F Wara Sabon
XII-S1/01
Sejarah
Akhir abad ke-19 - 1920: Asal konflik
Tahun 1897, Kongres Zionis Pertama diselenggarakan.
Deklarasi Balfour 1917
2 November 1917. Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang pihak Yahudi dan Arab
sebagai janji untuk mendirikan ”tanah air” bagi kaum Yahudi di Palestina.
1948-1967
Perang Arab-Israel 1948
Persetujuan Gencatan Senjata 1949
3 April 1949. Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan wilayah
50 persen lebih banyak dari yang diputuskan dalam Rencana Pemisahan PBB.
18 Januari 1997 Israel bersedia menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat.
Perjanjian Wye River Oktober 1998 berisi penarikan Israel dan dilepaskannya tahanan politik dan
kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
19 Mei 1999, Pemimpin partai Buruh Ehud Barak terpilih sebagai perdana menteri. Ia berjanji
mempercepat proses perdamaian.
2000-sekarang: Intifada al-Aqsa
Maret 2000, Kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke Masjidil Aqsa memicu kerusuhan. Masjidil
Aqsa dianggap sebagai salah satu tempat suci umat Islam. Intifadah gelombang kedua pun dimulai.
Sementara itu timbullah rasa untuk memperluas wilayah oleh kaum Yahudi. Kemudian mereka mengingat
ajaran yang disampaikan mengenai keberadaan suatu tanah yang dijanjikan. Tanah mulia yang disiapkan
untuk bangsa Yahudi tersebut adalah Palestina. Dengan dasar itulah, Israel mulai melakukan invasi demi
mengusir seluruh penduduk Palestina. Jika penduduk Palestinas sudah tidak ada di negaranya, maka
wilayah tersebut akan mudah untuk dikuasai.
Dengan dasar itulah Inggris memberikan himbauan kepada Israel untuk mulai melakukan pendudukan
terhadap beberapa wilayah yang ditawarkan. Israel sendiri memilih Palestina, karena dianggap sangat
dekat, jadi tidak akan mengeluarkan terlalu banyak sumber daya untuk menguasainya. Akhirnya, secara
perlahan-lahan Israel mulai menguasai wilayah Palestina dengan perlindungan dari Inggris yang selalu
berada di belakang kaum Yahudi tersebut. Baca juga Sejarah perang amerika dan Penyebab perang
bosnia.
Sementara itu pihak Inggris sendiri merasa aman dengan seluruh pasukan militer yang dimilikinya. Hal
ini membuat kaum Israel merasa semakin kebal, karena memperoleh perlindungan dari salah satu negara
kuat tersebut. Lain halnya dengan Palestina yang tidak memperoleh perhatian yang jelas dari badan
hukum pemerintah dunia. Alasannya cukup jelas, karena ada banyak orang di badan dunia yang
mempunyai ideologi sama dengan Israel.
Meski tidak memperoleh perhatian dari pemerintahan dunia, bukan berarti Palestina hanya berdiam diri
dan tidak melakukan apapun. Justru di tengah konflik yang kian memanas tersebut ada organisasi yang
mengerahkan segala daya upaya demi menyatukan rakyat Palestina dan membela diri dari serangan Israel.
HAMAS sendiri terbentuk sebenarnya atas dasar keinginan untuk membalaskan dendam dengan
menghancurkan Israel. Hanya saja gerakan ini cenderung bersikap memanipulasi rakyat Palestina demi
melindungi diri mereka sendiri. dimana rakyat Palestina ditempatkan pada garis terdepan yang merupakan
area berbahaya, sehingga tidak dapat terelakkan lagi bahwa korban akan begitu banyak yang berjatuhan.
Bahkan kebanyakan anak-anak dan ibu-ibu yang sama sekali tidak tahu menahu soal peperangan.
