Israel dan Palestina sepakat untuk melakukan gencatan senjata setelah perang 11
hari. Perang tersebut telah menewaskan 253 warga Palestina dan 12 warga Israel. Dikabarkan
puluhan ribu sipil Palestina kehilangan tempat tinggal, 400.000 penduduk tidak dapat
kembali kesepakatan JCPOA nuklir dengan Iran. Jika kesepakatan tersebut terjadi, Iran akan
menambah sokongan kepada Hamas. Ini berarti ancaman bagi Netanyahu. Selama hari-hari
pekan pertama penyerangan di Palestina, semua senat dari Republikan AS kecuali 6 anggota
lainnya menyurati Biden. Memintanya, “to immediately end negotiations with Iran, and
make clear that sanctions relief will not be provided”. Bukan malah meminta Biden untuk
Sejak berdirinya negara Israel, mereka telah melancarkan sebuah tindakan oleh apa
yang disebut oleh Patrick Wolfe sebagai kolonialisme-pemukim. Praktik tindakan ini
Pemusnahan suatu etnis atau kelompok tertentu adalah praktik kongkritnya. Kolonilisme ini
berbeda dengan praktik Belanda terhadap Indonesia yang bertujuan mengambil sumber daya
sebelum seluruh warga Arab-Palestina musnah secara keseluruhan, atau menyerahkan seluruh
wilayah mereka kepada para Zionis. Tak ada satu aturanpun di abad-21 yang
kelompok apakah yang dapat menghentikan praktik kolonialisme dan apartheid terhadap
penduduk Arab-Palestina?
Zionisme: Psikologi Sosial Menuju Ideologi Reaksioner
Bumi kita hanya satu. Tetapi ketika pembagian kerja manusia mulai berkembang
lebih jauh, muncul kepemilikan pribadi, klas-klas dan negara, kehidupan sosial menjadi lebih
kompleks. Kompleksitas aktivitas sosial ini berdampak pada semakin kompleksnya kesadaran
sosial setiap individu ataupun kelompok. Kemunculan Zionism, yang merupakan landasan
bagi berdirinya negara Israel merupakan bagian dari gerak sejarah kontradiksi manusia.
produksi mewujudkan munculnya liberalisme dan kapitalisme yang antara lain mengarah
pada emansipasi politik, sosial, dan ekonomi kaum Yahudi. Mobilitas sosial Yahudi dan
sikap anti-Semit [ CITATION Alm90 \l 1033 ],[ CITATION Fei87 \l 1033 ], [ CITATION Pat16 \l 1033 ] .
Di Eropa Timur orang Yahudi dipersekusi, sedangkan mereka dilarang untuk masuk ke Eropa
Barat. Sehingga dapat dipahami bahwa penindasan yang didapatkan oleh orang Yahudi di
Yahudi di Eropa, terkhusus di bagian Timur. Maka masuk akal ketika mereka ingin keluar
dari lingkaran penindasan tersebut. Keinginan tersebutlah yang disebut sebagai psikologi
sosial—sebuah manifestasi atas pendapat, emosi, perasaan, suasana hati, tindakan sukarela,
dsb [ CITATION Dou99 \l 1033 ]. Namun, psikologi sosial tidak selalu memunculkan respon
yang tepat dalam mengakhiri penindasan. Inilah landasan untuk menjelaskan akar psikologis
Ide gagasan Zionisme menyimpulkan bahwa orang Yahudi memang tidak dapat
hidup secara berdampingan dengan non-Yahudi. Gagasan seperti ini merupakan, seperti yang
disebutkan oleh Louise O’Shea [CITATION 2017 \n \t \l 1033 ] sebagai pendekatan Politik
produksi yang muncul atas corak produksi dominan. Sifat yang dimunculkan dari ekspresi ini
sangatlah individualistik.
Respon kelompok Zionist berbeda dengan entitas Yahudi di luar mereka. Sebut saja
Bund—sebuah serikat pekerja Yahudi yang berada di Lituania, Polandia, dan Rusia. Lituania
dan Polandia merupakan bagian wilayah kekuasaan Raja Tsar Rusia. Seorang raja yang
sangat aktif mempersekusi penduduk Yahudi. Alih-alih mendukung, Bund justru menolak
pembangunan negara Yahudi dan menyebutnya sebagai respon pelarian dari penindasan
sistematis kapitalisme [ CITATION Abr48 \l 1033 ]. Penulis sepakat dengan dasar pemikiran
tersebut, penindasan yang diterima oleh penduduk Yahudi di Eropa merupakan bagian dari
konsekwensi praktik kapitalisme. Maka respon yang harus dilakukan justru bukan
memisahkan diri dari perjuangan kelas. Namun, Zionisme telah menjadi ideologi. Ide dan
membuahkan hasil dengan pemberian dukungan Inggris. Disamping karena nuansa anti-
Semitism juga merambah Eropa Barat, dukungan dari Inggris juga berlandaskan kepentingan
Penemuan minyak di Iran oleh Inggris berujung pada kesadaran bahwa sejumlah
besar minyak bisa jadi terkumpul di gurun pasir Timur Tengah. Sebagian besar wilayah
tersebut dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman Turki yang tengah bergejolak akibat kalah Perang
Dunia I (PD I). Pasca kekalahannya, Turki harus membayar dengan membagi kekuasaannya
kepada Inggris dan Perancis. Amerika, yang merasa memiliki andil positif bagi Inggris pada
PD I, akhirnya meminta konsesi kepada Inggris. Muncul lah konsorsium yang disebut sebagai
Iraq Petroleum Company. Sebuah perusahaan multinasional yang terdiri dari Exxon, Texaco,
Gulf, Chevron, dan Mobile milik AS, British Petroleum milik Inggris, dan Shell, perusahaan
Kesadaran Inggris atas pentingnya minyak baru muncul pasca Perang Dunia I. Pasca
perang, Inggris langsung berniat untuk mengganti seluruh bahan bakar armada perangnya
kelompok etno-budaya Zionist yang saat itu dipimpin oleh Herzl. Gerakan ini, paham betul
Selain memang, seiring munculnya Israel dalam peta perpolitikan global, minyak bukan
hanya untuk menyuapi negara penyokongnya. Namun juga sebagai penyokong vital ekonomi
Israel—sebagai sumber daya finansial eksternal, imigrasi dan alat perang [ CITATION Uri99 \l
1033 ].
