Anda di halaman 1dari 3

Hal yang dapat merusak akad

Dalam hukum Islam terdapat 2 legalitas dari akad, yakni yang pertama adalah shahih atau
sah dimana semua rukun akad beserta semua kondisinya sudah terpenuhi, yang kedua
adalah batil, yaitu jika salah satu dari rukun akad tidak terpenuhi, maka akad tersebut
menjadi batal atau tidak sah, terlebih jika terdapat ada unsur Maisir, Gharar, dan Riba di
dalamnya, dalam transaksi yang menggunakan akad syariah ketiga unsur tersebut
sebaiknya dihindari.1 Maisir adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan,
dimana pihak yang menang mengambil harta atau materi dari pihak yang kalah. Gharar
adalah suatu keadaan yang tidak menyajikan informasi memadai tentang subjek atau
objek akad. Sedangkan Riba adalah setiap adanya kelebihan jumlah yang tidak syar’I
antara nilai yang diterima dengan nilai barang yang diberikan. 2

Kecacatan pada akad dalam fikih Islamiah, dapat merusak terjadinya akad karena tidak
terpenuhinya unsur sukarela antara para pihak yang bersangkutan, misalnya terdapat
unsur paksaan, kekeliruan, penipuan atau pemalsuan, dan tipu muslihat. Salah satu bentuk
kecacatan akad adalah Ikrah atau paksaan, yakni memaksa pihak lain secara melanggar
hukum untuk melakukan atau tidak melakukan suatu ucapan atau perbuatan yang tidak
disukainya, dengan ancaman sehingga menyebabkan terhalangnya hak seseorang untuk
bebas berbuat.3 Suatu kontrak dianggap termasuk paksaan apabila terdapat hal-hal seperti,
yakni:

1. Pihak yang memaksa mampu melaksanakan ancamannya.

2. Orang yang diintimidasi bersangka berat bahwa ancaman itu akan dilaksanakan
terhadapnya.

3. Ancaman itu ditujukan kepada dirinya atau keluarganya terdekat.

4. Orang yang diancam itu tidak punya kesempatan dan kemampuan untuk melindungi
dirinya.4

1
Alia, C. L. 2015. Akad yang cacat dalam hukum perjanjian Islam. Premise Law Journal. hlm. 6
2
Alia, C. L. 2015. Akad yang cacat dalam hukum perjanjian Islam. Premise Law Journal. Hlm. 7
3
Alia, C. L. 2015. Akad yang cacat dalam hukum perjanjian Islam. Premise Law Journal. hlm. 2
4
Mas’adi, G. A. 2002. Fikih Muamalah & Kontekstual, F. M. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
hlm. 27
Menurut Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan tentang jual beli yang dilarang dalam beberapa
kategori yakni: 5

1. Pertama: karena kecacatan dan ketidaksempurnaan dari aqidan. Seperti jual beli
yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil, orang yang diancam atau dipaksa, dan
seorang mahjur ‘alaih
2. Kedua; karena kecacatan dan ketidaksempurnaan syarat dari sighah. Seperti jual
beli dengan syarat yang dilarang, tidak ada kesesuaian antara ijab dan qabul, dan
jual beli dengan kata atau isyarat yang tidak difahami.
3. Ketiga; karena kecacatan dan ketidaksempurnaan syarat dari mahallul ‘aqd
Seperti jual beli barang yang haram dan najis, jual beli ma’dum, jual beli barang
yang tidak bisa diterima langsung, termasuk di dalamnya jual beli yang
mengandung unsur gharar.
4. Keempat; karena ada sifat atau syarat yang dilarang, misalnya bai ‘inah, riba,
jual beli antara seseorang dengan harga mahal untuk pihak yang belum
mengetahui harga, jual beli yang dilaksanakan saat panggilan shalat jumat dan
sebagainya.6

5
Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah Muhaqqiq, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Penerbit: Daar al-
Fikr), Hlm. 123.
6
Jurnal Ahmad, “Teori Akad Transaksi Dalam Hukum Islam”, http://www.fimadani.com/teori-
akad-transaksi-dalam-hukum-islam/, diakses tanggal 6 April 2023.
DAFTAR PUSTAKA

Alia, C. L. 2015. Akad yang cacat dalam hukum perjanjian Islam. Premise Law
Journal, 2, 14022.

Mas’adi, G. A. 2002. Fikih Muamalah & Kontekstual, F. M. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Hasballah Thaib, 2004. Kapita Selekta Hukum Islam. Medan: Pustaka Bangsa
Press.

Jurnal Ahmad, “Teori Akad Transaksi Dalam Hukum Islam”,


http://www.fimadani.com/teori-akad-transaksi-dalam-hukum-islam/, diakses
tanggal 6 April 2023

Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah Muhaqqiq, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,


Penerbit: Daar al-Fikr

Anda mungkin juga menyukai