bekerja melalui

saluran- saluran diplomatik untuk membawa perubahan mengenai kebebasan

pers ke arah yang lebih baik. CPJ juga menerbitkan artikel, berita, laporan

khusus dan Attacks on the Press, yang merupakan kumpulan survei tahunan

yang komprehensif mengenai kebebasan pers di seluruh dunia. CPJ menerima

ratusan laporan serangan terhadap pers setiap tahunnya. Setiap kasus

pelanggaran terhadap kebebasan pers diidentifikasi berdasarkan fakta-fakta

yang akurat, dengan mengkonfirmasi apakah korban yang bersangkutan

16
Ibid hal,75
98

memang benar seorang wartawan atau bekerja di organisasi berita, beberapa

kasus penyanderaan tidak luput dari perhatian CPJ.

Seperti Pada 18 Februari 2005 dua wartawan Indonesia, Meutya Hafid

dan Budiyanto yang bekerja di stasiun TV Metro TV, disandera oleh kelompok

bersenjata yang menamakan diri Tentara Mujahidin ketika sedang

melaksanakan tugas peliputan di Ramadi, Irak. Melalui video yang diterima di

jaringan televisi APTN di Baghdad para penyandera menuntut pemerintah

Indonesia untuk menjelaskan peran dan alasan kehadiran kedua wartawan

tersebut di Irak, dan menyatakan tidak bertanggung jawab atas keselamatan

kedua wartawan itu serta mengancam akan membunuh keduanya. Meutya

Hafid dan Budiyanto dibebaskan pada 21 Februari 2005.17

Salah satu contoh peran serta CPJ dalam meningkatkan perlindungan

terhadap wartawan adalah dalam kasus penangkapan dan penyanderaan

wartawan wanita Iran-Amerika, Roxana Saberi yang terjadi awal tahun 2009 di

Iran. Roxana Saberi ditangkap pada akhir Januari karena membeli alkohol,

namun ia kemudian dikenai tuduhan sebagai mata-mata bagi Amerika.18

CPJ turut serta membantu penyelesaian kasus ini dengan berkonsultasi

dengan keluarga mengenai upaya untuk membebaskan Saberi, menarik

perhatian publik terhadap kasus ini, menulis surat kepada Presiden Iran

17
https://www.goodreads.com/case-of journalist/ diakses tgl 19 Januari 2019 pkl: 3.52wit
18
Loc.cit
99

Mahmoud Ahmadinejad, membuat petisi melalui Facebook untuk membebaskan

Roxana Saberi (yang berhasil mendapatkan 11.000 tanda tangan) dan

menyerahkannya kepada perwakilan Iran yang berada di New York

dan mengatur pertemuan dengan kementrian dalam negeri AS untuk

membahas kasus ini dengan upaya dari berbagai pihak, Roxana Saberi akhirnya

dibebaskan pada tanggal 11 mei 2009.

Anda mungkin juga menyukai