Anda di halaman 1dari 12

KONFLIK ISRAEL DAN PELESTINA

Awal Mula Konflik Israel-Palestina

Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik paling abadi dan paling tragis di dunia, tetapi
bagaimana konflik tersebut dimulai, dan apa yang akan terjadi di masa depan? Berikut
pemaparan mengenai awal mula konflik Israel-Palestina, mengapa perdamaian belum tercapai,
dan bagaimana prospek konflik ini di masa depan. Ikuti juga berita Palestina terkini yang telah
dicantumkan di akhir artikel ini. Seiring Eurovision berlangsung di Tel Aviv, sorotan global
menyinari wilayah yang telah terperosok dalam kontroversi selama bertahun-tahun itu. Kontes
musik di kota terbesar kedua Israel tersebut telah menjadi sasaran protes dan seruan boikot. Di
sini, SBS News mengingat kembali konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama
beberapa dekade. Seorang pria berjalan di dekat kabel listrik di kamp pengungsi Burj al-Barajneh
di Beirut, Lebanon, 24 Juni 2019. Slogan di dinding bertuliskan “Yerusalem adalah ibu kota
Palestina, pilihan kami adalah perlawanan”. (Foto: Reuters/Aziz Taher)

Bagaimana awal mula konflik Israel-Palestina?

Sejak akhir Perang Dunia Kedua, perjuangan sengit antara Israel dan Palestina telah menjadi
salah satu konflik paling tragis dan tak terselesaikan di dunia. Ini adalah kekacauan yang rumit,
tetapi pada satu tingkat itu sangat sederhana. “Ini adalah konflik tentang wilayah, sesederhana
itu,” kata Dr Gil Merom, pakar keamanan internasional dari University of Sydney kepada SBS
News. Akar konflik ini dimulai sejak zaman Alkitab. Tetapi dari perspektif sejarah modern, akhir
tahun 1800-an dan awal 1900-an adalah pusat dari situasi yang ada sekarang. Antara tahun 1882
dan 1948, serangkaian Aliyah—gerakan besar-besaran Yahudi dari seluruh dunia untuk masuk
ke suatu daerah, yang dari tahun 1917 secara resmi dikenal sebagai Palestina—terjadi. Pada
tahun 1917, tak lama sebelum Inggris menjadi kekuatan kolonial di Palestina, negara itu
mengeluarkan Deklarasi Balfour yang menyatakan: “Pemerintah Yang Mulia mendukung
pendirian rumah nasional untuk rakyat Yahudi di Palestina, dan akan melakukan upaya terbaik
mereka untuk memfasilitasi pencapaian tujuan ini.” Masyarakat Palestina menolak langkah itu,
tetapi sejarah tidak menguntungkan mereka.
Menyusul kengerian Holocaust di mana hingga enam juta orang Yahudi terbunuh di Eropa,
dorongan untuk mendirkan negara Yahudi menjadi semakin kuat. Sebuah situs konstruksi di
permukiman Israel Givat Ze’ev, di Tepi Barat yang diduduki. (Foto: Reuters/Baz Ratner)

Perang Arab-Israel

Pada tahun 1947, PBB memilih untuk membagi wilayah yang diperebutkan menjadi tiga bagian;
satu untuk orang Yahudi, satu untuk orang Arab, dan rezim perwalian internasional di
Yerusalem. Orang-orang Arab tidak menerima kesepakatan itu, dan mengatakan bahwa PBB
tidak punya hak untuk mengambil tanah mereka. Perang pun pecah. Narasi Palestina mengatakan
bahwa Zionis (mereka yang mendukung pembentukan kembali tanah air Yahudi di Israel)
kemudian mulai memaksa orang-orang keluar dari rumah mereka. Versi Israel menunjukkan
bahwa ada pemimpin Arab yang mendorong orang-orang untuk pergi dan beberapa orang Arab
pergi secara sukarela. Perang Arab-Israel tahun 1948 yang berdarah membuat 700.000 warga
Palestina meninggalkan rumah mereka–sebuah eksodus massal yang dikenal sebagai ‘Nakba‘,
bahasa Arab untuk ‘malapetaka’. Tetapi ada juga orang-orang Palestina yang tinggal di Israel,
dan pada tahun 2013, Biro Pusat Statistik Israel memperkirakan bahwa populasi Arab Israel
mencapai lebih dari 1,6 juta jiwa, atau sekitar 20 persen dari populasi Israel. Perang 1948 penting
karena masih menjadi bagian sentral dari konflik yang sedang berlangsung saat ini. Israel
menguasai semua wilayah yang disengketakan kecuali Tepi Barat—bagian timur Yerusalem
(yang dikuasai Yordania) dan Jalur Gaza (dikuasai Mesir). Dan keturunan dari 700.000 orang
Palestina tersebut—yang telah menghabiskan beberapa generasi tinggal di kamp-kamp
pengungsi—sekarang berjumlah sekitar 4,5 juta jiwa menurut UNRWA, sebuah badan PBB yang
didedikasikan untuk para pengungsi Palestina.