Dalam perjalanannya, Israel menjadi negara kuat baru dalam peta perpolitikan dunia.
Realitas ini harus dipahami beriringan dengan pengakuan bahwa eksistensi mereka berada di
atas sokongan Amerika [ CITATION Jer20 \l 1033 ] dalam berbagai kondisii—perang ataupu
genjatan senjata dengan Hamas (Palestina). Bantuan ekonomi dari AS dan komunitas Yahudi
di luar Israel sangat menentukan dan strategis—ketika Israel dalam kondisi terancam,
bantuan dari negeri Paman Sam meningkat [ CITATION Pau11 \l 1033 ]. Mengapa AS selalu
Surat kabar Israel, Ha’aretz pada 30 September 1951, menuliskan poin penting
aggressive Policy towards the Arab states when this would explicitly contradict the
wishes of the US and Britain. But if for any reasons the Western powers should
sometimes prefer to close their eyes, Israel could be relied upon to punish one or
several neighbouring states whose discourtesy to the West went beyond the bounds
of the permissible.”
Dari pernyataan inilah, saya melihat pergeseran maksud dari proyek kolonialisme di
Palestina—tidak lagi menempatkan agenda pembebasan bangsa Yahudi dari penindasan anti-
Semitism. Namun berubah menjadi agenda Imperialisme untuk menguasai Timur Tengah
di daerah tersebut. Israel berperan melancarkan agenda-agenda ‘kotor’ yang tidak dapat
dilakukan oleh Amerika dan sekutu secara langsung karena berhubungan dengan nama baik
Amerika dan sekutu sebagai pemenang. Penyerahan Palestina ke Liga Bangsa-Bangsa oleh
Inggris dan berpindah ke tangan Israel. Penurunan eskalasi Perang Vietnam. Dilanjutkan
Kongo, Brazil, dan Argentina. Berlanjut dengan penundukkan paksa sipil Palestina, kenaikan
Sadat di Mesir, telah memberikan angin segar bagi imperialisme untuk melebarkan sayapnya
neokolonialisme. Rekaman peristiwa tersebut juga telah membuat perjuangan massa anti
Uni Soviet dalam Perang Dingin (perang ideologis). Kekalahan Soviet secara tidak langsung
juga berimplikasi pada massifnya gelombang perpindahan para penduduk Yahudi di Eropa
Timur ke Israel. Walaupun semenjak Stalin berkuasa, Soviet telah memberlakukan kebijakan-
kebijakan yang memperenggang hubungan baik dengan orang-orang Yahudi. Peristiwa ini
harus dimaknai sebagai celah penguatan hegemoni ideologi Zionisme dapat memberikan
jaminan hidup lebih baik daripada program sosialisme Eropa Timur bagi penduduk Yahudi di
Eropa dengan menjanjikan sumber daya tak terbatas dari negara-negara dan perusahaan
multinasional penyokong. Semakin banyak orang yang datang, semakin ‘ilmiah’ landasan
membutuhkan lahan lebih. Maka semakin massif pengusiran dan pembunuhan penduduk
Arab-Palestina.
