Anda di halaman 1dari 4

Peranan Indonesia dalam Konflik Palestina-Israel

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya permasalahan Palestina dan


Israel.
Permasalahan Israel dan Palestina sudah berlangsung cukup lama.
Dimulai saat orang-orang Yahudi mendeklarasikan Israel sebagai satu negara
merdeka pada tanggal 15 Mei 1948 di tanah Palestina. Penyebab terjadinya
permasalahan Israel dan Palestina, pertama, terjadi perbedaan pendapat antara
Sir Henry MacMahon (diplomat Inggris yang ditempatkan di Mesir) dan
Hussain bin Ali (Pemuka Hejaz/Mekah) mengenai Palestina. Sebelumnya
Palestina adalah wilayah kekuasaan dari Turki. Sejak tahun 1915 terjadi
korespondensi antara Sir Henry MacMahon (diplomat Inggris yang ditempatkan
di Mesir) dan Hussain bin Ali (Pemuka Hejaz/Mekah). Saat itu Hussain Bin Ali
berjanji membantu Inggris mengusir kekuasaan Ottoman Turki dengan
mengadakan revolusi di Arab dan sebagai imbalan Hussain bin Ali minta
wilyah Arab termasuk Palestina untuk berada dibawah kekuasaannya. Terjadi
kesalah pahaman dalam surat terakhir Sir Henry MacMahon pada 13 Desember
1915. Disebutkan wilayah mana saja yang bakal diberikan pada Hussain Bin
Ali. Menurut Inggris mereka tidak menjanjikan Palestina pada Hussain bin Ali
tapi sebaliknya Hussain bin Ali yakin Palestina ada dalam perjanjian tersebut.
Kedua, adanya Deklarasi Balfour. Deklarasi tersebut berisi perjanjian
Menteri Luar Negeri Britania Raya Arthur Balfour kepada Lord Walter
Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Britania pada 2 November
1917. Isi deklarasi tersebut mengenai dukungan pendirian sebuah rumah
nasional untuk orang-orang Yahudi di Palestina. Dengan kemenangan Inggris
melawan Turki atas Palestina, Inggris memiliki kuasa untuk menentukan
keadaan Palestina. Pada deklarasi tersebut maka orang-orang Yahudi mulai
bermigrasi ke Palestina. Perpindahan ini masih belum terlalu banyak sampai
pada akhirnya orang-orang Yahudi mendeklarasikan Israel sebagai satu negara
merdeka di tanah Palestina tahun 1948.
Ketiga, ketidakadilan PBB dalam pembagian wilayah Israel dan
Palestina. Tahun 1947, PBB mengusulkan pemisahan negara Arab dengan
negara Yahudi di Palestina. Rencana pemisahan ini ditolak oleh pemimpin
negara Arab di Palestina karena pembagian wilayah yang tidak adil. Negara
Yahudi diberikan porsi 56% wilayah Palestina. Liga Arab mengancam
mengambil tindakan militer untuk mencegah pembagian Palestina dan untuk
menjamin hak-hak nasional penduduk Arab Palestina. Sehari sebelum mandat
pembagian, 14 Mei 1948, Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. Dengan
wilayah sesuai rencana pembagian. Negara-negara Arab menyatakan Perang
terhadap Israel.
Keempat, kekalahan Perang Enam Hari. Didirikannya negara Israel di
tanah Palestina memicu kemarahan negara-negara Arab, yaitu Mesir, Yordania,
dan Suriah. Ketiga negara ini menyerang Israel dari berbagai penjuru. Akan
tetapi, Israel mampu mengalahkan ketiga negara ini selama enam hari dan Israel
enggan untuk kembali ke wilayah seperti sebelumnya. Wilayah-wilayah
Palestina yang telah diduduki Israel di klaim menjadi wilayahnya sehingga
wilayah Palestina semakin sempit.
Kelima, sejarah konflik Israel dan Palestina yang cukup lama
menyebabkan banyak perubahan terutama menjatuhkan banyak korban jiwa dari
kubu Palestina maupun Israel. Banyaknya korban jiwa ini terus memacu Israel
dan Palestina melakukan peperangan.
Keenam, faktor teologis (agama). Yahudi menganggap mereka sebagai
bangsa pilihan dibandingkan dengan bangsa lain. Ini berlanjut pada tanah
Palestina yang sekarang diduduki oleh Israel adalah tanah yang dijanjikan
Tuhan kepada mereka. Sedangkan bagi bangsa Palestina, wilayah yang
diduduki oleh Israel adalah tempat suci Palestina, yaitu Mesjid Al-Aqsa di
Yarussalem. Muslim percaya bahwa nabi berasal dari Palestina dan mengukir
sejarah di tempat itu.
Ketujuh, faktor ekonomi (hegemoni Barat). Amerika Serikat adalah
sekutu Israel yang selalu berada dalam barisan terdepan dalam konflik maupun
perdamaian. Ini dikarenakan konstelasi politik Amerika Serikat memerlukan
wilayah strategis di Kawasan Timur Tengah untuk memudahkan pengaruh
mereka di sana. Ini berkaitan dengan ekonomi di kawasan Timur Tengah yang
kaya, khususnya minyak dan gas. Amerika Serikat sebagai negara maju dengan
industrinya memerlukan banyak energi untuk menjalankan ekonomi negaranya.
Sementara Palestina sendiri mendapat dukungan dari negara-negara muslim,
seperti Mesir, Iran, Arab Saudi, Suriah, Yordania, Lebanon, dan Indonesia.