Tuntutan utama warga Palestina dalam perundingan damai adalah “hak untuk kembali” bagi para
keturunan ini ke rumah-rumah yang ditinggalkan keluarga mereka pada tahun 1948. Ada perang
besar lain pada tahun 1967, di mana Israel mengalahkan pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania
dalam konflik yang berlangsung hanya enam hari, dan mengakibatkan Israel merebut Tepi Barat
dan Yerusalem Timur dari Yordania. Mereka telah mengendalikan wilayah-wilayah ini sejak saat
itu. Wilayah tersebut dianggap oleh PBB sebagai wilayah Palestina, dan banyak negara lain
menganggapnya sebagai tanah “pendudukan”, sementara Israel menganggapnya sebagai wilayah
“yang disengketakan” dan ingin statusnya diselesaikan dalam negosiasi perdamaian.

Mengapa perdamaian belum tercapai?

Setelah bertahun-tahun konflik yang diwarnai kekerasan, kedua belah pihak mencapai
kesepakatan pada tahun 1993, di mana Palestina akan mengakui negara Israel dan Israel akan
mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina.
Disebut Perjanjian Oslo, kesepakatan itu juga menciptakan Otoritas Palestina yang memiliki
beberapa kekuasaan pemerintahan sendiri yang terbatas di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Itu adalah
kesepakatan sementara, sebelum apa yang seharusnya menjadi perjanjian damai komprehensif
dalam lima tahun. Itu tidak terjadi. Ada KTT perdamaian yang gagal diselenggarakan oleh AS
pada tahun 2000. Kunjungan Ariel Sharon—pria yang saat itu akan menjadi Perdana Menteri
Israel—ke Kuil Mount di Yerusalem Timur yang dilihat oleh Palestina sebagai penegasan
kedaulatan Israel atas Masjid Al-Aqṣā (situs tersuci ketiga Islam), merupakan salah satu alasan
utama yang mengarah pada intifada kedua (pemberontakan dengan kekerasan) warga Palestina.

Selama lima tahun berikutnya, ada sekitar 3.000 korban dari warga Palestina dan 1.000 korban
Israel, di mana banyak warga sipil Israel tewas karena aksi bom bunuh diri. Konsekuensinya
sangat besar. Israel mundur dari Gaza, dan pada pertengahan tahun 2000-an Hamas—sebuah
faksi fundamentalis Sunni Palestina yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak negara
—mengambil alih wilayah pesisir. Fatah—organisasi Palestina yang lebih umum—tetap
mengendalikan Otoritas Palestina yang diakui secara eksternal, yang berbasis di Tepi B
Hamas menggunakan Gaza sebagai landasan untuk serangan roket atau mortir yang sesekali
melintasi perbatasan, yang memperkuat pandangan publik Israel. “Itu membuat warga Yahudi
Israel semakin menentang segala bentuk perjanjian dengan Palestina,” kata Dr Merom.
“Logikanya adalah: jika kita memberi mereka sebuah wilayah dan yang mereka lakukan
hanyalah menjadikannya basis untuk menyerang permukiman Israel, maka kesepakatan seperti
apa itu?” Karenanya, Gaza ditempatkan di bawah blokade militer Israel yang membatasi pasokan
makanan, air, dan energi untuk 1,8 juta penduduknya. Kondisi hidup masyarakat Palestina ini
telah digambarkan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia
Anak-anak lelaki Palestina bermain di dekat graffiti yang bertuliskan: “Palestina” di kamp
pengungsi al-Fari’ah di Tepi Barat yang diduduki Israel 23 Juni 2019. Foto diambil 23 Juni
2019. (Foto: Reuters/Raneen Sawafta) Israel menjadi kekuatan nuklir yang tidak diumumkan
pada pertengahan  tahun1980-an dan, dengan dukungan Amerika Serikat (AS), membangun
salah satu pasukan pertahanan paling tangguh di dunia. Asisten Profesor Maha Nassar, dari
Sekolah Studi Timur Tengah dan Afrika Utara di University of Arizona, berpendapat bahwa
dukungan AS terhadap Israel telah menjadi salah satu alasan utama mengapa konflik ini sangat
sulit untuk diselesaikan. “Pihak paling kuat yang terlibat—Amerika Serikat—telah secara
konsisten memihak Israel atas Palestina, dan telah menekan Palestina untuk melepaskan hak
dasar mereka untuk menentukan nasib sendiri,” katanya kepada SBS News. “Mereka telah
melakukan ini dalam banyak cara yang berbeda, terutama dengan menawarkan kepada rakyat
Palestina ‘peraturan’ di mana rakyat Palestina tidak memiliki kendali nyata atas perbatasan, air,
pertahanan, atau penduduknya sendiri. Rakyat Palestina tidak pernah ditawari negara yang
berdaya, berdampingan, dan berdaulat penuh.”