Melihat hal tersebut ada banyak pihak yang menyalahkan HAMAS serta mengutuk tindakan mereka yang
dianggap tidak manusiawi dan juga masuk ke dalam suatu pelanggaran HAM. Tetapi tetap ada juga yang
setuju dengan tindakan HAMAS dengan dalih bahwa suatu pengorbanan yang dilakukan harus dibalas
dengan peperangan. Salah satu negara yang melawan HAMAS sendiri adalah Amerika Serikat dan juga
beberapa negara dunia yang ikut serta menolak gerakan ini.
Oleh sebab itu kota Jerussalem dianggap sebagai kota yang sangat potensial untuk meningkatkan devisa
negara dari sektor pariwisata. Dengan begitu Israel mulai berusaha untuk menguasai kota ini agar dapat
memperoleh keuntungan jika berhasil menduduki dan mengelola Jerussalam sebagai salah satu destinasi
wisata terbaik di dunia. Bagi Israel keuntungan ini begitu menjanjikan dan dapat digunakan untuk
mengembangkan aspek militer dan politik.
5. Kepentingan Politik
Penyebab ini cukup mudah untuk dipahami dengan menganalisis perang yang telah terjadi antara
Palestina dan Israel. Dapat dilihat bahwa dalam peperangan ada unsur perpolitikan yang begitu kental.
Kedudukan Israel dianggap sebagai pemerintahan yang baik dan menjanjikan, apalagi di antara negara
tetangganya.
Alhasil Israel terus melanjutkan langkah untuk mengembangkan kaumnya yaitu dengan berusaha
menguasai wilayah kecil dan potensial. Salah satunya yaitu Palestina, karena menguasai negara ini dapat
menjadi suatu pembuktian bahwa kaum Israel begitu hebat baik dari segi militer dan sebagainya.
Lebanon
Otoritas Nasional Palestina
Arab Saudi
Suriah
Upaya diplomatik
Pada tahun 1975, Majelis Umum membentuk Komisi Pelaksanaan Hak Asasi Rakyat Palestina. Pada tahun
1976, Komisi menyampaikan dua rekomendasi, yang pertama adalah Hak kembali Palestina ke rumah mereka
dan mendapat seluruh hartanya, dan yang kedua adalah hak mereka untuk menentukan nasib sendiri,
kemerdekaan dan kedaulatan nasional. Dewan Keamanan membahas rekomendasi tersebut namun gagal untuk
menetapkan keputusan karena diveto Amerika Serikat.
Setelah Intifadhah Pertama dimulai pada tahun 1987, berbagai upaya diplomatik dilakukan untuk
menegosiasikan solusi dua negara antara kedua pihak, yang diawali dengan Konferensi Madrid tahun 1991.
Negosiasi yang paling berpengaruh adalah Perjanjian Oslo, yang secara resmi membagi wilayah Palestina
menjadi tiga pembagian administratif dan menciptakan dasar batas negara Israel dengan wilayah Palestina saat
ini. Perjanjian ini ditegaskan pada Pertemuan Camp David 2000, dan ditindaklanjuti pada Pertemuan Taba di
Januari 2001, tetapi tidak ada kesepakatan akhir yang dicapai. Pecahnya Intifadhah Kedua pada tahun 2000
telah menunjukkan kekecewaan rakyat Palestina dengan Perjanjian Oslo dan meyakinkan warga Israel bahwa
perundingan menjadi sia-sia.
Kemungkinan solusi dua negara telah dibahas oleh pemimpin Saudi dan AS, Pada tahun 2002, Putra Mahkota
(Raja sampai Kanuari 2015) Abdullah dari Arab Saudi mengusulkan Prakarsa Perdamaian Arab, yang
mendapatkan dukungan penuh dari Liga Arab, sementara pemimpin Israel terus menolak membahas prakarsa
tersebut. Presiden Bush mengumumkan dukungannya bagi negara Palestina, membuka jalan bagi Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1397, yang mendukung solusi dua negara.
Pada Konferensi Annapolis bulan November 2007, tiga pihak utama—PLO, Israel, dan AS—setuju pada solusi
dua negara sebagai poin utama negosiasi. Namun, pertemuan tersebut gagal untuk mencapai kesepakatan.