2. Kebijakan yang telah diterapkan oleh OKI dalam menanggapi


permasalahan Palestina-Israel
Organisasi Kerja sama Islam (OKI) didirikan dalam Konferensi di Rabat,
Maroko pada 22-25 September 1969. Latar belakang pendiriannya sudah
membahas mengenai permasalahan yang dihadapi umat Islam, terutama mengenai
isu Mesjid Al-Aqsa yang mengalami ancaman dari Israel. Prinsip OKI sudah
berisi mengenai penyelesaian sengketa dengan cara yang damai. Dengan
demikian permasalahan sengketa antara Palestina dan Israel, OKI
menyelesaikannya dengan cara diplomasi.
Palestina dalam KTT OKI menjadi pembahasan dan memiliki komite
khusus Palestina. Pembicaraan dalam OKI sering membahas persoalan Timur
Tengah dan Palestina karena memiliki keterkaitan sebagai kepentingan umat
Islam seluruh dunia. OKI menyusun resolusi yang terkait dengan isu Palestina
mendapat dukungan luas dari segenap anggota OKI. Para Pemimpin OKI,
termasuk Presiden Republik Indonesia memberi dukungan bagi penyelesaian
Palestina secara damai dibawah koordinasi badan internasional yang didukung
secara internasional.
Akan tetapi dalam bahasan KTT OKI tidak selalu berfokus pada Palestina
karena anggota-anggota OKI memiliki permasalahan lain seperti serangan Israel
terhadap Suriah, masalah serangan AS ke Irak, konflik India-Pakistan, masalah
Afrika Selatan, Philipina Selatan, Afghanistan, dan lain sebagainya. OKI pun
mengalami kesulitan pendanaan sehingga kurang dapat mengoptimalkan program-
programnya. Dalam pembahasan Palestina, OKI lebih sering memberi semangat
dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya. Oki secara teratur menyerukan penarikan tentara
Israel dari wilayah Palestina, pengakuan hak orang Palestina, dan Palestine
Liberation Operation (PLO) sebagai perwakilan sahnya. OKI juga bekerja aktif
meski tanpa banyak efektif praktis melalui Komite Perdamaian Islam yang
didirikan pada 1981, untuk mencoba mengakhiri konflik Israel dan Dunia Arab.
Dalam perkembangannya OKI seringkali dianggap hanya mewakili
kepentingan negara-negara Arab yang kaya (yang notabene lebih pro-Barat)
karena dari sisi finansial, OKI memang sangat bergantung pada mereka. Oleh
karena itu, OKI lebih sering terlihat bersikap pasif terhadap persoalan-persolan
yang dihadapai negara-negara Islam, seperti kasus-kasus Bosnia, Kashmir,
Palestina, dan Chechnya. Sikap pasif ini lah yang menyebabkan OKI belum
mampu menunjukkan diri sebagai salah satu kekuatan yang diperhitungkan dalam
peta politik internasional.