Bagaimana dengan solusi dua negara?

Pihak Israel tidak akan pernah menerima hak diaspora pengungsi Palestina untuk kembali ke
Israel, karena hal itu pada dasarnya akan mengubah sifat Israel menjadi negara minoritas Yahudi.
Ini telah membangkitkan perbandingan yang tidak nyaman dengan Afrika Selatan di bawah
apartheid, termasuk dalam laporan tahun 2017 oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia
Barat, dan bahkan di masa lalu oleh mantan politisi Israel. Pihak Israel mengkritik perbandingan
apartheid yang dibuat dalam laporan itu. Emmanuel Nahshon, juru bicara Kementerian Luar
Negeri Israel, membandingkannya dengan tabloid Nazi dan memberi tanda bahwa Sekretaris
Jenderal PBB António Guterres belum mendukung laporan tersebut. Solusi dua negara umumnya
diperdebatkan sebagai satu-satunya solusi jangka panjang. Tetapi ada banyak kendala untuk itu.
Pemandangan umum kota tua Yerusalem menunjukkan Kubah Batu di kompleks yang dikenal
Muslm sebagai al-Haram al-Sharif dan untuk orang Yahudi sebagai Kuil Gunung, tanggal 25
Oktober 2015. (Foto: Reuters/Amir Cohen)
Masalah Yerusalem

Yang pertama adalah Yerusalem. Keputusan pemerintah Trump baru-baru ini untuk
memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem dianggap signifikan secara simbolis.

Walau AS secara resmi tidak mengambil posisi terkait perbatasan, namun langkah itu
meningkatkan ketegangan karena dianggap mengindikasikan dukungan untuk posisi Israel di
Yerusalem.

“Langkah ini berarti akhir dari solusi dua negara,” kata Profesor Nassar.

“Itu karena salah satu prinsip inti (di pihak Palestina) adalah bahwa Yerusalem Timur akan
menjadi ibu kota negara Palestina di masa depan.”

Tetapi pemerintah Israel di bawah Netanyahu mengklaim bahwa Yerusalem adalah “ibu kota
Israel yang tidak terbagi”.

“Israel menganeksasi Yerusalem Timur pada tahun 1980, yang melanggar hukum internasional,”
kata Profesor Nassar.

“Dengan langkah ini, AS jelas berpihak pada sikap Netanyahu, mengakhiri harapan negara
Palestina dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur.”

Tetapi Yerusalem dan statusnya bukan satu-satunya penghalang, meskipun hampir semua
pemangku kepentingan kecuali Hamas berkomitmen untuk solusi dua negara dalam teori, kata
Dr Merom.

Hambatan besar lainnya termasuk lokasi perbatasan yang tepat; nasib para pengungsi Palestina
(entah mereka dapat memiliki hak untuk kembali atau tidak); dan masalah tentang permukiman
Yahudi di wilayah Palestina—di mana hampir setengah juta warga Israel Yahudi sekarang telah
membangun rumah di mana PBB dan sebagian besar masyarakat internasional menganggapnya
permukiman ilegal.
Profesor Hassar mengatakan bahwa perdamaian tidak akan mungkin tercapai sampai Palestina
“diperlakukan dengan hak yang sama untuk kebebasan dan martabat seperti orang lain.”

Apa yang menanti di masa depan?

Politik Israel mungkin menjadi kendala lebih lanjut.

