Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tiara Septiani

NIM : 2201111826
Kelas : Hubungan Internasional (B)
Matkul : Sistem Perdamaian dan Konflik
Dosen Pengampu : Irwan Iskandar, S.IP, MA

KONFLIK SENGKETA ANTARA PALESTINA DAN UKRAINA

Konflik antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa
itu tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan Palestina yang
dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54%
dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila
ditinjau dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase masyarakat
Israel yakni bangsa Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada. Hal inilah yang
menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah
mereka sendiri. Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu
tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah terror yang meluas
terhadap rakyat Palestina. berlangsung. Pada tanggal 9 April 1948 dilancarkan pembantaian
massal, serangan yang dilakukan milisi Irqun dan sebanyak 259 penduduk tewas. Selanjutnya
pada tanggal 14 Mei 1948  bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara
Israel. Tanah yang menjadi sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari Inggris setelah
perang dunia I. bangsa Yahudi menginginkan negrinya berdiri sendiri diatas tanah tersebut
sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa Palestina. Populasi bangsa Yahudi saat itu
hanya 56.000 sedangkan Palestina mencapai satu juta. Sengketa ini terus berjalan seiring
dengan tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel. Tentara Israel melakukan penyerangan 
salah satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat , Palestina. Israel mengawali blokade di
Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Tentara Israel memburu warga Palestina
khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi seperti itu membuat warga dan petinggi
pemerintah Palestina meradang. Apalagi respon dunia khususnya Amerika Serikat sangat
lambat. Bahkan hampir dapat dikatakan tidak ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan
di jantung Palestina. Di kota itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel otoritas
Palestina di bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan layaknya sebuah
negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota definitive Palestina yaitu Yerussalem terwujud.Selain
mengepung dan menyerang kota Ramallah pasukan Israel juga melakukan serangan kilat ke
Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya
dan Nablus di Tepi Barat secara de facto berada dalam kontrol Israel. Rakyat Palestina yang
merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama ratusan tahun tidak tinggal diam saja.
Mereka terus melancarkan perang terhadap Israel sehingga muncullah perang yang terjadi
antara tahun 1948, 1967 dan tahun 1971.  Perjuangan rakyat Palestina untuk merebut kembali
wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO. September tahun 1982 terjadi
pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp pengungsian Sabra dan Shatila
yang menewaskan 2700 pengungsi hanya dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri akhirnya
membentuk milisi yang dikenal dengan Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak
tahun 1987. Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada
perjanjian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina yang akan
memberikan kesempatan kemerrdekan bagi bangsa Palestina telah dilanggar pada tahun 1998.
Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan berdirinya Palestina di Tepi Barat dan
Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem Timur ternyata mengalami kegagalan karena perjanjian
tersebut dianggar oleh Israel.Sebaliknya dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas
kuatnya kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kebijakan apartheid yang
membedakan waran dan bersifat sangat diskriminatif diterapkan. Israel sendiri telah menguasai
perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya alamnya, dengan ditopang
dengan kekuatan militer yang berfungsi untuk terus mengawasi rakyat Palestina. Perlawanan
Intifada bergolak pada akhir September 2001 setelah terjadiya bentrokan antara Palestina dan
Israel dipicu oleh kedatangan Ariel Sharon yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian
di kamp pengungsian Sabra dan Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam
Mesjid Al Aqsa.Sampai saat ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus
berlanjut sementara berulang kali telah dilakukan perjanjian-perjanjian perdamaian antara kedua
belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan diakibatkan oleh pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi.
Israel dan Palestina merupakan suatu negara yang masing-masing berusaha untuk
memperoleh wilayah sebagai salah satu unsur dari negara yang merdeka. Sementara upaya dari
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sampai saat ini belum juga mampu menyelesaikan konflik
antar kedua bangsa tersebut dan pilihan yang diambil oleh keduanya adalah upaya untuk
memperkuat melalui kekuatan bersenjata dengan membentuk milisi di kedua belah pihak.
Setelah pelanggaran yang dilakukan Israel dalam perjanjian Oslo Tepi Barat dan Jalur Gaza
dilanda gelombang pemogokan. Kota-kota besar seperti Nablus, Hebron, Ramallah dan Gaza
adalah titik-titik sentaral aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi yang dilakukan oleh Palestina.
Departemen perdagangan Palestina sampai pada tingkat penyeruan atas aksi mogok
bergelombang sebagai solidaritas atas demonstrasi-demonstrasi yang berlanjut untuk terus
mendukung perlawanan atas Israel. Gerakan boikot terhadap produk Israel dilakukan melalui
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non Government Organization (NGO) dan kelompok-
kelompok pemuda yang mengkampanyekan boikot.
Dari berbagai bentuk perlawanan baik demonstrasi, boikot sampai jalan bersenjata telah
dilakukan oleh rakyat Palestina sementara Israel sendiri memakai kekuatan bersenjata selain
upaya tekanan melalui kebijakan-kebijakan yang memecah belah rakyat Palestina. Dilihat dari
segi kekuatan ekonomi yang mampu menopang berlangsungnya konflik dengan kekuatan
bersenjata jelas Israel membutuhkan dana yang tidak sedikit dan mengenai kekuatan ekonomi
ini Israel ditunjang oleh Amerika Serikat yang telah mendukung Israel sejak tahun 1950 ketika
mulai merebaknya perlawanan anti imperialis oleh negara-negara Arab. Mulai saat itu turun
dana dalam jumlah besar ke Israel untuk menjaga perekonomian yang kuat di Israel serta
menciptakan negara bersenjata yang tangguh. Untuk data ekonomi 2001 Israel menerima dana
sebanyak 4 milyar dolar dari Amerika Serikat, tiga milyar dolar untuk dana militer dan sisanya
sebagai alat pembangunan ekonomi. Khusus untuk dana persenjataan selama 4 tahun tahun
setelah melawan negara-negara Arab tahun 1967 diturunkan dana 1,5 milyar dolar
Perbandingan kekuatan inipun sangat jauh dibanding Palestina yang hanya memperoleh dana
sebanyak seratus juta dolar dalam satu tahun periode 2000-2001. Sejak tahun 1974, Amerika
telah menghibahkan dana sebanyak 80 Milyar dolar untuk Israel.Melihat latar belakang
permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan konflik yang terjadi sekarang ini maka Israel
harus bertanggung jawab terhadap kekerasan yang terjadi atau kekerasan yang dilakukannya
terhadap Palestina. Hal tersebut didasarkan atas faktor-faktor adanya pertanggungjawaban
negara, yaitu :
1) Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tersebut.
2) Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hokum internasional
tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara.
3) Adanya kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh tindakan yang melanggar hukum
atau karena kelalaian tersebut.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka penyerangan Israel terhadap Palestina
memenuhinya. Pihak Israel memandang bahwa penyerangan yang dilakukan oleh mereka
merupakan suatu tindakan pembelaan diri terhadap serangan bom bunuh diri yang dilakukan
oleh warga Palestina yang beraliran keras seperti dari Pejuang Hamas. Apabila alasan itu
dipakai dilihat dengan adanya upaya menolak tanggungjawab yakni keadaan darurat sebagai
pembelaan diri sebagaimana ditentikan oleh Komisi Hukukm Internasional (ILC/international
Law Commision)tahun 1980, jelas tetap tidak dapat digunakan karena jelas posisi Israel adalah
kuat dalam segala bidang. Tetapi pernyataan pihak dari Isarel tersebut bukan suatu pembelaan
karena memang melihat dari sejarah dan latar belakang permasalahan yang ada terlihat jelas
bahwa Israel mempunyai kesalahan karena telah merebut wilayah dari Palestina. Untuk
menyelesaikan konflik tersebut Israel mau tidak mau harus rela melepaskan wilayah yang
menjadi hak dari Palestina yaitu antara lain Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerussalem yang akan
dijadikan sebagai ibu kota Palestina.

Anda mungkin juga menyukai