Setelah konflik yang terjadi antara Fatah dan Hamas, Hamas mengambil alih Jalur Gaza, yang memecah
Otoritas Palestina menjadi dua pihak, masing-masing mengklaim diri sebagai perwakilan rakyat Palestina.
Fatah menguasai Otoritas Nasional Palestina di Tepi Barat dan Hamas menguasai Gaza.
Prakarsa terbaru pada tahun 2013-14 di bawah panduan John Kerry, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.
Pertemuan ini juga gagal untuk mencapai kesepakatan.
Viabilitas
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
Pada tahun 2010, ketika pertemuan langsung dijadwalkan akan dimulai kembali, permukiman di Tepi Barat
semakin berkembang dan dukungan kuat dari Pemerintah Israel telah mengurangi lahan dan sumber daya yang
ada untuk Palestina membuat Palestina dan Israel sayap kiri ragu bahwa solusi dua negara dapat dilakukan.
Pada bulan Januari 2012, laporan Ketua Misi Uni Eropa di Yerusalem Timur menemukan bahwa Israel
melanjutkan kegiatan pembangunan permukiman dan situasi yang tidak stabil bagi penduduk Palestina di
Yerusalem Timur, dan juga di area C, membuat solusi dua negara kurang memungkinkan untuk terlaksana.
Kementerian Luar Negeri Israel menyangkal laporan Uni Eropa dan mengklaim laporan itu "berdasarkan
penggambaran kenyataan di lapangan yang parsial, bias dan memihak satu sisi.". Pada Mei 2012, Dewan Uni
eropa menekankan "perhatian mendalam mengenai perkembangan di lapangan yang mengancam solusi dua-
negara menjadi mustahil untuk dilakukan'.
Pada 29 November 2012, Majelis Umum PBB mengakui Palestina sebagai "negara pengamat non-anggota"
dengan suara 138-9 dan 46 abstain. Keesokan harinya, PM Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan akan
membangun 3.000 rumah baru di atas tanah sebelah timur di Yerusalem Timur, di daerah yang mereka sebut
"E-1".langkah itu segera dikritik oleh beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, dengan duta besar Israel
menjadi dipanggil untuk bertemu dengan perwakilan pemerintah Britania Raya, Prancis dan Jerman, dan
lainnya. Keputusan Israel untuk membangun rumah disebut oleh pemerintahan Obama sebagai
"kontraproduktif", sementara Australia mengatakan bahwa rencana pembangunan "mengancam viabilitas dari
solusi dua negara". Hal ini karena mereka mengklaim usulan permukiman E-1 akan membagi wilayah yang
berada di bawah kendali Otoritas Nasional Palestina menjadi dua, dan wilayah Otoritas tidak akan bisa
mencapai Sungai Yordan dan Laut Mati secara langsung dan harus melewati wilayah Israel.
Solusi lain
Solusi lain adalah solusi satu negara yang berupa negara federal atau kesatuan, dan Rencana Allon, yang juga
dikenal sebagai "solusi tanpa negara."
Solusi tiga negara
Solusi tiga negara diusulkan sebagai alternatif lain. The New York Times memberitakan bahwa Mesir dan
Yordania berniat untuk mengambil alih Gaza dan Tepi Barat. Dampaknya, Gaza akan dikuasai Mesir, dan Tepi
Barat dikuasai Yordania.
Usulan kewarganegaraan ganda
Sejumlah usulan mengenai pemberian kewarganegaraan Palestina atau izin tinggal untuk warga Yahudi
dengan timbal balik Israel menyingkirkan instalasi militer dari Tepi Barat telah diajukan oleh berbagai tokoh
seperti Yasir Arafat dan Ahmed Qurei
Menteri Israel Moshe Ya'alon mengatakan di bulan April 2010 bahwa "sama seperti orang Arab yang tinggal
di Israel, maka seharusnya orang Yahudi dapat tinggal di Palestina." ... "Jika kita berbicara tentang
perdamaian, mengapa [Palestina] bersikukuh agar wilayah yang mereka terima akan dibersihkan dari orang-
orang Yahudi?"
Gagasan tersebut diungkapkan oleh pendukung dari solusi dua Negara dan pendukung dari konservatif atau
fundamentalis di Israel
Secara khusus muncul keprihatinan terhadap kelompok-kelompok militan Palestina seperti Hamas, Jihad
Islami atau Front Rakyat Pembebasan Palestina akan muncul dari kevakuman kekuasaan apabila Israel
memisahkan diri dari Gaza.
Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah
dari Negara Palestina yang diusulkan.
Keamanan Israel.
Keamanan Palestina.
Hakikat masa depan negara Palestina.
Nasib para pengungsi Palestina.
Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman itu.
Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok
(Ratapan) Barat.
Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan
Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan
konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya. Pada kedua belah pihak, pada
berbagai kesempatan, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya
tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll. Ada pula orang-
orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti
mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan itu. Lebih jauh, ada pula orang-orang
yang merangkul sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan menyebutkan
"kedua belah" pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat
tentang tujuan-tujuan bagi bangsa Palestina. Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik
Israel, meskipun misalnya pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.
Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti
akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya
membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah
atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak yang cenderung
memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang
diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Sebagian memperluas pandangan ini untuk membenarkan
serangan-serangan, yang seringkali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel itu sendiri.
Demikian pula, mereka yang bersimpati dengan aksi militer Israel dan langkah-langkah Israel lainnya
dalam menghadapi bangsa Palestina cenderung memandang tindakan-tindakan ini sebagai pembelaan diri yang
sah oleh bangsa Israsel dalam melawan kampanye terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Al Fatah dan lain-lainnya, dan didukung oleh negara-negara lain di
wilayah itu dan oleh kebanyakan bangsa Palestina, sekurang-kurangnya oleh warga Palestina yang bukan
merupakan warga negara Israel. Banyak yang cenderung percaya bahwa Israel perlu menguasai sebagian atau
seluruh wilayah ini demi keamanannya sendiri. Pandangan-pandangan yang sangat berbeda mengenai
keabsahan dari tindakan-tindakan dari masing-masing pihak di dalam konflik ini telah menjadi penghalang
utama bagi pemecahannya.
Sebuah usul perdamaian saat ini adalah peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat
Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima
peta itu namun dengan 14 "reservasi". Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan
diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Menurut rencana yang diajukan
kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh "kehadiran sipil dan militer... yang
permanen" di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan
"mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di
wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza." Pemerintah
Israel berpendapat bahwa "akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah
pendudukan," sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-
satunya ialah bahwa Israel "akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok [artinya, Penghalang Tepi Barat
Israel] dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini" [1] [2].
Dengan rencana pemisahan diri sepihak, pemerintah Israel menyatakan bahwa rencananya adalah
mengizinkan bangsa Palestina untuk membangun sebuah tanah air dengan campur tangan Israel yang minimal,
sementara menarik Israel dari situasi yang diyakininya terlalu mahal dan secara strategis tidak layak
dipertahankan dalam jangka panjang. Banyak orang Israel, termasuk sejumlah besar anggota partai Likud—
hingga beberapa minggu sebelum 2005 berakhir merupakan partai Sharon—kuatir bahwa kurangnya kehadiran
militer di Jalur Gaza akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan penembakan roket ke kota-kota Israel di
sekitar Gaza.
Angelicus R. F Wara Sabon
XII-S1/01
SUMBER:
https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Israel%E2%80%93Palestina
https://id.wikipedia.org/wiki/Solusi_dua_negara
https://sejarahlengkap.com/dunia/penyebab-perang-israel-dan-palestina
https://id.wikipedia.org/wiki/Templat:Pihak-pihak_dalam_konflik_Arab-Israel