3. Peran Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan Palestina di forum


internasional!
Palestina memiliki peranan penting bagi Indonesia, yaitu sebagai negara
yang awal mengakui kemerdekaan Indonesia dan ikut menyebarluaskan kabar
Indonesia merdeka. Selain itu, Indonesia yang mayoritas muslim sehingga selalu
mendukung perjuangan rakyat Palestina. Indonesia yang merasakan pedihnya
penjajahan sehingga memiliki cita-cita menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Keterkaitan historis, agama, dan cita-cita bangsa inilah yang menjadikan
Indonesia selalu mendukung Palestina dalam permasalahan dengan Israel.
Untuk menyelesaiakan masalah Palestina dan Israel, Indonesia memiliki
peranan strategis. Indonesia dengan prinsip politik bebas aktifnya mampu menjadi
penghubung negara-negara Barat dengan negara Arab untuk mendukung
kedaulatan negara Palestina. Indonesia yang aktif dalam kerjasama maupun
forum-forum Internasional selalu memberikan peluang untuk membahas mengenai
permasalahan Palestina dan menggalang dukungan dari negara-negara yang
terlibat dalam pertemuan tersebut. Dukungan dari banyak negara ini sangat
penting untuk mendesak Israel mengakui kedaulatan Palestina dan keluar dari
wilayah Palestina.
Indonesia melakukan langkah-langkah nyata lainnya untuk kemerdekaan
Palestina. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia tidak mengakui
kemerdekaan Israel, Israel tidak mendapatkan visa Indonesia saat berlangsungnya
Asian Games 1962 sebagai dukungannya terhadap Palestina, menolak
pertandingan bola antara Israel dan Indonesia jika berlangsung di Tel Aviv dan
Jakarta, dan menentang keinginan Israel untuk bergabung dalam KAA. Presiden
Soeharto menyatakan bahwa kemerdekaan Palestina adalah hal mutlak. Pada masa
presiden Megawati, Menlu Hasan Wirayuda dengan tegas mendukung Palestina
merdeka. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan dukungan Indonesia
untuk Palestina. Presiden Jokowi pun memuliki suara yang sama, yaitu mengajak
seluruh negara Asia dan Afrika berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Indonesia
pun menyerukan OKI untuk melakukan pertemuan dengan PBB untuk membahas
pelanggaran HAM di Al-Aqsa.
Indonesia selalu berperan aktif mendukung kemerdekaan Palestina. Kini
Indonesia yang menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB menjadi
posisi strategis untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina yang berdaulat.

4. Strategi yang selama ini diterapkan sudah efektif dan bagaimana solusi yang
berikan untuk mengatasinya konflik Palestina-Israel.
Strategi yang selama ini dilakukan untuk menyelesaikan masalah Palestina
dengan Israel sudah tepat. Palestina memerlukan dukungan secara negara-negara
internasional dalam meraih kemerdekaan. Desakan secara moril maupun sosial
yang dilakukan cukup mendesak Israel. Akan tetapi, penyeleisaian dengan cara-
cara tersebut belum dapat dikatakan efektif. Ini dikarenakan pertentangan
Palestina dan Israel yang belum selesai sampai saat ini.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) belum menunjukkan keseriusan dalam
menyelesaiakan masalah Palestina. Ini dikarenakan kurangnya eksistensi dan
jalannya program OKI yang membuat suara OKI tidak diperhitungkan dalam
dunia internasional.
Israel dan Palestina perlu berdiplomasi tanpa ada tekanan dari pihak
manapun. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih ada pihak yang merasa
kecewa jika salah satu pihak mengalah. Misalnya dalam Perjanjian Oslo, Israel
dan Palestina sudah berdiplomasi yang dilakukan seperti Yitzhak Rabin, Perdana
Menteri Israel dengan Yasser Arrafat dari Palestina. Sikap Israel yang melunak
membuat kekecewaan aktivis Israel, Yigal Amir, yang melakukan pembunuhan
kepada Yitzhak Rabin.
Jika ada kesempatan berdiplomasi kembali, baiknya Israel dan Palestina
perlu memiliki kesamaan sudut pandang mengenai awal permasalahan. Sejauh ini,
Israel dan Palestina memiliki pandangan yang berbeda. Israel memandang secara
teologis dengan tanah Palestina adalah tanah suci perjanjian dengan Tuhan yang
menjadikan landasan Israel mengklaim tanah jajahan. Sedangkan Palestina
melihat secara historis dengan bangsa Palestina sudah menetap lama di tanah
Palestina. Ini didukung dengan peninggalan-peninggalan yang menunjukkan
bangsa Palestina sudah menetap lama, contohnya dengan adanya tulisan Funisia di
situs kuno di tanah Palestina. Dengan adanya kesamaan pandangan mengenai
awal mula permasalahan maka akan lebih mudah menemukan titik temu dalam
penyelesaian terhadap masalah Israel dengan Palestina.

Anda mungkin juga menyukai