Dr Merom mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu—subjek investigasi


korupsi dan penyuapan—secara ideologis menentang status kenegaraan Palestina.

Netanyahu telah memenangkan lima pemilu, dan tetap populer dalam pemilu meskipun ada
penyelidikan korupsi. Dia berada di jalur yang tepat untuk menjadi perdana menteri terlama
dalam sejarah Israel.

Adapun terkait prospek untuk perdamaian di masa depan, tidak ada yang terlalu optimis dalam
jangka pendek hingga menengah.

Di Jalur Gaza, kekerasan terus berkobar. Awal Mei 2019 lalu, tembakan roket dari Gaza dan aksi
militer Israel mengakibatkan kematian di kedua belah pihak. Gencatan senjata yang rapuh sudah
terbentuk, tetapi terus goyah.

Tentara Israel dan gerilyawan Palestina di Jalur Gaza telah bertempur dalam tiga perang sejak
tahun 2008.

Utusan PBB untuk Timur Tengah Nickolay Mladenov memperingatkan pada bulan Mei tentang
adanya “risiko perang” lagi.

“Semua orang sangat gugup; semua orang dalam situasi ini sangat rapuh,” katanya.

Dan Dr Merom menunjukkan bahwa jajaran moderat sekuler di kedua belah pihak telah
berkurang, dan kaum radikal telah memperoleh tempat setelah bertahun-tahun pertempuran dan
adanya kerugian di kedua pihak, meskipun jauh lebih banyak kematian di pihak Palestina.

“Pemukim Yahudi dan Hamas, keduanya mengatakan ‘semua ini milikku,'” katanya.
Keterangan foto utama: Warga Palestina memprotes di pagar perbatasan Israel-Gaza, pada 15
Mei 2019. (Foto: Reuters/Mohammed Salem) Dapatkan update mengenai berita Palestina terkini
dan kabar terbaru mengenai konflik Israel-Palestina, solusi dua negara Israel-Palestina, Jalur
Gaza dan Hamas di Matamatapolitik.com:

Konflik Israel-Palestina: Bagaimana Awalnya?

Konflik Israel-Palestina merupakan konflik yang tragis dan nyaris abadi. Lalu bagaimana konflik
tersebut dimulai, dan apa sedang menanti Israel dan Palestina di masa depan? Simak pembahasan
mengenai awal mula konflik Israel-Palestina. Mengapa belum juga tercapai perdamaian?
Mengapa dunia seolah diam dengan dicaploknya tanah-tanah rakyat Palestina?

Apa yang Diperjuangkan Rakyat Palestina Melawan Israel?

Rakyat Palestina berjuang melawan perampasan tanah oleh Israel. Untuk melegitimasi
perampasan tanahnya, Israel mulai menulis ulang Undang-Undang Tanah Utsmaniyyah dan
menerapkan apa yang mereka sukai, agar dapat menyatakan properti pribadi rakyat Palestina
sebagai tanah negara.

Tak Hanya Soal Tanah, Inilah Inti Perjuangan Palestina Melawan Israel

Benarkah awal mula konflik Israel-Palestina adalah perebutan tanah dan wilayah? Tentu saja,
tapi itu hanya sebagian. Namun jika mendengar masing-masing dari pihak Israel dan Palestina,
penyebab konflik tak hanya soal tanah, namun mencakup banyak hal yang rumit.

Palestina: Penjara Terbesar di Dunia (Penuturan Sejarawan Israel Ilan Pappé)

Sejarawan Israel Ilan Pappé menurutkan detail mengenai pendudukan Israel di Tepi Barat dan
Jalur Gaza di Palestina, dan formula militer yang Israel gunakan untuk mengendalikan
kehidupan rakyat Palestina. Inilah perjuangan rakyat Palestina yang tak dilaporkan media.
Berdirinya Israel, Bencana Bagi Palestina

Pendirian negara Israel berakar kolonialisme modern yang terus menjadikan warga Palestina
subjek dalam pendudukan militer, perampasan tanah, dan hak yang tidak setara. Inilah hari yang
disebut “Nakba” (bencana) oleh rakyat Palestina hingga saat ini.

Bagaimana Israel Lakukan Pembersihan Etnis di Palestina

Apa yang disebut pembersihan etnis Palestina ini bertujuan untuk mendirikan permukiman-
pemukiman Yahudi dengan mengubah wilayah Palestina menjadi tanah tanpa penghuni. Israel
telah merebut tanah Palestina dan mengusir penduduk aslinya.

Kontroversi Yerusalem yang Memperparah Konflik Israel-Palestina

Pemindahan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem menimbulkan kontroversi dan


memperparah konflik Israel-Palestina. Langkah yang ditempuh Presiden AS Donald Trump ini
malah menghambat proses perdamaian. Mengapa demikian?

Benarkah Yerusalem Ibu Kota Israel?

Dengan didukung oleh Presiden AS Donald Trump yang memindahkan kedubes AS dari Tel
Aviv ke Yerusalem, Israel telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kotanya. Namun Masyarakat
internasional secara resmi menganggap Yerusalem Timur sebagai wilayah yang diduduki.
Apakah pengakuan Israel tersebut bisa dianggap sah?

Catatan Sejarah Menegaskan Kepemilikan Tanah Palestina

Dokumen bersejarah Palestina dari era Utsmaniyah berisi catatan tentang kota Yerusalem, dan
menunjukkan bahwa tanah Palestina adalah milik bangsa Palestina. Israel menolak mengakui
catatan sejarah ini, yang menunjukkan negara Israel berdiri di atas tanah Palestina.
Fakta Penting Jalur Gaza: Pusat Krisis Konflik

Jalur Gaza adalah wilayah sempit yang terkepung dan telah menjadi pusat konflik di Timur
Tengah. Konflik Israel-Palestina yang memperebutkan wilayah yang diduduki ini telah
menciptakan krisis kemanusiaan.

Awal Mula Konflik Jalur Gaza: Titik Panas Pergolakan

Satu juta warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka di tanah yang menjadi
Negara Israel pada tahun 1948, yang mereka sebut Hari Nakba (bencana). Setelah terpilihnya
Hamas, Israel melancarkan serangan bertubi-tubi di Jalur Gaza.

Konflik di Jalur Gaza: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Israel sangat khawatir tentang demonstrasi baru-baru ini di Jalur Gaza. Militer Israel
menggandakan personil di sepanjang perbatasan Gaza, untuk menghadapi protes yang konon
didorong oleh Hamas. Apa yang sebenarnya terjadi di Jalur Gaza?

Hamas vs Israel di Jalur Gaza: Akankah Picu Perang Baru?

Ketika Israel memulai pembangunan tembok anti-terowongan di sepanjang Jalur Gaza, para
pejabat pertahanan memperingatkan bahwa Hamas dapat memanaskan perbatasan untuk
mengganggu proyek tersebut, atau mungkin menggunakan terowongan tersebut sebelum
dimusnahkan.

Pagar Besi Gaza yang Mendorong Protes terhadap Israel

Pagar besi di Jalur Gaza yang memisahkan tentara Israel dengan pengunjuk rasa Palestina di
Gaza telah menjadi obyek perhatian terbaru dalam konflik di wilayah tersebut. Dalam
demonstrasi ‘Great March of Returns’, setidaknya 60 orang Palestina tewas di dekat pagar Gaza,
sementara ribuan terluka.
Demonstrasi Berdarah di Gaza: Semua yang Perlu Kita Tahu

Demonstrasi di Jalur Gaza adalah bagian dari demonstrasi yang dilangsungkan selama
berminggu-minggu, menuntut hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina ke daerah-daerah
dari mana mereka secara paksa diusir pada tahun 1948.

Rencana Perdamaian di Jalur Gaza: Strategi yang Sudah Basi

Perjanjian perdamaian Israel-Palestina tampak seperti angan-angan. Proses perdamaian yang


telah berlangsung selama bertahun-tahun ini, dan telah diupayakan berkali-kali, rupanya
diupayakan dengan strategi yang sudah basi. Mungkinkah tercipta perdamaian di Jalur Gaza?

8 Cara Meredam Konflik Israel-Palestina

Langkah-langkah untuk meredam konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza ini bukan daftar
komprehensif dari kebijakan atau gagasan tersebut. Ini lebih kepada langkah-langkah kecil,
tetapi banyak langkah kecil jika dilakukan bersama bisa mencapai hal besar.

Peringatan Hari Nakba: 71 Tahun Bencana di Palestina

Rakyat Palestina menggelar protes untuk memperingati 71 tahun Hari Nakba, yang merupakah
hari dimulainya penderitaan bangsa Palestina sejak mereka diusir dari tanah mereka untuk
dijadikan negara Israel.

