• Latar belakang : Munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan negara tersebut menjadi Federasi Malaysia.
Rencana tersebut mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia,
karena Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik Sultan Suhu. Dan menurut Presiden Soekarno, pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaannya di Asia Tenggara dan dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia. Konferensi Maphilindo (Malaysia, Filipina, Indonesia) Diadakan pada tanggal 31 Juli -5 Agustus di Filipina. Hasil pertemuan tersebut memberikan kesan bahwa ketiga kepala pemerintahan berusaha menyelesaikan permasalan secara damai dan sebaik-baiknya.
• Konferensi Maliphindo menghasilkan 3 dokumen penting, yaitu :
1. Deklarasi Manila 2. Persetujuan Manila 3. Komunike Bersama
Inti pokok dari 3 dokumen tsb adalah Indonesia dan Filipina
menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia apabila rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu. Ketiga kepala negara meminta Sekjen PBB untuk membentuk tim penyelidik dan melakukan pendekatan terhadap persoalan ini sehingga dapat diketahui apa keinginan rakyat di daerah yang akan dimasukan ke Federasi Malaysia.
Namun sebelum PBB menyelesaikan tugasnya, Federasi Malaysia
diproklamasikan pada tanggal 16 September 1963. Pemerintah RI menganggap proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelanggaran Komunike Bersama Manila.
Presiden Soekarno tidak dapat menerima tindakan yang dilakukan PM
Malaysia tsb. Hal itu merupakan suatu perwujudan dari “act of bad faith” Tengku Abdul Rahman. Aksi-aksi demonstrasi besar terjadi di Jakarta dan KBRI Kuala Lumpur, sehingga pemerintah RI memutuskan hubungan diplomatik (17 Sept), dan hubungan ekonomi (21 Sept). Dwi Komando Rakyat (Dwi Kora) Salah satu upaya yang dilakukan yaitu mengadakan pertemuan menteri luar negeri Indonesia – Malaysia – Filipina. Tetapi pertemuan tsb tidak menghasilkan keputusan yang positif, sehingga diplomasi mengalami kemacetan. Ditengah kemacetan tsb, Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Kora. Untuk menjalankan konfrontasi Dwi Kora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga. Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak tetap dewan keamanan PBB. Pemerintah Indonesia menolak pencalonan tsb, sikap ini langsung disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya yang terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB adalah karena masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sbg anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan spontan Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB.