Anda di halaman 1dari 10

Angelicus R.

F Wara Sabon
XII-S1/01

KONFLIK ISRAEL DAN PALESTINA


1948-sekarang

Sejarah
Akhir abad ke-19 - 1920: Asal konflik
 Tahun 1897, Kongres Zionis Pertama diselenggarakan.
 Deklarasi Balfour 1917
2 November 1917. Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang pihak Yahudi dan Arab
sebagai janji untuk mendirikan ”tanah air” bagi kaum Yahudi di Palestina.

1920-1948: Mandat Britania atas Palestina


 Teks 1922: Mandat Palestina Liga Bangsa-bangsa
 Mandat Britania atas Palestina
 Revolusi Arab 1936-1939.
Revolusi Arab dipimpin Amin Al-Husseini. Tak kurang dari 5.000 warga Arab terbunuh. Sebagian besar
oleh Inggris. Ratusan orang Yahudi juga tewas. Husseini terbang ke Irak, kemudian ke wilayah Jerman,
yang ketika itu dalam pemerintahan Nazi.

 Rencana Pembagian Wilayah oleh PBB 1947


 Deklarasi Pembentukan Negara Israel, 14 Mei 1948.
Secara sepihak Israel mengumumkan diri sebagai negara Yahudi. Inggris hengkang dari Palestina. Mesir,
Suriah, Irak, Libanon, Yordania, dan Arab Saudi menabuh genderang perang melawan Israel.

1948-1967
 Perang Arab-Israel 1948
 Persetujuan Gencatan Senjata 1949
3 April 1949. Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan wilayah
50 persen lebih banyak dari yang diputuskan dalam Rencana Pemisahan PBB.

 Exodus bangsa Palestina


 Perang Suez 1956
 Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri pada Mei 1964.
 Perang Enam Hari 1967
 Resolusi Khartoum
 Pendudukan Jalur Gaza oleh Mesir
 Pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur oleh Yordan
1967-1993
 Perjanjian Nasional Palestina dibuat pada 1968, Palestina secara resmi menuntut pembekuan Israel.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
 1970 War of Attrition
 Perang Yom Kippur 1973
 Kesepakatan Damai Mesir-Israel di Camp David 1978
 Perang Lebanon 1982
 Intifada pertama (1987 - 1991)
 Perang Teluk 1990/1
1993-2000: Proses perdamaian Oslo
 Kesepakatan Damai Oslo antara Palestina dan Israel 1993
13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pada
Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah
Kesepakatan Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi
Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa "memerintah" di kedua wilayah
itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai".
28 September 1995. Implementasi Perjanjian Oslo. Otoritas Palestina segera berdiri.

 Kerusuhan terowongan Al-Aqsa


September 1996. Kerusuhan terowongan Al-Aqsa. Israel sengaja membuka terowongan menuju Masjidil Aqsa
untuk memikat para turis, yang justru membahayakan fondasi masjid bersejarah itu. Pertempuran berlangsung
beberapa hari dan menelan korban jiwa.

 18 Januari 1997 Israel bersedia menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat.
 Perjanjian Wye River Oktober 1998 berisi penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan
kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
 19 Mei 1999, Pemimpin partai Buruh Ehud Barak terpilih sebagai perdana menteri. Ia berjanji
mempercepat proses perdamaian.
2000-sekarang: Intifada al-Aqsa
Maret 2000, Kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke Masjidil Aqsa memicu kerusuhan. Masjidil
Aqsa dianggap sebagai salah satu tempat suci umat Islam. Intifadah gelombang kedua pun dimulai.

 KTT Camp David 2000 antara Palestina dan Israel


 Maret-April 2002 Israel membangun Tembok Pertahanan di Tepi Barat dan diiringi rangkaian serangan
bunuh diri Palestina.
 Juli 2004 Mahkamah Internasional menetapkan pembangunan batas pertahanan menyalahi hukum
internasional dan Israel harus merobohkannya.
 9 Januari 2005 Mahmud Abbas, dari Fatah, terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina. Ia menggantikan
Yasser Arafat yang wafat pada 11 November 2004
 Peta menuju perdamaian
 Juni 2005 Mahmud Abbas dan Ariel Sharon bertemu di Yerusalem. Abbas mengulur jadwal pemilu
karena khawatir Hamas akan menang.
 Agustus 2005 Israel hengkang dari permukiman Gaza dan empat wilayah permukiman di Tepi Barat.
 Januari 2006 Hamas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi dominasi Fatah selama 40 tahun.
 Januari-Juli 2008 Ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai listrik dan gas. Dunia menuding
Hamas tak berhasil mengendalikan tindak kekerasan. PM Palestina Ismail Haniyeh berkeras pihaknya tak
akan tunduk.
 November 2008 Hamas batal ikut serta dalam pertemuan unifikasi Palestina yang diadakan di Kairo,
Mesir. Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah Israel.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
 Serangan Israel ke Gaza dimulai 26 Desember 2008. Israel melancarkan Operasi Oferet Yetsuka, yang
dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-pusat operasi Hamas. Korban dari warga sipil berjatuhan.[1]
 Mei 2010 Israel mem-blokede seluruh jalur bantuan menuju palestina
 30 Mei 2010 Tentara Israel Menembaki kapal bantuan Mavi Marmara yang membawa
ratusan Relawan dan belasan ton bantuan untuk palestina
Penyebab Perang Israel dan Palestina
Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya Sejarah Perang Enam Hari perang Israel dan Palestina yang
perlu diketahui. Meskipun begitu tetap masih ada penyebab lain yang dapat dikaji melalui segi
keagamaan. Perang yang telah berlangsung begitu lama ini cukup menyita perhatian publik.

1. Adanya Perebutan Tempat yang Dianggap Suci oleh Israel


Sebenarnya konflik Sejarah Perang Suriah dan Israel telah berjalan lama, tetapi tidak langsung meledak
seperti yang terjadi sekarang. Jika merujuk kepada sejarah akan ditemukan bahwa yang memicu konflik
tak berkesudahan ini adalah keyakinan Israel dari segi agama mengenai tanah yang dijanjikan kepada
mereka. Tanah tersebut berada di Palestina, tepatnya di kota Jerussalem, sehingga Israel berupaya untuk
merebutnya. Atas dasar itulah Israel merasa memiliki hak kepemilikan dan melancarkan segala cara untuk
merebut Palestina.
Merujuk kepada sejarah, bangsa Yahudi dalam hal ini adalah Israel dulunya hidup terunta-lunta setelah
terjadinya peristiwa Holocaust. Peristiwa ini dilakukan oleh Jerman yang bertujuan untuk memberantas
seluruh musuh bebuyutan Hitler dari muka bumi, termasuk diktator terkejam di dunia yaitu kaum Yahudi.
Akhirnya, wilayah Israel yang dikenal sebagai pusat Yahudi dari seluruh dunia ini berhasil diduduki.

Sementara itu timbullah rasa untuk memperluas wilayah oleh kaum Yahudi. Kemudian mereka mengingat
ajaran yang disampaikan mengenai keberadaan suatu tanah yang dijanjikan. Tanah mulia yang disiapkan
untuk bangsa Yahudi tersebut adalah Palestina. Dengan dasar itulah, Israel mulai melakukan invasi demi
mengusir seluruh penduduk Palestina. Jika penduduk Palestinas sudah tidak ada di negaranya, maka
wilayah tersebut akan mudah untuk dikuasai.

2. Inggris Memberikan Fasilitas terhadap Yahudi untuk Menduduki Palestina


Keinginan untuk menguasai Palestina tidak hanya sebatas keyakinan dari pernyataan agama bahwa negara
tersebut adalah wilayah yang dijanjikan. Akan tetapi ada pula campur tangan pihak lain, dalam hal ini
Inggris mengeluarkan aturan supaya kaum Yahudi bebas memasuki serta perlahan-lahan menguasai
Palestina. Sementara pihak Palestina sendiri tidak bisa melakukan perlawanan atas keputusan Inggris,
karena secara tidak langsung negara ini masih di bawah kepemimpinan Inggris dan juga termasuk ke
dalam negara dengan militer terlemah.

Dengan dasar itulah Inggris memberikan himbauan kepada Israel untuk mulai melakukan pendudukan
terhadap beberapa wilayah yang ditawarkan. Israel sendiri memilih Palestina, karena dianggap sangat
dekat, jadi tidak akan mengeluarkan terlalu banyak sumber daya untuk menguasainya. Akhirnya, secara
perlahan-lahan Israel mulai menguasai wilayah Palestina dengan perlindungan dari Inggris yang selalu
berada di belakang kaum Yahudi tersebut. Baca juga Sejarah perang amerika dan Penyebab perang
bosnia.
Sementara itu pihak Inggris sendiri merasa aman dengan seluruh pasukan militer yang dimilikinya. Hal
ini membuat kaum Israel merasa semakin kebal, karena memperoleh perlindungan dari salah satu negara
kuat tersebut. Lain halnya dengan Palestina yang tidak memperoleh perhatian yang jelas dari badan
hukum pemerintah dunia. Alasannya cukup jelas, karena ada banyak orang di badan dunia yang
mempunyai ideologi sama dengan Israel.

3. Pembentukan Organisasi HAMAS (Organisasi Pembela Palestina)


Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01

Meski tidak memperoleh perhatian dari pemerintahan dunia, bukan berarti Palestina hanya berdiam diri
dan tidak melakukan apapun. Justru di tengah konflik yang kian memanas tersebut ada organisasi yang
mengerahkan segala daya upaya demi menyatukan rakyat Palestina dan membela diri dari serangan Israel.

HAMAS sendiri terbentuk sebenarnya atas dasar keinginan untuk membalaskan dendam dengan
menghancurkan Israel. Hanya saja gerakan ini cenderung bersikap memanipulasi rakyat Palestina demi
melindungi diri mereka sendiri. dimana rakyat Palestina ditempatkan pada garis terdepan yang merupakan
area berbahaya, sehingga tidak dapat terelakkan lagi bahwa korban akan begitu banyak yang berjatuhan.
Bahkan kebanyakan anak-anak dan ibu-ibu yang sama sekali tidak tahu menahu soal peperangan.

Melihat hal tersebut ada banyak pihak yang menyalahkan HAMAS serta mengutuk tindakan mereka yang
dianggap tidak manusiawi dan juga masuk ke dalam suatu pelanggaran HAM. Tetapi tetap ada juga yang
setuju dengan tindakan HAMAS dengan dalih bahwa suatu pengorbanan yang dilakukan harus dibalas
dengan peperangan. Salah satu negara yang melawan HAMAS sendiri adalah Amerika Serikat dan juga
beberapa negara dunia yang ikut serta menolak gerakan ini.

4. Terjadi Penguasaan Ekonomi Melalui Penaklukan Kota Jerussalem


Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu faktor penyebab perang Israel dan Palestina
adalah permasalahan geografis. Wilayah yang diperebutkan tersebut adalah kota Jerussalem yang
dianggap sebagai kota suci dalam beberapa agama di dunia. Kota Jerussalem ini mempunyai sejarah yang
begitu menarik terhadap berbagai kalangan. Apalagi orang-orang yang ingin melakukan wisata rohani
pasti tertarik untuk bertandang ke kota ini.

Oleh sebab itu kota Jerussalem dianggap sebagai kota yang sangat potensial untuk meningkatkan devisa
negara dari sektor pariwisata. Dengan begitu Israel mulai berusaha untuk menguasai kota ini agar dapat
memperoleh keuntungan jika berhasil menduduki dan mengelola Jerussalam sebagai salah satu destinasi
wisata terbaik di dunia. Bagi Israel keuntungan ini begitu menjanjikan dan dapat digunakan untuk
mengembangkan aspek militer dan politik.

5. Kepentingan Politik
Penyebab ini cukup mudah untuk dipahami dengan menganalisis perang yang telah terjadi antara
Palestina dan Israel. Dapat dilihat bahwa dalam peperangan ada unsur perpolitikan yang begitu kental.
Kedudukan Israel dianggap sebagai pemerintahan yang baik dan menjanjikan, apalagi di antara negara
tetangganya.

Alhasil Israel terus melanjutkan langkah untuk mengembangkan kaumnya yaitu dengan berusaha
menguasai wilayah kecil dan potensial. Salah satunya yaitu Palestina, karena menguasai negara ini dapat
menjadi suatu pembuktian bahwa kaum Israel begitu hebat baik dari segi militer dan sebagainya.

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM KONFLIK ISRAEL-


PALESTINA
Mesir
Hamas
Irak
Kuwait
Israel
Yordania
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01

Lebanon
Otoritas Nasional Palestina
Arab Saudi
Suriah

UPAYA UNTUK MENGATASINYA


Solusi dua negara merupakan salah satu opsi solusi konflik Israel–Palestina menyerukan untuk dibuatnya
"dua negara untuk dua warga." Dengan solusi dua negara, Negara Palestina berdampingan dengan Israel, di
sebelah barat Sungai Yordan. Perbatasan antarnegara masih dipersengketakan dengan pemimpin Palestina dan
negara Arab menginginkan "perbatasan pada tahun 1967", yang tidak disepakati oleh Israel. Wilayah bekas
Mandat atas Palestina tidak akan menjadi bagian dari Negara Palestina, dan akan menjadi bagian dari wilayah
Israel.
Sejarah dari kerangka solusi telah tertulis dalam resolusi PBB mengenai "penyelesaian damai tentang masalah
Palestina" yang ada sejak tahun 1974. Resolusi tersebut menyerukan untuk "kedua negara, Israel dan Palestina
... hidup berdampingan dengan batas negara yang diakui" dengan "sebuah resolusi masalah sesuai
dengan resolusi PBB 194". Batas negara Palestina "berdasarkan dengan batas negara sebelum tahun 1967".
Resolusi terbaru pada bulan November 2013 disahkan dengan suara 165-6, dengan 6 abstain Negara yang
menentang adalah Kanada, Israel, Amerika Serikat, Negara Federasi Mikronesia, Kepulauan Marshall dan
Palau.
Palestina telah "menunjukkan niat yang serius" untuk solusi dua negara sejak pertengahan tahun 1970an, dan
pemimpin negara lainnya telah mendukung konsep sejak tahun 1982 KTT Arab di Fez.
Selama bertahun-tahun, hasil jajak pendapat "Israel dan Palestina mendukung solusi dua-negara.”
Sudah banyak upaya diplomatik yang dilakukan untuk mewujudkan solusi dua negara, mulai dari Konferensi
Madrid tahun 1991. Kemudian Perjanjian Oslo 1993 dan Pertemuan Camp David 2000 yang gagal, dan
dilanjutkan dengan Pertemuan Taba di awal tahun 2001. Pada tahun 2002, Liga Arab mengusulkan Prakarsa
Perdamaian Arab. Prakarsa perdamaian terbaru adalah Pembahasan Perdamaian tahun 2013-2014 yang juga
gagal.

Sejarah solusi dua negara


Usulan awal untuk pembentukan negara Yahudi dan Arab di Mandat Britania atas Palestina Mandat Britania
atas Palestina diajukan pada laporan Komisi Peel tahun 1937, dengan Mandat Britania tetap menguasai
wilayah kecil termasuk Yerusalem. Usulan itu ditolak oleh masyarakat Arab di Palestina, namun diterima oleh
sebagian besar pemimpin Yahudi.
Pemisahan diusulkan kembali pada Rencana Pembagian PBB 1947 untuk Palestina. Rencana ini mengusulkan
untuk dibagi menjadi tiga wilayah, dengan Yerusalem di bawah kuasa internasional. Rencana pemisahan
tersebut diterima oleh para pemimpin Yahudi. Namun, ditolak oleh pemimpin negara-negara Arab dan
Palestina, yang menentang setiap pemisahan Palestina dan adanya negara Yahudi di daerah tersebut. Perang
Arab-Israel 1948 untuk menguasai wilayah sengketa pecah pada akhir Mandat Britania, yang diakhiri
dengan Perjanjian Gencatan Senjata 1949
Resolusi PBB 242 dan pengakuan hak-hak Palestina
Setelah Perang Arab-Israel 1967, Dewan Keamanan PBB mengesahkan resolusi 242 yang menyerukan
penarikan tentara Israel dari wilayah yang diduduki selama perang, dengan timbal balik "pengakuan
kedaulatan, integritas teritorial, dan kemerdekaan setiap negara di wilayah tersebut". Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO) mengkritik resolusi tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu membuat masalah Palestina
hanya menjadi masalah pengungsi biasa.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
Pada bulan September 1974, 56 Negara Anggota mengusulkan "masalah Palestina" akan dimasukkan dalam
agenda Majelis Umum. Dalam sebuah resolusi yang diadopsi pada 22 November 1974, Majelis Umum
menegaskan hak-hak Palestina, yang termasuk "hak untuk menentukan nasib sendiri tanpa intervensi
eksternal", "hak untuk kemerdekaan dan kedaulatan nasional", dan "hak untuk kembali ke rumah mereka".
Hak-hak ini telah ditegaskan kembali setiap tahunnya.
Dukungan PLO dari solusi dua negara
Tanda pertama PLO bersedia untuk menerima solusi dua negara, disampaikan oleh Said Hammami di
pertengahan 1970an.
Resolusi Dewan Keamanan mengenai solusi dua negara dapat ditilik kembali dari bulan Juni 1976 dengan
berdasarkan batas negara sebelum 1967 namun diveto oleh Amerika Serikat, yang mendukung solusi dua-
negara, tetapi berpendapat bahwa batas negara harus dinegosiasikan langsung oleh kedua pihak. Gagasan
tersebut medapat dukungan penuh di Majelis Umum PBB sejak pertengahan 1970an.
Deklarasi Kemerdekaan Palestina 15 November 1988, yang didasarkan pada Rencana Pembagian PBB 1947
dan "resolusi PBB sejak tahun 1947" ditafsirkan sebagai pengakuan tidak langsung dari Israel, dan dukungan
untuk solusi dua negara. Rencana Pembagian kembali diajukan untuk memberikan legitimasi bagi negara
Palestina. Selanjutnya, beberapa klarifikasi dilakukan untuk pengakuan Palestina atas Israel secara langsung
pertama kalinya.

Upaya diplomatik
Pada tahun 1975, Majelis Umum membentuk Komisi Pelaksanaan Hak Asasi Rakyat Palestina. Pada tahun
1976, Komisi menyampaikan dua rekomendasi, yang pertama adalah Hak kembali Palestina ke rumah mereka
dan mendapat seluruh hartanya, dan yang kedua adalah hak mereka untuk menentukan nasib sendiri,
kemerdekaan dan kedaulatan nasional. Dewan Keamanan membahas rekomendasi tersebut namun gagal untuk
menetapkan keputusan karena diveto Amerika Serikat.
Setelah Intifadhah Pertama dimulai pada tahun 1987, berbagai upaya diplomatik dilakukan untuk
menegosiasikan solusi dua negara antara kedua pihak, yang diawali dengan Konferensi Madrid tahun 1991.
Negosiasi yang paling berpengaruh adalah Perjanjian Oslo, yang secara resmi membagi wilayah Palestina
menjadi tiga pembagian administratif dan menciptakan dasar batas negara Israel dengan wilayah Palestina saat
ini. Perjanjian ini ditegaskan pada Pertemuan Camp David 2000, dan ditindaklanjuti pada Pertemuan Taba di
Januari 2001, tetapi tidak ada kesepakatan akhir yang dicapai. Pecahnya Intifadhah Kedua pada tahun 2000
telah menunjukkan kekecewaan rakyat Palestina dengan Perjanjian Oslo dan meyakinkan warga Israel bahwa
perundingan menjadi sia-sia.
Kemungkinan solusi dua negara telah dibahas oleh pemimpin Saudi dan AS, Pada tahun 2002, Putra Mahkota
(Raja sampai Kanuari 2015) Abdullah dari Arab Saudi mengusulkan Prakarsa Perdamaian Arab, yang
mendapatkan dukungan penuh dari Liga Arab, sementara pemimpin Israel terus menolak membahas prakarsa
tersebut. Presiden Bush mengumumkan dukungannya bagi negara Palestina, membuka jalan bagi Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1397, yang mendukung solusi dua negara.
Pada Konferensi Annapolis bulan November 2007, tiga pihak utama—PLO, Israel, dan AS—setuju pada solusi
dua negara sebagai poin utama negosiasi. Namun, pertemuan tersebut gagal untuk mencapai kesepakatan.
Setelah konflik yang terjadi antara Fatah dan Hamas, Hamas mengambil alih Jalur Gaza, yang memecah
Otoritas Palestina menjadi dua pihak, masing-masing mengklaim diri sebagai perwakilan rakyat Palestina.
Fatah menguasai Otoritas Nasional Palestina di Tepi Barat dan Hamas menguasai Gaza.
Prakarsa terbaru pada tahun 2013-14 di bawah panduan John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.
Pertemuan ini juga gagal untuk mencapai kesepakatan.

Viabilitas
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
Pada tahun 2010, ketika pertemuan langsung dijadwalkan akan dimulai kembali, permukiman di Tepi Barat
semakin berkembang dan dukungan kuat dari Pemerintah Israel telah mengurangi lahan dan sumber daya yang
ada untuk Palestina membuat Palestina dan Israel sayap kiri ragu bahwa solusi dua negara dapat dilakukan.
Pada bulan Januari 2012, laporan Ketua Misi Uni Eropa di Yerusalem Timur menemukan bahwa Israel
melanjutkan kegiatan pembangunan permukiman dan situasi yang tidak stabil bagi penduduk Palestina di
Yerusalem Timur, dan juga di area C, membuat solusi dua negara kurang memungkinkan untuk terlaksana.
Kementerian Luar Negeri Israel menyangkal laporan Uni Eropa dan mengklaim laporan itu "berdasarkan
penggambaran kenyataan di lapangan yang parsial, bias dan memihak satu sisi.". Pada Mei 2012, Dewan Uni
eropa menekankan "perhatian mendalam mengenai perkembangan di lapangan yang mengancam solusi dua-
negara menjadi mustahil untuk dilakukan'.
Pada 29 November 2012, Majelis Umum PBB mengakui Palestina sebagai "negara pengamat non-anggota"
dengan suara 138-9 dan 46 abstain. Keesokan harinya, PM Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan akan
membangun 3.000 rumah baru di atas tanah sebelah timur di Yerusalem Timur, di daerah yang mereka sebut
"E-1".langkah itu segera dikritik oleh beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, dengan duta besar Israel
menjadi dipanggil untuk bertemu dengan perwakilan pemerintah Britania Raya, Prancis dan Jerman, dan
lainnya. Keputusan Israel untuk membangun rumah disebut oleh pemerintahan Obama sebagai
"kontraproduktif", sementara Australia mengatakan bahwa rencana pembangunan "mengancam viabilitas dari
solusi dua negara". Hal ini karena mereka mengklaim usulan permukiman E-1 akan membagi wilayah yang
berada di bawah kendali Otoritas Nasional Palestina menjadi dua, dan wilayah Otoritas tidak akan bisa
mencapai Sungai Yordan dan Laut Mati secara langsung dan harus melewati wilayah Israel.

Permukiman di Tepi Barat


Resolusi PBB menegaskan tidak sahnya pemukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Beberapa
usulan ditawarkan untuk kompensasi pemukim yang rumahnya ditinggalkan, seperti yang terjadi setelah
Israel menarik permukiman dari Gaza pada tahun 2005 dan dari Semenanjung Sinai pada tahun 1982.

Opini publik di Israel dan Palestina


Banyak warga Palestina dan Israel, serta Liga Arab, telah menyatakan bahwa mereka akan menerima solusi
dua negara berdasarkan Perjanjian Gencatan Senjata 1949, atau lebih sering disebut "perbatasan 1967". Pada
tahun 2002, jajak pendapat yang dilakukan oleh PIPA menunujukkan 72% responden Palestina dan Israel
mendukung penyelesaian masalah berdasarkan perbatasan 1967 asalkan masing-masing pihak dapat
memastikan bahwa pihak lain akan bersikap kooperatif dalam membuat konsesi yang diperlukan untuk suatu
penyelesaian. Jajak pendapat Gallup pada tahun 2013 menunjukkan 70% warga Palestina di tepi Barat dan
48% warga Palestina di Jalur Gaza, serta 52% warga Israel mendukung "Negara Palestina yang merdeka hidup
berdampingan dengan Israel"
Dukungan untuk solusi dua negara akan berbeda-beda tergantung kata-kata yang terdapat pada pertanyaan.
Beberapa jurnalis Israel menunjukkan bahwa Palestina tidak siap untuk menerima sebuah Negara
Yahudi. Menurut suatu jajak pendapat, " kurang dari 2 dari 10 orang-orang Arab, baik Palestina dan negara
lain, yakin pada hak Israel untuk ada sebagai bangsa dengan mayoritas Yahudi."[ Pada jajak pendapat lain,
yang diadakan oleh Departemen Luar Negeri AS, menunjukkan bahwa 78% warga Palestina dan 74% warga
Israel meyakini kesepakatan damai yang akan menjadikan kedua negara hidup berdampingan sebagai tetangga
yang baik sebagai hal yang penting atau diinginkan.
Dalam sebuah jajak pendapat pada tahun 2007, 72% responden Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza
menyetujui solusi satu negara atau dua negara; 46% memilih solusi dua-negara, dan 26% memilih solusi satu
negara. Dukungan solusi tersebut lebih rendah di kalangan muda Palestina, Menteri Luar Negeri
AS Condoleezza Rice menyatakan: "Semakin banyak warga Palestina yang membahas tentang solusi dua-
negara adalah warga di usia saya." Sebuah survei yang dilakukan sebelum pecahnya pertempuran di
2014 oleh Washington Institute for Near East Policy menunjukkan 60% warga Palestina menganggap tujuan
dari gerakan nasional harus "bekerja mengklaim kembali semua sejarah Palestina dari sungai hingga laut"
dibandingkan dengan hanya 27% yang mendukung gagasan bahwa mereka harus bekerja "untuk mengakhiri
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
pendudukan di Tepi Barat dan Gaza dan mencapai solusi dua negara." WINEP mengatakan bahwa "ini adalah
temuan baru jika dibandingkan dengan pertanyaan yang serupa (namun tak sama) yang diajukan terdahulu,
ketika dukungan untuk solusi dua negara biasanya berkisar antara 40-55 persen".
Solusi dua negara juga didukung dalam jajak pendapat di Israel jajak pendapat meskipun terjadi penurunan
dukungan dari waktu ke waktu. Jajak pendapat Haaretz pada tahun 2014 menanyakan "Dengan
mempertimbangkan kerangka kerja dalam sebuah kesepakatan, dengan sebagian besar pemukim dikuasai
Israel, Yerusalem akan dibagi, pengungsi tidak kembali ke Israel, dan akan ada keamanan yang ketat, apakah
anda akan mendukung perjanjian ini?", hanya 35% dari Israel mengatakan setuju.

Solusi lain
Solusi lain adalah solusi satu negara yang berupa negara federal atau kesatuan, dan Rencana Allon, yang juga
dikenal sebagai "solusi tanpa negara."
Solusi tiga negara
Solusi tiga negara diusulkan sebagai alternatif lain. The New York Times memberitakan bahwa Mesir dan
Yordania berniat untuk mengambil alih Gaza dan Tepi Barat. Dampaknya, Gaza akan dikuasai Mesir, dan Tepi
Barat dikuasai Yordania.
Usulan kewarganegaraan ganda
Sejumlah usulan mengenai pemberian kewarganegaraan Palestina atau izin tinggal untuk warga Yahudi
dengan timbal balik Israel menyingkirkan instalasi militer dari Tepi Barat telah diajukan oleh berbagai tokoh
seperti Yasir Arafat dan Ahmed Qurei
Menteri Israel Moshe Ya'alon mengatakan di bulan April 2010 bahwa "sama seperti orang Arab yang tinggal
di Israel, maka seharusnya orang Yahudi dapat tinggal di Palestina." ... "Jika kita berbicara tentang
perdamaian, mengapa [Palestina] bersikukuh agar wilayah yang mereka terima akan dibersihkan dari orang-
orang Yahudi?"
Gagasan tersebut diungkapkan oleh pendukung dari solusi dua Negara dan pendukung dari konservatif atau
fundamentalis di Israel
Secara khusus muncul keprihatinan terhadap kelompok-kelompok militan Palestina seperti Hamas, Jihad
Islami atau Front Rakyat Pembebasan Palestina akan muncul dari kevakuman kekuasaan apabila Israel
memisahkan diri dari Gaza.