Tak Hanya Muslim, Israel Juga Tindas Warga Kristen Palestina

Penindasan Israel terhadap hak beragama warga Kristen Palestina merupakan “pelanggaran lebih
lanjut terhadap hak-hak dasar Palestina untuk kebebasan bergerak, kebebasan beragama dan
kehidupan keluarga.”

Mengapa Upaya Israel Menghapus Palestina Tak Akan Berhasil

Walaupun Israel membentuk komisi untuk mengganti nama segala hal yang berbau Palestina,
namun para Zionis salah. Menghancurkan desa-desa Palestina, mengubah nama jalan, dan
menghancurkan masjid-masjid dan gereja-gereja, seperti yang dilakukan Israel, tidak dapat
berhasil menghapus rasa identitas sebuah bangsa.

7 Mitos Tembok Pemisah di Tepi Barat yang Mengurung Warga Palestina

16 tahun sejak pembangunan tembok di Tepi Barat dimulai, kehidupan bagi hampir tiga juta
warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem, telah berubah hingga
dengan cara yang tak terbayangkan. Pos pemeriksaan militer sekarang menjadi bagian dari
rutinitas sehari-hari rakyat Palestina yang terjajah.

 Militer Israel mengatakan, tentara mereka menembak mati empat warga Palestina di dekat area
perbatasan antara Gaza dan Israel pada hari Sabtu (10/8) pagi.

Menurut pernyataan militer, empat orang itu bersenjatakan senapan serbu, rudal anti-tank dan
granat tangan, yang salah satunya dilemparkan ke tentara Israel.

Advertisement

Tentara Israel lantas melepaskan tembakan ketika salah satu dari empat pria itu menyebrang
masuk ke Israel. Tidak ada korban dari pihak Israel. Belum ada kelompok Palestina mana pun
yang mengklaim tanggung jawab. Gaza dikuasai oleh Hamas, yang telah bertempur dalam tiga
perang dengan Israel dalam 10 tahun terakhir. Kelompok itu mengeluarkan pernyataan pada hari
Sabtu, menyangkal keterlibatan mereka. Hamas mendeskripsikan empat pria Palestina itu
sebagai “individu yang bertindak karena kemarahan pemuda”Juru bicara Abdel-Latif al-Qanou
menambahkan bahwa Israel “bertanggung jawab atas rasa marah dan tekanan yang ditimpakan
kepada rakyat kami karena pengepungan Gaza yang terus-menerus.” Israel menarik tentara dan
pemukimnya dari Gaza pada tahun 2005 , tapi tetap menahan daerah kantong itu di bawah
blokade, mengutip alasan keamanan. Warga Palestina telah mengadakan protes mingguan di
sepanjang garis yang memisahkan Gaza dan Israel sejak bulan Maret 2018, menentang kondisi
kritis di Jalur Gaza akibat dari blokade yang diterapkan oleh Mesir-Israel.

Setidaknya 301 warga Palestina telah tewas dibunuh oleh peluru Israel di Gaza atau area
perbatasan sejak saat itu, kebanyakan terjadi saat demonstrasi. Tujuh warga Israel juga tewas.
Pada tanggal 1 Agustus, seorang warga Palestina dan tiga tentara Israel terluka dalam baku
tembak di selatan Jalur Gaza.

Intensitas protes telah menurun sejak Israel dan Hamas mencapai gencatan senjata informal pada
bulan Mei, mengikuti salah satu kekerasan terburuk yang terjadi di wilayah itu sejak perang 2014
antara keduanya.

Di bawah gencatan senjata—yang disponsori oleh PBB dan Mesir—Israel setuju untuk
mengambil langkah yang akan melonggarkan blokadenya di Gaza, tapi warga Palestina telah
menuduh mereka memperlambat penerapannya dan tidak mengambil tindakan cukup untuk
mengurang kondisi ekonomi yang kritis di daerah kantong pinggir pantai tersebut.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara luas dianggap berusaha menghindari
kekerasan besar di wilayaah Palestina saat ia bersiap untuk pemilu susulan pada tanggal 17
September—pemilu kedua Israel tahun ini.

Namun, Netanyahu juga menghadapi tekanan politik agar bertindak tegas dalam serangan besar
apapun.

Penembakan hari Sabtu kemarin terjadi saat warga Muslim Palestina bersiap untuk Idul Adha,
hari raya kurban.

Anda mungkin juga menyukai