Namun, penyerangan membabi buta tentara Israel selama 11 hari terhadap Hamas
dan sipil Palestina telah memberikan pelajaran penting bahwa program Barat (imperialisme)
dan retorikanya, tidak memiliki kepentingan untuk membantu dekolonisasi Palestina. Realitas
ini semakin tragis untuk dihadapi ketika negara-negara Arab mulai melakukan normalisasi
hubungannya dengan Israel dan meneruskan akrtivitas jual beli senjata dengan Amerika.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa dunia tidak hanya terbagi menjadi negara-negara
penindas dan tertindas. Tetapi imperialis juga memiliki kepanjangan tangan di negara-negara
Dunia Ketiga. Realitas ini membuat kita semua dipaksa untuk beranjak dari pengharapan atas
negara sebagai tumpuan utama. Tetapi bertumpu pada solidaritas internasional. Solidaritas
Palestina? Imperialisme secara khusus dipupuk oleh sistem penanaman modal di negara
dunia ketiga. Ia bermakna tidak lebih daripada mempergemuk kekayaan para borjuasi di
negara-negara dunia pertama. Dua kalimat pernyataan inilah yang harus dipahami dalam
penjelasan panjang penulis. Maka dari itu, justru buruh yang memiliki posisi strategis dalam
menghentikan perang dan mendorong pengakuan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa
Palestina sebagai negara berdaulat. Buruh secara alamiah dalam relasi produksi kapitalisme
pada tahapan tertentu membutuhkan perang. Selain karena industri persenjataan diuntungkan,
perang harus dijalankan sebagai kebijakan negara-negara imperialis karena harus menghadapi
kekuatan yang menghambat proses penanaman akumulasi modal. Inilahlah esensi sebenarnya
dari maksud terus menerus negara-negara imperialis terlibat dalam, baik secara langsung
ataupun mensponsori peperangan di Timur Tengah. Tak terkecuali seperti yang baru-baru
terjadi di Palestina.
Palestina harus dilakukan dengan pemogokan umum di berbagai negara. Pemogokan umum
memiliki esensi penghentian proses produksi untuk menghambat sirkulasi kapital dalam
dunia industri. Buruh-buruh di negara imperialis seperti Amerika, Inggris, dan Australia
harus melancarkan tindakan tersebut atas dasar solidaritas internasional di tengah tidak
dengan Israel.
Pemogokan seperti ini telah dilakukan oleh buruh pelabuhan di Livorno, Italia dalam
menolak bongkar muat alat perang yang diangkut oleh Asiatic Island menuju Israel saat
[ CITATION Jul21 \l 1033 ] . Praktik pemogokan seperti ini juga pernah dilakukan oleh buruh
pelabuhan Pearl Harbour di Australia ketika mereka menolak bongkar muat persenjataan
Belanda dalam Agresi Militer tahun 1946. Membuat tentara Belanda kekurangan pasokan
senjata dalam peperangan melawan tentara dan sipil Indonesia. Metode ini harus diikuti oleh
Bibliography
Almog, S. (1990). Nationalism & Anti-Semitism in Modern Europe 1815–1945. Oxford: Pergamon.
Bialer, U. (1999). Oil and the Arab-Israel Conflict, 1948-63. New York: St. Martin's Press.
Bullimore, K. (2017). The Balfour Declaration: a century of colonisation and resistance. Socialist
Alternative Australia.
Fein, H. (1987). Explanations of the Origin and Evolution of Anti-Semitism. The Persisting Question:
Sociological Perspectives and Social Contexts of Modern Anti-Semitism.
Julio, A. (2021). Buruh Pelabuhan Italia Menolak Memuat Pengiriman Senjata ke Israel.
kontekstual.com.
King, S. T. (2019). Lenin's Theory of Imperialism Today: The Global Devide between Monopolu and
Non-Monopoly Capital . PhD thesis, Victoria University.
Lindemann, A. S. (1991). The Jew Accused: Three Anti-Semitic Affairs (Dreyfus, Beilis, Frank) 1894–
1915. Cambridge: Cambridge University Press.
Lindemann, A. S. (1997). Esau’s Tears: Modern Anti-Semitism and the Rise of the Jews. Cambridge
and New York: Cambridge University Press.
Lorimer, D. (1999). Fundamentals of Historical Materialism: The Marxist View of History and Politics.
Resistance Book.
O'Shea, L. (2017, July 06). The problem with the identity politics.
Oxfam. (2021). After the bombing, Gaza struggles to restart power, water, hospitals, markets and
fishing for its 2.1m people. Oxfam.
Rivlin, P. (2011). The Israeli Economy from the Fondation of the State through the 21st Century. New
York: Cambridge University Press.
Samson, A. (1975). The Seven SIsters: The Great Oil Companies & The World They Shaped. New York:
Viking Press.
William I. Brustein dan Ryan D. King. (2004). Anti-Semitism in Europe Before the Holocaust.
International Political Science Review (2004), Vol 25, No. 1, 35–53, 36-37.
Wolfe, P. (2016). Traces of history: elementary structures of race. Verso Books.
i
Lihat Ernest Mandel, The Meaning of the Second World War, Verso: London, 1986, hlm. 151. Pasca PD II
berakhir, pembagian daerah-daerah koloni negara Imperialis berubah. Sebagian lepas karena pengaruh nasionalisme
Uni Soviet yang anti terhadap imperialisme begitu kuat di daerah-daerah yang saat ini disebut sebagai ‘Third World
Country’. PD II telah memaksa Inggris mengeluarkan ongkos perang yang tinggi untuk tentara dan persenjataan
mereka. Di sisi yang lain biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus negara-negara koloni sangatlah besar menyusul
eskalasi perlawanan sipil daerah koloni meningkat. Sehingga harus memberikan sebagian daerah koloninya termasuk
daratan Palestina kepada sekutu menggunakan proyek dekolonisasi PBB sebagai agenda terselubung.