SITUASI SAAT INI


Sejak Persetujuan Oslo, Pemerintah Israel dan Otoritas Nasional Palestina secara resmi telah bertekad untuk
akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah utama yang tidak terpecahkan di antara kedua
pemerintah ini adalah:

 Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah
dari Negara Palestina yang diusulkan.
 Keamanan Israel.
 Keamanan Palestina.
 Hakikat masa depan negara Palestina.
 Nasib para pengungsi Palestina.
 Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman itu.
 Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok
(Ratapan) Barat.
Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan
Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan
konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya. Pada kedua belah pihak, pada
berbagai kesempatan, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya
tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll. Ada pula orang-
orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti
mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan itu. Lebih jauh, ada pula orang-orang
yang merangkul sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan menyebutkan
"kedua belah" pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat
tentang tujuan-tujuan bagi bangsa Palestina. Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik
Israel, meskipun misalnya pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.
Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti
akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya
membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah
atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak yang cenderung
memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang
diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Sebagian memperluas pandangan ini untuk membenarkan
serangan-serangan, yang seringkali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel itu sendiri.
Demikian pula, mereka yang bersimpati dengan aksi militer Israel dan langkah-langkah Israel lainnya
dalam menghadapi bangsa Palestina cenderung memandang tindakan-tindakan ini sebagai pembelaan diri yang
sah oleh bangsa Israsel dalam melawan kampanye terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Al Fatah dan lain-lainnya, dan didukung oleh negara-negara lain di
wilayah itu dan oleh kebanyakan bangsa Palestina, sekurang-kurangnya oleh warga Palestina yang bukan
merupakan warga negara Israel. Banyak yang cenderung percaya bahwa Israel perlu menguasai sebagian atau
seluruh wilayah ini demi keamanannya sendiri. Pandangan-pandangan yang sangat berbeda mengenai
keabsahan dari tindakan-tindakan dari masing-masing pihak di dalam konflik ini telah menjadi penghalang
utama bagi pemecahannya.
Sebuah usul perdamaian saat ini adalah peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat
Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima
peta itu namun dengan 14 "reservasi". Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan
diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Menurut rencana yang diajukan
kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh "kehadiran sipil dan militer... yang
permanen" di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan
"mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di
wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza." Pemerintah
Israel berpendapat bahwa "akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah
pendudukan," sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-
satunya ialah bahwa Israel "akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok [artinya, Penghalang Tepi Barat
Israel] dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini" [1] [2].
Dengan rencana pemisahan diri sepihak, pemerintah Israel menyatakan bahwa rencananya adalah
mengizinkan bangsa Palestina untuk membangun sebuah tanah air dengan campur tangan Israel yang minimal,
sementara menarik Israel dari situasi yang diyakininya terlalu mahal dan secara strategis tidak layak
dipertahankan dalam jangka panjang. Banyak orang Israel, termasuk sejumlah besar anggota partai Likud—
hingga beberapa minggu sebelum 2005 berakhir merupakan partai Sharon—kuatir bahwa kurangnya kehadiran
militer di Jalur Gaza akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan penembakan roket ke kota-kota Israel di
sekitar Gaza.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01

SUMBER:
https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Israel%E2%80%93Palestina
https://id.wikipedia.org/wiki/Solusi_dua_negara
https://sejarahlengkap.com/dunia/penyebab-perang-israel-dan-palestina
https://id.wikipedia.org/wiki/Templat:Pihak-pihak_dalam_konflik_Arab-Israel

Anda mungkin juga menyukai